Efektivitas Model Pembelajaran PBL dalam Melatih Kreativitas Berpikir Siswa Sekolah Dasar

Efektivitas Model Pembelajaran PBL dalam Melatih Kreativitas Berfikir Siswa Sekolah
Dasar

Diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh :
Tri Winarni (1815163016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

Literature Review : Efektivitas Model Pembelajaran PBL dalam Melatih Kreativas Berfikir
Siswa Sekolah Dasar

Tri Winarni Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Jakarta
ABSTRAK
Semakin berkembangnya zaman, pendidikan di Indonesia kini mulai maju. Yang dahulu pada
tahun 90-an pembelajaran hanya terfokus pada guru sehingga terkesan monoton, kini sudah
mulai berubah seiring berkembangnya kurikulum yang diterapkan. Banyak model dan

pendekatan pembalajaran yang dipilih guru di era modern ini, salah satunya adalah model
pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning yang bayak dipilih guru. Model
pembelajaran PBL ini juga dinilai dapat menjadikan siswa memiliki pemikiran yang kritis.
Merujuk pada pembahasan sebelumnya, judul penulisan yang saya angkat dalam karya ilmiah ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivas model pembalajaran berbasis masalah (PBL)
dalam melatih kreativitas berfikir siswa khususnya di Sekolah Dasar.

Kata Kunci : problem based learning, efektivitas model pembelajaran berbasis masalah

PENDAHULUAN
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD)
adalah bagian dari Pendidikan Nasional
yang merupakan sarana penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) dalam menjamin kelangsungan
pembangunan suatu bangsa. Pendidikan
berkaitan erat dengan keberhasilan proses
pembelajaran di dalam kelas sebagai unsur
mikro dari suatu keberhasilan pendidikan.
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam
pelaksanaan proses pendidikan ada faktorfaktor pendidikan yang saling beraitan satu
sama lain, yaitu: faktor pendidik, faktor
peserta didik, faktor tujuan pendidikan,
faktor alat pendidikan dan faktor lingkungan
pendidikan (Hasbulloh, 1997).
Kemajuan bangsa Indonesia hanya
dapat dicapai melalui penataan pendidikan
yang baik. Upaya peningkatan mutu
pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan
harkat dan martabat manusia Indonesia.
Untuk

mencapai
itu,
pembaharuan
pendidikan di Indonesia perlu terus
dilakukan untuk menciptakan dunia.
Keterampilan berpikir kritis bukan
merupakan suatu keterampilan yang dapat
berkembang dengan sendirinya seiring
dengan perkembangan fisik manusia.
Keterampilan ini harus dilatih melalui
pemberian
stimulus
yang
menuntut
seseorang untuk berpikir kritis. Sekolah
sebagai suatu institusi penyelenggara

pendidikan yang peka terhadap perubahan
zaman.
Upaya

meningkatkan
mutu
pendidikan adalah fokus utama dalam
pembangunan pendidikan dewasa ini.
Efektivitas
pembelajaran
oleh
guru
professional
adalah
faktor
utama
peningkatan mutu pendidikan tersebut. Guru
sebagai pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan,
melatih,
menilai
dan
mengevaluasi peserta didik membutuhkan

peningkatan professional secara terus
menerus. Di era kurikulum yang senantiasa
mengalami
pergeseran/perubahan
ini,
penyelenggara pendidikan dan pembelajaran
membutuhkan guru yang juga berfungsi
sebagai peneliti secara most power full,
yakni guru yang mampu melaksanakan
tugas dan mengadopsi strategi baru.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional,
maka peran guru menjadi kunci keberhasilan
dalam misi pendidikan dan pembelajaran di
sekolah selain bertanggung jawab untuk
mengatur, mengarahkan, dan menciptakan
suasanakondusif yang mendorong siswa
untuk melakukan pembelajaran di dalam
kelas. Permasalahan pendidikan selalu
muncul bersamaan dengan berkembang dan
meningkatnya kemampuan siswa, situasi,

