Istilah Istilah dalam Sufisme Islam
Istilah-Istilah dalam Sufisme Islam
A. Pendahuluan
Tasawuf atau sufisme merupakan sebuah kajian yang tidak ada habisnya dikaji
dan diteliti oleh banyak cendekiawan muslim dan bahkan para orientalis barat. Pada
dasarnya, Al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama dalam sufisme, yang
kemudian dipahami, diamalkan oleh para sufi. Pemahaman para sufi tersebut
kemudian disebarkan dan diajarkan kepada muslim lainnya sehingga sufisme
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Substansi dari ajaran sufisme sendiri adalah
menekankan kepada akhlak dan muraqabatullah, menekankan kepada makna
keberadaan manusia dan menyadarkan bahwa Allah-lah tujuan akhir kehidupan
manusia.1 Seiring dengan banyaknya sufi dan ajaran mereka yang memiliki
keistimewaan tersendiri, muncullah beberapa istilah dalam ajaran-ajaran yang
disampaikan oleh para sufi. hal ini pada akhirnya menambah khazanah keilmuan
dalam dunia sufisme pada khususnya dan pada dunia islam pada umumnya.
B. Pembahasan
Sufisme merupakan jalan utama menuju hakekat. Hakekat merupakan sebuah kata
yang memuat kebenaran sejati dan realitas yang nyata. Hanya dengan hakekatlah
manusia bisa terbebas dari belenggu ketidaktahuan. Sufisme menjadi sebuah jalan
tertinggi yang ditempuh untuk mencari pengetahuan (ma’rifat) tentang hakekat
tersebut.2
Beberapa golongan menganggap bahwa sufisme merupakan sebuah ajaran yang
berlebih-lebihan, bersifat diluar batas akal manusia, bentuk pelatihan menahan diri
dari kesenangan dunia dengan permainan kata-kata indah. Pada dasaranya, Sufisme
sendiri memiliki dasar kuat yang diambil dari Al-Quran dan Al-Hadits, meskipun ada
beberapa istilah-istilah yang memang tidak dikenal dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits,
1
William C. Chittick, Sufism, A Beginner’s Guide (Oxford: Oneworld Publications, 2000), Hal. 15.
Seyyed Hossein Nasr, The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition
(New York: HarperCollins Publishers, 2001), Hal. 30.
2
sehingga as-Sarraj menulis dalam bukunya al-Luma’satu bab khusus membahas
istilah-istilah tersebut.3
Berikut beberapa istilah yang sering dibahas oleh beberapa sufi dan pengamat
sufisme.
1. Wahdat al-Wujud
Benih dari paham ini bermula pada beberapa madrasah tasawuf falsafi yang
terdapat di Andalusia, meskipun pada hakekatnya belum bisa disebut dengan
pemahaman yang sempurna. Ibnu Masrah adalah tokoh yang dianggap
mempunyai pengaruh yang sangat besar dan menyebarkan ajaran ini kepada para
sufi di Andalusia. Dalam karyanya, Ibn Masrah wa madrasatuhu, dia mengkaji
pemikiran barat dan timur dan juga membahas banyak hal tentang jiwa, akal,
bahkan sampai padai ilmu kalam dan metafisika.4
Dalam hal ini, sebagai generasi sufi akhir, Ibn Arabi merupakan tokoh utama
yang sering dihubungkan dengan paham ini. Dia merupakan sufi yang
menyempurnakan ajaran Ibn Masrah yang telah dia pelajari di Andalusia.
Kata wahdatul wujud tidak pernah dijumpai dalam karya Ibn Arabi. Anak
angkat Ibn Arabi, Sadr al-Din al-Kunawi-lah yang menggunakan istilah tersebut
dalam setiap kajiannya.5
Berdasarkan pendapat Ibnu Arabi, semua bentuk wujud yang ada adalah satu.
Segala yang diciptakan (Makhluq) pada hakekatnya adalah wujud satu dari Sang
Pencipta (Khaliq). Hal yang memisahkan antara keduanya adalah terbatasnya akal
dan pikiran manusia yang tidak mampu menangkap hakekat dari keduanya.
