perkembangan ilmu hadis ilmu hadis

Makalah Ilmu Hadist

Perkembangan Ilmu Hadist

Disusun Oleh:
Nur Fitrianti
Nur Inayah Yushar
Nurmalasari Yamin
Putri Ayu Asmara

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini yang berjudul “PERKEMBANGAN ILMU HADITS”
Dalam makalah ini menmbahas tentang pengertian dan cabang-cabang
ilmu hadits, sejarah perkembangan ilmu hadits, peran ilmu hadits terhadap
perkembangan hadits dan tokoh-tokoh perkembangan ilmu hadits.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat yang baik untuk menambah pengetahuan kita. Amin
yaa rhabbal alamin.

Makassar, 18 April 2013

Pemakalah

2

DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................... 1

Kata Pengantar ...................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
A. Latar belakang ........................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 6
A. Pengertian dan cabang-cabang ilmu hadits ...................................................6
B. Sejarah perkembangan ilmu hadits ................................................................10
C. Tokoh-tokoh pengembangan ilmu hadis ......................................................12
D. Peran ilmu hadis terhadap perkembangan hadist....................................15
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

3

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250). Dalam
sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa ini
telah hidup ulama besar yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir, hadits,
fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawuh, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya.
Berdasarkan
perkembangan

bukti

histories

pengetahuan

ini
hadits

menggambarkan
berjalan


bahwa

seiring

periwayatan

dengan

dan

perkembangan

pengetahuan lainnya.
Menatap prespektif keilmuan hadits, sungguh pun ajaran hadits telah ikut
mendorong kemajuan umat Islam. Sebab hadits Nabi, sebagaimana halnya Al-Qur’an
telah memerintahkan orang-orang beriman menuntut pengetahuan. Dengan demikian
prespektif keilmuan hadits, justru menyebabkan kemajuan umat Islam. Bahkan suatu
kenyataan yang tidak boleh luput dari perhatian, adalah sebab-sebab dimana alQur’an diturunkan. Bertolak dari kenyataan ini, Prof. A. Mukti Ali menyebutkan
sebagai metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, ajaran atau kejadian dengan
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan mutlak dengan

waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan dimana kepercayaan, ajaran
dan kejadian itu muncul. Dalam dunia pengetahuan tentang agama Islam, sebenarnya
benih metode sosio-historis telah ada pengikutsertaan pengetahuan asbab al nuul
(sebab-sebab wahyu diturunkan) untuk memahami al-Qur’an, dan asbab al-wurud
(sebab-sebab hadits diucapkan) untuk memahami al-Sunnah.
Meskipun asbab al-Nuzul dan asbab al –Wurud terbatas pada peristiwa dan
pertanyaan yang mendahului nuzul (turun) Al-Qur’an dan wurud (disampaikannya)

4

hadits, tetapi kenyataannya justru tercipta suasana keilmuan pada hadits Nabi SAW.
Tak heran jika pada saat ini muncul berbagai ilmu hadits serta cabang-cabangnya
untuk memahami hadits Nabi, sehingga As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam
yang kedua dapat dipahami serta diamalkan oleh umat Islam sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Rasulullah.

B. Rumusan Masalah
Dari kandungan latar belakang di atas maka pemakalah dapat merumuskan
beberapa masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, antara lain:
1. Apakah pengertian dan cabang-cabang ilmu hadits ?

2. Bagaimana sejarah ilmu hadits ?
3. Apakah peran hadits terhadap perkembangan hadits ?
4. Siapakah tokoh-tokoh pengembang ilmu hadits ?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka adapun tujuan penulisan dalam makalah
ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian dan cabang-cabang ilmu hadits
2. Untuk mengetahui sejarah ilmu hadits
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pengembangan ilmu hadits
4. Untuk mengetahui peran ilmu hadits terhadap perkembangan hadits

5

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Dan Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui

kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Menurut Tengku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu hadits, yakni illmu yang berpautan dengan
hadits, banyak ragam macamnya.
Sebagai diketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai
dengan fungsinya dalam menetapkan syariat Islam. Ada hadits shahih, hadits hasan,
dan

hadits

dhoif.

Masing-masing

memiliki

persyaratannya

sendiri-sendiri.


Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas para
periwayat yang dilalui hadits, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits
itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada dua, Pertama berkaitan
dengan sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad
akan mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau
tidak, dan apakah para periwayat hadits yang dicantumkan di dalam sanad hadits itu
orang-orang terpercaya atau tidak. Adapun ilmu yang berkaitan denga matan akan
membantu kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang
terkandung di dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan
hadits bertentangan dengan dalil lain atau tidak.
Menurut Dr. Mustofa As-Siba’i bahwa terdapat disiplin ilmu yang lain dalam
kajian tentang sunnah beserta penuturannya,pembelaannya, dan penelitian pangkall
dan sumbernya. Abu ‘Abdullah Al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatul ‘Ulum Al6

Hadits, merinci disiplin ini menjadi lima puluh dua bagian, dan al-Nawawi dalam
kitabnya al-Taqrib, merincinya menjadi enam puluh lima bagian.
Menurut Anwar dalam bukunya Ilmu Mushthalah Hadits, dijelaskan bahwa
ilmu hadits dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Ilmu Dirayatul Hadits

Ilmu Dirayatul Hadits, atau Ilmu Ushulur Riwayah dan disebut juga dengan
Ilmu Musthalah Hadits. Menurut kata sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits
adalah ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan hadits kepada Shahibur
Risalah, junjungan kita Muhammad SAW dari sikap perawinya, mengenai kekuatan
hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan sanad, putus dan
bersambungnya, dan yang sepertinya.
Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya Al-Haditsu wal Muhadditsun,
memberikan definisi Ilmu Ushulur Riwayah atau Ilmu Riwayatul Hadits adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya,
hukum-hukumnya, dan keadaan perawi-perawinya dan syarat-syaratnya, macammacam yang diriwayatkan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Adapun obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan
keadaan marwinya (sanad dan matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang
ke'adilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan
haditsnya serta sanadnya bersambung atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti
tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang
berkaitan dengannya.
Dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan:
a) Hakikat periwayatan adalah menyampaikan berita dan menyandarkannya
kepada orang yang menjadi sumber berita itu.


7

b) Syarat-syarat periwayatan adalah syarat-syarat perawi di dalam menerima
hal-hal yang diriwayatkan oleh gurunya, apakah dengan jalan mendengar
langsung atau dengan jalan ijazah, atau lainnya.
c) Macam-macam periwayatan, apakah sanadnya itu bersambung-sambung atau
putus dan sebagainya.
d) Hukum-hukumnya,

artinya

diterima

atau

ditolaknya

apa

yang


diriwayatkannya itu.
e) Keadaan perawi dan syarat-syaratnya, yaitu adil tidaknya dan syarat-syarat
menjadi perawi baik tatkala menerima hadits maupun menyampaikan hadits.
f) Macam-macam yang diriwayatkan, ialah apakah yang diriwayatkannya itu
berupa hadits Nabi, atsar atau yang lain.
g) Hal-hal yang berhubungan dengan itu, ialah istilah-istilah yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.
2. Ilmu Riwayatul Hadits
Ilmu Riwayatul Hadits ialah ilmu yang memuat segala penukilan yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, kehendak, taqrir
ataupun berupa sifatnya. Menurut Syaikh Manna’ A-Qhaththan, obyek pembahasan
ilmu riwayatul hadits: sabda Rasulullah, perbuatan beliau, ketetapan beliau, dan sifatsifat beliau dari segi periwayatannya secara detail dan mendalam. Faidahnya :
menjaga As-Sunnah dan menghindari kesalahan dalam periwayatannya.
Sementara itu, obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana
cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan
dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya
dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya
kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad SAW Sebab berita

8

yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadits, melainkan juga ada beritaberita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama
sekali.
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Cabang-cabang besar
yang tumbuh dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah :
a) Ilmu Rijalul Hadits
Ilmu Rijalul Hadits ialah ilmu yang membahas para perawi hadits, dari
sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.Dengan ilmu ini kita
dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah
dan keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.Dalam
ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, madzhab
yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu
menerima hadits.

b) Ilmu Jarhi wat Ta’dil
Ilmu Jarhi wat Ta’dil yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacatcacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya
(memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan
tentang martabat kata-kata itu. Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para
ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi
yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.

c) Ilmu Fannil Mubhammat
Ilmu fannil Mubhamat adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang
yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad. Di antara yang menyusun
kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu diringkas dan
dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila Bayani Asmail
9

Mubhamat. Perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih bukhari
diterangkan dengan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al-Asqallanni dalam
Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.

