EVALUASI PELAKSANAAN PIK R (PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATANREMAJA) DI KABUPATEN BANYUWANGI

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

EVALUASI PELAKSANAAN PIK R (PUSAT INFORMASI DAN

KONSELING KESEHATANREMAJA) DI KABUPATEN

  

BANYUWANGI

Oleh

  

Afrihal Afiif Ibaadillah, Dian Samtyaningsih

STIKes Maharani Malang

  

ABSTRAK

  Berdasarkan laporan needs assessment Rahima tentang Seksualitas dan Reproduksi Remaja tahun 2012 di Banyuwangi menunjukkan bahwa 80,7% siswa pernah berpacaran. 31,1% diantaranya melakukan pegangan tangan dan pelukan; sekedar ngobrol, SMS-an sebesar 29,4%; pelukan hingga ciuman bibir sebesar 17,6%; pegangan tangan hingga ciuman pipi sebesar 14,3%; pernah ciuman bibir hingga meraba-raba bagian tubuh pasangan sebanyak 5%, danpernah melakukan oral seks hingga hubungan seksual sebanyak 5%. Permasalahan lainya yaitu tingginya angka HIV/AIDS sebanyak 2099 kasus pada tahun 2014 dengan 81% berusia 16-45 tahun. Tingginya masalah Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan antara lain karena kurangnya informasi tentang KRR. Penelitian ini bertujuan menganalisis input dan proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam terhadap 11 informan utama dari pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti melakukan triangulasi data pada 3 orang PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di BPPKB. Pengolahan dan analisis data analisis deskripsi isi. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya Sumber Daya Manusia yang terlatih, dana untuk operasional kegiatan masih kurang, belum adanya ruangan PIK R secara khusus, upaya promosi dan sosialisasi program PIK R masih kurang mendapat respon, kurang tertibnya sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan yang disebabkan belum adanya petunjuk teknis.BPPKB diharapkan meningkatkan upaya pembinaan terhadap PIK R dan PKB di tiap kecamatan, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui kegiatan Diklat secara konsisten. Dukungan dan partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan sosialisasi program PIK R. Peningkatan motivasi dan komitmen dari pelaksana PIK R. Kata Kunci : PIK R, Evaluasi

  ABSTRACT

  Based on the needs assessment report Rahima on Adolescent Sexuality and Reproductive Banyuwangi in 2012 showed that 80.7% of students never dating. 31.1% of them did handrails and hugs; just chatting, texting of 29.4%; hugs to kiss the lips of 17.6%; Handrails to kiss the cheek of 14.3%; never kiss lips to grope their body parts as much as 5%, and had oral sex to intercourse as much as 5%. Other issues, namely the high rate of HIV / AIDS as many as 2099 cases in 2014 with 81% aged 16-45 years. The high Adolescent Reproductive Health problems can be caused partly because of lack of information about the KRR. This study aimed to analyze the input and the process of implementation of PIK R in Banyuwangi. This study is a qualitative research with phenomenological approach. Data collection techniques using depth interviews with 11 key informants from executing PIK R. As for the validity of the data researchers triangulate the data on the PKB 3, 1 R PIK program leaders in BPPKB. Processing and analysis of the data analysis content description. The results showed a lack of human resources trained, funds for operational activities is still lacking, there is no room PIK R in particular, promotion and dissemination programs PIK R still not getting a response, less orderly system of recording and reporting of activities due to the lack of technical guidance , BPPKB expected to boost efforts to provide guidance to PIK R and PKB in each sub-district, increase the competence of human resources through training activities consistently. Support and active participation in the program socialization PIK R. Increased motivation and commitment of implementing PIK R.