Perbedaan yang ada hanyalah berupa bentuk dan rupa, bukan pada hakekatnya. 6
Ibnu Arabi berpendapat bahwa perbedaan dzat antara Wajib al-wujud dengan
mumkin al-wujud merupakan sebuah ilusi, karena pada hakekatnya mereka adalah
.21 .( ص1960 ، مكتبة المثنى: اللمع )بغداد، أبو نصر السراج3
، دار الثقافة: مادخل إلى التصوف السإلماي )القاهرة، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني4
.199-198 .( ص1979
5
6
C.E. Bosworth, et.al., The Encyclopaedia of Islam (Leiden: J. E. Brill, 1995) Hal. 754-756.
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) Hal. 280-281.
satu. Hal ini bisa disumpulkan bahwa wujud segala sesuatu seperti cermin yang
merupakan refleksi dari wujud yang hakiki. 7 Jika alam tidak bisa disbut dengan
tuhan, maka alam bisa disebut identic dengan tuhan.8
Konsekuensi logis dari pernyataan ini adalah bahwa segala sesuatu yang ada
merupakan sebuah metaforis, karena hanya Allah semata wujud tunggal tersebut.
Artinya bahwa semesta yang ada diciptakan bukan dari ketiadaan, namun dari
sesuatu yang sudah ada dengan cara emanasi.9
Dampak dari pendapat Ibn Arabi yang beranggapan bahwa Allah menyatu
dengan alam bisa mengakibatkan kesalahpahaman yang fatal. Hal ini bisa
diartikan bahwa manusia bisa menyembah apapun karena pada hakekatnya Allah
menyatu dengan alam.10
Kritik tajam berdatangan terhadap pandangan Ibnu Arabi. Ibnu Taimiyyah
merupakah tokoh yang paling keras dalam menentang pemahaman ini. Pendapat
Ibnu Arabi merupakan sebuah tasybih atau penyamaan Allah dengan makhluknya.
Seperti dalam sebuah syairnya:
ّ ياليت شعوري من المكللف# ب عبد
ب والر ل
العبد ر ل
11
ّب ألنى يكللف
أو قلت ر ل# ب
إن قلت عبد فذاك ر ل
Syair yang ditulis oleh Ibnu Arabi dalam pembukaan buku al-Futuhat al-
Makkiyyah menjelaskan posisi seorang hamba dan tuhannya. Seorang hamba
adalah tuhan dan tuhan adalah seorang hamba. Ibnu Taimiyyah mengkritik
pendapat ini karena menyalahi prinsip tauhid. Ide dari Ibnu Arabi secara tidak
langsung mengingkari eksistensi Tuhan dan menganggap alam merupakan
7
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia (Gontor:
University of Darussalam Press, 2010) Hal. 207-208.
8
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2016) Hal. 168.
عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلميصصن والصصصوفية، امل فتح الله زركشي9
.109-108 .( ص2009 ، جامعة دار السلما السالمية:)كونتور
، عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلمين والصصوفية، امل فتح الله زركشي10
.113 .ص
.15 .( ص1999 ، دار الكتب العلمية: الفتوحات المكية )بيروت، ابن عربي11
manifestasi Tuhan.12 Orang-orang yang memiliki pendapat seperti Ibnu Arabi
biasanya merasa terbebas dari taklif dan merasa berada pada derajat yang lebih
tinggi dari yang lainnya. Semua hal ini dibahas dengan menyeluruh oleh Ibn
Taimiyyah dalam bukunya al-Furqan baina Auliyai al-Rahman wa Auliyai asSyaithan.13
Dalam tulisannya Nicholson mengatakan bahwa pemahaman ini berbeda
dengan menyamakan tuhan dengan alam, atau tuhan adalah alam seperti paham
Pantheisme. Padahal menurut kamu sufi dan termasuk Ibn Arabi sendiri, dia
hanya menyiratkan bahwa alam ini secara misterius melebur dalam zat Allah. 14
Merujuk dari perkataan Schuon bahwa apa yang beberapa orang simpulkan adalah
hanya sebuah paham pantheisme semata, tanpa memperhatikan kesinambungan
ontologis terhadap pemahaman para sufi.15
Bagi seorang yang awam, tidak dibenarkan untuk bersandar pada argumentasi
logis yang diucapkan mereka, sedangkan mereka sendiri dalam keadaan fana’.16
2. al-Wahdat al-Mutlaqah
Sufi yang dianggap paling berpengaruh dalam memutlakan kesatuan dan
meniadakan banyak adalah Ibnu Sab’in. Ia mengkritisi Ibnu Masrah dan juga Ibnu
Arabi dalam karya-karyanya meskipun secara tidak langsung dia belajar sufisme
dari tulisan Ibnu Arabi.