kondisi lingkungan yang ada, pengaruh
informasi
dan
kebudayaan
serta
berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, guru perlu mengajarkan kepada
siswa untuk berfikir kreatif dan kritis
terhadapsesuatu.
pendidikan memiliki tanggung jawab untuk
membantu
siswanya
mengembangkan
keterampilan
berpikir
kritis.
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.
23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah terdapat beberapa kompetensi
yang
terkait
dengan
penguasaan

keterampilan berpikir kritis, yaitu bahwa
lulusan harus dapat:
membangun,
menggunakan dan menerapkan informasi
tentang lingkungan sekitar secara logis,
kritis, dan kreatif, menunjukkan kemampuan
berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
menunjukkan kemampuan belajar secara
mandiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
Hasil penelitian dari Kay (2008),
menganalisis perkembangan yang akan
terjadi di abad 21 dan mengidentifikasi 5

kondisi atau konteks baru dalam kehidupan,
yang
masing-masing
memerlukan
kompetensi tertentu. Kondisi tersebut antara
lain: (1) kondisi kompetisi global (perlu
adanya kesadaran global dan kemandirian),
(2) kondisi kerjasama global (perlu
kesadaran global, kemampuan bekerjasama,
penguasaan Information Communication
and Technology (ICT), (3) pertumbuhan
informasi (perlu melek teknologi, critiacal
thinking & pemecahan masalah), (4)
perkembangan kerja dan karier (perlu
critical thinking & pemecahan masalah,
innovasi & penyempurnaan, dan, fleksibel &
adaptable), (5) perkembangan ekonomi
berbasis pelayanan jasa, knowledge
economy (perlu melek informasi, critical
thinking

dan
pemecahan
masalah).
Selanjutnya Kay menyatakan bahwa, dalam
lima tahun kedepan terdapat keterampilan
yang amat penting, yaitu berpikir kritis
(78%), (IT 77%), kesehatan dan kebugaran
(76%), inovasi (74%), dan tanggung jawab
keuangan pribadi (72%).
Berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh
siswa, karena memungkinkan siswa untuk
dapat menyelesaikan masalah sosial,
keilmuan dan permasalahan praktis secara
efektif. Pada era seperti sekarang ini, adanya
pengetahuan dan informasi belum cukup
untuk menyelesaikan masalah. Untuk dapat
bekerja dengan efektif didunia kerja dan
dalam kehidupan sehari-hari siswa harus

dapat menyelesaikan permasalahan untuk

dapat membuat keputusan yang tepat.
Untuk
dapat
membangun
keterampilan berpikir kritis, guru dapat
memberikan pengalaman belajar dengan
mendesain proses pembelajaran. Guru
mendesain
pembelajaran
dengan
memberikan permasalahan yang melibatkan
keterampilan berpikir siswa dan melibatkan
proses
menganalisis
berdasarkan
permasalahan yang sebenarnya. Salah satu
model pembelajaran yang dapat diterapkan
adalah Problem Based Learning (PBL) atau
pembelajaran berbasis masalah. Menurut
Glazer (2001) menyatakan bahwa PBL

menekankan belajar sebagai proses yang
melibatkan pemecahan masalah dan berpikir
kritis dalam konteks yang sebenarnya.
Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa
PBL memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mempelajari hal lebih luas yang
berfokus pada mempersiapkan siswa untuk
menjadi warga negara yang aktif dan
bertanggung jawab. Melalui PBL siswa
memperoleh pengalaman dalam menangani
masalah-masalah yang realistis, dan
menekanan pada penggunaan komunikasi,
kerjasama, dan sumber-sumber yang ada
untuk merumuskan ide dan mengembangkan
keterampilan penalaran. Hasil penelitian
Abdullah dan Ridwan (2008) menyatakan
model PBL dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hasil penelitian Oon-Seng
Tan (2008) menyatakan PBL dapat
mengantar-kan siswa untuk menyelesaikan
permasalahan
hidup
melalui
proses
menemukan, belajar dan berpikir secara
independen
Melalui materi-materi pelajaran yang
dikemas dan disajikan oleh guru sekolah
dasar menggunakan model pembelajaran
khususnya Problem Based Learning,
diharapkan guru dapat melatih kreativitas
berfikir siswa dari yang sederhana menjadi

