Sastra sebagai Media Aspirasi Politik da

Extended Essay
Group 1 Indonesian Literature, Category 1

Sastra sebagai Media Aspirasi Politik dalam Naskah Drama Maaf. Maaf.
Maaf. Politik Cinta Dasamuka karya Nano Riantiarno

Lidwina Christanya Amanda Sari
IB Candidate Number: 002606-0002

Word Count: 3,995

TUNAS MUDA INTERNATIONAL SCHOOL
DP Students May 201

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

ABSTRAK
Dalam buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Hirata membandingkan dan mengkritik
kehidupan rakyat Belitong yang berbanding terbalik dengan kehidupan para imigran. Gaya penulisan

Hirata yang menarik membuat saya tertarik akan beragam cara penyampaian sebuah isu sosial dapat
dipaparkan oleh seorang penulis. Hal ini menjadi dasar dipilihnya sebuah naskah karya Nano Riantiarno
berjudul Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka yang mengangkat sebuah cerita humor sindiran
mengenai seorang pria biasa yang menganggap dirinya sebagai raja. Ia menamai dirinya Dasamuka dan
memimpin sebuah kerajaan bernama Kerajaan Alang-alang. Secara keselurahan, naskah ini berisi
sindiran-sindiran dan aspirasi-aspirasi politik yang dikemukakan oleh Nano Riantiarno, salah satunya
adalah aspirasi tentang kebebasan dalam berpendapat yang dibatasi oleh pemerintah.
Hal yang membuat penulis memilih menyembunyikan dirinya dengan lapisan-lapisan penokohan
dan juga latar sehingga menambahkan kompleksitas naskah. Kompleksitas ini memberikan ruang
bahasan yang luas bagi saya. Atas dasar tersebut, makalah ini akan membahas: Bagaimana cara aspirasi-

aspirasi politik disampaikan dalam naskah Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka karya Nano
Riantiarno? Pertanyaan ini akan dijawab dengan menjabarkan aspirasi politik yang terkandung dan
penjabaran mengenai penggunaan fitur kesusasteraan yang meliputi pembahasan tokoh, latar, konflik,
dan gaya penulisan dalam naskah yang ditulis secara imajinatif berdasarkan epos Ramayana, guna
menyampaikan aspirasi politik penulis. Imajinatif disini artinya menggunakan anasir anakronisme dimana
latar dan tokoh yang digunakan tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya demi menyembunyikan
penulis dari pembacanya demi mencegah karyanya dicekal.
Sebagai kesimpulan, saya menyimpulkan bahwa alasan penulis untuk menyembunyikan dirinya
dan menggunakan epos Ramayana adalah karena hal ini dianggap paling efektif. Hal ini menjadi cara

paling efektif dalam menyampaikan aspirasinya karena pertama, penulis harus menghindari adanya
peraturan self-censorship oleh pemerintah. Kedua, penggunaan epos Ramayana dapat membantu
pembaca untuk memahami naskah ini dengan lebih baik karena lebih ringan dan tidak membosankan
mengingat pembaca naskah Nano Riantiarno beragam dan tidak semuanya memiliki tingkat edukasi yang
tinggi.
Word Count: 298

Extended Essay

ii

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

DAFTAR ISI

ABSTRAK

ii


DAFTAR ISI

iii

BAB 1: PENDAHULUAN

5

1.1. Latar Belakang

5

1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah

6

1.3. Tujuan Penelitian

7


1.4. Metode Penelitian

7

1.5. Landasan Teori

7

1.6. Sistematika Penyajian

8

BAB 2: PEMBAHASAN UNSUR EKSTRINSIK NASKAH
2.1. Latar Belakang Penulis

9
9

2.2. Keadaan Politik dalam Lingkungan Penulis


10

2.3. Pengaruh Kondisi Lingkungan Penulis dengan Penulisan Naskah

11

BAB 3: PEMBAHASAN UNSUR INTRINSIK NASKAH

12

3.1. Konflik dalam Naskah dan Hubungan dengan Realita

12

3.2. Penggunaan Kisah Pewayangan Ramayana dalam Naskah

14

3.2.1.


Kisah Ramayana, Penokohan Tokoh Naskah dan Konteks Realita

14

3.2.2.

Penyajian Latar Naskah dan Hubungannya dengan Konteks Realita

18

3.3. Gaya Penulisan dan Efek Terhadap Pembaca

Extended Essay

19

iii

Lidwina Christanya Amanda Sari


BAB 4: PENUTUP

IB Candidate Number: 002606-0002

21

4.1. Kesimpulan

21

4.2. Saran

22

LAMPIRAN

23

DAFTAR PUSTAKA


26

Extended Essay

iv

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Bab 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Definisi klasik dari drama adalah ‘tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas
pentas’ (Waluyo, 2002, p.1). Kata drama berasal dari bahasa Yunani, draomai, yang berarti
berbuat. Walaupun drama pada umumnya lebih didominasi oleh unsur seni pertunjukan,
namun adanya unsur kesusasteraan sebagai salah satu aspek drama tidak dapat kita pungkiri.
Dalam sebuah naskah, setiap adegan memegang sebuah visi terhadap amanat yang ingin

disampaikan oleh sang penulis. Amanat merupakan sebuah opini atau kecenderungan terhadap
tema yang berusaha diungkapkan. Drs. Hasanuddin WS., M. Hum. mengemukakan bahwa
amanat adalah sebuah kristalistik dari berbagai peristiwa, tokoh, latar, dan ruang cerita (1996, p.
103). Namun, amanat dalam sebuah drama tidak berperan besar dan bukan merupakan fokus
bagi para peneliti dan kritikus drama. Hal yang terpenting adalah seberapa besar dampak positif
dalam naskah tersebut yang bermanfaat bagi nilai- nilai kemanusiaan (Hasanuddin, 1996, p. 103).
Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagai sebuah karya sastra menjadi saling
berhubungan dengan politik untuk menciptakan sebuah amanat ataupun aspirasi dari penulis itu
sendiri. Drama juga dapat digunakan sebagai vehicle untuk mencapai ideologi maupun
menentangnya. Seringkali bentuk karya yang demikian dapat menggunakan simbol yang
menentang ideologi pemerintahan maupun rakyat contohnya seperti pada buku karya George
Orwell, Animal Farm (Ideologi dan Politik dalam Sastra, 2012).
Karya-karya sastra politik sangat populer di Indonesia pada zaman pemerintahan Orde Baru.
Hal ini terjadi karena masa Orde Baru merupakan sebuah era pemerintahan otoriter, dimana
pada masa itu kekuasaan digunakan sebagai pembenaran bagi pembangunan nasional dan
kemajuan negara. Pers bebas berbicara namun harus bertanggung jawab, sehingga praktek selfExtended Essay

5

Lidwina Christanya Amanda Sari


IB Candidate Number: 002606-0002

censorship banyak dilakukan (Rahayu, 2012). Maka dari itu, sastra dipilih sebagai sarana
alternatif dan tindakan untuk melawan ideologi Orde Baru. Beragam sastra drama seperti