Paham ini menutup rapat-rapat tentang adanya kemungkinan-kemungkinan,
sehingga menghindarkan dari pensifatan, penisbatan dan penamaan. Ia berlepas
diri dari pemahaman yang masih memungkinkan untuk memberi hal diatas
terhadap kesatuan wujud.
12
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008) Hal. 258.
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia, Hal. 209.
14
Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam (Indiana:World wisdom, 2002) Hal. 5-6.
15
Frithjof Schuon, Logic and Transcendence (Indiana: World Wisdom, 2009) Hal. 64
16
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia Islam
(Cipinang: Pustaka al-Kautsar, 2015) Hal. 639.
13
Wujud Allah adalah asal dari segala sesuatu yang ada, sedang ada dan akan
ada. Sedangkan wujud materi berasal dari rohani wujud yang mutlak. Sehingga
pengertiannya terhadap wujud bersifat spiritual dan material.17
Dalam pengertian lain, Ibnu Sab’in menjelaskan pahamnya dengan cara
pengibaratan antara identitas dan esensi. Identitas adalah ketuhanan dan esensi
adalah ibadah. Ketuhanan tidak bisa bediri sendiri tanpa ibadah, begitupula ibadah
tidak bisa tegak tanpa ketuhanan. Inilah yang disebut dengan kesatuan mutlak.18
Kesatuan mutlak ini berkembang sampai ke bahasan filosofis. Akal dan jiwa
tidak memiliki wujud sendiri, namun bersumber dari wujud yang satu. Semuanya
ditandai dengan kesatuan wujud itu sendiri.19
3. Wahdat al-Syuhud
Menurut Taftazani, Ibn Farid adalah yang tokoh utama dalam paham Wahdat
al-Syuhud. Dia merupakan sufi mistis cinta yang menuliskan pengalamannya
dalam barisan puisi cinta.
Konsep utama dari paham ini adalah fana’. Fana’ merupakan kondisi ketika
segala sesuatu menjadi sirna dalam batas penglihatan selain Allah. Dari fana’
inilah lahir konsep penyatuan dalam penglihatan (kesaksian). Kesatuan disini
adalah kesatuan pandangan atau kesaksian dalam memandang segala sesuatu,
bukan kesatuan dzat itu sendiri.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran Ibnu arabi, karena kesatuan Ibnu
Arabi merupakan kesatuan wujud, sedangkan konsep dari Ibnu Farid adalah
kesatuan pandangan dengan jalan Fana’, yaitu hilangnya pandangan selain kepada
Allah dan hilangnya kehendak selain menuju kepada-Nya.20
.209-205 ، مادخل إلى التصوف السإلماي،أبو الوافا الغنيمي التفتازاني
17
، عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلمين والصوفية، امل فتح الله زركشي18
.114 .ص
19
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 302.
.232-213 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي،أبو الوافا الغنيمي التفتازاني
20
Paham ini, menurut Taftazani, masih mengikuti al-Kitab dan Sunnah, karena
memang tidak terdapat tasybih dalam ajarannya.
4. Hulul
Hulul merupakan ajaran dari al-Hallaj. Pengertian Hulul sendiri dalam
tasawuf adalah paham yang meyakini bahwa Tuhan menentukan manusiamanusia pilihan untuk bersemayam di dalam tubuh mereka sehingga hilanglah
sifat-sifat kemanusiaan mereka.21
Dengan peleburan sifat-sifat manusia ke dalam sifat-sifat tuhan, berarti apa
yang dikehendaki manusia secara keseluruhan merupakan kehendak tuhan.karena
bersemayamnya tuhan (lahut) ke dalam tubuh manusia (Lahut). Al-Hallaj masih
mengakui dualisme antara manusia dengan tuhan.22
Meleburnya sifat manusia dengan sifat tuhan memang tidak lantas menjadikan
manusia menjadi tuhan. Pandangan al-Hallaj tidaklah bersifat nyata, hanya pada
kesadaran psikis yang terjadi saat fana’, bersatunya dua hal tadi seperti air yang
bercampur dengan anggur, selamanya air tidak akan pernah bisa menjadi anggur,
meskipun telah tercampur.23
Meleburnya sifat-sifat tuhan dalam diri manusia saat mencapai keadaan fana’
sangat ditentang oleh beberapa ulama salaf dan ahlussunnah. Karena terkadang
para salik tidak dapat melihat dirinya selain Allah.24
Dengan dualism yang masih ada, al-hallaj tidak pernah mengakui bahwa
tuhan dan manusia bisa bersatu dengan satu wujud. Pada hakekatnya hal ini
terjadi pada psikis saja, bukan pada kenyataan seperti Ibnu Arabi berpendapat.