  Keywords: PIK R, Evaluation

  PENDAHULUAN

  Tingginya angka HIV/AIDS yakni 1789 per Mei 2014, banyaknya angka pernikahan anak serta berbagai permasalahan remaja, dimana Kabupaten Banyuwangi dalam posisi urutan 3 besar di Provinsi Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang.Berdasarkan data yang telah dihimpun, untuk kasus HIV/AIDS di Banyuwangi sendiri paling banyak terjadi pada usia produktif , yaitu usia 16- 45 tahun yang mencapai 81 persen, dari total 2099 kasus, dan usia 26-30 tahun merupakan kasus terbanyak ( KPA Kabupaten Banyuwangi, 2012). Penyebaran HIV/AIDS diJawa Timur semakin memprihatinkan, menyusul temuan pelajar SMA terinfeksi virus mematikan ini.Data dari Dinas Kesehatanenyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS hingga September 2014 berjumlah 2000 orang dan lima diantara berstatus pelajar SMA. Para pelajar itu tertular HIV karena perilaku seks bebas dan penggunaan jarum suntik serta menggunakan obat- obatan terlarang (Dinkes Kabupaten Banyuwangi, 2014).

  Tingginya masalah Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain karena kurangnya informasi tentang KRR yang bisa dijembatani dengan keberadaan PIK R sebagai suatu wadah yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja dalam memberikan informasi dalam pelayanan konseling kesehatan reproduksi, dengan pola ini diharapkan remaja dapat menjadi lebih aktif dan pengetahuan yang ada berasal dari upaya pencarian sendiri. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada Kepala Sub Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (Ka. Sub. Bid. KB KS) BPPKB, Kabupaten Banyuwangi sejak tahun 2009 telah memiliki PIK Remaja dibawah naungan Dinas Kesehatan, namun dalam perkembangannya PIK Remaja tersebut mengalami kemunduran dengan banyaknya PIK R yang tidak aktif hal ini disebabkan tidak adanya regenerasi dari pendidik sebaya dan kurangnya minat dari generasi berikutnya terhadap kegiatan maupun program PIK remaja. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi peralihan tanggungjawab dari Dinas Kesehatan ke BPPKB untuk menangani permasalahan Remaja, Pusat Informasi dan Konseling tersebut diberi nama PIK- R Young Reconstruction. Dari hasil wawancara dengan Kabid BPPKB, fokus dari kegiatan PIK R di Kabupaten Banyuwangi adalah upaya sosialisasi PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan), program lain yang dilaksanakan dalam kegiatan PIK yaitu program GENRE untuk mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi remaja (Triad KRR). Berdasarkan laporan tahunan dari BPPKB dari 24 kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi dalam kurun waktu satu tahun terakhir terus mengalami penurunan baik dari jumlah kecamatan yang memiliki PIK R maupun dari jumlah tahapan dalam PIK R, pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 14 kecamatan yang memiliki PIK R dan terdapat 20 kelompok PIK R dengan rincian 16 PIK R pada tahap tumbuh, 4 PIK R pada tahap tegak. Sedangkan pada bulan April 2015 jumlah kecamatan yang memiliki PIK R menurun menjadi 10 kecamatan, dengan 14 kelompok PIK R yang terdiri dari 12 PIK R tahap tumbuh dan 2 PIK R tahap tegak. Masing-masing kecamatan tersebut telah memiliki PKB (Penyuluh Keluarga Berencana) sebagai koordinator dari PIK Remaja, dari 10 kecamatan yang memiliki PIK R hanya sebagian kecil kecamatan yang masih aktif dalam kegiatan konseling dan penyuluhan, sedangkan sebagian besar kecamatan lain sudah kurang aktif dalam perkembangan kegiatannya. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melakukan Evaluasi pelaksanaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R) di Kabupaten Banyuwangi.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan program PIK R. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menggali informasi secara mendalam tentang pelaksanaan kegiatan PIK R. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 informan utama dari pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti melakukan triangulasi data pada 3 orang PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di BPPKB. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview), pedoman wawancara berupa lembar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan PIK R. Setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan maka data dianalisis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu pengumpulan data, reduksi data, dan verifikasi.

  HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Informan Penelitian

  Wawancara dilakukan pada 11 orang informan utama dan 4 orang informan triangulasi.Informan utamanya adalah pelaksana PIK R (pendidik sebaya / konselor sebaya) dalam pelaksanaan PIK R baik dari PIK R yang masih aktif dan yang kurang / tidak aktif. Sedangkan informan Triangulasi terdiri dari 3 orang Pembina PIK R dan 1 orang Kepala Sub Bidang Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera yang ada di BPPKB. Untuk jenjang pendidikan formal informan utama paling tinggi adalah Strata Satu (S1) dan yang paling rendah berpendidikan SMA, rentang umur informan utama yaitu 14 - 23 tahun. Sedangkan untuk informan triangulasi sebanyak 6 orang yaitu dari PKB kecamatan dengan rentang usia antara 45-51 tahun, dua orang berjenis kelamin perempuan dan satu orang berjenis kelamin laki - laki, dengan jenjang pendidikan Strata Satu (S1) dan masa kerja antara 21

  • – 27 tahun. Sedangkan 1 informan triangulasi yang lain dari BPPKB yaitu Ka. Sub. Bid. KB KS, jenis kelamin laki
  • – laki dengan umur 50 tahun dan masa kerja selama 26 tahun. Secara keseluruhan Informan berstatus PNS.

2. Input dalam Pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi a. Sumber Daya Manusia

  Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada informan utama, satu informan utama yang berasal dari PIK R wilayah kecamatan menyebutkan tenaga PIK dalam 1 kecamatan sebanyak 9 orang, dan memiliki relawan dari teman PIK yang lainnya yang tidak dikirim pelatihan di kabupaten. Informan utama yang lain menyatakan tenaga PIK yang ada sebanyak 6 orang, tetapi sekarang banyak yang telah menikah dan kurang aktif. Sedangkan informan utama yang berada di SMA menyatakan bahwa di sekolah mereka terdapat 50 orang anggota PIK yang rata

  • – rata mewakili setiap kelas yang ada dengan jumlah siswa 700 orang

  Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan triangulasi yang menyatakanbahwa jumlah sumber daya manusia masih kurang, satu informan triangulasi menyebutkan jumlah petugas PKB ada 3 orang tetapi hanya 1 orang yang menangani masalah PIK R disamping tugas utamanya sebagai penyuluh KB. Informan triangulasi lainnya menyebutkan di kecamatan tersebut terdapat 2 orang petugas PKB yang juga memiliki tugas utama sebagai penyuluh lapangan KB dan memberikan penyuluhan kepada remaja, namun tidak khusus untuk membina kegiatan PIK R. Pernyataan tentang kurangnya sumber daya manusia juga disebutkan oleh informan triangulasi dari BPPKB bahwa angka kecukupan untuk tenaga PKB di lapangan masih kurang.

  Berbagai masalah diatas tidak membuat anggota PIK KRR yang lain menjadi berkurang semangat untuk melakukan pelayanan PIK KRR, mereka menyatakan bahwa hal tersebut tidak menjadi masalah selama kompak dalam melaksanakan komitmen kerja yang sudah disepakati bersama meskipun tidak ada struktur yang baku di dalam PIK KRR. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sumberdaya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik(BKKBN, 2010).

  Ketersediaan SDM akan turut mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan diberikan oleh PIK-KRR. Keberhasilan model ini akan memiliki nilai tambah jika mampu dikembangkan jejaring kerja (Net Working) yang melayani rujukan dengan para professional. Dalam melaksanakan PIK-KRR ketersediaan SDM sebagai motor penggerak kegiatan akan mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan diberikan. Model pendidik sebaya dan konselor sebaya sebagai pelaksana kegiatan merupakan model yang sesuai untuk program Kesehatan Reproduksi Remaja (BKKBN, 2008)