Domba-domba Revolusi karya B.Soelarto dan Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno
Gumira Ajidarma banyak sekali diterbitkan. Naskah Maaf. Maaf. Maaf Politik Cinta Dasamuka
karya Riantiarno juga merupakan salah satu dari karya tersebut. Naskah ini adalah sebuah
naskah yang mengisahkan tentang perlawanan ideologi Orde Baru lewat tokoh- tokoh
pewayangan Ramayana.
Sehubungan dengan itu, penulis akan menjabarkan aspirasi-aspirasi politik yang terkandung
dalam naskah ini dan bagaimana aspirasi-aspirasi tersebut dikemukakan melalui penggunaan
teknik-teknik kesusasteraan. Naskah ini dipilih karena sejarah pementasannya yang menarik.
Pada tahun 1978, naskah ini dilarang pentas diluar kampus-kampus Jakarta karena isinya yang
terlalu eksplisit (Riantiarno, 2005, p.x). Hal ini tentu meyakinkan para pembaca bahwa naskah
ini bukanlah sebuah naskah biasa namun sebuah naskah dengan makna politik yang mendalam.
Maka dari itu, penulis memutuskan untuk membedah naskah ini dan caranya mengungkapkan
aspirasi politik.
1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas
lewat makalah ini dapat dirumuskan demikian: Bagaimana cara aspirasi-aspirasi politik
disampaikan dalam naskah Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka karya Nano Riantiarno?
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan-batasan
terhadap penelitian ini. Penulis membatasi penelitiannya terhadap penjabaran aspirasi-aspirasi
politik Riantiarno pada naskahnya yang berjudul Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka .
Penjabaran aspirasi-aspirasi ini akan didukung dengan pembahasan teknik kesusasteraan yang
terdapat dalam naskah. Teknik-teknik ini meliputi penggunaan unsur-unsur intrinsik seperti
konflik, penokohan, latar, dan gaya bahasa penulis dan juga unsur-unsur ekstrinsik seperti
pengaruh latar belakang politik penulis terhadap pembuatan naskah. Latar belakang penulis
yang dimaksud adalah Indonesia pada tahun 1976-1977.
Extended Essay

6

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditulis di atas, makalah ini tentulah ditulis dengan
tujuan menyelidiki lebih lanjut mengenai perkembangan sastra pada zaman tersebut. Melalui
studi ini, penulis dapat memahami lebih jauh mengenai bagaimana sastra berkembang karena
pengaruh lingkungan sekitarnya. Penulis juga dapat memahami signifikansi latar belakang
seorang sastrawan terhadap cerita yang ingin ia tuangkan.
Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui lebih jauh mengenai sejarah Indonesia pada masa
Orde Baru. Hal ini dapat dipelajari melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam naskah,
dimana peristiwa-peristiwa tersebut bercermin pada kehidupan nyata penulis naskah.

1.4 Metode Penelitian
Penelitian akan dilakukan lewat dua macam sumber; sumber primer dan sekunder. Sumber
primer akan digunakan sebagai bagian dari studi pustaka. Studi pustaka ini akan menggunakan
naskah drama Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka karya Nano Riantiarno sebagai sumber
primer. Studi pustaka ini bertujuan untuk mengidentifikasi teknik kesusasteraan yang menonjol
dalam naskah tersebut.
Lalu, sumber sekunder berupa jurnal, artikel koran, buku referensi, maupun internet akan
digunakan untuk mendukung sumber primer. Sumber ini akan digunakan untuk melakukan riset
mengenai keadaan Indonesia saat naskah tersebut ditulis. Juga, riset mengenai latar belakang
penulisan naskah sebagai penunjang hasil riset sumber primer.

1.5 Landasan Teori
Teori-teori yang digunakan dalam penulisan makalah ini diambil dari buku Drama Karya

Dalam Dua Dimensi karya Drs. Hasanuddin WS., M.Hum. yang dimana teori-teori tersebut
adalah:
1. Unsur Intrinsik Drama
2. Unsur Ekstrinsik Drama

Extended Essay

7

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Fungsi dari teori ini adalah sebagai pedoman dalam membahas teknik kesusasteraan dalam
naskah drama yang akan dibahas. Lalu, kisah Ramayana juga akan digunakan sebagai studi
perbandingan hubungan naskah dan konteks dalam kehidupan aslinya.
1.6 Sistematika Penyajian
Adapun sistematika penyajian dalam makalah ini disusun secara bab dan subbab dimana
bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang pembuatan makalah dan
batasan-batasan pembahasan. Bab kedua berisi tentang latar belakang naskah yang akan dibahas.
Bagian ini membahas mengenai unsur ekstrinsik dalam naskah yang berfokus pada nilai politik
dan sosialnya. Bab ini dibagi menjadi tiga subbab. Bab ketiga berisi tentang pembahasan unsur
intrinsik yang menonjol dalam naskah yaitu konflik, penokohan, latar, serta gaya bahasa penulis.
Bab ini dibagi menjadi tiga subbab. Terakhir, bab keempat akan membahas kesimpulan dan
saran penulis. Bab ini dibagi menjadi dua subbab.

Extended Essay

8

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Bab 2
PEMBAHASAN UNSUR EKSTRINSIK NASKAH
2.1 Latar Belakang Penulis
Nano Riantiarno lahir di Cirebon 1 pada tanggal 6 Juni, 1949. Sejak kecil, ketertarikan
Nano terhadap dunia pertunjukan teatrikal sudah dapat dilihat. Beliau mengikuti banyak
kegiatan yang berhubungan dengan seni pertunjukan teatrikal, salah satunya dengan masuk
bergabung dalam Akademi Teater Nasional Indonesia sebagai kuliahnya (Riantiarno, 2005,
p.135), bergabung dalam Teater Populer, lalu

berkarir sebagai penulis, asisten sutradara,

bahkan bergabung dalam Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (PKJ Taman Ismail
Marzuki, n.d.).
Keberhasilan yang dirasakan oleh Riantiarno pada saat ini tidak dapat dipungkuri
merupakan hasil dari mimpi besar yang beliau pegang. Beliau memiliki mimpi untuk menjadi
teater sebagai jembatan keseimbangan batin dan jalan terciptanya kebahagiaan manusiawi.
Beliau berharap untuk menjadikan teater sebagai cerminan dalam menemukan akal budi dan
nurani yang sehat, serta alat untuk menghargai perbedaan dan sesama (PKJ Taman Ismail
Marzuki, n.d.). Dalam wawancaranya dengan pers di tahun 2005, Nano mengungkapkan bahwa
pementasan ulang naskah pada hari ulang tahun Teater Koma merupakan sebuah bahan refleksi
kita, "Apakah pemimpin kita sudah tidak otoriter lagi? Apakah negara kita sekarang sudah
demokratis? Lakon ini dapat digunakan sebagai cermin untuk melihat hal tersebut. Semoga saja
penonton nanti mengatakan kalau apa yang ada di lakon tidak sama" (Rayakan Ultah ke 28,

Teater Koma Pentaskan “MAAF.MAAF.MAAF”, 2005).