yang lebih abstrak. Tentu tidak lupa melihat
perkembangan
masing-masing
siswa.
Karena seperti yang diketahui, setiap siswa
memiliki perkembangannya sendiri dalam
segi intelektual maupun perkembangan
lainnya. Contohnya pada kelas rendah siswa
belum bisa berfikir secara abstrak. Mereka
masih berfikir dan melihat sesuatu secara
konkret.
Guru
harus
mendesain
pembelajaran pbl ini bagi mereka yang kelas
awal secara baik . Proses pembelajaran
melalui model PBL dapat berjalan dengan
baik dengan melakukan langkah-langkah
pelaksanaannya secara teratur. Kreativitas
guru dalam melaksanakan pembelajaran dan
menggunakan model ini juga sangat
diperlukan untuk keberhasilan model
pembelajaran problem based learning.
PEMBAHASAN
Pembelajaran di sekolah dasar dapat
diwujudkan dari situasi kelas, peran guru
dalam pengarah belajar, peran guru sebagai
penyedia fasilitas, guru sebagi pendorong,
dan proses penilai hasil anak. Sedangkan
prinsip pembelajaran di sekolah dasar
berupa prisip motivasi, latar belakang,
pemusatan
perhatian,
keterpaduan,
pemecahan masalah, prinsip menemukan,
belajar sambil bekerja, belajar sambil
bermain, perbedaan individu, hubungan
sosial. Sebagai seorang guru harus mampu
mengembangkan kreativitas, berfikir kreatif,
berfikir kritis, dan mampu menguasai
pembelajaran.
Problem Based Learning
Problem Based Learning adalah
seperangkat
model
mengajar
yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah, materi, dan pengaturan-diri
(Hmelo-Silver, 2004; Se rafino& Cicchelli,
2005 , Egen dan Kauchak, 2012: 307). PBL
merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pelajaran. PBL
merupakan pembelajaran berdasarkan teori
kognitif yang didalamnya termasuk teori
belajar konstruktivisme. Menurut teori
konstruktivisme, keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah dapat dikembangkan
jika peserta didik melakukan sendiri,
menemukan,
dan
memindahkan
kekomplekan pengetahuan yang ada. Anita
Woolfolk (2007:352) mengatakan: The goals
of problem based learning are to help
students develop flexible knowledge that
can be applied in many situations, in
contrast to inert knowledge. .... other goals
of problem based learning are to enhance
intrinsic motivation and skills in problem
solving, collaboration, and self directed
lifelong
learning.
Menurut
Arends
(2008:55),
langkahlangkah
dalam
melaksanakan PBL ada 5 fase yaitu (1)
mengorientasi siswa pada masalah; (2)
mengorganisasi siswa untuk meneliti; (3)
membantu
investigasi
mandiri
dan
berkelompok; (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya; (5) menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah., permasalahan yang digunakan
dalam PBL adalah permasalahan yang
dihadapi di dunia nyata. Meskipun
kemampuan individual dituntut bagi setiap
siswa, tetapi dalam proses belajar dalam
PBL siswa belajar dalam kelompok untuk
memahami persoalan yang dihadapi.
Kemudian siswa belajar secara individu
untuk memperoleh informasi tambahan yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.
Peran guru dalam PBL yaitu sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran.
Problem
Based
Learning(PBL)
dalam bahasa Indonesia disebut juga
Pembelajaran Berbasis Masalah. adalah
suatu model pembelajaran yang dimulai

dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi
untuk menyelesaikan masalah itu peserta
didik memerlukan pengetahuan baru untuk
dapat menyelesaikannya.
Model
pembelajaran
berbasis
masalah (problem-based learning/PBL)
adalah konsep pembelajaran yang membantu
guru menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dimulai dengan masalah yang penting
dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta
didik, dan memungkinkan peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang lebih
realistik (nyata).
Pengertian PBL menurut beberapa sumber
buku adalah sebagai berikut :
 Bern
dan
Erickson
(2001:5)
menegaskan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan strategi
pembelajaran
siswa
dalam
memecahkan
masalah
dengan
mengintegrasikan berbagai konsep
dan keterampilan dari berbagai
disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan
informasi,
mempresentasikan
penemuan.
 Menurut Barbara J. Duch (1996),
Problem Based Learning (PBL)
adalah satu model yang ditandai
dengan penggunaan masalah yang
ada di dunia nyata untuk melatih
siswa berfikir kritis dan terampil
memecahkan
masalah,
dan
memperoleh pengetahuan tentang
konsep yang penting dari apa yang
dipelajari (Wijayanto, 2009:15)
 Menurut Suyatno (2009), Problem
Based Learning (PBL) merupakan
suatu model pembelajaran yang
berbasis pada masalah, dimana
masalah tersebut digunakan sebagai
stimulus yang mendorong siswa
menggunakan pengetahuannya untuk

merumuskan
sebuah
hipotesis,
pencarian informasi relevan yang
bersifat student-centered melalui
diskusi dalam sebuah kelompok kecil
untuk mendapatkan solusi dari
masalah yang diberikan.
 Menurut Arend, PBL merupakan
suatu pendekatan pembelajaran
dimana siswa dihadapkan pada
masalah autentik (nyata) sehingga
diharapkan mereka dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan tingkat
tinggi dan inkuiri, memandirikan
siswa,
dan
meningkatkan
kepercayaan dirinya (Trianto, 2007).
 Menurut Sanjaya (2006: 214),
Problem Based Learning (PBL)
merupakan
rangkaian
aktivitas
pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah.
Hakekat permasalahan yang diangkat
dalam Problem Based Learning
adalah gap atau kesenjangan antara
situasi nyata dengan situasi yang
diharapkan, atau antara yang terjadi
dengan harapan.
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran
yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada
peserta didik, yang mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan belajar mandiri yang diperlukan
untuk
menghadapi tantangan dalam
kehidupan dan karier, dalam lingkungan
yang bertambah kompleks sekarang ini.
Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula
dimulai dengan melakukan kerja kelompok
antar peserta didik. peserta didik
menyelidiki
sendiri,
menemukan
permasalahan, kemudian menyelesaikan
masalahnya dibawah petunjuk fasilitator
(guru).

Langkah-Langkah PBL
Untuk mencapai hasil pembelajaran
secara optimal, pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah (PBL) perlu
dirancang dengan baik mulai dari penyiapan
masalah yang yang sesuai dengan kurikulum
yang akan dikembangkan di kelas,
memunculkan masalah dari peserta didik,
peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang
menerapkan pendekatan ini pun harus
mengembangkan diri melalui pengalaman
mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan maupun pendidikan formal yang
berkelanjutan.
Menurut Arends (2008:55), langkah langkah
dalam melaksanakan PBL ada 5 fase yaitu
(1) mengorientasi siswa pada masalah; (2)
mengorganisasi siswa untuk meneliti; (3)
membantu
investigasi
mandiri
dan
berkelompok; (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya; (5) menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Menurut Ibrahim dan Nur 2004 sebagai
berikut :
 Pengajuan
pertanyaan
atau
masalah. Pembelajaran berbasis
masalah dimulai dengan pengajuan
pertanyaan atau masalah, bukannya
mengorganisasikan disekitar prinsipprinsip
atau
keterampilanketerampilan tertentu. Pembelajaran
berbasis masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan atau
masalah yang kedua-duanya secara
sosial penting dan secara pribadi
bermakna bagi pebelajar. Mereka
mengajukan situasi kehidupan nyata
autentik untuk menghindari jawaban
sederhana,
dan
memungkinkan
adanya berbagai macam solusi untuk
sitausi itu.