5. Ittihad
Ittihad adalah tunduknya perasaan dan akal dalam kondisi fana’ sehingga
memunculkan perkataan-perkataan yang tidak bisa dimengerti dengan jelas
21
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 271.
.126-123 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني22
23
24
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 274.
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia, Hal. 224.
tentang hubungan manusia dengan tuhan.25 Perkataan yang muncul dari hakekat
yang para sufi alami ini sering disebut dengan syathahat.26 Kata ini memiliki arti
gerakan, karena kata ini diucapkan ketika ada gerakan hati dan naluri yang
memuncak
sehingga mengucapkan
kata-kata ini sebagai ekspresi atas
kegembiraannya.27
Dari sekian banyak sufi, Abu Yazid al-Bisthami merupakan yang paling
masyhur dalam paham ini. Perkataan Abu Yazid yang memang tidak bisa
dipahami oleh orang awam, namun beberapa sufi bisa memahaminya seperti alJunaid.28
Jika dalam hulul bersatunya Tuhan dalam diri manusia, namun alam Ittihad
lebih pada usaha manusia menyatukan dengan dzat ilahi, dengan jalan mencapai
fana’. Fana’ disini juga mencakup kehendak dan keinginan, sehingga dalam suatu
perkara Abu Yazid sempat mengatakan “Aku ingin supaya aku tidak
berkehendak”. Ucapan-ucapan seperti inilah yang tidak bisa dipahami secara
jelas.
C. Penutup
Dunia sufisme sangat berpengaruh dalam perkembangan peradaban dunia Islam.
Istilah-istilah seperti Wahdat al-Wujud (Ibnu Arabi), al-Wahdat al-Mutlaqah (Ibnu
Sab’in) Wahdat al-Syuhud (Ibnu Farid), Hulul (al-Hallaj) dan Ittihad (Abu Yazid alBisthami) merupakan ajaran yang terkenal di dunia Tasawuf sehingga pada dasarnya
mereka melaluinya dalam kondisi fana’.
D. BIBLIOGRAFI
.118-117 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني25
.453 . ص، اللمع، أبو نصر السراج26
.123 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني27
.459 .( ص1960 ، مكتبة المثنى: اللمع )بغداد، أبو نصر السراج28
Anwar, Rosihon, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Arif, Syamsuddin, 2008, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani.
Bosworth, et.al., 1995, The Encyclopaedia of Islam Leiden: J. E. Brill.
Chittick, William C., 2000, Sufism, A Beginner’s Guide, Oxford: Oneworld
Publications.
Nasr, Seyyed Hossein, 2001, The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism,
Islam's Mystical Tradition, New York: HarperCollins Publishers C.E.
Nicholson, Reynold A., 2002, The Mystics of Islam, Indiana:World wisdom.
Schuon, Frithjof , 2009, Logic and Transcendence, Indiana: World Wisdom.
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, 2015, Ensiklopedi Aliran dan
Madzhab di Dunia Islam, Cipinang: Pustaka al-Kautsar.
Zaprulkhan, 2016, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik,, Depok: PT. RajaGrafindo
Persada.
Zarkasyi, Amal Fathullah, 2010, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di
Indonesia, Gontor: University of Darussalam Press.
. مكتبة المثنى: بغداد،1960 ، اللمع،أبو نصر السراج
تت ماصصدخل إلصصى،1979 ،أبتتو الوافتتا الغنيمتتي التفتتتازاني
. دار الثقافة:التصوف السإلماي القاهرة
تت عقيدة التوحيصصد عنصصد،2009 ،أمل فتح اللتته زركشتتي
جامعتتة:الفلسإفة والمتكلمين والصوفية كونتور
.دار السلما السالمية
دار: بيتتروت،1999 ، الفتوحصصات المكيصصة،ابتتن عربتتي
.الكتب العلمية
.