1

Kota Cirebon merupakan sebuah kota dengan keberadaan budaya yang beragam karena adanya banyak imigran
yang berasal dari berbagai macam etnis. Hal ini disebabkan oleh lokasi geografis kota tersebut yang merupakan
sebuah desa nelayan (Kultur Budaya, 2011). sebuah desa nelayan (Kultur Budaya, 2011).

Extended Essay

9

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

2.2 Keadaan Politik dalam Lingkungan Penulis
Pada tahun 1976-1977, Indonesia dipimpin oleh seorang mantan jenderal bersar militer
bernama H.M. Soeharto. Ia merupakan presiden kedua Republik Indonesia. Regim
pemerintahan Soeharto disebut sebagai Orde Baru, dimana pada masa tersebut beliau
menjalankan sebuah sistem politik otoriter. Sehubungan dengan hal tersebut, peranan demokrasi
sebagai ideologi negara tampak memudar (Indonesia- The New Order Under Suharto, 1992)
dan tidak sesuai dengan Pancasila.
Tujuan pemerintahan Orde Baru adalah pembangunan. Dalam sebuah pidato
kemerdekaan Soeharto pada tahun 1977, beliau mengungapkan bahwa inti dari regim
pemerintahannya adalah pertumbuhan pembangunan dan usaha pemerataan. Pembangunan
adalah sebuah keputusan bersama yang harus diraih bersama-sama. Pembangunan dijalani oleh
Soeharto dengan meningkatkan standar ekonomi negara dimana hanya terdapat 3 dari 10 rakyat
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan (Trilogi Pembangunan, 1977, p.4) tetapi hal ini
bukanlah keinginan rakyat yang tulus. Namun, rakyat membutuhkan sesuatu yang lebih
sederhana yaitu keadilan sosial (Wirjanto, 1977, p.4). Keadilan sosial dimana kebutuhan sehariharinya dapat tercukupi juga penghapusan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Praktek kepemimpinan otoriter sangat jelas terlihat dalam amandemen-amandemen
perihal pembatasan publikasi informasi atau berita dalam media oleh pemerintah. Hal ini
dilakukan karena media dianggap sebagai kekuatan besar yang dapat mempengaruhi stabilitas
pemerintahan. Sejak saat itu, beberapa media publikasi tidak bisa berjalan karena dilarang,
contohnya Sinar Harapan dan Prioritas. Akhirnya, amarah rakyat meledak pada tahun 1974
dalam kunjungan Jepang ke Indonesia atau yang disebut sebagai “Malari-riot”. Pasca
demonstrasi, penjagaan semakin diperketat, segala bentuk pemberontakan ditangani dengan
baik dengan menangkap para demonstran (Suharto’s New Order: Development of Indonesia

under Authoritarian Rule, n.d.).

Extended Essay

10

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

2.3 Pengaruh Kondisi Lingkungan Penulis dengan Penulisan Naskah
Riantiarno yang lahir di sebuah kota dengan kebudayaan majemuk membuat dirinya
berkembang sebagai pribadi yang lebih diplomatis dan skeptis dalam pola pikirnya. Oleh sebab
itu, tidak diherankan bahwa karya Riantiarno ditulis berdasarkan kondisi politik Indonesia yang
terlihat sangat memprihatinkan. Sebagai seorang sastrawan, tentulah jiwa kreativitasnya akan
menentang keras adanya pembatasan dalam kebebasan berpendapat. Seperti yang ia tunjukkan
dalam naskahnya melalui tokoh seorang penyair yang buku puisinya dilarang beredar,
“PENYAIR: Saya datang hendak bertanya: mengapa dilarang?” (Riantiarno, 2005, p.56). Juga
pada pembukaan naskah dimana ia mengungkapkan bahwa rakyat jelata menderita karena
arogansi kekuasaan otoriter (Riantiarno, 2005, p.x).
Selain itu, Riantiarno yang lahir di Cirebon terekspos terhadap kebudayaan Jawa yang
kental, salah satunya adalah wayang. Wayang Cirebon mengambil kisahnya berdasarkan kitab
Mahabharata dan Ramayana yang diperbaharui menurut agama Islam oleh Sunan Kalijaga
(Wayang Kulit Cirebon, n.d.). Hal ini nampaknya menjadi inspirasi Riantiarno dalam
menjadikan tokoh-tokoh pewayangan Ramayana sebagai media penyampaian gagasan.

Extended Essay

11

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Bab 3
PEMBAHASAN UNSUR INTRINSIK NASKAH

3.1 Konflik dalam Naskah dan Hubungan dengan Realita
Konflik 2 merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah naskah drama. Sehubungan
dengan itu, kita perlu mengidentifikasi konflik-konflik yang diciptakan oleh Riantiarno pada
naskah dalam upayanya menyampaikan aspirasi politik. Konflik yang terjadi dalam naskah dapat
dikategorikan sebagai konflik eksternal sosial dimana konflik yang terjadi dalam naskah adalah
konflik antara seorang tokoh pemimpin, Dasamuka, dengan tokoh rakyatnya, rakyat Kerajaan
Alang-alang. “Berkali-kali rakyat jelata dilukai oleh arogansi kekuasaan yang otoriter,”
(Riantiarno, 2005, p.x). Relevansi penggunaan konflik adalah karena konteksnya yang bercermin
pada realita sesungguhnya, “Ario hanya sebuah cermin,” (Riantiarno, 2005, p.viii). Realita yang
dimaksud adalah kondisi politik Indonesia dalam kepresidenan Soeharto di tahun 1976-1977.
Seperti yang telah disebutkan dalam bab 2, salah satu konflik yang terjadi dalam naskah ini
adalah adanya pembatasan berdemokrasi. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan Lembaga
Marah Dasamuka “…yang bertugas menyensor kemarahan…” (Riantiarno, 2005, p.vii) demi
stabilitas pemerintahan Dasamuka. Lembaga ini menjadikan hak marah hanya milik Dasamuka,
“KAISAR: Hak marah hanya milik raja seorang,” (Riantiarno, 2005, p.28). Hak marah ini
menyimbolkan sebuah kekuasaan yang diberikan pada satu pemimpin, atau dalam konteks
realita, Soeharto. Namun, kita dikembalikan terhadap sebuah pertanyaan, bagaimana hal ini
dapat menciptakan konflik dalam naskah. Berdasarkan naskah, kita dapat melihat bahwa
Dasamuka memutuskan hubungan dialog antara rakyat dengan dirinya sebagai Kaisar,
“BANDEM: Dilarang memarahi…orang-orang yang berderajat lebih tinggi,” (Riantiarno, 2005,

2

Konflik adalah sesuatu yang terjadi dalam sebuah naskah yang sifatnya tidak menyenangkan dan
berakibat terhadap tokoh-tokoh dalam naskah tersebut (Nurgiyantoro, 2010, p.122).
Extended Essay

