Penguatan Kelembagaan Lokal dalam Pertan

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

PENGUATAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PENGEMBANGAN
PERTANIAN ORGANIK DI KECAMATAN METRO KIBANG
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh:
I Gede Sidemen, Hartoyo, Gunawan Budikahono
Dosen Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung
E- mail: sosiologi@unila.ac.id
ABSTRAK
This study aims to describe the system strengthening local knowledge
bersinegi with supra- local knowledge systems in the development of organic
agriculture. Data were collected through in-depth interviews and documentation
of NGOs, officials of farmer groups and farmers. The results found that, first,
knowledge of organic farming systems are not purely local, it is determined by the
quality of human resources and local sociocultural systems, but predominantly
influenced by the strength of formal and informal networks, degrees of access to
information and knowledge systems from the outside. Second, the social behavior
of peasant agricultural economy together with the development of organic
agriculture from the outside. Third, knowledge systems function well initially
farmers in organic farming, and then decline as individual rational considerations.

Fourth, supporting factor is the availability of so in the market, the availability of
raw materials in the environment, farmers, farmers' own volition, and support
companion. While inhibiting factor is the structure of land tenure, menejamen
farmer organizations, farmer mentality, short-term economic interests, and
willingness.
Keywords: Institutional local, organic farming
PENDAHULUAN
Sesuai dengan amanah Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, maka daerah provinsi dan kabupaten/kota terbuka peluang
untuk membangun daerahnya secara otonom. Upaya tersebut harus dilakukan
berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan
sosial. Selain itu, dalam program-program pembangunan di daerah juga harus
memperhatikan potensi dan keragaman daerah untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal.
Dalam rangka memenuhi anamah Undang-Undang tersebut, maka Visi
Pertanian pemerintah Provinsi Lampung periode tahun 2009-2014 adalah
pertanian indutrial unggul berkelanjutan berbasis pada sumberdaya lokal untuk
meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan
petani. Visi tersebut antara lain untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milinium
(MDGs). Untuk mencapainya memerlukan kerjasama dalam mengembangkan

sumberdaya lokal melalui peningkatan mutu koordinasi program-program
pembangunan pertanian.
Visi tersebut antara lain yang melandasi gagasan penelitian tentang
pengembangan kelembagaan pertanian organik, yakni program pembangunan

58

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

pertanian berbasis sumberdaya lokal yang memiliki kapasitas adaptif sebagai
suatu sistem pertanian berkelanjutan. Pada tataran yang lebih makro, program
tersebut memerlukan sinergitas multistakeholder guna mengintegrasikan antara
sistem kelembagaan lokal dengan sistem kelembagaan supra lokal yang lebih
moderen.
Penelitian ini didukung oleh hasil- hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa pada satu sisi sistem pertanian lokal banyak dikuasai oleh
sistem pertanian anorganik produk industri dan tergantung pada mekanisme pasar.
Sementara itu, para petani terus menerus mengadopsi sistem pertanian tersebut
dalam usaha taninya. Hasilnya, kondisi tanah mengalami kejenuhan, pencemaran
lingkungan, dan petani memiliki ketergantungan kuat terhadap ketersediaan

produk industri, terutama terhadap pupuk kimia dan obat-obatan yang semakin
mahal dan langka. Pada saat ini, para petani lokal semakin banyak yang
menyadari dampak negatif dari sistem pertanian model lama, dan banyak yang
melakukan perubahan tata cara pertanian dari yang merusak lingkungan menjadi
yang ramah lingkungan. Antara lain, mereka behasil mengembangkan sendiri atau
mengadopsi cara-cara pengembangan ekonomi pertanian ramah lingkungan dari
lembaga supra lokal berbasis ketersediaan sumberdaya alam sekitar (lokal).
Praktek sukses kelembagaan lokal dalam pengembangan pertanian di
pedesaan melalui strategi kemitraan telah banyak dikaji oleh beberapa ahli
(Saptana, 2003; Saptana, et al., 2004). Tetapi, sistem kemitraan yang dibangun
pada umumnya belum mempunyai kaitan fungsional, dan masih berperan secara
parsial (Hastuti dan Irawan, 2004). Selain itu, posisi dan peran kelembagan lokal
masih mengalami kemarginalan dalam sistem pembangunan pertanian di
Indonesia. Kemarjinalan kelembagaan lokal di pedesaan dapat ditunjukkan oleh
kelemahan dalam pengembangan dan penerapan aspek kepemimpinan (Elizabeth,
2004). Atas dasar persoslan tersebut, maka penelitian ini bertujuan memahami dan
merekonstruksi model penguatan kelembagaan lokal dalam mengembangkan
pertanian organik ramah lingkungan di pedesaan.
Penelitian ini bertujuan menjelaskan penguatan kelembagaan lokal dalam
pengembangan pertanian organik di pedesaan. Sistem pengetahuan lokal tersebut

