Substitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao(Theobroma cacao L) Dipermentasi Dengan Rhizopus SP, Saccharomyces SP, Lactobacilus SP Terhadap Performans Ternak Babi Perternakan Larance Jantan

70

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi ransum yang diberikan selama penelitian

Bahan pakan
Tepung Jagung Tepung Ikan Dedak Padi Pod Kakao Molases CP 152 Total

1 (%) 50 1 17,5 7,5 4 20 100

Perlakuan

2 (%) 3 (%)

4 (%)

50 50

50


11

1

15 12,5

10

10 12,5

15

44

4

20 20

20


100 100

100

5 (%) 50 1 7,5 17,5 4 20 100

Lampiran 2. Jumlah kandungan nutrisi dalam tiap perlakuan

Nutrisi

Kandungan Nutrisi dalam perlakuan

Universitas Sumatera Utara

71

Protein Kasar (PK) (%) Energi Metabolis (EM) (Kkal) Serat Kasar (SK) (%) Lemak Kasar (LK) (%) Ca (%) P (%)

12 16,25 16,21 2.804,1 2.831,4
6,6 7,2 2,72 2,74 0,89 0,92

11

3 16,17 2.858,7
7,8 2,77 0,95
1

4 16,14 2.886
8,4 2,8 0,97 1

5 16,10 2.913 9,0 2,82
1 1

Lampiran 3. Data suhu kandang selama penelitian

Minggu

Suhu (C°) Pagi Siang Sore

I 23,28 35 25,28


II

23,85

36,42

25,14

III

23,85

36,28

25

IV

23,57


36,42

v2i5i,14

V

23,14

34,85

26,71

VI 24,71 37 25,85

VII

24,57

35,71


26

VII

24,28

35,28

25,71

IX

25,14

35,42

26,14

X


24,57

36,42

25,85

XI

24

36,28

25,57

XII

24,5 37,16

26


Rata-rata

24,12

36,02

25,70

Rata-rata
27,85 28,47 28,38 28,38 28,23 29,19 28,76 28,42 28,90 28,95 28,62 29,22 28,61

50

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

66

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.


Amiroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat (Theobrama cacao l.,) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Aregheore, E.M. 2000. Crop Residues and Agroindustrial by Product in Four Pacific Island Countries: Availability, Utilization and Potencial Valuein Ruminant Nutrition. Asian – aust. J.of Anim.Sci.13 (suplement B): 266-269.

Aritonang, D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha.Penebar swadaya. Jakarta.

Baharuddin, W. 2007. Mengelola Kulit buah Kakao menjadi Bahan Pakan Ternak. http://Disnaksulsel. Info.

Balai Penelitian Ternak Ciawi (BPT). 1997. Rekomendasi penggunaan kulit kakao sebagai pakan alternatif.

Bogart, R. 1977. Scientific Farm Animal Production Burgers Publishing Co.

Minneapolis.

Minnesota. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011.

Sauland Sinaga dan Sri Martini.

Brata, B. 1997. Selesksi dan Penggunaan Galur Trichoderma Harzianum untuk Meningkatkan Mutu Isi Rumen Serta Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Disitasi dari Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 2006. Siwitri K, Bieng Brata, dan Roslin Lubantoruan.


Campbel, J.R. and Lasley. 1985. The Science of Animal That Served Mankind. 3th ed. Tata Mc Grow Hill Publishing Company Limited. New Delhi PP 390-392. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011. Sauland Sinaga.

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara. 2007. Populasi Ternak Babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2002-2006.

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara/Livestock Office of Sumatera Utara Province. 2011. Populasi ternak kecil menurut jenis tahun 2001-2010 di Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

67
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera Utara Province. 2011. Luas Tanam4a6n dan Produksi Coklat (Theobroma cacao L) Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2010.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Ensminger, M.E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger
Publising Company. USA. Ewan, C.V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles
Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food Science, 57,677-682. Ginting, N. 2010. Compost Centre. Guidelines, Training On Compost : A TakakuraMethod.Sumatera Utara University Campus. Medan. Guntoro, S. dan I-M. Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Fermentasi. Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Pustlibang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. J, Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Juli 2005. 8(2). Disitasi dari Karya Tulis Ilmiah. 2011. Ria Puspita Sari. Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang. Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Gravindo Persada. Jakarta. Hardjo, S.N.S. Indrasti dan B Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pagan dan Gizi IPB. Bogor. Hartadi, H, Reksohardiprodjo, S, dan Tillman, A, D,. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Johnson, 1976. The Health of Pigs. Longman Scientific and Tehnical. England. Kidder, D.E. dan M. J. Manners. 1978. Digestionin The Pig. Scientehnica. Bristol Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU. 2000. Medan. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2011. Galang. Sumatera Utara. Lay, B.W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta. Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara

68
Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang. Disitasi dari Karya Tulis Ilmiah. 2011. Ria Puspita Sari.
North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Third Edition. The Avi Publishing company inc, Westport. Connecticut.
National Research Council. 1979. Nutrient Requirement Of Domestic Animals. National Academy Press. Washington DC.