12

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

p.49). Melalui konflik ini, Riantiarno menyampaikan aspirasinya yaitu rakyat Indonesia, menurut
prinsip Pancasila3, seharusnya diberikan kebebasan demokrasi sebagai bentuk permusyarawatan.
Riantiarno tidak menghentikan sindirannya pada satu konflik saja. Naskah ini juga
mengangkat kedok pemerintahan otoriter Soeharto melalui pemerintahan Dasamuka. Dasamuka
adalah pemimpin yang self-centered, “Siapa peduli, kalau bukan Dasamuka?” (Riantiarno, 2005,
p.27). Ia selalu merasa keputusannya ditujukan untuk rakyat namun sesungguhnya tidak. Hal ini
juga terjadi pada Soeharto, beliau hanya menjalankan pembangunan menurut pandangannya
sepihak. Dialog yang tidak berhasil membawa konflik terhadap naskah, “NENEK: JANGAN
CUMA MENJANJIKAN, TAPI LEKAS BUKTIKAN!” (Riantiarno, 2005, p.21). Biar begitu,
Dasamuka masih enggan bercermin dan menepis semua tuduhan, “KAISAR: Fitnah.Tidak
benar. Tidak pernah terbukti,” (Riantiarno, 2005, p.21) serupa dengan pernyataan Soeharto
terhadap

KOMPAS, “Presiden Soeharto membantah eras suara atau pendapat yang

menyebutkan pembangunan dewasa ini gagal” (Presiden Bantah Pembangunan Gagal atau

Membuat Rakyat Lebih Melarat, 1976, p.1). Atas dasar tersebut, Riantiarno berusaha menyindir
Soeharto dan mengungkapkan sebuah aspirasi bahwa seorang pemimpin tanpa rakyatnya
bukanlah seorang pemimpin. Kepentingan rakyat harus dipertahankan karena rakyat tidak
bodoh dan mereka mampu berpendapat, jadi sejauh apapun kedok Soeharto berusaha
disembunyikan, kedok tersebut akan tetap terlihat secara kasat mata.
Aspirasi terakhir yang ingin disampaikan penulis melalui konflik bukanlah aspirasi penulis
melainkan penyaluran aspirasi rakyat Indonesia pada masa itu. Hal ini dapat dilihat melalui
dialog para pendemo, “NENEK: BERSIHKAN KOTORAN ISTANA” (Riantiarno, 2005, p.21),
“NENEK: …KEADILAN BAGI RAKYAT JELATA!” dan “NENEK: GANYANG PUNGLI,”
(Riantiarno, 2005, p.22). Ini menjadikan hal ini salah satu aspirasi yang disampaikan secara
eksplisit dibanding degan aspirasi lainnya. Penulis diduga memilih teknik ini karena ia ingin
mewakili rakyat kecil seperti yang tertulis, “Dan inilah titik awal hancurnya kekuasaan otoriter
yang jauh dari dambaan rakyat jelata,” (Riantiarno, 2005, p.x).

3

Pancasila sila ke-4 berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebikjasaan dalam
permusyarawatan/perwakilan

Extended Essay

13

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

3.2 Penggunaan Kisah Pewayangan Ramayana dalam Naskah
3.2.1

Kisah Ramayana, Penokohan Tokoh Naskah dan Konteks Realita

Penokohan dalam naskah ini disampaikan oleh penulis melalui teknik dramatik. yang
umum digunakan dalan drama. Dengan menggunakan teknik ini, penulis tidak mendeskripsikan
tokoh secara eksplisit namun membiarkn para tokoh tersebut menunjukkan penokohannya
sendiri. Teknik ini dapat dicapai secara verbal maupun non-verbal, namun sehubungan dengan
naskah ini, penulis lebih banyak menyampaikan penokohan tokoh secara verbal. Efek dari
penggunaan teknik ini adalah penggambaran realita yang lebih nyata. Hal ini dirasa dipilih
penulis karena ia ingin ceritanya menjadi senyata mungkin walaupun ditutupi oleh penokohan
tokoh wayang Ramayana. Adapun relasi-relasi antara tokoh pewayangan dan realita adalah
sebagai berikut:
Tokoh dalam Kisah Ramayana dan

Tokoh dalam Naskah dan Realita dan

Penjabaran Watak

Penokohannya

Ramawijaya

Marto  Ir. Soekarno

Ramawijaya adalah seorang ksatria yang hebat. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh
Biar begitu, sifatnya sangat lemah lembut Ramawijaya

merupakan

tokoh

protagonis

(Ramawijaya, 2006). Ramawijaya sangat patuh dalam cerita. Hal ini disimpulkan karena tokoh
bahkan

saat

ia

diperintahkan

untuk ini merupakan pahlawan dari kisah ini,

meninggalkan kerajaan Ayodya, ia hanya “MARTO:
menurut terhadap perintah.

Saya

akan

menjaga

Pakde

Ario…Saya janji. Saya bertanggungjawab.”
(Riantiarno,

2005,

p.119).

Tokoh

Marto

berfungsi sebagai Ir. Soekarno karena pada
masa

tersebut,

menurunkan

Soeharto

Ir.

berusaha

Soekarno

dari

keras
takhta

kepresidenan.
Dewi Sinta

Isteri Ario  Istri Soekarno

Sinta dikatakan sebagai titisan dari istri Bathara Berdasarkan perkembangan perwatakan, Sinta
Wisnu. Ia memiliki paras yang sangat cantik merupakan
Extended Essay

tokoh

statis

dalam

cerita.
14

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

dan sifatnya sangat setia. Tidak hanya itu, ia Sepanjang cerita, ia menunjukkan karakter
juga memiliki ucapan dan pikiran yang sopan seorang perempuan yang sangat mendukung
dan santun (Sinta, 2006)

dan mencintai suaminya. Ia tidak dapat hidup
tanpa cintanua, “KAISAR: Dewi Sinta dan
Dasamuka sungguh sejoli ideal sepanjang
masa,” (Riantiarno, 2005, p.46). Pada konteks
realita, Soeharto sangat mengasihi isterinya
yang kerap dikenal sebagai Ibu Tien (Kisah

Perjodohan Pak Harto dan Ibu Tien, 2013).
Ario  Soekarno

Dasamuka/Rahwana
Dasamuka adalah pribadi yang sangat sakti. Ia Berdasarkan

fungsi

penampilan

tokoh,

adalah raja dari kerajaan Alengka. Namun, ia Dasamuka merupakan tokoh antagonis cerita.
memiliki watak angkara murka, ingin menang Ia merupakan tokoh yang ditentang oleh
sendiri,

penganiaya

dan

pengkhianat pembaca. Maka dari itu, dapat disimpulkan

(Dasamuka- Yogya, 2006).

bahwa Dasamuka adalah Soeharto. Selain itu,
banyak

sekali

perilaku

Dasamuka

yang

bercermin terhadap keadaan pemerintahaan
Indonesia,

hanya

saja

lebih

humoris,

contohnya proyek air minum disebuat sebagai

Mandi,Cuci, Kakus Center.
Sarpakanaka

Adik Ario

Sarpakanaka adalah adik dari Dasamuka. Ia Tidak terdapat relasi antara Sarpakanaka
adalah sebuah raksasa dengan watak yang dengan
congkak,

angkuh,

bengis,

dan

konteks

serakah. Sarpakanaka

realita.

menurut

Penokohan

perwatakan

dapat

Dikarenakan kesaktian yang ia miliki, ia dikategorikan sebagai tokoh statis. Wataknya
pernah berubah menjadi wanita cantik dan sangat manja dan serakah. Dalam naskah, ia
merayu Laksmana, namun ditolak olehnya juga
(Sarpakenaka, 2006).