mengandung sinergitas antara nilai- nilai lokal dengan nilai- nilai supra lokal.
Secara rinci penelitian ini bertujuan menjelaskan sistem pengorganisasian petani
dalam menunjang pertanian organik, menjelaskan sinergitas sistem kelembagaan
lokal dan supra lokal dalam pengembangan pertanian organik ramah lingkungan
berbasis sumberdaya lokal, menganalisis perilaku sosial ekonomi petani
bersinergi dengan program pengembangan pertanian organik ; mengkaji fungsi
kelembagaan lokal dan supra lokal bagi pengembangan sistem pertanian organik,
dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pengembangannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terhadap komunitas petani organik di Kecamatan
Metro Kibang, Lampung Timur yang menjadi anggota Ikatan Pelopor Pertanian
Organik Lampung (IPPOL). Data primer yang dikumpulkan berupa fakta, opini,
pandangan dan respon tineliti tentang berbagai pengetahuan tentang pertanian
organik dan realitas yang dialami. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan
berupa teks dan angka-angka yang dimiliki oleh tineliti sebagai dokumen, dan

59

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012


gambar-gambar hasil pemotretan peneliti. Sumber data adalah LSM, kelompok
tani, pelopor dan pemimpin petani, dan petani. Data dikumpulkan dengan
wawancara mendalam dan dokumentasi, dan diolah dan dianalisis melalui proses
reduksi, penyajian dan verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Singkat Berdirinya IPPOL
Kelompok tani di bawah naungan IPPOL yang bergerak sebagai pelopor
pertanian organik ini sebenarnya sudah cukup lama diorganisir, meskipun tidak
secara formal. Baru pada hari Kamis, tanggal 7 April 2011 di kediaman Sdri. Ika,
di 15 Polos, Metro, dalam rapat resmi yang didelenggarakan oleh Pengurus
IPPOL dengan agenda: 1) pembahasan dan pengesahan Anggaran Dasar IPPOL;
dan 2) pembahasan status hukum organisasi IPPOL. Di dalam rapat tersebut
disepakati beberapa hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Meneguhkan dan memastikan bahwa Ikatan Pelopor Pertanian Organik Lampung

(IPPOL) adalah organisasi yang didirikan pada tanggal 25 Juni 2007 di Jayaguna,
Kecamatan Margatiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Indonesia.
Menerima dan mengesahkan rancangan Anggaran Dasar IPPOL menjadi Anggaran
Dasar IPPOL.
Menugasi Tim Perancang Anggaran Dasar IPPOL untuk mempersiapkan Anggaran
Rumah Tangga IPPOL.
Menerima dan mengesahkan rancangan Panduan Etis Anggota IPPOL menjadi
Panduan Etis Anggota IPPOL.
Menugasi M. Saino (Ketua IPPOL) dan Matius Serun (Sekretaris IPPOL) dan
Sugianto (Anggota IPPOL) atas nama pendiri IPPOL untuk memproses status
hukum IPPOL dengan mendaftarkan ke notaris dan Kementerian Hukum Dan HAM
Republik Indonesia.

Mereka menyebutnya dengan istilah ―ikatan‖, yang anggotanya terdiri dari
para petani baik yang pernah maupun yang belum pernah mengikuti Sekolah
Lapang (SL). Kelahirannya didampingi oleh LSM ―Yabima‖ yang berkedudukan
di kota Metro.
Petani anggota IPPOL masih terpencar di beberapa wilayah, seperti di desa
Kibang kecamatan Metro Kibang; di desa Negeri Jemanten, Purwo Kencono, dan
Jaya Guna kecamatan Marga Tiga; di desa Dono Mulyo kecamatan Batang Hari;

dan di desa Gunung Pasir Jaya, Gunung Agung dan Sumber Wangi kecamatan
Sekampung Udik. Meskipun demikian, pada tiap-tiap desa masih belum banyak
anggotanya, dan tidak hanya pada petani padi tetapi juga petani singkong.
Konstruksi Pengetahuan Lokal Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian
Menunjang Kelestarian Lingkungan
Pengetahuan lokal sering disebut local knowledge atau indigeous knowledge
merupakan suatu konsep yang terdapat pada setiap aspek kehidupan masyarakat,
yang digunakan oleh pemiliknya untuk menata hidupnya lebih baik. Pengetahuan
lokal pada pengertian yang dikembangkan dan ditransmisikan oleh warga
masyarakat setempat, dalam waktu lama, untuk mengelola agroekologi dan
lingkungan sosioekonomi mereka, bersifat dinamis dan berubah sepanjang waktu.

