BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, yakni Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di Hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu hanya ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Réunion atau Mauritius dan Hortus Botanicus Amsterdam yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Fauzi, 2002).

  Tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dan menjadi tanaman usaha perkebunan pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dirintis oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Ia membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di daerah Sungai Liput (Pantai Timur Aceh) dan daerah Pulu Raja (Asahan). Pembudidayaan kelapa sawit selanjutnya dilakukan oleh Karl Valentine Theodore Schdat berkebangsaan Jerman. Luas areal perkebunan kelapa sawit pertama sudah mencapai 3.250 ha (Fauzi, 2002).

  Selanjutnya pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan pesat karena Pemerintah Belanda menaruh perhatian besar terhadap sektor perkebunan sawit. Areal perkebunan kelapa sawit diperluas hingga 31.645 ha pada tahun 1925 dan 92.307 ha pada tahun 1938. Pemerintah Belanda mulai melakukan berbagai program intensifikasi pertanian guna menunjang hasil perkebunan. Pembentukan kebun-kebun afdeling dilakukan agar manajemen perkebunan menjadi lebih terarah. Pada masa pendudukan Jepang, perkembangan perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan. Lahan perkebunan mengalami penyusutan hingga 16% (Fauzi, 2002).

  Setelah Indonesia mengalami kemerdekaan tahun 1945 dan bebas dari pendudukan Belanda maupun Jepang yang meninggalkan Indonesia, pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh perkebunan kelapa sawit dengan alasan politik dan keamanan. Pada masa ini pemerintah membentuk suatu wadah kerja sama antara kaum buruh dan militer yang disebut BUMIL (Buruh Militer) (Fauzi, 2002).

  Memasuki masa Orde Baru, pengembangan dan pembangunan perkebunan diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan sebagai sumber devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan perkebunan baru guna menunjang hasil produksi. Pemerintah melaksanakan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sebagai wujud kepedulian terhadap sector perkebunan. Kebijakan tersebut disusul dengan adanya program PIR-Transmigrasi tahun 1986. Inilah cikal bakal terbentuknya PT Perkebunan Nusantara sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan.

  Terbentuknya PT Perkebunan didasarkan pada UU No. 86 tahun 1958 dimana seluruh perusahan swasta maupun asing di Indonesia diambil alih oleh pemerintah dan diubah statusnya menjadi BUMN (Mangoensoekarjo, 2003).

  2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales Famili : Palmae (Arecaceae) Genus : Elaeis Spesies : Jacq (Soehardjo, 1999).

  Elaeis guineensis

  2.1.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

  Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan yaitu bunga dan buah (Tim Penulis PS, 1997).

2.1.3.1 Bagian vegetatif

  a. Akar Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuarterner. Akar yang pertama muncul dari biji yang telah berkecambah adalah radikula yang panjangnya 15 cm. Dari radikula akan tumbuh akar lain yang berfungsi mengambil air dan hara. Selanjutnya akan tumbuh akar primer yang

  o

  keluar dari bagian bawah batang dengan arah 45 dari permukaan tanah. Dari akar primer akan tumbuh akar sekunder dengan arah horizontal. Selanjutnya akan tumbuh akar-akar tertier dan kuarterner yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tertier dan kuarterner adalah akar yang paling aktif dalam mengambil air dan hara (Soehardjo, 1999).

  b. Batang Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, maka batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit tumbuh lurus ke atas, diameternya dapat mencapai 40-60 cm. Pada tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tumbuh rapat mengelilinginya. Pertumbuhan meninggi batang baru jelas terlihat sesudah tanaman berumur 4 tahun. Rata-rata pertumbuhan tinggi batang adalah 25-40 cm per tahun. Namun demikian, hal ini tergantung selain pada jenis, kesuburan lahan serta iklim setempat. Bagian dalam batang merupakan serabut, yang dilengkapi jaringan pembuluh sebagai penguat batang dan untuk menyalurkan hara. Fungsi batang adalah sebagai peyangga serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Soehardjo, 1999).

  c. Daun Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter, jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun dapat mencapai 120 cm. Pelepah daun sejak mulai berbentuk sampai tua mencapai waktu lebih kurang 7 tahun.

  Jumlah pelepah dalam 1 pohon dapat mencapai 60 pelepah. Luas permukaan daun tanaman dewasa dapat mencapai 15 cm. Daun kelapa sawit berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis dan alat resfirasi (Suyatno, 1994).