Extended Essay

tergila-gila

terhadap

Laksmana,

“SARPAKANAKA: Ah, Kanda Laksmana.

15

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Kenapa kamu tolak cinta suciku?” (Riantiarno,
2005, p.11)
Tarto/Adik Marto  Dokter Jaga Ir. Soekarno

Laksmana

Laksmana adalah adik dari Ramawijaya. Ia Berdasarkan perwatakannya, tokoh Laksmana
memiliki sifat yang halus, setia, dan gagah merupakan

tokoh

statis.

Selama

naskah

berani. Sejak kecil, Laksmana sangat dekat berlanjut, penokohannya tidak berkembang.
dengan Ramawijaya(Leksmana, 2006).

Pada konteks realita, Laksmana diduga sebagai
dokter jaga Ir. Soekarno. Hal ini disimpulkan
karena dalam naskah Laksmana dan Rama
jatuh ke dalam penjara (Riantiarno, 2005, p.10)
bersama-sama sedangkan Soekarno dijadikan
sebagai tahanan rumah oleh Soeharto. Ia tidak
diperbolehkan menemui siapapun terkecuali
dokter yang merawatnya (Fadillah, 2013).

Indrajit
Indrajit

adalah

putra

mahkota

kerajaan

Alengka. Ia merupakan seorang ksatria besar.
Namun dalam perang besar, Indrajit tewas di

Tokoh Indrajit dalam naskah ini hanyalah
sebuah ciptaan imajinasi dari Ario. Namun,
penokohan dari Indrajit sama seperti apa yang
ada dalam kisah pewayangan Ramayana.

tangan Laksmana (Indrajit, 2006)

Bandem/Kepala Pelayan  Ali Murtopo

Patih Prahasta

Patih Prahasta adalah putra dari raja raksasa. Ia Berdasarkan pencerminan tokoh cerita, Patih
memiliki watak yang jujur, setia, dan penuh Prahasta merupakan tokoh tipikal. Hal ini
pengabdian.
Prahasta

Saat

maju

(Prahasta, 2006)

melawan

sebagai

Ramawijaya, dapat disimpulkan karena watak asli Patih

senapati

perang Prahasta

tidak

pernah

terekspos

secara

eksplisit. Pembaca hanya mempelajari tentang
kesetiaannya terhadap Ario. Dalam konteks
realita, Patih Prahasta diduga merupakan Ali
Murtopo,

Extended Essay

salah

satu

orang

kepercayaan

16

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Soeharto. Ia seorang perwira intelijen yang
merangkap menjadi penasihat politik Soeharto
(Abdullah, 2003, p.151).
Dewi Trijata

Sri

Dewi Trijata adalah putri dari Gunawan Berdasarkan perwatakannya, Sri merupakan
Wibisana. Ia memiliki watak setia, murah hati, tokoh sederhana. Tidak dapat ditemukan relasi
baik budi, dan penuh sopan santun (Trijata, antara penokohan tokoh Sri dengan konteks
2006).

realita. Namun, Sri adalah salah satu tokoh
yang menentang Dasamuka, “SRI: Ayah.
hentikan gila-gilaan ini,” (Riantiarno, 2005,
p.82). Berdasarkan pernyataan ini, terdapat
kemungkinan bahwa Sri adalah seseorang
dengan posisi tinggi yang menentang Soeharto.
Gunawan Wibisana

Gembong

Wibisana adalah adik Dasamuka yang berbudi Sama seperti tokoh Sri, tidak terdapat relasi
luhur dan pembela keadilan. Ia meninggalkan antara penokohan tokoh Sri dengan konteks
Rahwana dan pergi mencari Rama karena realita.
dianggap lebih benar (Wibisana, 2006).

Namun,

tokoh

Gembong

mencerminkan tokoh Wibisana yang berubah
menjadi pendukung tokoh Rama (protagonis)
setelah menjadi pendukung tokoh Dasamuka
(antagonis),

“GEMBONG:

Politik

Cinta

Dasamuka, adalah politik cinta yang licik dan
konyol” (Riantiarno, 2005, p.123).
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa tokoh dan penokohan dalam naskah ini
disusun menjadi tiga lapis. Pada lapisan terluar, terdapat tokoh-tokoh pewayangan Ramayana.
Tokoh-tokoh ini tidak nyata dan hanya digunakan untuk menyampaikan watak dari masingmasing karakter. Lapisan selanjutnya, terdapat tokoh-tokoh nyata dalam naskah seperti Ario, Sri,
dan Nenek Kucing. Tokoh-tokoh ini lebih menunjukkan penokohan yang dalam dibandingkan
tokoh-tokoh pewayangan Ramayana. Dan, pada lapisan terdalam yang berisi tokoh-tokoh dalam
Extended Essay

17

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

realita penulis, tokoh-tokoh yang berada di realita sebagai cerminan lingkungan sekitar penulis.
Tokoh-tokoh ini bukanlah hasil imajinasi penulis. Dapat dikatakan, inilah tokoh yang ingin
disembunyikan oleh penulis agar karyanya tidak dicekal karena terlalu eksplisit. Namun, hal ini
tidak membatasi aspirasi yang berusaha disampaikan penulis karena berdasarkan penokohan
para tokoh, pembaca dapat mempelajari situasi Indonesia pada zaman itu.
3.2.2

Penyajian Latar Naskah dan Hubungannya dengan Konteks Realita

Dalam naskah ini, penyajian latar juga merupakan salah satu unsur yang menonjol dalam
usaha penulis untuk menyampaikan aspirasi politik. Penjabaran penggunaan latar tempat, waktu
latar waktu, dan suasana dapat ditemukan dalam Lampiran 3. Selain karena penggunaannya
yang kembali bercermin pada realita atau latar sosial naskah, melalui tabel tersebut kita dapat
mempelajari bahwa latar waktu yang digunakan oleh penulis mengandung anasir anakronisme 4.
Berdasarkan konvensi, penggunaan teknik ini dapat menjadi sebuah kekurangan (Nurgiyantoro,
2010, p.231), namun Riantiarno menjadikan hal ini sebagai kelebihan. Penggunaan teknik ini
merupakan kelebihan karena membuat karya menjadi sangat simbolis dan dapat dianggap tidak
serius. Menurut pandangan pribadi, respon terhadap naskah dapat dikategorikan berdasarkan
pembacanya.
Jika pembaca adalah seseorang dari pemerintahan maupun masyarakat dengan tingkat
edukasi yang memadai, maka karya ini akan menjadi sangat simbolis. Menurut kisah Ramayana,
Kerajaan Alengka (merupakan Kerajaan Alang-alang dalam naskah), pada akhirnya hancur
karena perilaku Dasamuka yang menculik Sinta (Kerajaan Alengka, n.d.). Oleh sebab itu,
penggunaan latar dalam naskah ini menjadi sindiran bahwa rezim pemerintahan Soeharto akan
segera hancur, dan membawa kita pada aspirasi politik yang lainnya bahwa kekuasaan tidak
pernah abadi.
Pada sisi lainnya, jika pembacanya adalah rakyat biasa dengan tingkat edukasi yang
mungkin belum memadai, maka karya ini menjadi sesuatu hal yang tidak serius atau humor saja.