60

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

Perubahan dan perkembangan pengetahuan lokal tersebut bisa berasal dari
dalam masyarakat sendiri sebagai bagian dari proses adaptasi dan strategi untuk
memenuhi kebutuhan hidup, dan bisa juga berasal dari proses-proses interaksi
dengan pihak luar melalui program-program atau tindakan intervensi. Dalam

keadaan dimana terjadi perubahan aspek lingkungan lokal dan lingkungan sosial
yang lebih luas, petani secara individual maupun kolektif mencoba menerapkan
inovasi- inovasi baru, untuk menciptakan dan membangun cara-cara mereka
sendiri. Disinilah lahirnya pengetahuan yang selalu diperbaharui sebagai
perwujudan kedinamisan dari pengetahuan dan daya adaptasi mereka. Oleh sebab
itu, pengetahuan lokal selalu mengalami strukturasi, yakni berhubungan dengan
proses konstruksi dan rekonstruksi secara terus menerus oleh para anggota
masyarakatnya.
Aspek-aspek dari pengetahuan dan kelebagaan lokal di bidang pertanian
mencakup beberapa aspek, antara lain pengetahuan teknik produksi, preferansi
komunitas, dan proses pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pilihan
sistem pertanian ramah lingkungan, dan nilai- nilai sosiobudaya. Secara kongkrit
seperti nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem pertanian organik. Aspek-aspek
tersebut digunakan oleh individu atau komunitas untuk menentukan pilihan
terbaik dalam usaha pertanian organik guna memperoleh hasil yang terbaik pula.
Karena itu, bagaimanapun pengetahuan dan kelembagaan lokal memiliki
kemampuan yang lebih baik daripada pengetahuan ilmiah bila digunakan untuk
menilai faktor- faktor resiko yang menyangkut keputusan-keputusan usaha
pertanian organik oleh petani.
Pentingnya mengembangkan pengetahuan lokal, terutama dalam usaha

pemberdayaan di bidang pertanian organik, adalah karena masyarakat lokal mulai
sadar akan kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan perubahan sistem
pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dengan dengan tidak merusak
lingkungan. Masyarakat lokal memiliki strategi untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya, yaitu semua sumberdaya yang sesuai bagi lingkungan mereka
dikontrol oleh sistem organisasinya, dan mereka bergeser pada penggunaan
sumberdaya lain untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang lebih
memadai, ketika sumberdaya lama dianggapnya tidak memadai lagi bagi
kebutuhan ekonominya. Dalam konteks pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat, maka proses-proses pengambilan kebijakan di bidang pertanian sudah
seharusnya mempertimbangkan aspek-aspek dari pengetahuan dan kelembagaan
lokal tersebut, sehingga pelaksaan program-program intervensi tidak bertentangan
dengan kepentingan dan kapasitas sumberdaya masyarakat lokal.
Pengetahuan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya ala m di lingkungan
pertanian yang menunjang kelertarian lingkungan sangat dibutuhkan oleh petani
setempat. Realisasi dari pengetahuan lokal tersebut adalah dapat dihasilkan
berbagai produk organik dengan memanfaatkan bahan-bahan baku yang tersedia
di lingkungan sekitar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pertanian.
Semua itu perlu dilakukan oleh petani setempat guna meningkatkan kualitas
pertanian organik.

Pengetahuan lokal dalam berbagai aktivitas pertanian dengan memanfaatkan
sumberdaya alam di lingkungan sekitarnya, pada dasarnya tidak murni ditemukan
dan dikembangkan oleh petani sendiri. Pengetahuan itu didapatkan dan
dikembangkan berdasarkan beberapa sumber dan saluran informasi yang dapat

