Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan Rhizopus Sp, Saccharomyces Sp Dan Lactobacillus Sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4-6 Bulan

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi

  Sejarah perkembangan usaha ternak babi di Indonesia tidak terlepas dari usaha ternak babi di dunia. Hubungan teknologi peternakan telah ada sejak dahulu dengan Asia dan juga Eropa dan sebelumnya usaha ini masih primitif. Masuknya bangsa asing sebagai pedagang, pengembara, missioner maupun peneliti setidak- tidaknya telah membawa perubahan dengan masuknya teknologi dan hasil teknologi berupa bibit ternak yang kemudian berkembang biak menjadi ternak yang ada. Namun ciri ternak Karo, Nias, Bangka,Tangerang, Karawang, Bali, Toraja, NTT dan Irian Jaya. Daerah tersebut memiliki ternak babi lokal dengan ciri khas umum liar, warna hitam dan dipelihara secara ekstensif bebas berkeliaran dengan berbagai sifat lain pada eksterior dan derajat kemurnian menurut tingkat masuknya darah babi luar (Ginting dan Aritonang , 1989).

  Di Indonesia sudah banyak babi yang didatangkan dari luar negeri, seperti kita kenal adanya babi VDL (Verdeld Duits Landvarken) yang berasal dari jerman barat. Babi yorkshire dikenal pula dengan nama “Large White”, berasal dari inggris mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  • : tegak

  : berbentuk seperti mangkok Kepala/muka

  • : besar, panjang, dalam dan halus

  Telinga

  • : seluruh tubuh berwarna putih

  Badan

  Warna

  • Sifat sebagai induk : bersifat keibuan yang baik dan banyak air susu

  Ternak Babi Yorkshire

  Ternak Babi merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak monogastrik dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak-anaknya.

  Disamping sebagai penghasil daging yang baik, babi juga menghasilkan pupuk yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan khusus untuk babi menghasilkan daging yang sangat baik untuk keperluan bahan pangan (Williamson, 1993).

  Semua jenis babi memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun klasifikasi babi tersebut yaitu: Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Family: Suidae; Sub-family: Scrofa; Genus: Sus; Spesies: Sus scrofa Babi Yorkshire (Sihombing (2006).

  Pertumbuhan Ternak Babi

  Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan pada periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1993).

  Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti. Pola seperti ini menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai (Anggorodi, 1990).

  Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Devendra, 1997).

  Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainya. Misalnya, bila seekor ternak babi membutuhkan 200 hari untuk menaikkan berat badan seberat 100 kg, maka kenaikan berat badannya tiap hari adalah 100kg/200 hari = 0,50 kg tiap hari (Tillman dkk, 1991).

  Sihombing (1984), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat di pengaruhi oleh berat sapih, anak babi yang berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong dibanding anak babi yang berat sapihnya lebih kecil.

  Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki efesiensi produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi bahan kering (Devendra, 1997).

  Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi pertambahan bobot badan dan pertambahan sekuruh jaringan tubuh secara serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau pembesaran ukuran sel.

  Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1980) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.

  Dalam kehidupan sehari-hari proses pertumbuhan tersebut diartikan sebagai pertambahan berat badan sejak adanya konsepsi sampai dewasa.

  (Ensminger, 1991). Selama pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu kenaikan bobot badan yang disebut pertumbuhan sedang yang menyangkut perubahan dalam bentuk dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan defferensial dari jaringan - jaringan bagian tubuh yang berbeda disebut perkembangan.

  Pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri merupakan proses yang berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh siklus hidup ternak sampai ukuran dewasa tercapai.

  Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar dalam ransum. Lubis (1993) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1980).

  Potensi Ternak Babi

  Di banding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan beberapa sifat yang menarik dan menguntungkan seperti di bawah ini: Babi merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi pendapatan secara teratur.

  • dapat mencapai berat potong 100 kg.

  Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari, pada umur dini (150 hari)

  • dan melahirkan dua kali setahun.

  Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran)

  Kemampuan mengembalikan modal tinggi.

  • Efesiensi menggunakan makanan dengan konversi antara 2,4 – 3,4 kg ransum
  • per kg kenaikan bobot badan.

  Proporsi karkasnya tinggi antara 70 -80 %.

  • Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil.
  • Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.
  • Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri.
  • Limbah usahanya berguna untuk pupuk, sumber energi gasbio, dan media
  • pertumbuhan mikroba pengasil pakan ternak dan ikan (Aritonang,1993)

  Sistem Pencernaan Ternak Monogastrik

  Sistem pencernaan disini adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya melalui tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Di samping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluran (ekskresi) bahan-bahan makanan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali.

  Sistem Pencernaan ternak Monogastrik dapat dibagi atas saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ-organ yang diperlukan dalam proses pencernaan bahan makanan. Saluran pencernaan dapat dibagi atas rongga mulut (termasuk faring), oesofagus, lambung, usus kecil, usus besar dan berakhir dengan anus (Parakkasi, 1983). Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

  No KABUPATEN / TAHUN KOTA 2002 2003 2004 2005 2006

  15 Karo 10002 24575 25204 37538 25852

  Ransum Ternak Babi

  25 P. Sidempuan JUMLAH 828.043 849.924 870.980 809.705 822.790 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).

  24 Binjai 1299 2392 2456 2391 1540

  23 Medan 2631 3420 3507 2388 1288

  22 Tebing Tinggi 913 1015 1041 1067 1182

  21 Pematang Siantar 723 1258 1290 1059 1838

  20 Tanjung Balai 357 366 375 214

  19 Sibolga

  18 Langkat 12302 8881 9108 11192 16360

  17 Serdang Bedagai 24585 25214 25859 47394

  16 Deli Serdang 200816 90479 92795 93658 64042

  14 Pakpak Barat 2808 2880 2953 2777

  1 Nias 146683 82951 85074 87200 80402

  13 Dairi 24871 54717 56118 78330 77813

  12 Simalungun 81989 85171 87351 89937 65484

  11 Asahan 24475 41719 25729 15975 15300

  10 Labuhan Batu 20978 91948 7323 8020 10445

  9 Samosir 45295 42787 43856 58836

  8 Toba Samosir 89705 91948 94302 45731 52994

  7 Humbahas 45295 46454 17759 21185

  6 Tapanuli Utara 150732 174509 178976 160640 160221

  5 Tapanuli Tengah 59924 80933 83005 83777 88762

  4 Tapanuli Selatan

  3 Mandailing Natal

  2 Nias Selatan 28861

  Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam (Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

  Tabel 1. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode Konsumsi Air minum

  Umur fase produksi Macam ransum (kg/ekor/hari) (l/ekor/hari)

  1-4 minggu Susu pengganti 0.02-0.05 0.25-0.5 4-8 mnggu Pre Starter 0.5-0.75 0.75-2.0 8-12 minggu Starter 1.00-1.25 2.0-3.5 12-16 minggu Grower 1.5-2.00 3.5-4.0 16-20 minggu Grower 2.25-2.75 4.0-5.0 20 – dijual Finisher 2.75-3.5 5.0-7.0 Induk Grower 1.5-2.00 6.0-8.0 Dara (6 bln) Grower 1.5-2.00 6.0-8.0 Jantan (6 bln) Bibit 2.50-3.50 7.0-9.0 Induk kering Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0 Bunting Bibit 3.00-4.50 15.0-20.0 Induk laktasi Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0 Sumber: Sinaga (2010).

  Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)

  Energi Berat Konsu- Protein Ca P Vitamin A badan msi TDN DE ME

  (Kg) (Kg) (%) (kcal) (Kg) (%) (%) (%)

  I.V./Kg

1-5 1.25 64 3700 3.60 27.00 0.90 0.70 2200

5-10 1.67 70 3500 3.40 20.00 0.80 0.60 2200 10-20 2.00 70 3300 3.20 18.00 0.65 0.55 1750 20-35 2.50 73 3300 3.20 16.00 0.60 0.50 1300 35-60 2.86 73 3300 3.20 14.00 0.55 0.45 1300 60-100 3.75 76 3300 3.20 13.00 0.50 0.40 1300

  Sumber : NRC (1979)

  Fermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal

  Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses ”protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Sarwono, 1996).

  Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).

  Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam medium cair (Hardjo et al., 1989).

  Inokulan Cair

  Inokulan cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat inokulan cair ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.

  Mikroorganisme dasar dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

  Mikroorganisma ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

  Sifat amilolitik, mikroorganisma yaitu saccharyces akan menghasilkan enzim amylase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty

  acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

  Sifat proteolitik, mikroorganisma yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO

  2 dan air.

  Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

  Mikroorganisme Fermentasi Rhizhopus sp

  

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

  ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

  Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim

  β–glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe, isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β– glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β- glukosidase. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).