 Berfokus pada keterkaitan antar
disiplin. Meskipun PBL mungkin
berpusat pada mata pelajaran
tertentu. Masalah yang dipilih benarbenar
nyata
agar
dalam
pemecahannya, pebelajar meninjau
masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
 Penyelidikan
autentik.
Model
pembelajaran
berbasis
masalah
menghendaki
pebelajar
untuk
melakukan pennyelidikan autentik
untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata. Mereka
harus
menganalsis
dan
mendefinisikan
masalah
Mengembangkan
hipotesis
dan
membuat ramalan, mengumpulkan
dan
menganalsis
informasi,
melakukan
eksperimen
(jika
diperlukan), membuat inferensi, dan
merumuskan kesimpulan


Menghasilkan produk/karya dan
memamerkannya. PBL menuntut
pebelajar
untuk
menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka
temukan. Bentuk tersebut dapat
berupa laporan, model fisik, video,
maupun program komputer. Karya
nyata itu kemudian didemonstrasikan
kepada teman-temannya yang lain
tentang apa yang telah mereka
pelajari dan menyediakan suatu
alternatif segar terhadap laporan
tradisional atau makalah.

 Kerjasama. Model pembelajaran
berbasis masalah dicirikan oleh
pebelajar yang bekerjasama satu
sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerjasama memberikan

motivasi untuk secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk
berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial
dan keterampilan berpikir.

sebenarnya guru telah menetapkan masalah
tersebut.

Adapun Langkah-Langkah PBL menurut
para ahli adalah sebagai berikut :

3) Merumuskan hipotesis. Langkah peserta
didik merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki.

1.

Model Pannen dkk.

Menurut Pannen dkk., (2001) proses
pembelajaran PBL biasanya mengikuti
tahapan-tahapan seperti roda pada gambar
berikut :

2) Menganalisis masalah. Langkah peserta
didik meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.

4) Mengumpulkan data. Langkah peserta
didik mencari dan menggambarkan berbagai
informasi
yang
diperlukan
untuk
memecahkan masalah.
5)
Pengujian hipotesis. Langkah peserta
didik dalam merumuskan dan mengambil
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah.
Langkah
peserta
didik
menggambarkan rekomendasi yang dapat
dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.
3. David Johnson & Johnson, memaparkan
5 langkah melalui kegiatan kelompok :

Gambar 2.1 Model The Problem Solving
Wheel (Pannen dkk., 2001)

1)Mendefinisikan masalah. Merumuskan
masalah dari peristiwa tertentu yang
mengandung konflik hingga peserta didik
jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam hal
ini guru meminta pendapat peserta didik
tentang masalah yang sedang dikaji.

2.

2) Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan
sebab-sebab terjadinya masalah.

John Dewey

Seorang ahli pendidikan berkebangsaan
Amerika memaparkan 6 langkah dalam
pembelajaran berbasis masalah ini :
1)
Merumuskan masalah. Guru
membimbing
peserta
didik
untuk
menentukan masalah yang akan dipecahkan
dalam proses pembelajaran, walaupun

3) Merumuskan alternatif strategi. Menguji
setiap tindakan yang telah dirumuskan
melalui diskusi kelas.
4) Menentukan & menerapkan strategi
pilihan. Pengambilan keputusan tentang
strategi mana yang dilakukan.

5)
Melakukan evaluasi. Baik evaluasi
proses maupun evaluasi hasil.
4.
Secara umum langkah-langkah model
pembelajaran ini adalah :
1)
Menyadari Masalah. Dimulai dengan
kesadaran akan masalah yang harus
dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai
peserta didik adalah peserta didik dapat
menentukan atau menangkap kesenjangan
yang dirasakan oleh manusia dan
lingkungan sosial.
2)
Merumuskan Masalah. Rumusan
masalah berhubungan dengan kejelasan dan
kesamaan persepsi tentang masalah dan
berkaitan dengan data-data yang harus
dikumpulkan. Diharapkan peserta didik
dapat menentukan prioritas masalah.
3) Merumuskan Hipotesis. peserta didik
diharapkan dapat menentukan sebab akibat
dari masalah yang ingin diselesaikan dan
dapat menentukan berbagai kemungkinan
penyelesaian masalah.
4)
Mengumpulkan Data. peserta didik
didorong untuk mengumpulkan data yang
relevan. Kemampuan yang diharapkan
adalah peserta didik dapat mengumpulkan
data dan memetakan serta menyajikan dalam
berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.
5)
Menguji Hipotesis. Peserta didik
diharapkan memiliki kecakapan menelaah
dan membahas untuk melihat hubungan
dengan masalah yang diuji.
6)
Menetukan Pilihan Penyelesaian.
Kecakapan memilih alternatif penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta
dapat memperhitungkan kemungkinan yang
dapat terjadi sehubungan dengan alternatif
yang dipilihnya.
Permasalahan yang digunakan dalam PBL
adalah permasalahan yang dihadapi di dunia
nyata. Meskipun kemampuan individual