A. Pendahuluan
Tasawuf atau sufisme merupakan sebuah kajian yang tidak ada habisnya dikaji
dan diteliti oleh banyak cendekiawan muslim dan bahkan para orientalis barat. Pada
dasarnya, Al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama dalam sufisme, yang
kemudian dipahami, diamalkan oleh para sufi. Pemahaman para sufi tersebut
kemudian disebarkan dan diajarkan kepada muslim lainnya sehingga sufisme
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Substansi dari ajaran sufisme sendiri adalah
menekankan kepada akhlak dan muraqabatullah, menekankan kepada makna
keberadaan manusia dan menyadarkan bahwa Allah-lah tujuan akhir kehidupan
manusia.1 Seiring dengan banyaknya sufi dan ajaran mereka yang memiliki
keistimewaan tersendiri, muncullah beberapa istilah dalam ajaran-ajaran yang
disampaikan oleh para sufi. hal ini pada akhirnya menambah khazanah keilmuan
dalam dunia sufisme pada khususnya dan pada dunia islam pada umumnya.
B. Pembahasan
Sufisme merupakan jalan utama menuju hakekat. Hakekat merupakan sebuah kata
yang memuat kebenaran sejati dan realitas yang nyata. Hanya dengan hakekatlah
manusia bisa terbebas dari belenggu ketidaktahuan. Sufisme menjadi sebuah jalan
tertinggi yang ditempuh untuk mencari pengetahuan (ma’rifat) tentang hakekat
tersebut.2
Beberapa golongan menganggap bahwa sufisme merupakan sebuah ajaran yang
berlebih-lebihan, bersifat diluar batas akal manusia, bentuk pelatihan menahan diri
dari kesenangan dunia dengan permainan kata-kata indah. Pada dasaranya, Sufisme
sendiri memiliki dasar kuat yang diambil dari Al-Quran dan Al-Hadits, meskipun ada
beberapa istilah-istilah yang memang tidak dikenal dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits,
1
William C. Chittick, Sufism, A Beginner’s Guide (Oxford: Oneworld Publications, 2000), Hal. 15.
Seyyed Hossein Nasr, The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition
(New York: HarperCollins Publishers, 2001), Hal. 30.
2
sehingga as-Sarraj menulis dalam bukunya al-Luma’satu bab khusus membahas
istilah-istilah tersebut.3
Berikut beberapa istilah yang sering dibahas oleh beberapa sufi dan pengamat
sufisme.
1. Wahdat al-Wujud
Benih dari paham ini bermula pada beberapa madrasah tasawuf falsafi yang
terdapat di Andalusia, meskipun pada hakekatnya belum bisa disebut dengan
pemahaman yang sempurna. Ibnu Masrah adalah tokoh yang dianggap
mempunyai pengaruh yang sangat besar dan menyebarkan ajaran ini kepada para
sufi di Andalusia. Dalam karyanya, Ibn Masrah wa madrasatuhu, dia mengkaji
pemikiran barat dan timur dan juga membahas banyak hal tentang jiwa, akal,
bahkan sampai padai ilmu kalam dan metafisika.4
Dalam hal ini, sebagai generasi sufi akhir, Ibn Arabi merupakan tokoh utama
yang sering dihubungkan dengan paham ini. Dia merupakan sufi yang
menyempurnakan ajaran Ibn Masrah yang telah dia pelajari di Andalusia.
Kata wahdatul wujud tidak pernah dijumpai dalam karya Ibn Arabi. Anak
angkat Ibn Arabi, Sadr al-Din al-Kunawi-lah yang menggunakan istilah tersebut
dalam setiap kajiannya.5
Berdasarkan pendapat Ibnu Arabi, semua bentuk wujud yang ada adalah satu.
Segala yang diciptakan (Makhluq) pada hakekatnya adalah wujud satu dari Sang
Pencipta (Khaliq). Hal yang memisahkan antara keduanya adalah terbatasnya akal
dan pikiran manusia yang tidak mampu menangkap hakekat dari keduanya.
Perbedaan yang ada hanyalah berupa bentuk dan rupa, bukan pada hakekatnya. 6
Ibnu Arabi berpendapat bahwa perbedaan dzat antara Wajib al-wujud dengan
mumkin al-wujud merupakan sebuah ilusi, karena pada hakekatnya mereka adalah
.21 .( ص1960 ، مكتبة المثنى: اللمع )بغداد، أبو نصر السراج3
، دار الثقافة: مادخل إلى التصوف السإلماي )القاهرة، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني4
.199-198 .( ص1979
5
6
C.E. Bosworth, et.al., The Encyclopaedia of Islam (Leiden: J. E. Brill, 1995) Hal. 754-756.