4

Penempatan unsur latar yang tidak sesuai menurut waktu di dalam karya sastra dengan hubungannya dengan
peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2010, p. 226)

Extended Essay

18

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Naskah ini hanya akan menjadi sebuah naskah mengenai seorang pria gila bernama Ario.
Namun biar begitu, hal ini dapat menjadi sindiran lainnya terhadap pemerintah pada masa itu.
Ini merupakan bagian terakhir dari penyampaian aspirasi penulis, “KAISAR: Politik ibarat
sandiwara. Palsu dan pura-pura,” (Riantiarno, 2005, p.29).
3.3 Gaya Penulisan Penulis dan Efek Terhadap Pembaca
Gaya penulisan yang digunakan oleh Riantiarno dalam naskah ini berfungsi sebagai
penunjuang penyampaian aspirasi politik. Dalam naskahnya, penulis menggunakan banyak
teknik eufemisme 5 sebagai media penyindiran regim Soeharto. Contohnya, “KAISAR: Rasa
marah. Penyebab terjadinya lakon ini, kekacauan ini.” (Riantiarno, 2005, p. 39) Dalam kutipan
ini hal yang dihaluskan adalah pembicaraan mengenai pemerintahan Soeharto sebagai sebuah
lakon, seakan-akan permasalah ini tidak nyata. Penggunaan eufemisme dipilih oleh Riantiarno
agar karyanya tidak terlalu eksplisit mengingat ia harus berhati-hati mengenai kritik
pemerintahaan yang ia kemukakan.
Lalu, Riantiarno juga melakukan sindiran dalam satire lagu yang dinyanyikan oleh
beberapa tokoh dalam naskah ini seperti Sarpakanaka, Dasamuka, dan Sinta. Salah satu contoh
lagu yang dapat ditemukan dalam salah satu dialog Sinta:
Oo, lenyapkanlah rasa lelah
Buang segala nafsu amarah
Lepas pelukan setan obsesi
Tenangkan hati malam ini (Riantiarno, 2005, p.43)
Penggunaan satire dalam bentuk lagu ini ini juga digunakan oleh Riantiarno juga sebagai
sindiran terhadap pemerintahan Soeharto dalam bentuk yang tidak verbal. Namun, berbeda
dengan penggunaan eufemisme, penggunaan satire dalam naskah ini disampaikan sebagai
sindiran langsung yang tidak berbelit-belit. Lirik lagu yang digunakan terkesan lebih eksplisit
dibandingkan penggunan eufemisme dimana pengungkapan makna aslinya lebih dihaluskan,

5

Eufemisme adalah sebuah ungkapan yang sifatnya dihaluskan karena maknanya dianggap terlalu kasar atau
memalukan (“Euphemism”, n.d.)

Extended Essay

19

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

“PENDEMO: Batu-batu rapuh digilas tanpa ampun, Yang mampu bertahan jadi kampiun…”
(Riantiarno, 2005, p.27).
Selain itu, dari segi penggunaan bahasa, Riantiarno memilih menggunakan bahasa seharihari yang tidak kompleks, “TAMU-1: Lho, itu kan egois namanya?” (Riantiarno, 2005, p.79),
“KAISAR: Apalah namanya, pokoknya panggil ke mari, segera!” (Riantiarno, 2005, p.104)
Penggunaan bahasa yang demikian memudahkan pembaca untuk mengerti isi naskah sehingga
menjadi penunjang yang baik dalam penyampaian aspirasi politik. Bahkan dalam naskahnya,
Riantiarno memasukkan anasir humor agar naskahnya menjadi semakin mudah untuk dicerna
oleh pembacanya yang berasal dari tingkat edukasi yang berbeda-beda. Adapun humor yang
digunakan, “BANDEM: Hanya orang biadab yang memakai kata-kata kotor… Begitu”
(Riantiarno, 2005, p.52)
Terakhir, gaya penulisan Riantiarno yang paling eksplisit penggunaannya adalah
penggunaan Epos Ramayana dalam penyampaian aspirasi politik penulis. Sebuah riset oleh
Marshall Clark dari Universitas Cornell menunjukkan bahwa penggunaan tokoh-tokoh
pewayangan merupakan sebuah gaya penulisan yang sangat populer pada era 1970an (Clark,
2001, p.163). Hal ini disebabkan oleh adanya self-censorship sehingga penulis-penulis pada era
tersebut tidak memiliki pilihan selain membatasi imajinasi dan aspirasi agar karyanya tidak
dicekal. Para penulis ini selalu menyembunyikan maksud dan moral dalam karya mereka
dengan menggunakan tokoh-tokoh pewayangan. Teknik penulisan ini disebut oleh J.M. Coetzee
sebagai Aeropian ruses, dimana penulis seperti Riantiarno berkarya di dalam ketakutan
pencekalan dan penangkapan (Coetzee, 2001, p.11).
Motif lain dari adanya penggunaan tokoh pewayangan Ramayana dalam naskah Riantiarno
diduga karena wayang adalah sumber kebudayaan Jawa. Dengan demikian, pembaca naskah
maupun penonton drama teatrikal Riantiarno dimana mayoritasnya adalah masyarakat Jakarta 6,
akan merasakan sebuah hubungan dengan naskah yang ditulis, dan memberikan pengertian
yang lebih mendalam terhadap makna yang ia kemukakan (Clark 2001, p.165).
6

Pentas lakon naskah Maaf.Maaf.Maaf. Politik Cinta Dasamuka hanya berlangsung di Jakarta karena tidak diizinkan
pentas di kampus-kampus luar Jakarta (Riantiarno, 2005, p.x).
Extended Essay