61

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

mereka akses. Masing- masing sumber dan saluran informasi tersebut memiliki
derajat kekuatan tersendiri dan saling terkait satu sama lain. Namun demikian,
terdapat sumber dan saluran informasi yang secara dominan mempengaruhi
perkembangan sistem pengetahuan pertanian organik pada komunitas petani di
wilayah tersebut.
Pertama, pengetahuan organik secara lokal tersebut diperoleh dari hasil
proses sosialisasi antar generasi, yakni pengetahuan yang telah dimiliki dan
digunakan secara intensif oleh para orang tua (generasi sebelumnya) kemudian
digunakan terus- menerus pada genarasi sesudahnya hingga saat ini. Contohnya,
membuat pupuk kompos dari sisa makanan dan kotoran ternak dan limbah hasil
panen padi (jerami) sudah dilakukan secara turun-temurun. Dilihat dari konteks

ini, maka sebenarnya istilah mengembangan pertanian organik pada intinya bukan
menemukan pengetahuan yang baru sama sekali, tetapi para petani kembali pada
sistem pengetahuan lama yang sudah digunakan oleh nenek moyang mereka di
dalam aktivitas pertanian.
Kedua, pengetahuan organik diperoleh dari proses belajar dari pemerintah
setempat, dari media massa, dari hasil pertemuan dengan pihak-pihak lain dari
luar, dan dari para tokoh masyarakat setempat (sebagai subyek perubahan) yang
pada tataran teoritis dan praktis menjadi penggeraknya. Pengetahuan dari luar bisa
diperoleh secara individual maupun berkelompok, seperti melalui organisasi yang
dibangunnya. Pengetahuan organik dari luar diperoleh secara fomal dan informal.
Mereka sering mengikuti berbagai pertemuan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah, lembaga swasta, dan melalui kegiatan organisasi atau kelompok tani
di dalam dan di luar desa. Mereka juga sering berinteraksi tukar-serap informasi
dengan sesama petani baik yang menjadi anggota kelompok tani maupun dengan
para petani dan pihak lain di luar kelompoknya. Selain itu, mereka juga sering
mengikuti pelatihan atau praktek lapangan yang dilakukan baik oleh LSM
maupun oleh para tokoh petani yang menjadi penggerak pertanian organik.
Secara nyata memang banyak bahan baku untuk membuat pupuk dan obat
pengusir hama tanaman yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Bahan baku
tersebut juga dapat diperoleh dengan menanam sendiri atau diperoleh dari tempat
lain, termasuk di pasar. Dari bahan baku yang tersedia di lingkungan sekitar dan
merupakan limbah pertanian padi-sawah seperti jerami dan bahan-bahan baku
lainya yang juga sebagai limbah seperti sisa makanan ternak, kotoran ternak,
limbah rumah tangga, dan sebagainya semuanya merupakan bahan baku utama
yang dapat diolah menjadi pupuk dan obat pengusir hama tanaman. Bahan-bahan
lainnya untuk membuat obat-obatan pengusir hama tanaman, seperti bawang
putih, nangka sabrang, daun alpokat, daun sirsak, dan sebagainya bisa diperoleh
dari tanaman yang tersedia di lingkungan sekitar atau membeli di pasar terdekat.
Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas pertanian organik dan
ramah lingkungan.
Aktivitas pembuatan pupuk dan obat pengusir hama tanaman padi-sawah
tersebut yang berkaitan langsung dengan aktivitas pertanian organik membentuk
suatu sistem pertanian organik ramah lingkungan. Sistem pertanian organik yang
dimiliki petani berkembang sesuai dengan proses-proses komunikasi- informasi
yang berlangsung di dalam komunitas itu sendiri dan juga yang dapat diakses dari
luar.

