Pengaruh Kombinasi Pakan Alami Dengan Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

  Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish (Prihatman, 2000).

  Menurut Khairuman dan Amri (2011), ikan lele dumbo (C. gariepinus) klasifikasinya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus

  Ikan lele dumbo mempunyai ciri-ciri yang membedakan dengan jenis ikan lainnya, yaitu: perkembangan badannya lebih memanjang, bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah ekor, tidak bersisik serta licin mengeluarkan lendir, kepalanya pipih dan simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar, tidak bergigi, dan memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar yang lebih panjang dan tegar. Sifatnya tenang, lebih jinak dan kepala sampai punggung berwarna coklat kehitaman (Sumpeno, 2005). Bentuk dan ciri lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 2.

  Gambar 2. Benih Ikan Lele Dumbo Ikan lele memiliki gonad satu pasang yang terletak di sekitar usus. Ikan lele memiliki lambung yang relatif besar dan panjang, tetapi ususnya relatif lebih pendek dari badannya. Hati dan gelembung renang ikan lele berjumlah 2 (dua) dan masing-masing sepasang. Alat pernafasannya berupa insang dan insang tambahan berupa selaput labirin yang memungkinkan ikan ini mampu mengambil oksigen segar di atas permukaan air (Arfianto, 2011).

  Berdasarkan hasil penelitian, lele dumbo memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram dagingnya mengandung 18,2 gram lele dumbo berukuran kecil (kira-kira 4 ekor) mengandung 12 gram protein, energi 149 kalori, lemak 8,4 gram, dan karbohidrat 6,4 gram. Komposisi gizi sebesar ini jarang dimiliki oleh daging-daging sumber protein lainnya (Khairuman dan Amri, 2011).

  Pertumbuhan Ikan

  Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan energi bebas setelah energi dari pakan yang dimakan ikan dipakai untuk kelangsungan hidup, seperti pemeliharaan tubuh, metabolisme, dan aktivitas (pergerakan). Pertumbuhan dipengaruhi oleh sumber energi dari pakan tersedia. Sumber energi tersebut berupa karbohidrat, lemak dan protein. Jika sumber energi nonprotein cukup (lemak dan karbohidrat), maka dengan itu fungsi protein untuk pertumbuhan dapat terlaksana (Wijayanti, 2010).

  Protein berfungsi tidak hanya sebagai zat pembangun tetapi juga dapat menghasilkan kalori untuk dipergunakan sebagai zat tenaga. Bila karbohidrat dan lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori tubuh, maka protein dioksidasi untuk menambahkan kalori tersebut. Nilai mutu protein tergantung pada asam amino yang dikandungnya, yang merupakan bagian terkecil dari zat protein (Muchtadi, 1997).

  Pertumbuhan normal terjadi rangkaian perubahan pematangan yaitu pertumbuhan yang mengikut sertakan penambahan protein serta peningkatan panjang dan ukuran. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor genetik, hormon, umur, kemampuan dalam memanfaatkan makanan atau efisiensi penggunaan ransum dan ketahanan terhadap suatu penyakit. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar seperti ruang gerak, kepadatan penebaran, kuantitas dan kualitas makanan (Hariati, 2010).

  Menurut Subandiyono dan Hastuti (2010) diacu oleh Amalia dkk (2013) pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah energi yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh, metabolisme basal, dan aktivitas. Ikan memerlukan pakan dengan nutrien (protein, lemak, dan karbohidrat) yang sesuai dengan kebutuhan ikan untuk pemeliharaan tubuh (maintenance) serta pertumbuhan.

  Kelangsungan Hidup

  Sintasan ikan atau kelangsungan hidup ikan merupakan presentase jumlah ikan yang hidup dari jumlah ikan yang dipelihara dalam suatu wadah.Sintasan sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Sintasan ditunjukkan oleh mortalitas (kematian). Sintasan yang rendah terjadi karena tingginya mortalitas (Wijayanti, 2010).

  Kematian diduga belum ditemukannya pakan yang cocok, mengingat bukaan mulut benih sangat kecil. Menurut Tan dan Lam (1973) diacu oleh Effendi dan Hadiroseyani (2002) menduga penyebab kematian akibat serangan mikroorganisme ciliata yang banyak terdapat dalam wadah pemeliharaan benih.

  Populasi mikroorganisme ini bertambah banyak dengan adanya bakteri yang berasal dari media kultur pakan alami, yang masuk saat pemberian pakan bagi benih.

  Mortalitas dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan, akibat tidak terpenuhinya energi untuk pertumbuhan dan mobilitas karena kandungan gizi pakan tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya sintasan yaitu dengan pemberian pakan yang tepat baik dalam ukuran, jumlah dan kandungan gizi dari pakan yang diberikan (Wijayanti, 2010).