National Research Council. 1998. Nutrient Requirement Of Swine. Tenth Revised Edition. National Academy Press. Washington DC.
Parrakasi, A. 1985. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Parrakasi, A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Http://Id.Plantamor.Org/Wiki. “Taksonomi Kakao”, [ diakses pada tanggal 1
Desember 2012 pukul 07.00 wib]. Medan. http://id.wikipedia.org. “Saccharomyces sp”. [ diakses pada tanggal 1 Desember
2012 pukul 07.00 wib]. Medan. http://id.wikipedia.org. “Lactobacillus sp”. [ diakses pada tanggal 1 Desember
2012 pukul 11.00 wib]. Medan. Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston.
Texas. Pond, W. G. dan J. H. Maner. 1974. Swine Production in Temperature and
Tropical Environmnets. W. H. Freeman and Company. San Francisco. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak, 2010, Vol, 10. No 2, 95-100 oleh Sauland Sinaga. Rasyaf, M., 1989. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M., 1992. Seputar ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta. Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sihombing, D.T.H. 1984. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sihombing, D.T.H. 1997. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB. Edisi Pertama. Bogor.
Universitas Sumatera Utara

69
Sihombing, D.T.H. 2006. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB. Edisi Kedua. Bogor.
Sinaga, S., 2010. Peternakan Babi Kereman di Kretek Wonosobo. Artikel. http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga. [Diakses tanggal 22 Maret 2012].
Tanaka, K,. T. Tomita, H, Martojo dan D. T. H. Sihombing 1980. Morphological and Genetical Ivestigation on He Ancestries Of Domestic Animal in Indonesia ith Special Reference to the Native Pigs. Report to the Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Tarka, S.M., B.L. Zoumas and G. A. Trout. 1998. Examination of Effect Cacao Shell with Theobromin in Lamb. Nutrition report International. Disitasi dari Penelitian dan Pengadian Masyarakat. 2009, oleh Nuraini dan Maria Endo Mahata.
Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya
Williamson G. And W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan oleh : IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winarno, F. S. 1983. Enzim Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F, G dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung
Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jalan Galang, Kampung Baru, Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai dari bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh ekor ternak babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur dua bulan yang sudah dikatrasi sebagai objek yang akan diteliti, dedak pod kakao fermentasi, dedak padi, jagung, konsentrat CP 152, tepung ikan sebagai bahan pakan. Air tebu, ragi tempe, ragi tape, biokult sebagai fermentator pembuatan inokulan cair serta obat-obatan seperti obat cacing Therammicyn dan Pestifa dan air minum.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual
sebanyak dua puluh plot beserta perlengkapannya, tempat pakan dan tempat air minum, timbangan untuk menimbang bobot badan hidup berkapasitas 50 Kg dengan kepekaan 200 g dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan kepekaan 20 gr untuk menimbang pakan, alat kebersihan (masker, sepatu bot, kereta sorong, ember, sekop dan sapu lidi), thermometer ruang sebagai pengukur suhu kandang, alat tulis, kalkulator dan alat penerangan, mesin penggiling (grinder) untuk
47
Universitas Sumatera Utara

48
menggiling pod kakao fermentasi, mesin pengaduk bahan pakan (mixer), terpal plastik untuk alat menjemur pakan. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan. Perlakuan yang diteliti adalah:
Ulangan yang didapat berasal dari rumus:
t(n-1)≥15
4(n-1) ≥15
4n-4≥15
4n≥19
n≥4, 75
n≈5
Perlakuan penelitian yaitu: P1 = Pakan dengan 7,5% dedak pod kakao fermentasi dan 17,5% dedak padi
dalam formula. P2 = Pakan dengan 10% dedak pod kakao fermentasi dan 15% dedak padi
dalam formula. P3 = Pakan dengan 12,5% dedak pod kakao fermentasi dan 12,5% dedak
padi dalam formula. P4 = Pakan dengan 15% dedak pod kakao fermentasi dan 10% dedak padi
dalam formula. P5 = Pakan dengan 17,5% dedak pod kakao fermentasi dan 7,5% dedak padi
dalam formula.
Universitas Sumatera Utara

49
Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
P44 P33 P12 P22 P11 P32 P21 P42 P34 P43 P54 P13 P24 P52 P23 P53 P41 P51 P14 P31
Model matematika percobaan yang digunakan adalah: iYij = µ + γi + εij Dimana:
i = 1, 2, 3,................i = perlakuan j = 1, 2, 3,................i = ulangan Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j µ = nilai tengah umum γi = pengaruh perlakuan ke-i εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j. (Hanafiah, 2003).
Universitas Sumatera Utara

50

Parameter penelitian

1. Konsumsi pakan (gr/ekor/hari) Konsumsi pakan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa pakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Konsumsi pakan = ransum awal – ransum sisa.
2. Konversi pakan = Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggunya berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh Dapat dirumuskan sebagai berikut:
Konsumsi Pakan

Konversi Pakan =

Pertambahan Berat Badan

x 100%

3. Pertambahan bobot badan (gr/ekor/hari) Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal. Dengan rumus sebagai berikut: Pertambahan Bobot Badan (PBB) = bobot badan akhir – bobot badan awal.
Pelaksanaan penelitian 1. Persiapan kandang
Universitas Sumatera Utara