dituntut bagi setiap siswa, tetapi dalam
proses belajar dalam PBL siswa belajar
dalam kelompok untuk memahami persoalan
yang dihadapi. Kemudian siswa belajar
secara individu untuk memperoleh informasi
tambahan yang berhubungan dengan
pemecahan masalah. Peran guru dalam PBL
yaitu sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran.
Scriven & Paul (2008) mengungkapkan
bahwa dalam berpikir kritis terdapat
keterampilan mengaplikasikan, menganalisa,
mensintesa, mengevaluasi informasi yang
diperoleh dan mengeneralisasi hasil yang
diperoleh
dari observasi, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi.
Berpikir kritis tidak serta merta melekat
pada seseorang sejak lahir. Akan tetapi,
berpikir kritis merupakan keterampilan yang
dapat dikembangkan melalui pengalaman
langsung
siswa
dalam
menghadapi
permasalahan. Sehingga, jika siswa terbiasa
menggunakan keterampilan diatas maka
keterampilan berpikir kritis akan dapat
berkembang. Tugas guru dalam rangka
meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa
adalah
dengan
menyediakan
lingkungan belajar yang dapat mendorong
siswa menggunakan keterampilan berpikir.
Model pembelajaran PBL adalah salah satu
model
pembelajaran
yang
dapat
menyediakan lingkungan belajar yang
mendukung berpikir kritis. PBL didasarkan
pada
situasi
bermasalah
dan
membingungkan
sehingga
akan
membangkitkan rasa ingin tahu siswa
sehingga siswa tertarik untuk menyelidiki
permasalahan tersebut. Pada saat siswa
melakukan penyelidikan, maka siswa
menggunakan tahapan berpikir kritis untuk
menyelidiki
masalah,
menganalisa
berdasarkan bukti dan mengambil keputusan
berdasarkan hasil penyelidikan.
Efektivitas PBL

Sejak awal mula PBL diperkenalkan
dan mulai berkembang, dan PBL dianggap
efektif
dan
diterima
menjanjikan
pembelajaran yang lebih dalam dan mampu
meningkatkan kemampuan pemecaham
masalah maupun keterampilan belajar
pribadi (Hmelo-Silver dalam Belland, et al.
(2009). Banyak penelitian dilakukan untuk
menganalisa apakah pendekatan ini memang
bermanfaat dan efektif untuk memperbaiki
proses maupun hasil dari kegiatan belajar
mengajar.
Namun
demikian,
dalam
penelitian-penelitian tersebut, para penulis
memahami PBL dengan konsep yang
berbeda-beda. Beberapa memakai istilah
model pembelajaran, sementara yang
lainnya memahami bahwa PBL adalah
sebuah pendekatan. Selain itu, terkadang
tidak disebutkan secara langsung istilah
PBL. Beberapa penulis memakai istilah
Problem-Based Instruction dan ProblemCentered Learning maupun menyertakan
problem solving skill sebagai dasar dari
kajian penelitian mereka. Penelitian
semacam itu juga termasuk dalam
penyelidikan PBL. Beberapa penelitian yang
dilakukan di luar negeri bermula pada
subjek atau pelajaran kesehatan dan
kedokteran, mengingat bahwa semula PBL
dikembangkan
untuk
meningkatkan
pembelajaran di bidang tersebut. Beberapa
hasil dari riset mengenai PBL yang
dikumpulkan oleh Baptiste (2003).
Hasil penelitian keefektifan PBL dalam
pembelajaran di Indonesia :
1 Agustin, 2006; UPI Siswa menjadi lebih
antusias untuk mempelajari kimia, terutama
laju reaksi, dengan metode PBL, namun
teknik komunikasi siswa perlu ditingkatkan.
2 Ishak, 2009; UPI Kemampuan kognisi
siswa SMK yang mengalami pembelajaran
PBL meningkat, namun afeksi dan
psikomotorik siswa relatif sama.

