Proxy War Harus Dihadapi dengan Strategi

Proxy War Harus Dihadapi dengan Strategi Berbeda
news.unair.ac.id/2016/06/13/proxy-war-harus-dihadapi-strategi-berbeda/

UNAIR News

6/13/2016

Suasana diskusi reboan dengan tema ‘National Security and Assymetric War’ Rabu (8/6). (Foto:
UNAIR NEWS)
UNAIR NEWS – Isu keamanan nasional tak hanya berkutat masalah bela negara, tetapi juga ideologis.
Merespon masalah itu, tema ‘National Security and Assymetric War’ diangkat dalam Diskusi Reboan, Rabu
(8/6). Sejumlah mahasiswa, dosen, dan tamu undangan antusias untuk hadir dan memenuhi Ruang Adi
Sukadana, Gedung A, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Diskusi reboan ini dihadiri oleh tiga pembicara, yakni Triyoga Budi Prasetyo dari Universitas Pertahanan
Indonesia, Joko Susanto, MSc, selaku staf pengajar pada Departemen Hubungan Internasional FISIP UNAIR,
dan Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies. Diskusi dimoderatori oleh Bustomi yang
merupakan alumnus FISIP UNAIR.
Menurut Triyoga, isu keamanan nasional kini tak hanya berkutat pada kekuatan ekonomi, militer, dan politik. Ada
elemen-elemen lainnya yang tak kalah penting, yaitu keamanan informasi, energi, perbatasan, geostrategis,
cyber, lingkungan, etnis, pangan, kesehatan, dan sumber daya.
“Saat ini keamanan nasional tidak hanya seputar territorial dan militer semata, namun terkait pula keamanan

masyarakat, pengembangan manusia dan keamanan sosial ekonomi dan politik,” tandas Triyoga.
Sementara itu, Joko memaparkan dinamika perang yang pernah terjadi di berbagai kawasan. Kini, perang tak
lagi bersifat destruktif, tetapi merambah ke ranah ideologis. Perang ini merujuk pada konflik antara dua negara
yang melibatkan proxy alias kaki tangan. Perang proxy perlu disikapi dengan strategi yang berbeda, dan perlu
diperhatikan serta diwaspadai karena mengganggu integrasi nasional.
"Waspada ancaman perang proxy, perlu adanya justifikasi rasional dan kuat. Ketika menerima informasi jangan
hanya berdasarkan kata siapa dan sumber yang tidak jelas,” ujar pengajar HI FISIP UNAIR.

1/2

Selama ini, ancaman-ancaman skala besar direspon melalui cara-cara militer. Begitu pula dengan sekuritisasi
yang sangat dimaknai sebagai suatu terminologi ala militer, seperti isu bela negara. Sekuritisasi seharusnya
dapat dikuatkan dari sektor masyarakat.
Maraknya paham radikalisme yang masuk ke Indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab kementerian yang
membidangi urusan pendidikan. Selanjutnya, kementerian informasi berperan dalam mengawasi paham
radikalisme yang bertebaran di media. (*)
Penulis: Ahalla Tsauro
Editor: Defrina Sukma S.

2/2