51
Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu membuat kandang sebanyak 20 unit/plot dengan masing-masing kandang memiliki ukuran 1,25 m x 1,25 m yang terbuat dari kayu sisa olahan pabrik. Kandang babi dan tempat pakan yang terbuat dari bak plastik serta tempat minum berupa ember plastik disucihamakan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan. Bola lampu sebagai alat penerangan kandang dipersiapkan. 2. Penentuan Ternak Penelitian ini menggunakan ternak 20 ekor babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2 bulan yang sudah dikatrasi. Pemilihan umur sangat penting karena menggingat ternak pada umur lepas sapih adalah umur produktif pada ternak. 3. Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur air tebu (gula merah), ragi tape, ragi tempe, dan biokult.
Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral
Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter
Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram
Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram
Dimasukkan biokult sebanyak 15 ml
Universitas Sumatera Utara

52
Diaduk seluruh bahan sampai merata
Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama tiga (3) hari
Gambar 1. Skema pembuatan inokulan cair
Semuanya dimasukkan ke dalam galon air mineral, bagian atas galon di tutup dengan kantongan plastik ukuran 1 Kg, diikat dengan tali pengikat dan dibiarkan selama 3 hari. Manfaat penutupan dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi keadaan mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik terjadi proses pengelembungan, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair. 4. Pembuatan pod kakao fermentasi Pembuatan pod kakao fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain kulit buah kakao, inokulan cair, dedak halus. Alat yang digunakan yaitu terpal plastik untuk alas fermentasi. Pod kakao yang sudah dicacah dalam ukuran kecil diserakkan di atas terpal, kemudian di siram dengan inokulan cair secara merata kemudian seluruh material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membolak-balik dengan menggunakan sekop atau garpu. Kemudian ditutup dengan selimut/tikar bekas/sabut kelapa bekas agar panas yang terbentuk dan mempercepat proses fermentasi. Dibiarkan selama 5 hari, pod kako yang sudah rapuh sudah bisa di keringkan. Pembuatan dedak pod kakao dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat dedak/grinder. Setelah
Universitas Sumatera Utara

53 menjadi dedak disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab, tidak lepas pembuatan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Premixing yaitu mencampurkan komponen bahan yang digunakan dalam bentuk inokulan cair.
b. Mixing yaitu mencampurkan semua komponen bahan pakan yang akan digunakan.
c. Drying yaitu pengeringan bahan pakan dengan cara penjemuran.
Pembuatan inokulan cair
Pencampuran 500kg pod kakao dengan inokulan cair + dedak padi 15% dari
bahan
Campuran kulit dengan inokulan cair ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 5 hari
Diukur suhunya dengan termometer ruang
Pod kakao fermentasi di jemur sampai kering
Di grinder / di giling Gambar 2. Skema pembuatan pod kakao fermentasi.
Universitas Sumatera Utara

54
5. Pengacakan Babi Penelitian ini menggunakan ternak 20 ekor babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2 bulan yang sudah dikatrasi. Penempatan ternak babi dilakukan dengan sistem pengacakan dengan tidak membedakan bobot badan. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal babi.
6. Pemeliharaan babi peranakan Landrace jantan Pakan yang sudah diformulasi berupa kombinasi antara pod kakao fermentasi dengan dedak padi diberikan selama 12 minggu. Babi peranakan Landrace jantan ditempatkan pada kandang, setiap kandang terdiri dari satu ekor babi. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ekor babi sebagai ulangan.
7. Pemberian pakan dan air minum Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan perlakuan. Sisa pakan yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air minum juga dilakukan secara ad libitum. Air minum diganti setiap hari sekaligus dilakukan pemandian terhadap ternak dan tempat air minumnya dicuci dengan air bersih. Ternak babi dimandikan dua kali sehari.
8. Pemberian obat - obatan Ternak babi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa adaptasi, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.
9. Pengamatan dan pengambilan data
Universitas Sumatera Utara

55 Pemberian pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan babi dengan timbangan untuk menimbang bobot badan hidup berkapasitas 50 Kg dengan kepekaan 200 g dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan kepekaan 20 g dilakukan setiap minggu dan pengambilan data pengukuran suhu kandang penelitian dilakukan tiga kali sehari dimulai dari pagi, siang dan malam hari dengan menggunakan thermometer ruang setelah selesai pemberian pakan dan minum pada ternak babi.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum babi peranakan Landrace jantan yang diperoleh dari minggu pertama sampai minggu ke dua belas.

Konsumsi pakan

Konsumsi pakan adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan yang diberikan pada ternak. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Konsumsi pakan = jumlah pakan yang diberikan (gr/ekor/hari) – pakan sisa (gr/ekor/hari).

Pakan yang diberikan selama penelitian ini adalah pakan hasil formulasi yang disesuaikan dengan perlakuan, pakan dan air minum yang diberikan secara ad-libitum. Hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh pemberian pod kakao fermentasi dengan dedak padi terhadap konsumsi pakan per hari pada babi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan konsumsi pakan ternak babi peranakan Landrace jantan selama penelitian (gr/ekor/hari).