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) Hal. 280-281.
satu. Hal ini bisa disumpulkan bahwa wujud segala sesuatu seperti cermin yang
merupakan refleksi dari wujud yang hakiki. 7 Jika alam tidak bisa disbut dengan
tuhan, maka alam bisa disebut identic dengan tuhan.8
Konsekuensi logis dari pernyataan ini adalah bahwa segala sesuatu yang ada
merupakan sebuah metaforis, karena hanya Allah semata wujud tunggal tersebut.
Artinya bahwa semesta yang ada diciptakan bukan dari ketiadaan, namun dari
sesuatu yang sudah ada dengan cara emanasi.9
Dampak dari pendapat Ibn Arabi yang beranggapan bahwa Allah menyatu
dengan alam bisa mengakibatkan kesalahpahaman yang fatal. Hal ini bisa
diartikan bahwa manusia bisa menyembah apapun karena pada hakekatnya Allah
menyatu dengan alam.10
Kritik tajam berdatangan terhadap pandangan Ibnu Arabi. Ibnu Taimiyyah
merupakah tokoh yang paling keras dalam menentang pemahaman ini. Pendapat
Ibnu Arabi merupakan sebuah tasybih atau penyamaan Allah dengan makhluknya.
Seperti dalam sebuah syairnya:
ّ ياليت شعوري من المكللف# ب عبد
ب والر ل
العبد ر ل
11
ّب ألنى يكللف
أو قلت ر ل# ب
إن قلت عبد فذاك ر ل
Syair yang ditulis oleh Ibnu Arabi dalam pembukaan buku al-Futuhat al-
Makkiyyah menjelaskan posisi seorang hamba dan tuhannya. Seorang hamba
adalah tuhan dan tuhan adalah seorang hamba. Ibnu Taimiyyah mengkritik
pendapat ini karena menyalahi prinsip tauhid. Ide dari Ibnu Arabi secara tidak
langsung mengingkari eksistensi Tuhan dan menganggap alam merupakan
7
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia (Gontor:
University of Darussalam Press, 2010) Hal. 207-208.
8
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2016) Hal. 168.
عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلميصصن والصصصوفية، امل فتح الله زركشي9
.109-108 .( ص2009 ، جامعة دار السلما السالمية:)كونتور
، عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلمين والصصوفية، امل فتح الله زركشي10
.113 .ص
.15 .( ص1999 ، دار الكتب العلمية: الفتوحات المكية )بيروت، ابن عربي11
manifestasi Tuhan.12 Orang-orang yang memiliki pendapat seperti Ibnu Arabi
biasanya merasa terbebas dari taklif dan merasa berada pada derajat yang lebih
tinggi dari yang lainnya. Semua hal ini dibahas dengan menyeluruh oleh Ibn
Taimiyyah dalam bukunya al-Furqan baina Auliyai al-Rahman wa Auliyai asSyaithan.13
Dalam tulisannya Nicholson mengatakan bahwa pemahaman ini berbeda
dengan menyamakan tuhan dengan alam, atau tuhan adalah alam seperti paham
Pantheisme. Padahal menurut kamu sufi dan termasuk Ibn Arabi sendiri, dia
hanya menyiratkan bahwa alam ini secara misterius melebur dalam zat Allah. 14
Merujuk dari perkataan Schuon bahwa apa yang beberapa orang simpulkan adalah
hanya sebuah paham pantheisme semata, tanpa memperhatikan kesinambungan
ontologis terhadap pemahaman para sufi.15
Bagi seorang yang awam, tidak dibenarkan untuk bersandar pada argumentasi
logis yang diucapkan mereka, sedangkan mereka sendiri dalam keadaan fana’.16
2. al-Wahdat al-Mutlaqah
Sufi yang dianggap paling berpengaruh dalam memutlakan kesatuan dan
meniadakan banyak adalah Ibnu Sab’in. Ia mengkritisi Ibnu Masrah dan juga Ibnu
Arabi dalam karya-karyanya meskipun secara tidak langsung dia belajar sufisme
dari tulisan Ibnu Arabi.