  Hasil penelitian Rasidi (2002) dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2%, sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

  Saccharomyces sp

  Saccharomyces merupakan genusdan CO

  2 . Saccharomyces

  merupakan mikroorganisme be termasuk termasuk

  o

  kelompok Tumbuh baik pada suhu 30 Cdan pH 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon.

  Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan ZA, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi

  o

  antara 28 – 30

  C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yait

   2012).

  Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

  Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus

  Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces, Candida, Hansenula yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam

  zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah akohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

  Lactobacillus sp Lactobacillus adalaatau

   dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat menguba Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam Banyak spesies dari Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memilikisendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatanlainnya, termasuk juga pakan hewan, sepertiyang berkembang di adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir.

  Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat 2012).

  Berdasarkan penelitian Jamila et al, (2009) memperoleh kesimpulan bahwa penggunaan Lactobacillus sp dalam proses fermentasi feses ayam cenderung meningkatkan kandungan protein kasar feses ayam tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.

  Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

  Kopi

  Nama-nama jenis kulit kopi sulit ditentukan, karena spesies ditentukan oleh beberapa pengarang buku dari 25 sampai 100 lebih. (Johnson, 1976) menyusun daftar sebanyak 64% spesies, tetapi ada yang hanya dianggap sebagai varietas saja. Maka jenis spesies yang tepat kurang lebih ada 60. Kebanyakan spesies itu terdapat di Afrika tropis, yakni sebanyak 33 Spp, 14 Spp di Madagaskar, 3 Spp di Mauritius dan Reunion, 10 Spp di Asia Tenggara.

  Setelah kopi dipanen, kulitnya dikupas. Kemudian, bijinya dijemur. Biasanya, kulit kopi kecoklatan yang dipisahkan dari biji-biji kopi tersebut akan dibuang begitu saja atau paling tidak kulit kopi yang dipisahkan dari biji itu tadi dikumpulkan lalu dibiarkan hingga busuk. Selanjutnya ditaruh di sekeliling pohon kopi. Maksudnya sebagai pengganti pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan tanaman. Umumnya hal seperti itulah yang sering dilakukan petani kopi.

  Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan (Azwar dan Azrul, 1983).

  Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%, kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna mengindari penjamuran (Murni et.al, 2008).

  Buah Kopi

  Sebagian besar, buah terdapat pada cabang primer atau sekunder sebagaimana halnya dengan bunga. Dari bunga sampai menjadi buah itu masak, makan waktu 7-9 bulan. Buah kopi yang muda berwarna hijau, tetapi setelah tua menjadi kuning dan kalau masak warnanya menjadi merah. Besar buah kira-kira

  1

  1 / 2 x 1 cm dan bertangkai pendek (AAK, 1980).

  Menurut Semangun (1996) Buah terdiri dari kulit dan biji ; a. Kulit

  Kulit terdiri dari : 1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp, lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah.

  2. Daging buah, daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. b.

  Biji Biji terdiri dari dua bagian : 1. Kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut selaput perak atau kulit ari.

  2. Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji yang data salurannya yang arahnya memanjang dan ke dalam, merupakan lubang yang panjang sama dengan bijinya. Sejajar dengan saluran itu terdapat satu lubang yang yang berukuran lebih sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup.

  Gambar 1. Susunan Buah Kulit Kopi Menurut data statistik (BPS, 2003), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius. Sementara ini pemanfaatannya belum optimal dan terbatas untuk pakan ternak, karena mempunyai kendala kandungan serat kasar yang tinggi (33.14%) dan protein yang rendah (8.8).Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan pelaksanaannya sangat mudah, kulit kopi yang telah diamoniasi mempunyai kandungan protein 17.88%, kecernaan 50% (dari 40%), VFA 143 mM (dari 102 mM) dan NH

  3 12.04 mM (dari 4.8 mM). Struktur dinding sel kulit kopi menjadi

  lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga menjadi lebih mudah di handling. Dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar), bahan pakan yang difermentasi dapat tahan lama. Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa amoniasi dan setelah difermentasi.

  Zat Nutrisi Tanpa diamoniasi Setelah difermentasi Bahan Kering 56,79 93,84 Lemak Kasar 4,25 2,34 Serat Kasar 23,67 30,40 Protein Kasar 11,90 15,61 Abu 16,01 17,52 Kadar Air 19,97 15,29 G E 4,1211 4,2119

  Sumber : Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011) Menurut Widayati dan Widalestari (1996), berikut ini adalah syarat-syarat ransum yang baik :

  1. Jumlah dan jenis makanan disesuaikan dengan fase ternak. Fase ternak meliputi fase awal, fase pertumbuhan, fase pembibitan dan fase produksi.