b. Dana

  Dana yang digunakan sebagian besar berasal dari iuran mandiri masing

  • – masing anggota PIK R atau dana sisa dari kegiatan sebelumnya. Masalah pendanaan yang terjadi adalah proses pencairan dana yang sulit serta minimnya dana yang dicairkan oleh BPPKB, dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini tidak ada dana bantuan untuk operasional kegiatan PIK R. Hal senada juga diungkapkan oleh informan triangulasi dari BPPKB bahwa untuk tahun ini dari tingkat I tidak ada bantuan dana untuk kegiatan PIK R terutama dana untuk kegiatan operasional, dana yang ada hanya untuk kegiatan pembinaan. Sedangkan informasi yang diberikan oleh PKB koordinator PIK R menyebutkan bahwa tidak ada bantuan dana dari kecamatan atau dana dari BPPKB yang ditujukan kepada kecamatan untuk kegiatan PIK R.

  Untuk dapat melaksanakan suatu program maka harus tersedia sumber yang dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar dan menunjukkan keberhasilannya. Menurut Van Meter dan Van Horn disampaikan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi adalah sumber daya. Dimana sumber daya yang tidak memadai akan menjadikan penghalang dalam implementasi kebijakan (Winarno B, 2008) c.

   Sarana

  Dukungan sarana telah diberikan oleh BPPKB meskipun belum sepenuhnya mencukupi, sarana itu BPPKB berupa KIE kit, lembar balik, alat peraga tentang reproduksi manusia, LCD (bersifat pinjaman). Dukungan sarana yang lainnya diberikan oleh kecamatan dalam hal penggunaan gedung atau ruangan untuk kegiatan PIK R dan ketersediaan sarana transportasi berupa mobil Satpol PP. Pencapaian tujuan kebijakan harus didukung oleh ketersediaan alat atau sarana. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak bisa dilakukan dan tujuan tidak akan diselesaikan sebagaimana seharusnya, pekerjaan tidak mungkin dapat dilakukan. Ketersediaan sarana prasarana merupakan faktor penentu kinerja sebuah kebijakan. Implementor harus mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar. Sekalipun kebijakan memiliki tujuan dan sasaran yang jelas, jika tanpa sumber yang memadai, maka kebijakan hanya tinggal di kertas dokumen saja (Wiyono D, 2000)

3. Proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi a. Promosi dan sosialisasi PIK R

  Kegiatan promosi dan sosialisasi telah dilakukan oleh anggota PIK R serta PKB di kecamatan baik secara lisan, media sosial maupun menggunakan radio jaringan. Kendala yang dihadapi kurangnya repson dari masyarakat dan perangkat desa yang datang, sehingga ketika dilakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan setelah kegiatan tersebut masih banyak yang tidak mengetahui tentang PIK R.

  Sarana dan fasilitas PIK-KRR perlu diperhatikan dalam kegiatan promosi dan sosialisasi baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Materi bahan bacaan dan alat bantu KIE serta konseling harus tersedia secara lengkap. Kualitas materi KIE KRR dituntut lebih dinamis dengan memperhitungkan umur remaja dan susbtansi yang akan disampaikan. Salah satu syarat sebuah fasilitas layanan kesehatan yang memperhatikan kebutuhan remaja adalah tersedianya materi KIE. Selain diperlukan untuk memberikan penyuluhan, materi KIE perlu disediakan diruang tunggu maupun diruang konseling. Informasi tertulis tentang berbagai kegiatan remaja dan materi tentang kesehatan yang dapat dibawa pulang bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dan media promosi bagi remaja lain yang membacanya (Depkes RI, 2005) b.

   Pelaksanaan konseling

  Secara keseluruhan kegiatan konseling banyak dilakukan diluar ruangan, tidak terikat tempat dan waktu. Konseling biasanya dilakukan dengan cara tatap muka namun ada juga yang melalui SMS. Permasalahan yang sering dibicarakan adalah masalah remaja sehari

  • –hari, kesehatan reproduksi remaja, HIV, NAPZA. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya kepercayaan diri serta kemampuan dari anggota PIK sebagai pendidik maupun konselor sebaya dalam pemberian konseling.