Paham ini menutup rapat-rapat tentang adanya kemungkinan-kemungkinan,
sehingga menghindarkan dari pensifatan, penisbatan dan penamaan. Ia berlepas
diri dari pemahaman yang masih memungkinkan untuk memberi hal diatas
terhadap kesatuan wujud.
12
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008) Hal. 258.
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia, Hal. 209.
14
Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam (Indiana:World wisdom, 2002) Hal. 5-6.
15
Frithjof Schuon, Logic and Transcendence (Indiana: World Wisdom, 2009) Hal. 64
16
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia Islam
(Cipinang: Pustaka al-Kautsar, 2015) Hal. 639.
13
Wujud Allah adalah asal dari segala sesuatu yang ada, sedang ada dan akan
ada. Sedangkan wujud materi berasal dari rohani wujud yang mutlak. Sehingga
pengertiannya terhadap wujud bersifat spiritual dan material.17
Dalam pengertian lain, Ibnu Sab’in menjelaskan pahamnya dengan cara
pengibaratan antara identitas dan esensi. Identitas adalah ketuhanan dan esensi
adalah ibadah. Ketuhanan tidak bisa bediri sendiri tanpa ibadah, begitupula ibadah
tidak bisa tegak tanpa ketuhanan. Inilah yang disebut dengan kesatuan mutlak.18
Kesatuan mutlak ini berkembang sampai ke bahasan filosofis. Akal dan jiwa
tidak memiliki wujud sendiri, namun bersumber dari wujud yang satu. Semuanya
ditandai dengan kesatuan wujud itu sendiri.19
3. Wahdat al-Syuhud
Menurut Taftazani, Ibn Farid adalah yang tokoh utama dalam paham Wahdat
al-Syuhud. Dia merupakan sufi mistis cinta yang menuliskan pengalamannya
dalam barisan puisi cinta.
Konsep utama dari paham ini adalah fana’. Fana’ merupakan kondisi ketika
segala sesuatu menjadi sirna dalam batas penglihatan selain Allah. Dari fana’
inilah lahir konsep penyatuan dalam penglihatan (kesaksian). Kesatuan disini
adalah kesatuan pandangan atau kesaksian dalam memandang segala sesuatu,
bukan kesatuan dzat itu sendiri.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran Ibnu arabi, karena kesatuan Ibnu
Arabi merupakan kesatuan wujud, sedangkan konsep dari Ibnu Farid adalah
kesatuan pandangan dengan jalan Fana’, yaitu hilangnya pandangan selain kepada
Allah dan hilangnya kehendak selain menuju kepada-Nya.20
.209-205 ، مادخل إلى التصوف السإلماي،أبو الوافا الغنيمي التفتازاني
17
، عقيدة التوحيد عند الفلسإفة والمتكلمين والصوفية، امل فتح الله زركشي18
.114 .ص
19
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 302.
.232-213 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي،أبو الوافا الغنيمي التفتازاني
20
Paham ini, menurut Taftazani, masih mengikuti al-Kitab dan Sunnah, karena
memang tidak terdapat tasybih dalam ajarannya.
4. Hulul
Hulul merupakan ajaran dari al-Hallaj. Pengertian Hulul sendiri dalam
tasawuf adalah paham yang meyakini bahwa Tuhan menentukan manusiamanusia pilihan untuk bersemayam di dalam tubuh mereka sehingga hilanglah
sifat-sifat kemanusiaan mereka.21
Dengan peleburan sifat-sifat manusia ke dalam sifat-sifat tuhan, berarti apa
yang dikehendaki manusia secara keseluruhan merupakan kehendak tuhan.karena
bersemayamnya tuhan (lahut) ke dalam tubuh manusia (Lahut). Al-Hallaj masih
mengakui dualisme antara manusia dengan tuhan.22
Meleburnya sifat manusia dengan sifat tuhan memang tidak lantas menjadikan
manusia menjadi tuhan. Pandangan al-Hallaj tidaklah bersifat nyata, hanya pada
kesadaran psikis yang terjadi saat fana’, bersatunya dua hal tadi seperti air yang
bercampur dengan anggur, selamanya air tidak akan pernah bisa menjadi anggur,
meskipun telah tercampur.23
Meleburnya sifat-sifat tuhan dalam diri manusia saat mencapai keadaan fana’
sangat ditentang oleh beberapa ulama salaf dan ahlussunnah. Karena terkadang
para salik tidak dapat melihat dirinya selain Allah.24
Dengan dualism yang masih ada, al-hallaj tidak pernah mengakui bahwa
tuhan dan manusia bisa bersatu dengan satu wujud. Pada hakekatnya hal ini
terjadi pada psikis saja, bukan pada kenyataan seperti Ibnu Arabi berpendapat.