2.1.3.2 Bagian Generatif

  a. Bunga Tanaman kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur 12-14 bulan.

  Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang meruncing yang disebut spiklet. Jumlah bunga pada tiap spiklet bunga jantan lebih banyak, yaitu sekitar 700-1200 buah. Sedangkan pada bunga betina hanya sekitar 5-30 buah (Tim Penulis PS, 1997).

  b. Buah Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam.

  Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu buah sudah masak berwarna merah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan hingga menjadi buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan. Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/ tahun dan semakin tua produktivitasnya semakin menurun menjadi 12-14 tandan/ tahun (Mangoensoekarjo, 2003).

  Buah kelapa sawit memiliki bagian – bagian sebagai berikut :

  1. Eksokarp atau kulit luar yang keras dan licin Ketika buah masih muda, warnanya hitam atau ungu tua atau hijau.

  Semakin tua, warnanya berubah menjadi orange merah atau kuning orange.

  2. Mesokarp atau Sabut Diantara jaringan-jaringanya ada sel pengisi seperti spons atau karet busa yang sangat banyak mengandung minyak (CPO), jika buah sudah masak.

  3. Endokarp atau Tempurung Ketika buah masih muda endokarp memiliki tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada varietasnya. Contoh varietas dura memiliki endokarp sangat tebal, sedangkan varietas pisifera sangat tipis, bahkan tanpa endokarp.

  4. Kernel atau Biji atau Inti Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam kelapa sayur, tetapi bentuknya padat dan tidak berisi air buah. Kernel mengandung minyak (PKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih dan bermutu sangat tinggi (Mangoensoekarjo, 2003).

2.1.4 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

  Ada beberapa varietas kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas- varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. a. Pembagian Varietas Berdasarkan Tebal Tempurung dan Daging Buah Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibedakan atas lima varietas (Suyatno, 1994):

  1. Dura Varietas ini memiliki ciri tempurung yang tebal berkisar 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran serabut di bagian luar tempurung. Daging buah tipis dengan persentase daging buah 35 - 50% terhadap buah. Memiliki kernel (inti buah) yang besar dengan kandungan minyak rendah.

  2. Pisifera Kelapa sawit varietas ini memiliki ciri-ciri tempurung yang tipis dengan daging buah yang tebal, serta inti buah (kernel) yang kecil. Varietas ini tidak dapat diperbanyak tanpa dilakukan persilangan dengan jenis lain karena memiliki bunga betina yang steril (gugur pada fase dini). Karenanya varietas ini dipakai sebagai induk jantan dalam persilangan.

  3. Tenera Varietas ini diperoleh dari hasil persilangan antara varietas Dura dan

  Pisifera sehingga memiliki sifat-sifat dan ciri seperti induknya. Tenera memiliki tempurung yang tipis berkisar 0,5 - 4 mm dan terdapat lingkaran serabut di luar tempurung. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, yakni 60 - 96%. Tandan buah yang dihasilkan lebih banyak namun ukurannya relatif kecil.

  4. Macro Carya Varietas ini memiliki ciri-ciri tempurung biji yang tebal, sekitar 5 mm.

  Daging buah varietas Macro carya pun relatif tipis.

  5. Diwikka-wakka Varietas ini memiliki ciri khas adanya dua lapisan daging buah. Jenis ini juga dibedakan atas tiga, yaitu: diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan diwikka-wakkatenera. Namun, dua varietas diwikka-wakkapisifera dan diwikka- wakkatenera jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.

  b. Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah Berdasarkan warna kulit buah, kelapa sawit dibedakan atas tiga varietas

  (Suyatno, 1994):

  1. Nigrescens Kelapa sawit varietas ini memiliki ciri-ciri kulit buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda (mentah) dan akan berubah menjadi warna jingga kehitam-hitaman pada waktu tua (matang). Varietas ini banyak ditanam di lahan- lahan perkebunan.

  2. Virescens Pada waktu muda/ mentah, kulit buah kelapa sawit varietas ini berwarna hijau, sedangkan ketika mencapai masa matang akan berubah menjadi jingga kemerahan dengan bagian ujung kulit buah tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan.