  Hal ini sesuai dengan penelitian Andrianus yang menyebutkan bahwa remaja membutuhkan pusat layanan remaja, jenis layanan yang dibutuhkan oleh remaja adalah konsultasi psikologis, informasi tentang masalah remaja dan medis.Jenis pelayanan yang disukai remaja adalah tatap muka secara langsung tentang kesehatan reproduksi remaja. Masalah yang sering dihadapi adalah IMS / HIV, kehamilan remaja, kontrasepsi dan konsultasi gizi (Depkes RI, 2005)

c. Kerjasama

  Dalam hal kerjasama, sebagian besar anggota PIK R dan PKB kecamatan telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik dari instansi kesehatan maupun institusi lainnya (sekolah, KUA, LSM KKBS, Kepolisian). Jalinan kerjasama yang dilakukan oleh informan utama dan triangulasi masih sebatas sebagai narasumber atau pemateri saja, belum ada kegiatan lainnya.

  Dalam pedoman pelaksanaan PIK-KRR disebutkan bahwa dalam pelaksanaan program harus ada jalinan kerja sama dengan para professional yang terkait dengan masalah remaja. disamping itu perlu ada dukungan berupa komitmen yang tinggi dari para stakeholder program KRR termasuk pemerintah daerah dan jajarannya untuk mencegah meluasnya resiko TRIAD KRR ( seksualitas, HIV/AIDS, Napza) (BKKBN, 2010). Jalinan kemitraan dengan organ penting lintas program maupun lintas sektor perlu dilakukan dalam pengelolaan PIK-KRR agar program KRR bisa berjalan secara efektif dan efisien. Dalam pengelolaan program KRR harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemitraan, karena dengan adanya 2 atau lebih orang yang bermitra (share) dalam mengerjakan suatu pekerjaan maka akan memiliki hubungan jaringan (connected) yang kondusif, sehingga membuat mereka menjadi suatu tim yang sinergis dalam melaksanakan kegiatan bersama sehingga kegiatan PIK-KRR berjalan lancar dan mencapai tujuannya (BKKBN, 2010). Salah satu strategi pelaksanaan dan pengembangan PIK-KRR di wilayah melalui penggalangan kemitraan dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja. Hal ini didahului dengan advokasi kebijakan publik dengan maksud agar adanya PIK-KRR dapat pula dipromosikan oleh pihak lain dan selanjutnya dikenal dan didukung masyarakat, lintas sektor/program, LSM, guru dan yang lainnya.

  d. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

  Kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan oleh BPPKB dengan mengadakan pelatihan untuk pendidik atau konselor sebaya, akan tetapi pelatihan tersebut masih belum optimal karen tidak dilaksanakan secara rutin (konsisten). Hal ini menyebabkan kurangnya pemerataan jumlah anggota PIK R terlatih di tiap kecamatan yang memiliki PIK R. Banyaknya anggota PIK R terlatih yang mengundurkan diri dari keanggotaan dengan alasan menikah dan bekerja diluar kota semakin memperburuk kualitas pelayanan yang ada, karena pada akhirnya yang melakukan pelayanan PIK R kebanyakan adalah anggota baru yang belum terlatih.

  Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)

  e. Administrasi dalam pencatatan dan pelaporan

  Pelaksanaan administrasi dalam hal pencatatan dan pelaporan kegiatan/ masih sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun BPPKB Kabupaten. Untuk anggota PIK R sendiri sebagian besar kurang tertib melakukan pendokumentasian kegiatan dalam bentu laporan tertulis, karena kegiatan pemberian informasi dan konseling lebih banyak dilakukan secara spontan ketika mereka berada di lingkungan tempat tinggal masing