5. Ittihad
Ittihad adalah tunduknya perasaan dan akal dalam kondisi fana’ sehingga
memunculkan perkataan-perkataan yang tidak bisa dimengerti dengan jelas
21
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 271.
.126-123 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني22
23
24
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Hal. 274.
Amal Fathullah Zarkasyi, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di Indonesia, Hal. 224.
tentang hubungan manusia dengan tuhan.25 Perkataan yang muncul dari hakekat
yang para sufi alami ini sering disebut dengan syathahat.26 Kata ini memiliki arti
gerakan, karena kata ini diucapkan ketika ada gerakan hati dan naluri yang
memuncak
sehingga mengucapkan
kata-kata ini sebagai ekspresi atas
kegembiraannya.27
Dari sekian banyak sufi, Abu Yazid al-Bisthami merupakan yang paling
masyhur dalam paham ini. Perkataan Abu Yazid yang memang tidak bisa
dipahami oleh orang awam, namun beberapa sufi bisa memahaminya seperti alJunaid.28
Jika dalam hulul bersatunya Tuhan dalam diri manusia, namun alam Ittihad
lebih pada usaha manusia menyatukan dengan dzat ilahi, dengan jalan mencapai
fana’. Fana’ disini juga mencakup kehendak dan keinginan, sehingga dalam suatu
perkara Abu Yazid sempat mengatakan “Aku ingin supaya aku tidak
berkehendak”. Ucapan-ucapan seperti inilah yang tidak bisa dipahami secara
jelas.
C. Penutup
Dunia sufisme sangat berpengaruh dalam perkembangan peradaban dunia Islam.
Istilah-istilah seperti Wahdat al-Wujud (Ibnu Arabi), al-Wahdat al-Mutlaqah (Ibnu
Sab’in) Wahdat al-Syuhud (Ibnu Farid), Hulul (al-Hallaj) dan Ittihad (Abu Yazid alBisthami) merupakan ajaran yang terkenal di dunia Tasawuf sehingga pada dasarnya
mereka melaluinya dalam kondisi fana’.
D. BIBLIOGRAFI
.118-117 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني25
.453 . ص، اللمع، أبو نصر السراج26
.123 . ص، مادخل إلى التصوف السإلماي، أبو الوافا الغنيمي التفتازاني27
.459 .( ص1960 ، مكتبة المثنى: اللمع )بغداد، أبو نصر السراج28
Anwar, Rosihon, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Arif, Syamsuddin, 2008, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani.
Bosworth, et.al., 1995, The Encyclopaedia of Islam Leiden: J. E. Brill.
Chittick, William C., 2000, Sufism, A Beginner’s Guide, Oxford: Oneworld
Publications.
Nasr, Seyyed Hossein, 2001, The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism,
Islam's Mystical Tradition, New York: HarperCollins Publishers C.E.
Nicholson, Reynold A., 2002, The Mystics of Islam, Indiana:World wisdom.
Schuon, Frithjof , 2009, Logic and Transcendence, Indiana: World Wisdom.
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, 2015, Ensiklopedi Aliran dan
Madzhab di Dunia Islam, Cipinang: Pustaka al-Kautsar.
Zaprulkhan, 2016, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik,, Depok: PT. RajaGrafindo
Persada.
Zarkasyi, Amal Fathullah, 2010, Konsep Tauhid Ibn Taymiyyah dan Pengaruhnya di
Indonesia, Gontor: University of Darussalam Press.
. مكتبة المثنى: بغداد،1960 ، اللمع،أبو نصر السراج
تت ماصصدخل إلصصى،1979 ،أبتتو الوافتتا الغنيمتتي التفتتتازاني
. دار الثقافة:التصوف السإلماي القاهرة
تت عقيدة التوحيصصد عنصصد،2009 ،أمل فتح اللتته زركشتتي
جامعتتة:الفلسإفة والمتكلمين والصوفية كونتور
.دار السلما السالمية
دار: بيتتروت،1999 ، الفتوحصصات المكيصصة،ابتتن عربتتي
.الكتب العلمية
.