Perlakuan
P1 P2 P3 P4 P5 Total Rataan

1 928,33 1.512,74 1.438,21 1.060,83 894,29 5.942,86

Ulangan 23 -- 1.362,26 1.144,88 1.494,29 1.521,67 1.319,88 702,50 838,33 1.537,62 1.081,90 4.980,95 6.188,10

4 815,71 1.425,00 762,14 1.521,79 829,40 5.452,38

Total
3.106,31 5.576,90 5.041,90 4.123,45 4.343,21 2.2191,79

Rataan
1.035,44 1.394,23 1.260,48 1.030,86 1.085,80
1.180,91

56
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 11, konsumsi ransum harian ternak babi peranakan Landrace jantan rata-rata secara keseluruhan adalah 1.180,91 gr/ekor/hari. Konsumsi ransum hasil penelitian ini sesuai dengan konsumsi ransum yang dianjurkan oleh NRC (1998) yang menyatakan konsumsi ransum pada babi stater 950 – 1425 gr/ekor/hari, dengan rata-rata 1250 gr/ekor/hari.
Berdasarkan Tabel 11, konsumsi pakan harian tertinggi diperlihatkan oleh babi yang diberi pakan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15,% dedak padi dalam ransum sebesar 1.394,23 gr/ekor/hari, kemudian berturut-turut mengalami penurunan konsumsi pada P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum sebesar 1.260,48 gr/ekor/hari, pada P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi dalam ransum sebesar 1.085,80 gr/ekor/hari, pada P1 yaitu pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi dalam ransum sebesar 1.035,44 gr/ekor/hari, dan pada perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi dalam ransum sebesar 1.030,86 gr/ekor/hari. Tinggi rendahnya tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas dan tingkat energi yang terkandung dalam pakan yang diberikan, hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo (2011), yang menyatakan faktor umum yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan, namun semuanya itu tergantung daripada kandungan zat bahan makanan yang terkandung dalam ransum. Palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi ransum dan tergantung pada bau, rasa, tekstur atau bentuk dan suhu. Penurunan jumlah konsumsi juga dapat disebabkan oleh bau yang khas dan rasa yang agak pahit dan mulai berpengaruh pada perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi
57
Universitas Sumatera Utara

58
dengan 15,% dedak padi, kemudian berturut-turut mengalami penurunan konsumsi pada P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi, pada P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi, pada P1 yaitu pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi, dan pada perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi yang lebih selektif dan lebih lama waktu makannya ditambah lagi faktor pakan penelitian diberikan dalam bentuk tepung (smash) kering.
Dari data yang diperoleh selama penelitian di dapatkan salah satu faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pakan yaitu suhu. Hasil pengukuran suhu kandang yang diukur dengan thermometer ruang diperoleh suhu 23-38°C. Bila dibandingkan dengan pernyataan dari Sihombing (2006) yang menyatakan temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat, dan akan terjadi perubahan tingkah laku. Perolehan suhu kandang yang terlalu tinggi yaitu 2338°C menyebabkan konsumsi babi akan menurun, konsumsi air meningkat dan perubahan tingkah laku yang mengarah pada stres dan kematian.
Bila dilihat dari tingkat kematian atau mortalitas pada ternak babi selama penelitian sebanyak 1 ekor pada perlakuan P12. Tingkat mortalitas yang diperoleh rendah yaitu 5% dari 20 ekor ternak babi bila dibandingkan dengan batas keberhasilan suatu peternakan yaitu dengan mortalitas maksimal 10%.
Universitas Sumatera Utara

59

Hasil analisa sidik ragam menunjukan bahwa pemberian pod kakao fermentasi yang difermentasikan dengan Rhizoups sp, Sacharomyces sp dan Lactobacillus sp menunjukan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan babi peranakan Landrace jantan. Kondisi ini disebabkan oleh kandungan energi dan protein pada setiap ransum perlakuan adalah sama, sehingga kebutuhan energi dan protein untuk babi periode stater terpenuhi dari setiap ransum perlakuan. Hal ini didukung oleh North (1984), yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan energi dan protein yang tersedia dalam ransum.

Tabel 12 . Uji Beda Nyata (BNT) konsumsi pakan.

Perlakuan

Rataan

P2 1.394,23

P3 1.260,48

P5 1.085,80

P1 1.035,44

P4 1.030,86

Notasi A A B B B

Hasil uji lanjut BNT menunujukan bahwa konsumsi pakan babi peranakan Landrace jantan pada perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi dalam ransum, menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) dengan pemberian perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi P1 pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi dalam ransum, perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi dalam ransum, dan dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara

60

perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Dari data konsumsi keseluruhan di atas terdapat perbedaan ditiap perlakuannya. Semakin tinggi level penggunaan substitusi pod kakao fermentasi dengan dedak padi di dalam pakan maka terjadi penurunan tingkat konsumsi sebaliknya semakin rendah level penggunaan kulit kakao fermentasi dalam pakan yang digunakan semakin besar konsumsi pakan pada ternak.

Konversi pakan

Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggunya berdasarkan pengukuran di kandang dan nilai yang diperoleh.

Hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan babi umur 2 bulan atau periode stater dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konversi pakan babi peranakan Landrace jantan

Perlakuan
1 2 3 4 5 Total Rataan

1 4,38 4,29 3,87 5,01 5,37 22,92

Ulangan 23 - 4,09 3,46 4,27 3,12 3,56 4,50 3,35 4,18 3,40 15,26 18,68

4 4,93 4,31 4,45 4,25 4,80 22,73

Total
13,40 16,33 15,00 17,11 17,75 79,59

Rataan
4,47 4,08 3,75 4,28 4,44
4,20

Berdasarkan Tabel 13 di atas, di dapat rataan konversi pakan babi peranakan Landrace jantan pada perlakuan P1 yaitu pemberian 7,5% kakao

Universitas Sumatera Utara

61

fermentasi dengan 17,5% dedak padi sebesar 4,47, perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi sebesar 4,08%, perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi sebesar 3,75, perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi sebesar 4,28, dan perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi sebesar 4,44. Dan total rataan konversi pakan babi peranakan Landrace jantan sebesar 4,20. Konversi ransum harian hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dianjurkan oleh NRC (1998) yakni 3,68 – 4,21. Ada beberapa data konversi pakan dari setiap perlakuan yang menunjukan diatas batasan 4,21 yaitu pada perlakuan P1 sebesar 4,47, perlakuan P5 sebesar 4,44, dan perlakuan P4 sebesar 4,28 sedangkan perlakuan P2 sebesar 4,08 dan perlakuan P3 sebesar 3,75 termasuk nilai konversi yang baik. Hal ini disebabkan oleh ketidakmurnian keturunan atau kurangnya pencatatan dari ternak babi peranakan Landrace yang diteliti, sehingga efisiensi penggunaan ransum tidak sebaik Landrace murni.

Tabel 14 . Uji Beda Nyata (BNT) konversi pakan.

Perlakuan

Rataan

P1 4,47

P5 4,44

P4 4,28

P2 4,08

P3 3,75

Notasi A A A A B

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pemberian dedak kulit kakao fermentasi yang difermentasi dengan Rhizopus sp, Sacchromyces sp, dan Lactobacillus sp menunjukan berbeda sangat nyata (P>0,01) terhadap konversi

Universitas Sumatera Utara

62

pakan babi Landrace jantan. Perlakuan P1 pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi dalam ransum, perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi dalam ransum, perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi dalam ransum, perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi dengan menunjukan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum. Hal ini menunjukan bahwa pod kakao fermentasi memberikan pengaruh baik terhadap konversi pakan.

Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal.

Dengan rumus sebagai berikut:

Pertambahan Bobot Badan (gr/ekor/hari) = bobot badan akhir – bobot badan awal.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan substitusi pod kakao fermentasi dengan dedak padi pada peranakan babi Landrace jantan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan pertambahan bobot badan babi peranakan Landrace jantan (gr/ekor/hari).

Perlakuan
1 2 3 4

1 211,90 352,38 371,43 211,90

Ulangan 23 - 333,33 330,95 350,00 488,10 370,24 155,95 250,00

4 165,48 330,95 171,43 358,33

Total
710,71 1364,29 1401,19 976,19

Rataan
236,90 341,07 350,30 244,05

Universitas Sumatera Utara

63

5 Total Rataan

166,67 367,86 317,86 172,62 1025,00 1314,29 1342,86 1621,43 1198,81 5477,38

256,25 285,71

Pada Tabel 15 di atas menunjukan rataan pertambahan bobot badan babi peranakan Landrace jantan pada perlakuan P1 yaitu pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi sebesar 236,90 (gr/ekor/hari), perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi sebesar 341,07 (gr/ekor/hari), perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi sebesar 350,30 (gr/ekor/hari), perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi sebesar 244,05 (gr/ekor/hari), dan perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi sebesar 256,65 (gr/ekor/hari). Dengan total rataan keseluruhan pertambahan bobot badan sebesar 285,71 (gr/ekor/hari). Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari hasil penelitian nilainya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi oleh NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari. Bangsa babi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peranakan Landrace jantan yang diperoleh dari hasil persilangan. Sehingga laju pertumbuhannya tidak sebaik bangsa babi Landrace murni.

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pemberian pod kakao fermentasi yang difermentasikan dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp menunjukan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan berat badan babi peranakan Landrace jantan. Terdapatnya perbedaan pertambahan berat badan babi disebabkan oleh adanya perbedaan pemberian pod

Universitas Sumatera Utara

64

kakao fermentasi yang difermentasikan dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp.

Tabel 16. Uji Beda Nyata (BNT) menunjukan pertambahan bobot badan.

Perlakuan

Rataan

Notasi

P3 350,30

A

P2 341,07

A

P5 256,25

B

P4 244,05

B

P1 236,90

B

Hasil uji lanjut BNT menunujukan bahwa konsumsi pakan babi peranakan Landrace jantan pada perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi dalam ransum, menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) dengan pemberian P1 pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi dalam ransum , perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi dalam ransum, perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi dan dibandingkan dengan perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