62

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

Meskipun sumberdaya alam sebagai bahan baku pembuatan pupuk dan obatobatan pengusir hama tanaman lebih banyak tersedia di lingkungan sekitar, tetapi
sistem pengetahuan lokal tentang pertanian organik lebih dominan diperoleh dari
luar. Pengetahuan tersebut kemudian dikembangkan dan diadaptasikan
berdasarkan situasi dan kondisi serta kualitas sumberdaya manusia, sistem nilai
budaya setempat dan ketersediaan sumberdaya alam sebagai bahan baku
pembuatan pupuk kompos dan obat pengusir hama tanaman yang masih banyak
tersedia di lingkungan sekitarnya. Artinya, sistem pengetahuan pertanian organik
ramah lingkungan yang mereka miliki baik yang menyangkut pembuatan pupuk
maupun obat pengusir hama tanaman, dominan diperoleh dari luar yang kemudian
dipraktekkan sesuai dengan situasi dan kondisi sumberdaya setempat.
Jadi, yang dimaksud dengan sistem pengetahuan lokal tentang pertanian
organik tidak sepenuhnya murni sebagai pengetahuan yang berkembang dari
komunitas petani setempat. Sumberdaya alam sebagai bahan baku pembuatan
pupuk dan obat pengusir hama dapat diperoleh dengan mudah atau sebagian besar
tersedia dari lingkungan sekitar. Akan tetapi, konstruksi sistem pengetahuan yang
berkembang di dalam komunitas petani setempat merupakan hasil dari proses
interaksi dan derajat akses komunikasi- informasi pengetahuan organik dari luar,
baik dari pemerintah maupun dari sektor swasta.
Pada awal perkembangan hingga puncak kegairahan aktivitas pertanian
organik, semangat untuk pemanfaatan sumberdaya tanah diupayakan secara
optimal mengikuti sistem pertanian organik, sesuai dengan pengalaman lokal dan
pengetahuan yang diperoleh dari luar. Pengetahuan lokal tentang sistem pertanian
organik berkembang sesuai dengan pengalaman praksis dan ketersediaan
sumberdaya tanah, air, sarana produksi pertanian dan sumberdaya lingkungan
setempat. Dengan berubahnya sistem pertanian berbahan kimia menjadi sistem
pertanian organik, meskipun tidak seluruhnya, terdapat unsur- unsur pola perilaku
bertani yang juga secara mendasar ikut berubah. Contohnya, dalam pengadaan
pupuk dan obat-obatan yang tadinya sudah tersedia dari hasil membeli, sekarang
dapat dibuat sendiri dengan sebesar mungkin memanfaatkan sumberdaya alam
yang berasal dari lingkungan sekitar. Selain itu, sistem informasi pertanian, sistem
komunikasi antar petani, dan antara petani dengan pihak luar semakin banyak
didasarkan pada persoalan-persoalan petani dalam mengembangkan pertanian
organik. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat perubahan pola
hubungan teknis yang mendasar antara petani dengan lingkungan sekitarnya.
Sistem pengetahuan pertanian non organik yang tadinya lebih di dasarkan pada
pola hubungan teknis yang tidak ramah lingkungan menjadi sistem pengetahuan
pertanian yang ramah lingkungan.
Perilaku Sosial Ekonomi Pertanian Petani yang Bersinergi Dengan ProgramProgram Penge mbangan Pertanian Ramah Lingkungan
Perilaku sosial ekonomi pertanian petani yang tadinya bersifat eksklusif
semakin lama semakin terbuka dan dapat bersinergi dengan program-program dari
luar tentang pengembangan sistem pertanian organik. Dukungan dari kalangan
LSM, pengusaha dan perguruan tinggi menjadi faktor- faktor determinan di dalam
mempengaruhi perilaku sosial ekonomi pertanian petani yang bersinergi dengan
program pembangunan pertanian organik. Semangat ini belum sepenuhnya