  Apabila produksi ternak tinggi tentu semakin tinggi pula jumlah dan mutu ransum. Demikian pula cara pengelolaannya, ternak yang dikurung tentu memerlukan jumlah ransum yang lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang dibiarkan bebas.

  2. Bentuk fisik ransum harus disesuaikan. Baik untuk ternak unggas maupun untuk ternak ruminansia, agar nafsu makan dan pencernaan ternak tidak terganggu.

  3. Ransum tidak akan mengakibatkan gangguan pencernaan yang dapat mengurangi manfaat zat gizi. Table 3. Kandungan zat gizi kulit kopi Zat Nutrisi Kandungan (%) Bahak Kering

  89.7 Protein Kasar

  6.6 Lemak Kasar

  0.72 Serat Kasar

  18.69 TDN

  27.65 Energi (Mcal/ME) 1901.9

  • Hasil Analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian Bogor (2003)
  • Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2008)

  Kulit Kopi

  Kulit kopi memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak. Ternak yang bisa memanfaatkan limbah kopi antara lain maupun ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Pemanfaatan kulit buah kopi sebagai bahan pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk sudah diolah melalui proses fermentase. Pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak belum optimal. Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5 % kulit ari dan 40 % biji kopi. Utomo (1982) mengatakan bahwa daging buah kopi dihasilkan pada pengolahan buah kopi secara kering atau basah. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengolahan secara kering akan dihasilkan daging buah yang berserat dan sedikit kasar. Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian besarnya dibuang atau dibenamkan dalam tanah untuk dijadikan pupuk organik pada lahan perkebunan.

  Konsumsi Pakan

  Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sedikit lemas walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu makannya akan turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air akan meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat berkembang dan daya tahan tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

  Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Menurut Departemen Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi ransum adalah palatabilitas.

  Ransum ternak dikatakan baik apabila ransum konsumsi ternak secara normal dan menyupai zat - zat makanan dengan perbandingan yang sesuai sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh berjalan normal, (Parakkasi, 1983).

  Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh faktor, antara lain: umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat protein.

  Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).

  Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan semakin banyak jumlah pakan yang di konsumsi.

  Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah makanan yang tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1995) konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.

  Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada dalam pakan tersebut (Wahyu, 1985).

  Pertumbuhan yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi ransum yang lebih banyak pula (Rasyaf, 2000).

  Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa cekaman antara lain seperti penyakit, defisiensi zat makanan, kondisi berdebu¸terlalu padat, kotor, kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, rebut yang tidak biasa, pemindahan, penangkapan, memasukkan ke dalam peti, yang semuanya itu menciptakan cekaman (Wahyu, 1997).

  Konversi Pakan

  Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi seekor ternak babi dalam waktu tertentu, guna membentuk pertambahan berat badan dalam satuan tertentu. Angka konversi menunjukkan tingakat efisiensi pengguanaan pakan artinya jika angka konversi pakan semakin besar maka penggunaan pakan tersebut kurang ekonomis atau boros (Anonimous, 1988).

  Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tilman et al., (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka semakin buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.

  Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1985).

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Terhadap Performans Kambing Kacang Jantan Lepas Sapih

2 68 57

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan Rhizopus Sp, Saccharomyces Sp Dan Lactobacillus Sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4-6 Bulan

2 62 53

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah Jantan

1 60 85

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L,.)Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace

3 67 60

Pemanfaatan Kulit Buah Markisa {Passiflora Edulis) Yang Difermentasi Dengan Aspergillus Niger Terhadap Karras Ayam Broiler Umur 8 Minggu

0 34 62

Substitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao(Theobroma cacao L) Dipermentasi Dengan Rhizopus SP, Saccharomyces SP, Lactobacilus SP Terhadap Performans Ternak Babi Perternakan Larance Jantan

0 46 68

Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans iiItik Raja Umur 1-7 Minggu.

0 55 48

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Diamoniasi Pada Pakan Domba Terhadap Persentase Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

0 41 63

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi yang Diamoniasi pada Pakan Domba terhadap Performans Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

0 52 85

Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Terhadap Performans Kambing Kacang Jantan Lepas Sapih

0 1 16