  • –masing. Tidak adanya aturan baku dari BPPKB dalam hal pencatatan dan pelaporan juga menjadi salah satu penyebabnya. Dari pihak PKB kecamatan, laporan tentang kegiatan PIK R biasanya tergabung dalam laporan KB, sedangkan dari pihak BPPKB Kabupaten bentuk laporan tertulis yang ada hanya berupa rekapan jumlah PIK R yang aktif di tiap kecamatan.
Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)

  KESIMPULAN

  Pelaksanaan PIK R ( Pusat Informasi dan Konseling Remaja) di Kabupaten Banyuwangi belum dilaksanakan optimal. Terdapat permasalahan pada aspek input yaitu sumber daya manusia yang belum memenuhi standart kuantitas dan kualitas, dukungan anggaran kurang maksimal, penyediaan sarana tidak merata. Permasalahan pada aspek proses yaitu dalam hal pencatatan dan pelaporan kegiatan/ masih sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun BPPKB Kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) .2008. Kurikulum dan Modul Pelatihan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan ReproduksiRemaja (PIK KRR). Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Jakarta

  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).2010. Panduan Pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Percontohan.Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.

  Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2005. Pedoman

  Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta

  Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banyuwangi. 2014. Kasus HIV/AIDS di Banyuwangi. Dinkes Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi WinarnoB. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo. Yogyakarta.

  WiyonoD. 2000. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya.

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

MODEL PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI

KABUPATEN BANYUMAS

  

Oleh

  1

  2

  3 Agnes Fitria Widiyanto , Oktafiani Catur Pratiwi , Saudin Yuniarno 1&3 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat

2 Jurusan Politik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53123.

  

ABSTRAK

  Kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas memiliki kendala yang kompleks. Kegiatan pengelolaan sampah pada masyarakat akan lebih mudah dilakukan di tingkat terkecil yakni di tingkat rumah tangga. Masyarakat sebagai penghasil sampah memiliki permasalahan yang berbeda dalam suatu wilayah.Kegiatan pengelolaan sampah di kabupaten Banyumas mengalami permasalahan yang kompleks.Hasil wawancara terhadap 8 narasumber menunjukkan di masing- masing wilayah memiliki permasalahan yang berbeda. Di satu wilayah ada yang sama sekali belum mengolah sampahnya. Di tempat lain, terutama di pedesaan masih banyak masyarakat yang melakukan pembuangan sampah di tempat terbuka. Disisi lain masih banyak tempat yang belum memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan tahap akhir. Permasalahan sampah akan terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kegiatan pengelolaan sampah mengalami kendala dari sisi pembuangan yang tidak pada tempatnya, serta terkendala terkait dengan sarana dan prasarana.

  Kata kunci : pengelolaan, sampah, masyarakat.

  PENDAHULUAN

  Kabupaten Banyumas dengan jumlah penduduk sekitar 1.620.918 jiwa pada tahun 2014, produksi sampah di Kabupaten Banyumas terbilang besar dan meningkat dari tahun ke tahun.Pada 3 tahun 2005 produksi sampah di kabupaten tersebut mencapai 700 m per hari, lima tahun kemudian 3 yaitu tahun 2010 meningkat menjadi 1.100 m per hari (Volume Sampah Rata-Rata Per Hari Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Badan Pusat Statistik Propinsi jawa Tengah).Tahun 2011 Jumlah perkiraan total timbulan sampah jenis rumah tangga di Kabupaten Banyumas mencapai 3

  3.374. M /hari, dengan asumsi produksi sampah kurang lebih 2,064 liter/hari/orang dikalikan 3 jumlah penduduk 1.553.902. Sehingga dalam setahun mencapai 1.214.640 M . Padahal tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang disedikan oleh pemerintah daerah di daerah di TPA Gunung Tugel sudah melebihi kapasitas yang telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut hanya 10,85 % yang terangkut ke TPA. Sekitar 89,15 % masih belum ada penanganan yang semestinya dan berpotensi mengakibatkan pencemaran.Penanggulangan yang serius sangat dibutuhkan untuk mengatasi produksi sampah yang cukup besar tersebut.Hal ini dikarenakan, sampah merupakan