63

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

didukung dengan berbagai upaya agar petani mampu mempertahankan dan
meningkatkan kualitas pertanian organik dan mengembangkan pangsa pasarnya.
Sinergitas antara perilaku sosial ekonomi pertanian petani dengan perilaku
pertanian organik menjadi semakin menguat sejalan dengan semakin kuatnya
dukungan keorganisasian, dari LSM yang mendampinginya, dan kuatnya
dukungan para anggotanya. Kuatnya dukungan para anggota dapat dilihat ketika
mereka semakin konsisten dalam menerapkan pengetahuan pertanian organiknya
di dalam praktek produksi pertanian yang mereka lakukan. Kuatnya dukungan
keorganisasian ketika aktivitas organisasi semakin banyak tercurah untuk anggota
dan organisasi semakin mudah melakukan kegiatannya karena kecukupan dana
iuran anggota. Dukungan LSM terutama dalam mengembangkan pengetahuan
tentang pertanian, sistem pengorganisasian, dan sistem pemasarannya.
Fungsi Pengetahuan Organik Bagi Perkembangan Pertanian Ramah
Lingkungan
Pada pertengahan tahun 1990-an telah terjadi perubahan pengetahuan petani
yang cukup signifikan dari pengetahuan tentang sistem pertanian yang di bawa
melalui program-program modernisasi menjadi berubah ke arah pengetahuan yang
menentang program modernisasi pertanian tersebut. Secara substantif dilihat dari
kandungan bahan baku yang dipakai petani terdapat perubahan pengetahuan yang
mendasar. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku petani
dalam aktivitas pertaniannya, baik dalam aspek produksi pertanian itu sendiri
maupun dalam pemasaran hasil pertanian.
Perkembangan keanggotaan kelompok tani memiliki makna tersendiri bagi
berfungsinya sistem pengetahuan dan gerakan pertanian organik. Pertama, terjadi
proses penyebaran pengetahuan pertanian organik yang semakin luas dan terhadap
jumlah petani yang semakin banyak. Proses penyebaran pengetahuan pertanian
organik selain dilakukan melalui pertemuan-pertemuan rutin antar anggota dan
antara anggota kelompok tani dengan berbagai pihak luar (multistakeholders),
juga dilakukan melalui pengembangan wilayah keanggotaan kelompok tani.
Sistem pengetahuan organik pada awal-awal kegairahan dalam wadah
organisasi tani dapat berfungsi dengan baik dalam meningkatkan gairah para
petani untuk melakukan aktivitas pertanian organik. Bahkan terjadi lonjakan
keanggotaan yang cukup berarti sejalan dengan berkembangnya pengetahuan
organik tersebut, dan dukungan dari berbagai pihak luar.
Perubahan cara pendekatan dalam bertani merupakan suatu proses lain
setelah terjadi perubahan mendasar dari program modernisasi pertanian berbasis
kimia menjadi bertani secara organik. Di lapangan ternyata banyak faktor yang
mempengaruhi petani untuk tidak secara konsisten menerapkan pertanian organik.
Meskipun mereka mengatakan bahwa sistem pertanian yang dilakukannya adalah
pertanian organik, tetapi para petani lain yang bertani pada lahan pertanian di
sekitarnya masih menggunakan pupuh dan obat-obatan kimia. Oleh karena itu,
kondisi tersebut merubah realitas pertanian mereka menjadi tidak murni organik
atau semi organik.
Pada sisi lain, bagi petani lahan kecil dan petani penggarap justru banyak
yang menggunakan sistem pertanian semi organik atau berubah ke non organik.
Perubahan sikap dan perilaku petani tersebut bukan berarti tidak terjadi perubahan

64

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

pada tataran pengetahuan, tetapi yang lebih utama adalah terjadi perubahan pada
tataran keputusan yang harus diambil ketika mereka dihadapkan pada dua
persoalan, yakni antara kebutuhan strategis jangka panjang, yakni pertanian
organik dengan kebutuhan praktis dalam jangka pendek, yakni persoalan ekonomi
rumah tangga dan peluang pekerjaan di luar sektor pertanian. Ketika kebutuhan
terakhir tersebut yang mendominasi maka para petani banyak yang lebih bersikap
pragmatis, dengan terpaksa harus meninggalkan (jika tidak semuanya) sistem
pertanian organik.
Sikap dan perilaku yang tidak meninggalkan sepenuhnya bukan berarti
idealisme mereka untuk bertani secara organik masih kuat. Makna lain yang lebih
relevan adalah mereka lebih mendasarkan keputusanya itu pada pilihan rasional,
yakni berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Sejauh sarana produksi pertanian
yang mereka butuhkan itu tersedia dan dapat disediakan dengan mudah, tidak
memakan waktu labih lama, biayanya lebih murah daripada membeli, dan juga
tenaga dicurahkan tidak mengganggu pekerjaan lain untuk mencari pe ndapatan
tambahan, maka keputusan untuk melakukan pertanian dengan cara ―semi
organik‖ masih memungkinkan untuk tetap dilakukan. Rasionalitas ekonomi
tampaknya menjadi faktor determinan di dalam perubahan sikap dan perilaku
petani dari sistem pertanian organik menjadi semi organik.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Sistem Pertanian
Organik Ramah Lingkungan
Tentunya terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat di dalam
mengembangkan sistem pertanian organik yang ramah lingkungan. Dari beberapa
faktor tersebut dapat dipilah ke dalam kategori faktor internal dan eksternal, dan
juga terdapat beberapa faktor di satu sisi berfungsi sebagai pendukung sekaligus
pada sisi lain berfungsi sebagai penghambat. Faktor-faktor pendukung utama
pengembangan sistem pertanian organik adalah ketersediaan bahan jadi yang
mudah diperoleh di pasar, ketersediaan bahan baku di lingkungan sekitar,
kelompok tani, kemauan individu petani, dan dukungan LSM.
Bahan jadi (seperti pupuk dan obat-obatan organik) yang dapat diperoleh
dengan mudah di pasaran. Untuk menciptakan pertanian yang ramah lingkungan
bukan berarti petani harus memproduksi sendiri sarana produksi pertanian yang
dibutuhkan. Seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan pemberantas hama yang sudah
tersedia di pasaran, meskipun produk tersebut dihasilkan dari luar termasuk dari
perusahaan, merupakan dukungan tersendiri terhadap sikap dan perilaku petani
untuk bertani secara organik. Para petani justru merasa dimudahkan, karena
mereka tidak memerlukan waktu lama dan tenaga lebih ketika aktivitas pertanian
membutuhkannya. Mereka dengan mudah membeli di pasar, dan setelah didapat
dengan segera dapat digunakan di lahan pertanian mereka. Bibit tinggal ditanam,
pupuk tinggal disebarkan, dan obat-obatan tinggal disemprotkan, tidak perlu harus
membuatnya terlebih dahulu.
Ketersediaan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar
merupakan dukungan tersendiri bagi petani untuk melakukan pertanian organik.
Ketika petani memiliki waktu longgar, tenaga yang cukup dan semangat yang
memadai untuk membuatnya, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak
melakukannya. Banyak petani yang ternyata berdasarkan bahan baku yang