  3. Albescens Sebagai varietas terakhir, kelapa sawit ini memiliki warna kulit keputih- putihan pada waktu muda. Pada waktu matang/ tua akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai.

2.2 Pengolahan Tandan Buah Segar menjadi CPO

  Hasil panen yang diterima di pabrik adalah berupa tandan buah segar (TBS). Tandan tersebut dikatakan masih segar apabila tiba di pabrik dan selesai diolah dalam jangka waktu 24 jam. Pada umumnya TBS terdiri atas tandan buah yang sebagian buahnya telah memberondol atau lepas dari tandannya. Pemberondolan terjadi sewaktu tandan masih di pohon. Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH (tempat pengumpulan hasil) ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya (Mangoensoekarjo, 2003).

  Adapun tahapan proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penerimaan Buah

  Pada tahap penerimaan buah, tahap pertama TBS (tandan buah segar) ditimbang di jembatan timbang. Penimbangan di lakukan dua kali untuk setiap pengangkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, di peroleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. Misal :

  Berat truk + TBS = 5 ton

  • Berat truk kosong = 1 ton
  • >Netto = (Berat truk + TBS) – Berat truk kosong = 5 – 1 = 4 ton

  Kemudian setelah dilakukan penimbangan, TBS (Tandan Buah Segar) selanjutnya dibongkar dengan menuang langsung dari truk ke Loading ramp. Di pintu loading ramp, buah disortir berdasarkan fraksi kematangannya. Penyortasian dilakukan berdasarkan kriteria kematangan buah, hal ini bertujuan pada penentuan rendemen minyak. Loading ramp terdiri dari 15 pintu dengan sistem hidrolik. Buah yang telah matang dimasukkan ke dalam lori melalui

  

loading ramp untuk selanjutnya dibawa ke stasiun perebusan. Tiap lori

berkapasitas 2,3-2,5 ton (Waluyo, 2000).

  2. Tahap Perebusan Proses rebusan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah berondolan lepas dari tandan pada waktu proses penebahan di thresher dan menghentikan proses peningkatan asam lemak bebas (ALB) karena aktivitas enzim lipase dan

  

oksidase yang berperan sebagai katalisator. Untuk menurunkan kadar air serta

membantu proses pelepasan inti dari cangkang (Waluyo, 2000).

  Rebusan berupa bejana silindris mendatar dengan pintu pada kedua ujungnya yang biasanya dikenal dengan istilah sterilizer. Lori-lori yang telah berisi TBS ditarik dengan capstand untuk dimasukkan ke dalam sterilizer. Tiap

  

sterilizer mampu memuat 9-10 lori. Perebusan dilakukan dengan menggunakan

2 o

steam bertekanan 2,8-3,0 kg/ cm , temperatur 135-140 C selama 80-90 menit

dengan siklus perebusan selama 90-100 menit (Bagian Pengolahan, 2009).

  3. Tahap Pemipilan Tandan buah segar (TBS) serta lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan kealat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting

  

crane . Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang

  membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim kebagian

  

digesting dan pressing. Sementara tandan kosong yang keluar dari bagian bawah

  pemipil ditampung oleh elevator, kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper janjangan kosong (Bagian Pengolahan, 2009).

  4. Tahap Pelumatan dan Ekstraksi Minyak Brondolan yang telah terpipil dari tahap pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/ pelumatan (digester). Fungsi dari tahap pelumatan (digester) adalah untuk melumatkan daging buah, memisahkan daging buah dengan biji, melepaskan sel minyak dan mengempa (pressing) untuk memisahkan minyak kasar dari ampas.

  Brondolan yang telah mengalami pelumatan (digester) akan keluar melalui bagian bawah digester berupa bubur. Hasil pelumatan tersebut langsung masuk kealat pengempaan yang persis dibagian bawah digester.

  5. Tahap Pemurnian (Klarifikasi Minyak) Minyak dari hasil pengempaan dialirkan (masuk) kedalam tangki pemisah/

  

Continous Settling Tank (CST) untuk memisahkan minyak dari lumpur dengan

  cara pengendapan lalu menuju tangki lumpur/ Sludge Tank yang menampung lumpur yang keluar dari tangki pemisah. Kemudian masuk kedalam tangki masakan/ Oil Tank untuk memanaskan dan memisahkan minyak dari benda padatan yang melayang agar pemisahan minyak di Oil Purifier berlangsung baik.