20

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Bab 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disimpulkan dalam bab 1, dapat disimpulkan
bahwa aspirasi-aspirasi politik yang disampaikan oleh penulis meliputi keprihatinan penulis
terhadap kondisi politik Indonesia pada tahun 1976-1977. Penyampaian aspirasi-aspirasi politik
tersebut dapat dikategorikan menjadi dua bagian; aspirasi politik pribadi penulis dan aspirasi
politik rakyat. Aspirasi-aspirasi ini tentu saja disampaikan melalui penggunaan teknik-teknik
kesusasteraan seperti penggunaan unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam naskah ini, aspirasi-aspirasi politik pribadi yang disampaikan oleh Riantiarno
dalam naskahnya adalah adanya kesadaran bahwa politik merupakan sandiwara biasa yang
bersifat superfisial. Aspirasi ini disampaikan oleh Riantiarno melalui penyajian latar yang
mengandung anasir anakronisme. Selain itu, lewat penggunaan latar, Riantiarno mengungkapkan
aspirasinya mengenai ketidakabadian sebuah kekuasaan lewat hancurnya Kerajaan Alang-alang
karena kegilaan Ario. Di sisi lain, penokohan dalam naskah digunakan untuk menyembunyikan
makna sebenarnya dari naskah agar sifatnya tidak menjadi terlalu eksplisit. Namun, penggunaan
tokoh-tokoh ini benar-benar memberikan penggambaran yang baik terhadap realita yang
sesungguhnya. Penggunaan unsur intrinsik yang paling menonjol dalam naskah ini adalah
konflik. Konflik dalam naskah digunakan penulis untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi politik
pribadi penulis seperti pemberian hak berpendapat bagi rakyat Indonesia karena merupakan
bagian dari ideologi Pancasila, lalu usaha Riantiarno dalam memberikan sebuah kesadaran
terhadap pemerintah bahwa seorang pemimpin bukanlah pemimpin tanpa rakyatnya, maka dari
itu kepentingan rakyat harus didahulukan. Dan terakhir, gaya penulisan Riantiarno yang
menggabungkan humor dan bahasa sehari-sehari untuk memudahkan penyampaian aspirasiaspirasi politik penulis. Selain itu, eufemisme dan satire digunakan untuk menghaluskan sindiran
dan aspirasi yang dikemukakan. Sedangkan aspirasi-aspirasi rakyat dalam naskah ini hanya

Extended Essay

21

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

disampaikan melalui satu teknik kesusasteraan yaitu dengan konflik-konflik dalam naskah.
Dalam hal ini, Riantiarno bersikap lebih eksplisit dalam menyampaikan maknanya. Riantiarno
menyampaikan aspirasi-aspirasi tersebut melalui demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat
Kerajaan Alang-alang.
Sedangkan, unsur ekstrinsik membentuk pandangan penulis mengenai sebuah isu dan
maka dari itu dapat menghasilkan aspirasi-aspirasi politik. Hal ini mungkin didukung oleh
keprihatinan penulis, namun ternyata kebebasan berpendapat dibatasi oleh pemerintah, maka ia
kembali terhadap kesukaannya yaitu teater untuk berpendapat, dan menggunakan budaya
tempat asalnya, Cirebon, yang sangat populer dengan pertunjukkan wayang.
4.2 Saran
Demikianlah yang dapat penulis kemukakan mengenai permasalahan sastra dan politik
Indonesia pada rezim Soeharto dalam makalah ini, tentulah makalah ini masih banyak memiliki
hal-hal yang dapat dibahas secara lebih lanjut tetapi hal ini tidak memungkinkan karena adanya
pembatasan-pembatasan bahasan dan juga keterbatasan pengetahuan penulis.
Adapun makalah ini dapat digunakan untuk riset lainnya, penulis dapat melakukan riset
mengenai keadaan politik Indonesia dengan jangka waktu yang lebih panjang dari 1976-1977,
dua tahun sebelum naskah ditulis, untuk menambah keakuratan informasi yang dipakai untuk
menjabarkan aspirasi-aspirasi politik mengingat rezim Soeharto berlangsung selama 32 tahun
lamanya dimulai dari tahun 1966. Selain itu, penulis juga dapat melakukan studi perbadingan
mengenai pandangan-pandangan masyarakat Indonesia pada masa tersebut mengenai
pemerintahan yang dijalani Soeharto sehingga sudut pandang penulis dalam menyampaikan
maksudnya dapat ditunjang oleh adanya informasi yang bersifat lebih nyata.

Extended Essay

22

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

LAMPIRAN

Lampiran 1 – Sinopsis Naskah
“Maaf, Maaf, Maaf Politik Cinta Dasamuka” karya Nano Riantiarno adalah sebuah naskah tahun
1977 yang ditulis berdasarkan epos Ramayana. Naskah ini mengungkap kehidupan seorang pria
bernama Ario yang menganggap dirinya sebagai Kaisar Dasamuka dari Kerajaan Alang-alang
Langka. Anggota keluarganya ia sebut dengan nama-nama wayang. Ia terkenal sebagai
pemimpin yang gemar bikin proyek-proyek yang tujuannya untuk ‘kepentingan masyarakat’.
Proyek- proyek tersebut termasuk peresmian MCK Center (Mandi Cuci Kakus Center) dan
pembangunan Lembaga Marah Dasamuka.
Dalam kepemimpinannya, banyak sekali terjadi pemberontakan dan perlawanan dari
masyarakat. Namun, ia tak segan-segan mengambil jalan kekerasan. Bom Molotov dilampiaskan
di tempat kerusuhan, Beberapa mahasiswa dan pencetus pemberotakan ditahan. Saat dua
petugas museum datang ke rumahnya, mereka langsung disalahpahami sebagai Hanoman dan
Hanggada. Ario memerintahkan agar mereka dibakar hidup-hidup. Keluarga Ario terpaksa
mengambil tindakan dan menghentikan lakon yang mulai tidak masuk akal. Ario dibawa ke
Rumah Sakit Jiwa.

Extended Essay

23

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Tokoh dalam Naskah dan Konteks Realita

Penjelasan Penokohan
Selama

pemerintahan,

Presiden

Soeharto

menjadikan TNI sebagai mata-mata untuk
Prajurit-prajurit Dasamuka  Pasukan TNI

menjaga

stabilitas

pemerintahannya

(TNI

negara

Reboots

semasa

Soeharto

Program, 2013)
Para demonstran dalam naskah ini sudah jelas
menggambarkan rakyat Indonesia yang pada
Nenek, Wek-Wek, Juru Masak Ario, Gadis,

saat itu resah akan makna pembangunan yang

Nenek Kucing  Rakyat Indonesia

sebenarnya (Presiden Bantah Pembangunan

Gagal atau Membuat Rakyat Lebih Melarat,
1976, p.1).
Dalam petunjuk lakon pada awal buku
Dalang  Nano Riantiarno

dituliskan bahwa dalang adalah pengganti dari
penulis lakon (Riantiarno, 2005, p.v).
Di dalam naskah ini, penyair memiliki banyak
karya yang dicekal, “PENYAIR: Ini surat

Penyair  Seniman/sastrawan/media pers
pada era tersebut

larangan

yang

ditandatangani

tuan,”

(Riantiarno, 2005, p.56). Hal ini telah secara
eksplisit menerangkan tentang para seniman,
sastrawan, dan juga pers media pada zaman itu
yang hak bicaranya dibatasi oleh pemerintah.