65

Kesimpulan
Pod kakao (Theobroma cacao L) yang difermentasi dengan Rhizopus sp, Saccromyces sp dan Lactobacillus sp merupakan bahan pakan ternak yang baik. Pod kakao dapat digunakan sebagai substitusi dedak padi dalam ransum dengan keberadaan dedak padi dalam ransum ternak babi sebesar 25% dapat digantikan sebanyak 50% oleh pod kakao fermentasi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan agar pada areal perkebunan kakao agar dapat memanfaatkan hasil samping pod kakao sebagai bahan pakan ternak.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Babi Semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam
sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mamalia (menyusui), Ordo: Artiodactyla (berjari/berkuku genap), Genus: Sus, Species: Sus scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, Sus barbatus (Sihombing, 1997).
Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).
Ternak babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan gizi yang sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi memiliki konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah menjadi daging dan lemak dengan sangat efisien. Ternak babi bersifat peridi (Prolific), satu kali beranak bisa 6-12 ekor dan setiap beranak 2 kali di dalam satu tahun. Persentase karkas babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan persentase karkas kambing dan domba 45-55%, kerbau 38%, sapi 50-60%. Dan ternak babi juga sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil ikutan pertanian maupun pabrik (Lubis ,1963).
22
Universitas Sumatera Utara

23
Sifat-sifat fisik yang tampak pada babi adalah warna tubuh, besar dan gemuk serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan menjadi 5, yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang (belted) dan bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan besar dan kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar yaitu bila babi besar dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan tipe babi kecil yaitu bila babi kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas (hot blood atau chuffy). Sedangkan sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan kecepatan dewasa artinya penggolongan babi dalam laju kecepatan babi untuk mencapai tahap dewasa (Tanaka dkk., 1980).
Babi Landrace Babi landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, termasuk babi
bacon yang berkualitas tingi. Babi Landrace sangat populer sehingga dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia, yakni American Landrace dan Australian Landarce. Babi ini berwarna putih, terkenal babi bertubuh panjang seperti busur, besar, lebar, bulu halus, dan juga kakinya panjang. Babi ini terkenal sangat profilik hingga kini babi ini juga yang terbukti paling banyak per kelahiran, serta presentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya 16-17 pasang dan sampai kini puting susu babi inilah yang terbanyak diantara bangsa babi unggul. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320-410 kg dan induk berbobot 250-340 kg. Kelemahan babi ini adalah kaki belakang yang lemah terutama saat induk bunting, dan hasil daging yang pucat (Sihombing, 2006).
Universitas Sumatera Utara

24

Potensi Ternak Babi

Peternakan babi disamping sebagai sarana untuk menghasilkan protein hewani, juga merupakan sarana untuk mendatangkan keuntungan bagi pengusaha. Hal ini karena ternak babi dapat mengubah atau memanfaatkan sisa makanan yang sudah tidak digunakan oleh manusia menjadi daging dan lemak yang mempunyai nilai gizi tinggi (Pond dan Manner, 1974).

Tabel 1. Populasi ternak kecil menurut jenis tahun 2001-2010 di Provinsi Sumatera Utara

Tahun / Year (1)

Jenis Ternak/Kind of Livestock

Kambing/Goat

Domba/Sheep

Babi/Pig

(2) (3) (4)

2001 2002 2003 2004 2005

703 393 707 965 712 566 717 196 640 500

199 312 215 217 232 391 250 935 271 314

807 375 828 043 849 240 870 980 809 705

2006

643 860

275 844

822 790

2007

759 965

287 021

802 776

2008

618 394

268 291

733 864

2009

625 815

270 420

653 150

2010

744 535

317 777

742 670

Sumber/Source : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara/Livestock Office of Sumatera Utara Province. 2011.

Universitas Sumatera Utara

25

Dibanding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan beberapa sifat yang menarik dan menguntungkan seperti di bawah ini:

- Babi bentuk merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi pendapatan secara teratur.
- Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari. - Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran)
dan melahirkan dua kali setahun. - Kemampuan mengembalikan modal tinggi. - Proporsi karkasnya tinggi antara 65-80%. - Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil. - Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.
Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri, limbah berguna untuk pupuk, sumber energi biogas dan media pertumbuhan mikroba penghasil pakan ternak dan ikan (Aritonang, 1993).

Tujuan utama dari produsen ternak babi adalah mengusahakan agar diperoleh keuntungan yang memuaskan dari penjualan stok bibit, babi sapihan, melestarikan tradisi keluarga, memenuhi suatu corak kehidupan desa dan berpartisipasi aktif dalam pengadaan pangan nasional (Johnson, 1976).

Tabel 2. Populasi Ternak Babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2002-2006

No Kabupaten Kota
1 Nias 2 Nias Selatan 3 Mandailing Natal 4 Tapanuli Selatan 5 Tapanuli Tengah 6 Tapanuli Utara 7 Humbahas

2002 146.683
0 0 0 59.924 150.732 0

2003 82.951
0 0 0 80.933 174.509 45.295

Tahun 2004 85.074 0 0 0 83.005
178.976 46.454

2005 87.200
0 0 0 83.777 16.0640 17.759

2006 80.402 28.861
0 0 88.762 160.221 21.185

Universitas Sumatera Utara

26

8 Toba Samosir

89.705 91.948 94.302

9 Samosir

0 45.295 42.787

10 Labuhan Batu

20.978 91.948 7.323

11 Asahan

24.475 41.719 25.729

12 Simalungun

81.989 85.171 87.351

13 Dairi

24.871 54.717 56.118

14 Pakpak Barat

0 2.808 2.880

15 Karo

10.002 24.575 25.204

16 Deli Serdang

200.816 90.479 92.795

Serdang

0 24.585 25.214

17 Bedagai

18 Langkat

12.302 8.881 9.108

19 Sibolga

0 00

20 Tanjung Balai 0 357 366

21 Pematang Siantar 723

1.258 1.290

22 Tebing Tinggi

913 1.015 1.041

23 Medan

2.631

3.420 3.507

24 Binjai

1.299

2.392 2.456

25 P. Sidempuan

0

00

Jumlah

828.043 849.924 870.980

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).