  Selanjutnya menuju saringan berputar/ Brush Strainer untuk memisahkan serabut- serabut dari sludge. Lalu menuju Sludge Separator untuk memisahkan/ mengambil minyak yang masih terkandung dalam sludge.

  Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di

  pabrik kelapa sawit, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih terkandung didalamnya, lalu dialirkan kembali ke Continous Settling Tank (CST) lalu dikirim ke oil tank. Dari oil tank minyak dimurnikan kembali melalui oil

  

purifier , setelah itu dikirim ke vacuum drier untuk mengurangi kadar air minyak

  yang keluar dari oil purifeier sehingga kandungan air memenuhi standar Bagian

    ( Pengolahan, 2009).

2.3 Minyak Kelapa Sawit (CPO)

  Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu

  Minyak kelapa sawit seperti umumnya senyawa gliserol dengan asam lemak. minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air. Minyak

  sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena mengandung karotenoida, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar asam lemak bebasnya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak. Penggunaan terbanyak minyak kelapa sawit terdapat dalam industri pangan. Sebagian besar bahan-bahan makanan di pasar swalayan, mulai dari margarin sampai pizza siap saji mengandung minyak kelapa sawit, yang dalam daftar kandungan biasanya disamarkan dengan nama minyak nabati.

  Bahkan saat membeli lipstik, sabun cuci, banyak konsumen yang tidak sadar, bahwa semua itu mengandung minyak kelapa sawit (Mangoensoekarjo, 2003).

2.3.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

  Minyak kelapa sawit memiliki komposisi asam lemak bebas yang seimbang, dengan asam lemak jenuh yang hampir sama kandungannya dengan asam lemak tak jenuh. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34- 40% (Ketaren, 1987). Komposisi asam lemak bebas minyak sawit (CPO) dapat dilihat/ tercantum pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986).

  Asam Lemak Jumlah (%) Minyak sawit

  • Asam Kaprilat Asam Kaprat -

  Asam Laurat - Asam Miristat 1,1 - 2,5

  Asam Palmitat 40 - 46 Asam Stearat 3,6 - 4,7

  Asam Oleat 30 - 45 Asam Linoleat 7 -11

2.4 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

  Minyak sawit berperan penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan banyak menggunakannya sebagai bahan baku. Dalam perdagangan minyak kelapa sawit istilah mutu memiliki dua pengertian. Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian minyak itu sendiri. Kemurnian minyak tersebut dapat diartikan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Dalam hal ini kemurnian minyak sawit dapat dilihat dari sifat-sifat fisiknya, antara lain: titik lebur, bilangan penyabunan, bilangan iodine. Sedangkan pengertian mutu yang kedua mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional. Spesifikasi tersebut meliputi: Asam Lemak Bebas (ALB)/ Free Fatty Acid (FFA), kadar air, kadar kotoran, dan kadar logam. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan (Tim Penulis, 1997).

  Standar mutu minyak sawit, norma/ ketetapan mutu pabrik kelapa sawit Adolina dan syarat mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) SNI Nomor 01- 2901-2006 tercantum pada tabel 2.2, 2.3, 2.4 berikut:

Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Sawit

  Karakteristik Minyak Sawit Ket Asam Lemak Bebas 5,0% Maks Kadar Kotoran 0,5% maks Kadar Zat Menguap 0,5% maks Bilangan Peroksida 6 meq maks Bilangan Iodine 44-58 mg/g -

  • Kadar Logam (Fe, Cu) 10 ppm
  • Lovibond 3-4 R - min Kadar Minyak - Kontaminasi

  maks

  Sumber: Mangoensoekarjo, 2003

Tabel 2.3 Norma/ Ketetapan Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina

  Kriteria Norma yang ditetapkan Minyak Sawit (CPO)

  • Asam Lemak Bebas (ALB) <5,00
  • Kadar Air

  0,150

  • Kadar Kotoran 0.020

  Sumber: SOP Adolina

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) SNI Nomor 01- 2901-2006.

  Kriteria Uji Satuan Syarat Mutu Warna - Jingga kemerahan Kadar Air dan Kotoran % fraksi masa 0,5 maks Asam Lemak Bebas % fraksi masa 5 maks g Yodium/ 100 g 50-55 Bilangan Yodium

2.5 Asam Lemak Bebas (ALB)

  Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas . tidak terikat sebagai trigliserida Kandungan asam lemak bebas pada minyak sawit

    adalah salah satu penentu utama mutu minyak sawit yang diperdagangkan.