65

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

tersedia, mereka secara bersama-sama dapat membuat pupuk dan obat-obatan
yang diperlukan untuk pertaniannya.
Berfungsinya kelompok tani dalam menggerakkan anggotanya untuk
melakukan aktivitas pertanian organiksangat penting. Para petani dapat
melakukan berbagai aktivitas pertaniannya baik untuk menambah pengetahuan
bertani maupun untuk mendapatkan bibit, bahan baku, pupuk dan sebagainya,
melalui organisasi yang dibentuknya. Mereka dapat melakukan pertemuan secara
rutin, melakukan iuran, dan juga dampingan dari LSM yang semuanya itu
menambah gairah berjalannya roda aktivitas kelompok tani.
Derajat kemauan individu petani juga santa menentukan. Faktor internal
petani, seperti kemauan yang kuat untuk bertani secara organik menjadi faktor
pendukung tersendiri. Para petani yang kemauannya kuat maka mereka selain
aktif berpartisipasi dalam organisasi, dalam menambah pengetahuan pertani, juga
dapat menerapkan pola pertanian organik melalui hasil kerjanya sendiri.
Dukungan dari pihak luar, terutama dari LSM pendamping sangat
diperlukan. Pendamping dapat berperan dalam berbagai aspek kehidupan
organisasi, sebelum dapat berdiri sendiri. Termasuk dalam memasarkan hasil
pertanian, peran pendamping sangat diperlukan, karena hasil pertanian organik
seperti beras, banyak konsumennya yang berasal dari kalangan meenngah ke atas
dan berada di perkotaan. Wilayah ini tidak dapat dijangkau langsung oleh petani
tanpa didampingi oleh LSM.
Faktor penghambat utamanya adalah persoalan struktur penguasaan tanah
(lahan pertanian), manajamen organisasi (kelompok tani organik), sikap mental
petani, kepentingan ekonomi jangka pendek, dan ke mauan pemerintah. Struktur
penguasaan tanah pertanian menunjuk pada perbedaan posisi penguasaan lahan
antara petani sebagai menggarap dan sebagai pemilik lahan pertanian. Ketika
berposisi sebagai petani penggarap atau lahan sempit, berpengaruh terhadap
derajat motivasi petani untuk secara konsisten melakukan pertanian organik.
Mereka adalah khawatir jika lahan pertanian yang digarapnya dengan susah
payah dan dikelola dengan sistem pertanian organik, kemudian sewaktu-waktu
diambil kembali oleh pemiliknya. Kekhawatiran petani tersebut logis mengingat
sistem pertanian organik semakin hari semakin mendapat tempat di masyarakat.
Kadar tanah pertanian yang benar-benar bebas dari unsur kimia minimal sudah
dikelola selama empat tahun. Selama itu pula para petani pe nggarap harus secara
konsisten dan terus- menerus tidak menggunakan bahan kimia dalam pengelola
pertaniannya. Upaya tersebut mereka pandang sangat riskan jika tanah pertanian
yang digarapnya sudah baik, tidak tercemar dan tidak tergantung pada bahan
kimia, kemudian diambil alih oleh pemiliknya.
Berkaitan dengan manajemen organisasi tani (kelompok atau paguyuban),
kelembagaan petani secara organisatoris antara lain dipengaruhi oleh iklim proyek
atau perhatian secara insidental dari pihak luar. Kondisi sosiok ultural petani
dalam realitasnya tidak akrab dengan sistem organisasi jika tidak ada pihak lain,
terutama oleh para aktor intelektual yang secara konsisten dan terus menerus
mendukung dan memberdayakannya. Jejaring dengan pihak luar mengalami
pasang-surut. Proses tersebut semakin memperlemah semangat para petani yang
menduduki posisi strategis di dalam struktur kepengurusan organisasi tani.
Artinya, proses tersebut semakin memperlemah kekuatan organisasi tani dalam