45.731 43.856 8.020 15.975 89.937 78.330 2.953 37.538 93.658 25.859
11.192 0 375
1.059 1.067 2.388 2.391
0 809.705

52.994 58.836 10.445 15.300 65.484 77.813 2.777 25.852 64.042 47.394
16.360 0 214
1.838 1.182 1.288 1.540
0 822.790

Konsumsi pakan babi

Rekomendasi dari NRC (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum

harian babi periode starter adalah 950-1425 gr/hari atau dengan rata-rata 1250 gr.

Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan dari energi dan

protein yang tersedia (North, 1984).

Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau

sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal.

Ternak babi membutuhkan energi, protein, mineral, vitamin dan air. Setiap zat

mempunyai fungsi dan kaitan spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau

ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan

berdampak pada performans. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum

yaitu cara pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang,

ketersedian air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).

Tabel 3. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode

Universitas Sumatera Utara

27

Umur fase produksi Macam ransum

Konsumsi (kg/ekor/hari)

Air minum (l/ekor/hari)

1-4 minggu 4-8 mnggu 8-12 minggu 12-16 minggu 16-20 minggu 20 – dijual
Induk Dara (6 bln) Jantan (6 bln) Induk kering
Bunting Induk laktasi

Susu pengganti Pre Starter Starter Grower Grower Finisher Grower Grower Bibit Bibit Bibit Bibit

0.02-0.05 0.5-0.75 1.00-1.25 1.5-2.00 2.25-2.75 2.75-3.5 1.5-2.00 1.5-2.00 2.50-3.50 2.00-2.50 3.00-4.50 2.00-2.50

0.25-0.5 0.75-2.0 2.0-3.5 3.5-4.0 4.0-5.0 5.0-7.0 6.0-8.0 6.0-8.0 7.0-9.0 7.0-9.0 15.0-20.0 7.0-9.0

Sumber: Sinaga (2010).

Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukan

bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau

suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian

besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk

produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan

babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat dan terjadi perubahan

tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).

Hasil fermentasi dapat meningkatkan palatabilitas ransum, sehingga konsumsi ransum dapat meningkat (Brata, 1997).

Palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi ransum dan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan suhu, faktor umum yang

Universitas Sumatera Utara

28

mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan, namun semuanya itu tergantung daripada kandungan zat bahan makanan yang terkandung dalam ransum, salah satunya dengan penambahan zat aditif yang diharapkan ternak mencapai produktivitas yang tinggi. Feed Additive dapat digunakan untuk memperbaiki aroma ransum dan meningkatkan konsumsi ransum, selain itu mampu mengoptimalkan daya serap makanan oleh usus halus akibat rangsangan feed additive terhadap organ pencernaan tertentu pada ternak. Bentuk feed additive yang dipergunakan dapat berasal dari bahan kimia sintetis ataupun ekstraksi tanaman seperti curcuminoid dimana tujuannya adalah untuk memperoleh konsumsi ransum yang optimal (Prasetyo, 2011).

Tabel 4. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)

Berat badan (Kg)

Konsumsi (Kg)

Energi TDN DE ME
(%) (kcal) (Kg)

Protein Ca (%) (%)

P (%)

Vitamin A I.V./Kg

1-5 5-10 10-20 20-35 35-60 60-100

1.25 1.67 2.00 2.50 2.86 3.75

64 70 70 73 73 76

3700 3500 3300 3300 3300 3300

3.60 27.00 3.40 20.00 3.20 18.00 3.20 16.00 3.20 14.00 3.20 13.00

0.90 0.80 0.65 0.60 0.55 0.50

0.70 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40

Sumber : NRC (1979)

Pertumbuhan Dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Babi

2200 2200 1750 1300 1300 1300

NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater (8 minggu sampai dengan 12 minggu) sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari.

Sihombing (1997), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat dipengaruhi oleh berat sapih, anak babi dengan berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong dibanding anak babi dengan berat sapihnya lebih kecil.