d) Ilmu ‘Ilalil Hadits
Ilmu ‘Ilalil Hadits Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang
tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusakkan hadits, Yakni: menyambung
yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam
hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui dapat
merusakkan hadits.
Ilmu ini, ilmu yang berpautan dengan keshahihan hadits. Tak dapat
diketahui penyakit-penyakit hadits, melainkan oleh ulama, yang mempunyai
pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai
malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadits.
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan bahwa cara mengetahui ‘illah
hadits adalah dengan mengumpulkan beberapa jalan hadits dan mencermati
perbedaan perawinya dan kedhabithan mereka, yang dilakukan oleh orang
orang yang ahli dalam ilmu ini. Dengan cara ini akan dapat diketahui apakah
hadits itu mu’tal (ada ‘illatnya) atau tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada
‘illat pada hadits tersebut maka dihukuminya sebagai hadits tidak shahih.
e) Ilmu Ghoriebil Hadits.
Yang dimaksudkan dalam ilmu haddits ini adalah bertujuan menjelaskan
suatu hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang sudah
dipahami karena jarang dipakai, sehingga ilmu ini akan membantu dalam
memahami hadits tersebut.

10

f) Ilmu Nasikh wal Mansukh
Ilmu Nasikh wal Mansukh Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits
yang sudah dimansukhkan dan menasikhkannya. Apabila didapati sesuatu
hadits yang maqbul tak ada perlawanan, dinamailah hadits tersebut muhkam.
Dan jika dilawan oleh hadits yang sederajat, tapi mungkin dikumpulkan dengan
tidak sukar maka hadits itu dinamai muhtaliful hadits. Jika tidak mungkin
dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu
dinamai nasikh dan yang terdahulu dinamai mansukh.

g) Ilmu Talfiqil hadits
Ilmu

Talfiqil

hadits

Yaitu

ilmu

yang

membahas

tentang

cara

mengumpulkan antar hadits yang berlawanan lahirnya. Di kumpulkan itu ada
kalanya dengan mentahsikhkan yang ‘amm, atau mentaqyidkan yang mutlak,
atau dengan memandang banyak kali terjadi.
h) Ilmu Tashif wat Tahrif Yaitu ilmu yang menerangkan tentang hadits-hadits
yang sudah diubah titiknya (dinamai mushohaf), dan bentuknya (dinamai
muharraf).

i) Ilmu Asbabi Wurudil Hadits
Ilmu Asbabi Wurudil Hadits Yaitu ilmu yang membicarakan tentang sebabsebab Nabi menuturkan sabda beliau dan waktu beliau menuturkan itu.
Menurut Prof Dr. Zuhri ilmu Asbabi Wurudil Hadits dalah ilmu yang
menyingkap sebab-sebab timbulnya hadits. Terkadang, ada hadits yang apabila
tidak diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik
ketika hendak diamalkan. Di samping itu, ilmu ini mempunyai fungsi lain
untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga
11

membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di antara dua
hadits yang “Pertentangan”. Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa
ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini.Misalnya, Abu Hafs AlAkbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih
dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) denagn
karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits Al-Syarif.

j) Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits
Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits Yaitu ilmu yang menggabungkan dan
memadukan antara hadits yang zhahirnya bertentangan atau ilmu yang
menerangkan ta’wil hadits yang musykil meskipun tidak bertentangan dengan
hadits lain. Oleh sebagaian ulama dinamakan dengan “Mukhtalaf Al-Hadits”
atau “Musykil Al-Hadits”, atau semisal dengan itu. Ilmu ini tidak akan muncul
kecuali dari orang yang menguasai hadits dan fiqih.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Ilmu hadits tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan, periwayatan dan
penukilan hadits. Berawal dari cara yang sangat sederhana, ilmu ini berkembang
sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi.
Pada periode Rasulullah SAW kritik atau penelitian suatu hadits yang
menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadits dirayah dilakukan dengan cara
yang sangat sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu dalam menerima
periwayatan hadits sahabat yang lain, maka ia segara menemui Rasulullah SAW atau
sahabat lain yang dapat dipercaya mengkonfirmasinya. Setelah itu barulah mereka
bisa menerima dan mengamalkan hadits tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadits yang menyangkut matan dan sanad
sebuah hadis semakin menampakkan wujud. Para sahabat atau yang lebih dikenal