Lampiran 2: Penjabaran tokoh bawahan dalam naskah Naskah Maaf.Maaf.Maaf. Politik Cinta Dasamuka
karya Nano Riantiarno

Extended Essay

24

Lidwina Christanya Amanda Sari

Adega
n

Latar Tempat

1

Ruang semedi istana Dasamuka

2

Penjara bawah tanah

3
4

Menara pengintai
Taman istana Dasamuka

5

Halaman bangsal istana Dasamuka

6
7

Ruang dalam keluarga
Ruang tamu

8

Ruang depan istana Dasamuka

9
10

Ruang dalam istana Dasamuka
Taman istana Dasamuka
Halaman belakang istana
Dasamuka

11

12

Ruang dalam istana Dasamuka

13

Kamar tidur Dasamuka

14

Sebuah kamar di atas Kaisar

15

Kamar tahanan

16
17

Lorong di dalam istana Dasamuka
Kamar Ibu di istana Dasamuka

18

Balairung istana Dasamuka

IB Candidate Number: 002606-0002

Latar Suasana
Tegang
Penasaran
Serius
Kacau
Kacau
Kasmaran
Lucu
Penuh emosi
Kacau
Serius
Tegang
Kacau
Marah
Tegang
Tegang
Serius
Menggelikan
Tegang
Serius
Tegang
Kacau
Serius
Humoris
Serius
Tegang
Tegang
Penasaran
Tegang
Sedih
Kacau
Sedih
Tegang

Latar Waktu
Malam
Siang
Siang
Malam

Sore
Malam
Siang

Pagi
Sore
Malam
Malam

Siang
Malam
Malam
Malam
Malam
Malam
Pagi

Lampiran 3: Penjabaran Latar Tempat, Suasana, dan Waktu dalam Naskah Maaf.Maaf.Maaf. Politik

Cinta Dasamuka karya Nano Riantiarno

Extended Essay

25

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

DAFTAR PUSTAKA

"euphemism". Oxford Dictionaries. Oxford University Press.
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/euphemism [Accessed: November 21,
2013].
Abdullah, T. 2003. Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Bimbie.com. 2013. Ideologi dan Politik dalam Karya Sastra. [online] Available at:
http://www.bimbie.com/ideologi-dan-politik.htm [Accessed: 24 Oct 2013].
Clark, M. 2001. Shadow Boxing: Indonesian Writer and the Ramayana in New Order. Cornell

University, p. 163,165. [Accessed: 21 Nov 2013].
Coetzee, J. 1996. Giving Offense: Essays on Censorship. University of Chicago Press, p. 11.
[Accessed: 21 Nov 2013].
Disporbudpar.cirebonkota.go.id. 2011. Kultur Budaya. [online] Available at:
http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Kesenian/kultur-budaya.html [Accessed: 21
Nov 2013].
Fadillah, R. 2013. Soeharto pada Soekarno. Merdeka.com, [online] March 31. Available at:
http://www.merdeka.com/peristiwa/5-dosa-soeharto-pada-soekarno/tolak-lokasi-makamsoekarno.html [Accessed: 10 October 2013].
Indonesia-investments.com. 2013. Suharto's New Order: Development of Indonesia under

Authoritarian Rule. [online] Available at:
http://www.indonesia-investments.com/culture/politics/suharto-new-order/item180 [Accessed:
November 16, 2013].
Kerjaan Alengka. n.d. Ramayana Blog, [blog] Available at:
http://ramaayana.wordpress.com/kerajaan/kerajaan-alengka/ [Accessed: 24 October 2013].
Extended Essay

26

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Ki-demang.com. 2006. Dasamuka - Yogya. [online] Available at: http://kidemang.com/galeria256/index.php/wayang-aksara-d/169-dasamuka-yogya [Accessed: 24 Oct
2013].
KOMPASIANA.com. 2013. Kisah perjodohan Pak Harto dan Ibu Tien. [online] Available at:
http://sosok.kompasiana.com/2013/08/23/kisah-pak-harto-kikuk-dijodohkan-dengan-ibu-tien583294.html [Accessed: 24 October 2013].
Maruti, M. 2006. Rama Wijaya. [blog] Available at:
http://wayang.wordpress.com/2006/10/24/rama-wijaya/ [Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Sinta. [blog] Available at: http://wayang.wordpress.com/2006/10/26/sinta/#more260 [Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Leksmana. [blog] Available at:
http://wayang.wordpress.com/2006/10/26/leksmana/ [Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Sarpakenaka. [blog] Available at:
http://wayang.wordpress.com/2006/10/26/sarpakenaka/ [Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Indrajit. [blog] Available at:
http://wayang.wordpress.com/2010/03/13/indrajit/#more-2598 [Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Prahasta. [blog] Available at: http://wayang.wordpress.com/2006/10/26/prahasta/
[Accessed: 24 Oct 2013].
Maruti, M. 2006. Wibisana. [blog] Available at:
http://wayang.wordpress.com/2010/07/18/wibisana/ [Accessed: 24 Oct 2013].
Mongabay.com. 1992. Indonesia-THE NEW ORDER UNDER SUHARTO. [online] Available at:
http://www.mongabay.com/history/indonesia/indonesia-the_new_order_under_suharto.html
[Accessed: November 16, 2013].
Museumwayang.com. 2013. Museum Wayang Indonesia | Wayang Kulit Cirebon. [online]

Extended Essay

27

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Available at: http://www.museumwayang.com/Wayang%20Kulit%20Cirebon.html [Accessed:
17 October 2013].
Nurgiyantoro, B. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. 8th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pdwi.org. 2011. Trijata. [online] Available at:
http://pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=512:trijata&catid=79:wayan
g-purwa&Itemid=192 [Accessed: 24 Nov 2013].
PKJ Taman Ismail Marzuki. n.d.Nano Riantiarno. [online] Available at:
http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/nanoriantiarno.html [Accessed: March 10, 2013].
Presiden Bantah Pembangunan Gagal atau Membuat Rakyat Lebih Melarat. 1976. KOMPAS,
May 28, p. 1,12.
Rahayu, M. 2012. Ketika Sastra Posmodern Bicara Politik.

http://blog.insist.or.id/insistpress/archives/3412, [blog] May 23, Available at:
http://blog.insist.or.id/insistpress/archives/3412 [Accessed: 17 October 2013].
Rayakan Ultah ke 28, Teater Koma Pentaskan 'MAAF.MAAF.MAAF.'. 2005. KapanLagi.com,
[online] February 22. Available at: http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/rayakanultah-ke-28-teater-koma-pentaskan-maaf-maaf-maaf-dram3nz.html [Accessed: 10 March 2013].
Riantiarno, N. 2005. Maaf.Maaf.Maaf. Politik Cinta Dasamuka. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
TNI Reboots Soeharto Program. 2013. The Jakarta Post, [online] September 19. Available at:
http://www.thejakartapost.com/news/2013/09/19/tni-reboots-soeharto-program.html [Accessed:
24 August 2013].
Trilogi Pembangunan. 1977. KOMPAS, August 18, p. 4.
Waluyo, H. 2002. Drama Teori dan Pengajarannya. 2nd ed. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha

Extended Essay

28

Lidwina Christanya Amanda Sari

IB Candidate Number: 002606-0002

Widya.
Wirjanto, S. 1977. Keadilan dan Kemakmuranlah yang Dibutuhkan Rakyat. KOMPAS, July 26,
p. 4.
WS., H. 1996.DRAMA, Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Penerbit Angkasa.

Extended Essay

29