Universitas Sumatera Utara

29
Menurut Tillman et al.,(1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahanlahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.
Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan anak lahir, dilanjutkan hingga menjadi dewasa (Parakkasi, 1995).
Parakkasi (1985) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan seekor hewan ada 2 hal yang terjadi: 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa yang disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.
Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukkan bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat, dan terjadi perubahan tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).
Konversi Pakan dan Efisiensi Pakan
Universitas Sumatera Utara

30
Konversi ransum adalah jumlah konsumsi ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan atau kemampuan ternak mengubah pakan kedalam bentuk pertambahan bobot badan (PBB), dengan demikian makin rendah angka konversi akan semakin efisien dalam penggunaan ransum (Bogart, 1977)
NRC (1998) memberikan rekomendasi angka konversi yang diharapkan dari berbagai tipe babi sebagai berikut: 0,368 – 0,421. Bila ratio itu kecil berarti pertambahan berat badan memuaskan ternak atau babi makan tidak banyak. Konversi inilah yang sebaiknya digunakan sebagai pegangan produksi, karena sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi ransum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi konversi pakan oleh ternak babi yaitu (1) pakan yang zat-zat gizinya tidak seimbang, (2) pakan berjamur, (3) kondisi lingkungan, (4) tingkat penyakit dan cacingan (Sihombing, 2006).
Efisiensi penggunaan makanan merupakan pertambahan berat badan yang dihasilkan setiap satuan ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan makanan tergantung pada (1) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok atau fungsi lain, (2) kemampuan ternak mencerna makanan, (3) jumlah makanan yang hilang melalui proses metabolisme dan (4) tipe makanan yang dikonsumsi (Campbell dan Lasley, 1985). Sistem Pencernaan Babi
Babi merupakan ternak omnivore monogastris, yakni ternak pemakan makanan semua pakan dan mempunyai satu perut besar yang sederhana. Alat pencernaan makanan (apparatus digestorius) pada ternak babi berfungsi untuk mengambil, menerima mencerna makanan dan sebagai media buat penyaluran
Universitas Sumatera Utara

31
makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Alat pencernaan makanan digolongkan menjadi dua yaitu: saluran makanan atau corong dan alatalat pelengkap pencerna makanan. Saluran makanan (tractus alimentarius) memanjang mulai dari bibir, sampai anus yang terdiri dari urutan: mulut, tenggorokan, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Sedangkan alat-alat pelengkap yang membantu pencernaan makanan ialah gigi, lidah, kelenjar ludah, empedu pada hati dan pancreas (Kidder dan Manners, 1978).
Meskipun babi tidak memiliki lambung majemuk seperti yang terdapat pada sapi atau sekum besar seperti yang terdapat pada kuda, namun usus besarnya dapat menampung dua kali lipat kapasitas usus besar domba dan usus besar inilah yang membantu pencernaan hijauan pada ternak babi meskipun sangat terbatas (Pond dan Hopt, 1978).
Menurut Parakkasi (1990), sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan. Sihombing (1997), menyatakan secara sederhana bahwa alat pencernaan merupakan alat yang berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Selanjutnya dikatakan bahwa pencernaan atau zat-zat makanan pada ternak babi terutama dilakukan secara enzimatik. Walaupun demikian saluran gastro-intestinal berisi berbagai mikroorganisme sejak 24 jam setelah lahir.
Alat pencernaan makanan dapat digolongkan menjadi dua yaitu saluran pencernaan dan alat pelengkap makanan. Menurut Sihombing (1997), Saluran pencernaan dibagi atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus dan anus.
Universitas Sumatera Utara

32
Alat pelengkap lain yang dapat membantu pada pencernaan makanan adalah gigi, lidah, kelenjar ludah (air ludah), empedu pada hati dan pankreas. Menurut Whittemore (1987), sistem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi secara alamiah terbatas dalam memanfaatkan ransum yang berserat tinggi.
Saluran pencernaan ternak babi dimulai dari rongga mulut, lalu masuk ke esofagus selanjutnya menuju ke lambung lalu masuk ke usus halus. Usus halus merupakan bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan dari zat-zat makanan kemudian masuk ke usus besar. Pembusukan terjadi dalam usus besar yang menghasilkan gas metan, selanjutnya dikeluarkan melalui anus dalam bentuk feses (Sihombing, 1997). Ransum
Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam (Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.
Potensi Kulit Buah/Pod kakao Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

33
Kingdom: Plantae (tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), Sub Kelas: Dilleniidae, Ordo: Malvales, Famili: Sterculiaceae, Genus: Theobroma, Spesies : Theobroma cacao L (Plantamor, 2011).
Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal perkebunan Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunan kakao mencapai yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006). Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao meningkat sebesar 7,14% tahun atau 49.200 ton pada tahun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74% dari produksi, maka limbah kulit kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Menurut BPT Ciawi (1997), pod kakao fermentasi dapat diberikan pada ternak babi sebagai pengganti dedak padi dalam pakan.sampai level sekitar 3540%. Terbatasnya penggunanan kulit buah kakao sebagai pakan ternak babi disebabkan tingginya kandungan serat kasar karena babi tidak mampu menghasilkan enzim selulase menjadi glukosa. Pada pod kakao terdapat zat anti nutrisi yaitu theobromin. Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus-menerus dapat menurunkan pertumbuhan ternak (Tarka et al., 1998).
Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Coklat (Theobroma cacao L) Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2010

Kabupaten Regency

Luas Tanaman / Area (Ha)

TBM

TTM

TM

Not Yet

Unpro-

Productive

Productive

Ductive

Jumlah Total

Produksi Production
(Ton)

(1)

(2) (3) (4) (5)

(6)

1. Nias

4.546,00 3.896,50 630,00 9.072,50 3.390,50

2. Mandailing Natal

788,68 3.542,70 220,50 4.551,88 2.533,71

3. Tapanuli Selat