12

dengan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin, tidak mau asal menerima hadits yang diriwayatkan
begitu saja, kecuali yang bersangkutan datang dan membawah saksi kuat untuk
memastikan kebenaran riwayat yang disampaikan. Namun Ali’ bin Abi Thalih
khalifah terakhir menetapkan persyaratan tersendiri. Ia tidak mau menerima hadits
yang diriwayatkan oleh seseorang, kecuali orang tersebut berani diambil sumpah atas
kebenaran riwayat tersebut. Meski demikian, ia tidak menuntut persyaratan tersebut
kepada sahabat yang sangat dipercayai kejujurannya, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Semua yang dilakukan oleh para sahabat adalah bertujuan memurnikan
hadits-hadits Rasulullah SAW diantara sahabat yang selektif dan terang-terangan
dalam membicarakan kepribadian sahabat lain sebagai periwayat hadits adalah Anas
bin Malik, Abdullah bin Abbas, dan Ubaidah bin Ash-Tsamit. Pegangan dasar
penelitian sanad yang terkandung dalam kebijaksanaan yang dicontohkan oleh para
sahabat diikuti dan dikembangkan pula oleh para tabiin. Kritik matan juga tampak
jelas pada periode sahabat. ‘Aisyah RA pernah mengkritik hadits yang diriwayatkan
Abu Hurairah dengan matannya, ‘innal-mayyita yu’azzabu bi buka’i ahlihi ‘alaihi”
(sesungguhnya mayat diazab disebabkan ratapan keluarganya). ‘Aisyah mengatakan
bahwa periwayat telah salah dalam menyampaikan hadits tersebut sambil
menjelaskan matan yang sesungguhnya. Suatu ketika Rasulullah SAW melewati
sebuah kuburan orang Yahudi dan beliau melihat keluarga si mayat sedang meratap
di atasnya.
Melihat hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “mereka sedang meratapi si
mayat, sementara si mayat sendiri sedang diazab dalam kuburnya.” Penegasan
Aisyah berkata, “cukuplah Al-Qur’an sebagai bukti ketidakbenaran matan hadis yang
dari Abu Hurairah karena maknanya bertentangan dengan Al-Qur’an.” Aisyah
mengutip surah Al-An’am: 16 yang artinya, “...dan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain…
Sejumlah sahabat juga melakukan hal yang sama, seperti Umar bin Khathab,
Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud dan Abdullah bin Abbas. Pada periode tabi’in,

13

penelitian dan kritik matan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya
masalah-masalah yang mereka hadapi. Demikian pula di kalangan para ulama hadis
selanjutnya.
Dalam catatan sejarah perkembangan hadits, diketahui bahwa ulama yang
pertama kali berhasil menyusun ilmu hadits dalam suatu disiplin ilmu lengkap adalah
Al-Qadi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abd. Al-Rahman bin Khalad AlRamahurmuzi dalam kitabnya, Al-Muhaddits Al-Fashil bain Ar-Rawi wa Al-Wa’i.
Kemudian, muncul Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi
dengan kitabnya yang lebih sistematis, Ma’rifah Ulum Al-Hadits. namun kitab ini
juga belum sempurna dibanding dengan kitab-kitab karya ulama berikutnya.
Bersamaan dengan pesatnya perkembangan ilmu, bermunculanlah kitab-kitab
yang mengupas lebih spesifik tentang ilmu hadtis, di antaranya Tadrib Ar-Rawi oleh
Jalaluddin As-Suyuthi, Taudih Al-Afkar oleh Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani
As-San’ani, dan Qawa’id At-Tahdis karya Muhammad Jalaluddin bin
Muhammad bin Sa’id bin Qasim Al-Qasimi.
Disamping kitab ulumul hadis yang bersifat umum, dalam perkembangan
selanjutnya muncul pula kitab ulumul hadis yang bersifat khusus, yakni kitab yang
membahas satu cabang ilmu hadis tertentu dengan pembahasan yang lebih luas dan
mendalam.

C. Tokoh-Tokoh Pengembangan Ilmu Hadits
Adapun tokoh-tokoh pengembangan ilmu hadits yaitu :
1) Imam Bukhari
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih
terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling
terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-Hadith
(pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu gelar ahli hadith tertinggi. Nama
14

lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn alMughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian
sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu
seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi,
agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah
bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara.
Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan "alMughirah al-Jafi."

Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang

menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar ahli hadith. Ia belajar
hadith dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan
oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari,
membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir. Ayah Bukhari disamping sebagai
orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram)
dan taqwa. Diceritakan, bahawa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta
yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat."
Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan
keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak hairan jika ia lahir dan
mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu. Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat
Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahir itu membuka matanya, iapun
kehilangan penglihatannya.
Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a
ke hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya
perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata: "Wahai ibu, Allah
telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali,
semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan
bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan
meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan
perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan
penuh perhatian. Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak
15

masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam
dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika
berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun ia bersama
ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak
menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar
hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia
sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat
ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya. Rasyid ibn Ismail,
abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya
mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya,
Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan
percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari,
kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta
kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua kerana
Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap terinci dengan
keterangan yang tidak sempat mereka catat.
2) Imam Muslim
Penghimpun dan penyusun hadith terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah
Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin
Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Shahih
(terkenal dengan Shahih Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya
tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut
pendapat yang shahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam
kitabnya 'Ulama'ul-Amsar.
3) Imam Abu Dawud
Setelah Imam Bukhari dan Imam Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud
yang juga merupakan tokoh kenamaan ahli hadith pada zamannya. Kealiman,
16

kesalihan dan kemuliaannya semerbak mewangi hingga kini. Abu Dawud nama
lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin 'Amr alAzdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadith yang sangat teliti, tokoh terkemuka para
ahli hadith setelah dua imam hadith Bukhari dan Muslim serta pengarang kitab
Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan
4) Imam Tirmidzi
Setelah Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud, kini giliran
Imam Tirmidzi, juga merupakan tokoh ahli hadith dan penghimpun hadith yang
terkenal. Karyanya yang masyhur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmidzi). Ia juga
tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith) dan
ensiklopedia hadith terkenal. Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah
bin Musa bin ad-Dahhak Amerika Serikat-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli
hadith kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur lahir pada 279 H di
kota Tirmiz.
5) Imam Nasa'i
Imam Nasa'i juga merupakan tokoh ulama kenamaan ahli hadith pada
masanya. Selain Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami' AtTirmidzi, juga karya besar Imam Nasa'i, Sunan al-Sughra termasuk jajaran kitab
hadith pokok yang dapat dipercayai dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus
hadith. Ia adalah seorang imam ahli hadith syaikhul Islam sebagaimana diungkapkan
az-Zahabi dalam Tazkirah-nya Abu 'Abdurrahman Ahmad bin 'Ali bin Syu'aib 'Ali
bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadi, pengarang kitab Sunan dan kitab-kitab
berharga lainnya. Juga ia adalah seorang ulama hadith yang jadi ikutan dan ulama
terkemuka melebihi para ulama yang hidup pada zamannya. Dilahirkan di sebuah
tempat bernama Nasa' pada tahun 215 H. Ada yang mengatakan pada tahun 214 H.

17

6) Imam Ibn Majah
Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang
kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai
pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith. Imam Abu Abdullah Muhammad
bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang kitab As-Sunan dan kitab-kitab
bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama beliau adalah dengan huruf "ha" yang
dibaca sukun; inilah pendapat yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama, bukan
dengan "ta" (majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar
ayah Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9,
hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52. Imam Ibn
Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan
273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar.

D. Peran Ilmu Hadis Terhadap Perkembangan Hadis
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui
kedudukan sanad dan matan, apakah

hadis bias diterima atau ditolak. Untuk

mengetahui ke sahih atau tidaknya sebuah hadis berdasarkan periwayatannya.dalam
penjelasan diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan, fungsi dan peran ilmu hadis
yaitu untuk mengetahui sanad dan matannya, cara dan menerima dan meriwayatkan ,
sifat- sifat perawi dan lain-lain.

18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui
kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Menurut Tengku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu hadits, yakni illmu yang berpautan dengan
hadits, banyak ragam macamnya.
Ada hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhoif. Masing-masing memiliki
persyaratannya sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan
persambungan sanad, kualitas para periwayat yang dilalui hadits, dan ada pula yang
berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri
Menurut Anwar dalam bukunya Ilmu Mushthalah Hadits, dijelaskan bahwa
ilmu hadits dibagi menjadi 2, yaitu : Ilmu Dirayatul Hadits dan Ilmu Riwayatul
Hadits.
Adapun tokoh-tokoh pengembangan ilmu hadits yaitu : Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, Imam Ibn Majah.

19

DAFTAR PUSTAKA

Al-Siba’i.Musthafa.1993.Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan
Hukum Islam.Jakarta: Pustaka Firdaus hal.84
Al-Khaththan, Syaikh Manna’.2005.Pengantar Ilmu Hadits.Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.hal.73
Anwar,Muh.1981.Ilmu Mushthalah Hadits.Surabaya: Al-Ikhlas hal.2
Ash-Shiddieqy,Tengku Muhammad Hasbi.2005.Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits.Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.hal.131
Dzulmani. Mengenal Kitab-kitab Hadits. 2008. Yogyakarta. Perpustakaan
Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT)
Shahih Bukhari, Kitab Al-Thibb dalam Imam Bukhari.
Shahih Bukhari, kitab Al-Thibb, bab Al-Judzam.
Zuhri. 2005.Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodologis.Yogyakarta. PT:
Tiara Wacana Yogya. Hal:143-144
Dan berbagai sumber lainnya

20

21