3 Nurdiyaningsih, 2007; UPI Kemampuan
siswa untuk lebih terampil menulis ternyata
masih sama dalam model PBL, walaupun
ada peningkatan, namun tetapi tidak sangat
signifikan.
4 Runi, 2007; UPI Siswa SMP yang
mempelajari Sains dengan PBL memberikan
respon positif dan pemahaman mereka pun
meningkat
Dalam PBL, pengajar berperan
sebagai fasilitator yang diantaranya adalah
membentuk kelompok, menyediakan atau
memaparkan masalah, memberi pertanyaan
terbuka, menghindari lecturing, memberi
tuntunan ke sumber yang dibutuhkan,
mengajukan pertanyaan terbuka,
menghindari pengajaran, mengatur
hubungan antar pribadi dalam grup untuk
meminimalisir konflik dan kesalahpahaman
yang mengganggu pembelajaran,
mendorong pembelajar untuk bersikap
mandiri dengan mendorong pembelajar
untuk mengekplorasi pengetahuan yang
telah mereka miliki dan menentukan
pengetahuan yang diperlukan selanjutnya,
mendorong fungsi kelompok dengan
mengasisteni kelompok untuk menentukan
tujuan dan menciptakan rencana, mengenali
masalah kelompok dan mencapai
pemecahan, pengajar juga berperan sebagai
evaluator bagi kinerja siswa. Selain itu
pengajar juga dapat menjadi evaluator,
diantaranya ditunjukkan dengan
mengevaluasi proses kelompok dengan
menjadi model atau contoh untuk pemberian
feedback, mengevaluasi pelaksanaan diskusi
dan melakukan perbaikan segera bilamana
diperlukan baik dari sisi content maupun
proses. Sedangkan peran pembelajar dalam
PBL diantaranya adalah dapat belajar secara
mandiri, dengan mencari, memilih, dan
dapat menggunakan sumber yang paling
baik dan tepat untuk pemecahan masalah
dan mendapatkan gagasan atau pengetahuan
baru. Dapat berpikir proaktif, tidak hanya

menjadi pengekor tapi dapat
menyumbangkan ide dan memberi alasan
kritis untuk setiap gagasan yang
dikemukakan, dapat berkomunikasi secara
jelas dan profesional baik oral maupun
tertulis, dapat bekerjasama dengan anggota
lain dalam kelompok dan lingkungan tim.

masalah tersebut serta sekaligus memiliki
ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Kegiatan pengajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah, pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Strategi pengajaran
berbasis masalah memiliki keunggulan,

Keberhasilan penggunaan model
pembelajaran problem based learning dapat
dilihat dari penilaian seorang guru. Penilian
ini dapat dilakukan melalui instrument test
maupun non test. Penilaian ini bertujuan
untuk melihat sejauh kemampuan kritisi
siswa khususnya Sekolah Dasar.
Pembelajaran di dalam kelas yang disusun
secara rapih dengan guru memaparkan
masalah terlebih dahulu kepada siswa
kemudian siswa menganalisis permasalahan
tersebut dan dipecahkan secara individu
maupun kelompok. Guru bisa membuat soal
berbasis high order thinking sehingga bisa
melihat sejauh mana siswa tersebut berfikir
abstrak disesuaikan tingkatan kelas.
Misalnya dalam pembelajaran bahasa
Indonesia pada pembelajaran IPS di Sekolah
Dasar tentang tema kerusakan alam. Siswa
diberi sebuah gambar yang memperlihatkan
kebakaran hutan. Lalu siswa disuruh guru
untuk menganalisis permasalahan tersebut.
Bagaimana proses terjadinya kerusakan
alam. Apakah ada kaitannya dengan keadaan
sosial ekonomi di lingkungan apa tidak.
Lalu setelah itu, siswa memaparkan hasil
analisisnya didepan kelas. Selanjutnya guru
melakukan penilaian dan evaluasi terhadap
apa yang telah dipaparkan oleh siswa.