  Kebutuhan Pakan

  Pakan adalah material yang setelah ditelan oleh hewan air dapat dicerna, diserap dan digunakan untuk kehidupannya. Pengertian umum pakan adalah sesuatu yang dapat dimakan. Nilai nutrisi suatu makanan pada umumnya tergantung pada kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, kadar air dan energi (Yuwono dan Sukardi, 2008).

  Makanan yang dimakan ikan digunakan untuk kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan makanan maka dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

  Pemberian makanan yang bergizi bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan daging yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat. Kecepatan pertumbuhan juga tergantung pada jumlah makanan yang diberikan, temperatur, ruang, kedalaman air, dan faktor lainnya (Hariati, 2010).

  Ukuran partikel makanan yang diberikan, bergantung pada berat individu ikan dan secara umum harus dapat ditelan. Partikel makanan yang terlalu besar tidak dapat dicerna, sedangkan terlalu kecil mengakibatkan aktivitas ikan lebih banyak, sehingga sedikit energi yang tersedia dari makanan saja yang untuk tumbuh. Makanan yang diberikan pada ikan minimal harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak. Zat-zat ini masing-masing akan diubah menjadi energi yang sangat dibutuhkan, supaya dapat melakukan aktivitas. (Hariati, 2010).

  Cacing Sutera (Tubifex sp.)

  Menurut Barnes (1974) Diacu oleh Hariati (2010), kedudukan taksonomi cacing sutra (Tubifex sp.) adalah sebagai berikut : Filum : Annelida Kelas : Oligochaeta Ordo : Haplotoseida Sub ordo : Tubificina Famili : Tubificidae Genus : Tubifex Species : Tubifex sp.

  Cacing sutera memiliki warna tubuh yang dominan kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat ramping dan halus dengan panjang 1 – 2 cm. Cacing ini sangat senang hidup berkelompok atau bergerombolan karena masing-masing individu berkumpul menjadi koloni yang sulit diurai dan saling berkaitan satu samalain (Hariati, 2010). Morfologi cacing sutera dapat dilihat pada Gambar 3.

  Gambar 3. Cacing Sutera Cacing sutera (Tubifex sp.) merupakan pakan alami yang paling disukai oleh ikan air tawar. Cacing (Tubifex sp.) sangat baik bagi pertumbuhan ikan air tawar karena kandungan proteinnya tinggi. Kandungan gizi cacing Tubifex sp. 54,725% protein, 13,770% lemak, 22,250% karbohidrat (Buwono, 2000). Keunggulan cacing sutera adalah memiliki kandungan protein yang mampu memacu pertumbuhan ikan lebih efisien.

  Pelet Komersil

  Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai bahan makanan kemudian diramu menggunakan formula tertentu sehingga bisa memenuhi kebutuhan gizi ikan secara lengkap. Kandungan air pakan buatan biasanya sekitara 15% sehingga bisa disimpan di ruangan kering dalam waktu relatif lama. Pakan lengkap bisa berbentuk pelet, butiran (granule), remah (crumble), pasta, dan tepung (dust) (Effendi, 2004).

  Hewan air yang dipelihara dalam sistem budidaya biasanya diberi pakan tambahan yang diformulasi dari bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan hewan tersebut. Pelet dan pakan yang diformulasi dari campuran berbagai bahan pakan yang disusun secara khusus sesuai dengan jenis dan masa pertumbuhan ikan disebut pakan buatan (Yuwono dan Sukardi, 2008).

  Protein nabati dalam pelet komersial yang biasa digunakan adalah tepung kedele. Pelet merupakan bentuk pakan yang paling sesuai untuk ikan, karena teksturnya halus, kompak, nilai gizi merata, dan mudah pemberiannya. Filler (bahan pengisi) dalam pembuatan pelet dapat digunakan pakan remah, tepung tapioka dan tepung jagung (Haetami dkk, 2006).

  Pengelolaan Air

  Air adalah komponen penting dalam budidaya perikanan sebagai tempat untuk ikan dan hewan air lainnya hidup, tumbuh, dan berkembang. Akan tetapi kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan ikan stres atau bahkan mengalami kematian. Oleh karena itu, kualitas air harus dikendalikan. Kualitas air dapat dikendalikan bila media pemeliharaan dalam sebuah wadah, maka perubahan kualitas air harus selalu dipantau dan segera diantisipasi (Wijayanti, 2010).

  Pemantauan kualitas air dalam suatu wadah pemeliharaan cukup dilihat dari suhu, pH, oksigen, dan karbondioksida. Hal tersebut disebabkan kualitas air dalam wadah pemeliharaan dapat dikendalikan dengan penyifonan maupun pergantian air setiap hari. Pemantauan kualitas air dilakukan untuk mengetahui gambaran kualitas air secara umum selama pemeliharaan (Wijayanti, 2010)

  Para ahli perikanan memberi syarat dari kualitas air (kimia maupun secara fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele dumbo.

  Berikut ini uraian menurut Khairuman dan Amri (2011) : - Suhu yang cocok untuk memelihara lele dumbo adalah 20 – 30 ºC.