66

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

menggerakkan para petani anggotanya dalam melakukan aktivitas pertanian
organik.
Sikap mental petani yang labil menjadi kendalam tersendiri. Pada awal-awal
gerakan pertanian organik dilancarkan, para petani bersemangat dan berlomba
menyerap pengetahuan, mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi dan mengakses
arus informasi vertikal dan horizontal, beramai-ramai ikut praktek bertani organik
dan sebagainya. Setelah itu, para petani sedikit-demi sedikit mulai tidak aktif,
organisasi tani juga melemah, sehingga mereka kembali pada pertanian non
organik dan kalaupun masih ada hanya mengikuti sistem pertanian semi organik.
Demi memenuhi kepentingan ekonomi jangka pendek dapat mempengaruhi
keberlangsungan pertanian organik. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala
tersebut, masalah ekonomi rumah tangga juga ikut menentukan. Waktu luang
yang tersedia di sela-sela bertani dapat mereka manfaatkan untuk mencari
pekerjaan lain di dalam maupun di luar sektor pertanian yang secara langsung
dapat menghasilkan uang. Ketika pekerjaan lain tersebut secara terus mener us
mereka dapatkan, maka tidak ada waktu lagi yang tersisa, dan ketika mereka
meluangkan waktunya pada sore hari atau pada malam hari juga tidak
memungkinkan karena sudah lelah. Oleh karena itu, adalah logis ketika mereka
enggan untuk meluangkan waktunya guna membuat pupul dan obat-obatan
pertanian dari bahan baku yang tersedia di lingkungan sekitarnya.
Keberadaan pemerintah pusat dan daerah terhadap keberlangsungan
kelompok pertanian dan aktivitas organik komunitas petani sangat menentukan.
Artinya, posisi strategis dan vital tersebut dapat bermuka dua, yakni menjadi
faktor pendukung dan sekaligus dapat menjadi faktor penghambat. Dukungan
pemerintah terhadap eksistensi kelompok tani, terhadap keperluan sarana produksi
pertanian semakin melemah, dan proses tersebut melemahkan aktivitas pertanian
organik oleh para petani.
KESIMPULAN
Sistem pengetahuan pertanian organik yang terkonstruksi di dalam struktur
schemata petani adalah tidak murni sebagai sistem pengetahuan lokal. Derajat
kekuatan struktur schemata petani ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia
dan sistem sosio-budaya setempat, tetapi yang dominan dipengaruhi oleh
kekuatan jejaring formal dan informal, derajat akses informasi, dan sistem
pengetahuan dari luar.
Perilaku sosial ekonomi pertanian petani dapat bersinergi dengan programprogram dari luar tentang pengembangan sistem pertanian organik. Perilaku
tersebut dapat berubah pada perilaku pragmatis sesuai dengan kepentingan
individual petani, dan kembali bertani dengan sistem pertanian non or ganik atau
semi organik.
Faktor-faktor pendukung utama pengembangan sistem pertanian organik
adalah ketersediaan bahan jadi yang mudah diperoleh di pasar, ketersediaan bahan
baku di lingkungan sekitar, kelompok tani, kemauan individu petani, dan
dukungan LSM. Sedangkan faktor penghambat utamanya adalah persoalan
struktur penguasaan tanah (lahan pertanian), manajemen organisasi (kelompok
tani), sikap mental petani, kepentingan ekonomi jangka pendek, dan kemauan
pemerintah.

67

Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, Roosganda. Diagnosa Kemarginalan Kelembagaan Lokal Untuk
Menunjang Perekonomian Rakyat di Pedesaan. Di download dari http://
ejornal.unud.ac.id/abstrak/(3)saca-roosgandha-KemarginalanKelembagaan
lokal(1). pdf., tanggal 9 April 2012, jam 2.42 wib.
Hastuti, Endang Lestari dan Irawan, Bambang. 2004. Peran Kelembagaan Lokal
Pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan. ICASERD Working Paper, No. 43.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Saptana, Roosganda, dkk., 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional.
Laporan Hasil Penelitian. PSE. Bogor.
Saptana. 2004. Transformasi Kelembagaan Guna Memperkuat Ekonomi Rakyat di
Pedesaan. Journal on Socio-Economics of Agricultural and Agribussines.
Bali.

68