Menurut Jodion Siburian, dkk (2010)
Pengajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan salah satu metode
pengajaran yang berasosiasi dengan
pengajaran kontekstual. Pengajaran artinya
dihadapkan pada suatu masalah, yang
kemudian dengan melalui pemecahan
masalah, melalui masalah tersebut murid
belajar keterampil-keterampilan yang lebih
mendasar.

PENUTUP
Metode Pengajaran berbasis masalah
adalah salah satu metode pengajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
serta melibatkan murid untuk memecahkan
suatu masalah melalui tahap - tahap metode
ilmiah sehingga murid dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan

Model pembelajaran problem based
learning memiliki peran yang sangat penting
bagi guru untuk melatih siswa berfikir kritis
sejak dini. Dalam prosesnya, siswa dijadikan
sebagai pusat pembelajaran atau student
centered. Jadi siswa sendiri lah yang
menemukan informasi dan pengalaman saat
mereka menyelesaikan permasalahan. Guru
bukan lagi menjadi pusat informasi tapi
siswa sendirilah yang mencari informasi
tersebut saat bereksperimen. Pada Sekolah
Dasar, pembelajaran menggunakan model
ini baik digunakan. Guru harus
memperhatikan sintaks dalam PBL ini dalam
pelaksanaanya agar pencapaian tujuan PBL
dapat terlaksana dengan baik.
Pengajaran PBL mencakup program serta
proses. Program pengajaran berbasis
masalah terdiri atas masalah-masalah yang
telah dirancang serta dipilih dengan cermat,
yang menuntut kemahiran pembelajar pada
keterampilan berfikir, problem solving
proviciency, self-directed learning strategis
serta team participation skills. Pada
prosesnya, metode pengajaran berbasis
masalah ini digunakan untuk memecahkan
masalah atau menemukan tantangan-

tantangan yang dihadapi pada hidup serta
pekerjaaan.
PBL sebagai satu produk dari teori
pembelajaran konstruktivisme menuntut
peran aktif siswa dalam memahami
pengetahuan dan mengembangkan penalaran
mereka. Siswa dituntut juga untuk bisa
berpikir kritis dengan berangkat dari
masalah dan diharapkan dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Di sini kita melihat
bahwa PBL mencoba memberikan makna
terhadap pengetahuan dan pembelajaran
yang dialami siswa. Dalam program
evaluasinya, PBL berorientasi pada proses
dan hasil yang didapatkan oleh peserta didik
khususnya di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi
pembelajaran untuk sekolah dasar. Jakarta :
JAYA GRAVINDO
Baptiste, Sue. 2003. Problem-Based
Learning: A self-directed journey. Thorofare:
Slack Inc.
Rhem, James. 1998. Problem Based
Learning: An Introduction. The National
Teaching & Learning Forum: Vol. 8: No. 1.
Diakses dari http://www.ntlf.com pada 22
April 2010.
Savery, John R. 2006. “Overview of
Problem-based Learning: Deûnitions and
Distinctions,” Interdisciplinary Journal of
Problem-based Learning: Vol. 1: Iss. 1,
Article 3. Diakses dari:
http://docs.lib.purdue.edu/ijpbl/vol1/iss1/3
pada 22 April 2010.
The Interdisciplinary Journal of ProblemBased Learning.
http://docs.lib.purdue.edu/ijpbl/
Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan
pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sadia, I. W. (2008). Model pembelajaran
yang efektif untuk meningkatkan
ketrampilan berpikir kritis. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA,
No.2 Th XXXXI 13-15.
Amir, M Taufiq. 2012. Inovasi Pendidikan
melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Prenada Media Group.
Trianto. 2009. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progesif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Suyono dkk. (2015). Implementasi Belajar
dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.