  Terbentuknya asam lemak bebas ini adalah sebagai bentuk enzim lipase. Pada waktu buah sawit masih di pohon, enzim ini berperan dalam pembentukan minyak tetapi setelah buah sawit tersebut dipanen enzim ini akan memecah/ merombak minyak/lemak yang dikandungnya, perombakan ini disebut reaksi hidrolisa. Buah kelapa sawit yang struktur selnya rusak/ memar mengandung enzim lipase yang paling aktif (Ketaren, 1986).   Kandungan asam lemak bebas pada buah segar adalah rendah, yaitu 0,1%, tetapi bila buah memar dan remuk maka asam lemak bebas akan meningkat cepat dalam beberapa jam saja. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan asam lemak bebas ditentukan mulai dari tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

  Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang terdapat didalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat. Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme juga dapat terjadi bila suasana sesuai, yaitu pada suhu

  o

  rendah di bawah 50

  C, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu, minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya.   Pemanasan sampai o

  suhu diatas 90 C seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menginaktifkan enzimnya (Mangoensoekarjo, 2003).

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan ALB

  Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

  1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

  Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung asam lemak bebas dalam persantase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar asam lemak bebasnya rendah, rendemen minyak yang diperolehnya juga rendah (Tim Penulis PS, 1997).

Tabel 2.5 Tingkat Kematangan Buah Terhadap Rendemen Minyak Sawit

  Kematangan/ Rendemen Kadar Jumlah Berondolan Keterangan

  Fraksi Minyak ALB Mentah

  • F-00 11,50% <1,5 sangat mentah F-0 1-12,5% buah luar 17,50% % mentah

  Matang 2,0%

  F-1 12,5-25% buah luar 23,00% kurang matang F-2 25-50% buah luar 23,50-24,50% 2,7% matang I F-3 50-75% buah luar 23,50-24,50% 3,0% matang II

  Lewat Matang 3,5% F-4 75-100% buah luar 24,00% lewat matang I F-5 ada buah dalam 22,50% 4-5% lewat matang

  5-6%

  II Sumber: Waluyo,2000

  2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

  Pencegahan kerusakan buah sawit dengan sistem yang dianggap cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Hal ini akan lebih mengefisienkan waktu yang digunakan untuk pembongkaran, pemuatan, atau penumpukan yang terlalu lama. Sehingga, pembentukan asam lemak bebas buah dapat dikurangi.

  3. Penumpukan buah yang terlalu lama.

  Pencegahan kerusakan buah sawit dengan sistem yang dianggap cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Hal ini akan lebih mengefisienkan waktu yang digunakan untuk pembongkaran, pemuatan, atau penumpukan yang terlalu lama. Sehingga, pembentukan asam lemak bebas buah dapat dikurangi (Mangoensoekarjo, 2003).

  4. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik.

  Peningkatan kadar asam lemak bebas juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses ini terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas pada minyak sawit. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana

  o hampa pada suhu 90 (Tim Penulis, 1997).

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Murni (VCO) dan Minyak Inti Kelapa Sawit (PKO)

14 143 44

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

4 62 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit - Pengaruh Waktu Penyimpanan CPO Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Sawit PTPN IV Dolok Sinumbah Kabupaten Simalungun

1 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Penetapan Kadar Losis Minyak Pada Crude Palm Oil (CPO) Di Ptpn IV Adolina

0 3 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit - Penentuan Kadar Asam Lemak Pada Minya CPO (Crude Palm Oil) Di PTPN IV Unit Usaha Adolina Perbaungan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Kelapa Sawit - Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan Kadar Air Pada Inti Sawit Produksi di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Dolok Sinumbah

0 0 26

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan Kadar Air Pada Inti Sawit Produksi di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Dolok Sinumbah

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit - Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) Pada Tangki Timbun di PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) Kuala Tanjung

1 1 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman kelapa - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Murni (VCO) dan Minyak Inti Kelapa Sawit (PKO)

0 0 17

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Murni (VCO) dan Minyak Inti Kelapa Sawit (PKO)

0 1 9