CARA MUDAH UNTUK MEMAHAMI AL QURAN

CARA MUDAH UNTUK MEMAHAMI AL QURAN
Cara pertama adalah dengan mempelajari bahasa arab. Kita bisa mendatangi
pusat-pusat studi Bahasa Arab yang bagus di kota kita atau kita juga bisa belajar
sendiri dari berbagai macam Website kursus bahasa arab yang tersedia gratis di
internet, yang sangat mudah untuk dipelajari. Tapi jika kita belum bisa
melakukan hal ini maka cara kedua adalah dengan membaca Al Quran dengan
bahasa kita sendiri, yang akan relatif kurang menguntungkan tapi sekali lagi, hal
ini tetap merupakan alternatif yang baik.
Untuk lebih memudahkan anda saya menuliskan beberapa nama orang-orang
yang telah menterjemahkan Al Quran dengan kalimat yang sederhana dan tidak
rumit atau bahkan anda juga bisa meminta pertolongan orang yang lebih tua
untuk mendapatkan terjemahan yang mudah dipahami. (dalam bahasa urdu ada
Fateh Muhammad Jalindhiri dan dalam bahasa Sindhi ada Taj Muhammad
Amroti).

BAGAIMANA CARA TERBAIK BAGI KITA MEMAHAMI ALQUR'AN...??

 Memahami Al-Quran hukumnya adalah wajib berdasarkan ayat
berikut:

‫عهلى قلللوبب أ هققهفال لهها‬

‫أ ههفهلا يهتههدببهلروهن ال ققلقرآهن أ هقم ه‬
 "Maka mengapakah mereka tidak mau mentadabburi al-Qur'an?
Apakah karena hati mereka terkunci mati?" (QS 47:24)
Ada beberapa tahapan agar kita mampu untuk memahami dan mampu
berinteraksi dengan Al-Quran.

1. Memperhatikan adab tilawah.
2. Membaca satu surat, satu juz, atau satu ruku’ dengan pelan- pelan,
khusyu’, tadabbur dan penuh penghayatan. Tidak mementingkan target
dalam satu hari harus selesai satu surat, satu juz atau beberapa lembar.
3. Memperhatikan dan merenungi satu ayat, diperdalam untuk mendapatkan
arti yang terkandung dalam ayat tersebut, dengan cara dibaca dengan
penuh perasaan dan penghayatan, mendengarkan dari bacaan orang lain
atau kaset dan dilakukan berulang-ulang sampai mendapat arti yang
terkandung dalam ayat tersebut.
4. Mempelajari secara rinci, susunan kata, konteks kalimat, arti yang
terkandung, sebab turunnya (asbabun nuzul), i'rab sampai betul-betul
memahami seluk-beluk ayat tersebut dan berbagai sudut pandang.
5. Memahami korelasi ayat dengan kondisi sekarang.
6. Merujuk kepada yang dipahami oleh para salafus shalih terutama

pemahaman para shahabat. Hal ini dikarenakan mereka lebih ahli
dibanding Profesor Al-Quran terpintar saat ini pun, karena mereka
mendapat petunjuk langsung dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, dari
aspek kesopanan dan aspek ilmiah, kita harus lebih mendahulukan
pemahaman para shahabat. Hal ini untuk mencegah agar Al-Quran tidak
difahami sesuai dengan hawa nafsu kita.
7. Mempelajari pendapat para ahli tafsir yang memiliki bobot ilmiah.

Bagaimana Cara Memahami Alquran
1. MEMAHAMI AYAT DENGAN AYAT
Menafsirkan satu ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, adalah jenis
penafsiran yang paling tinggi. Karena ada sebagian ayat Alquran itu
menerangkan makna ayat-ayat yang lain. Contohnya ayat, yang artinya : “
Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak pernah merasa cemas dan
tidak pula merasa bersedih hati.” [QS.Yunus : 62].

Lafadz Auliya’ (wali-wali), ditafsirkan dengan ayat berikutnya yang artinya : “
Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.” [QS.Yunus :
63].
Berdasarkan ayat di atas maka setiap orang yang benar-benar mentaati perintahperintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, maka mereka itu

adalah Wali Allah. Tafsiran ini sekaligus sebagai bantahan orang-orang yang
mempunyai anggapan, bahwa Wali itu ialah orang yang mengetahui perkaraperkara ghaib, memiliki kesaktian, di atas kuburnya terdapat bangunan kubah
yang megah, atau keyakinan-keyakinan yang bathil yang lain. Dalam hal ini,
Karomah bukan sebagai syarat untuk membuktikan orang itu wali atau bukan.
Karena Karomah itu bisa saja tampak bisa juga tidak.
Adapun hal –hal yang aneh yang ada pada diri sebagian orang-orang sufi dan
orang-orang Ahli Bid’ah, adalah sihir, seperti yang sering terjadi pula pada
orang-orang Majusi di India dan lain sebagainya. Itu sama sekali bukan
Karomah, tetapi sihir seperti yang di firmankan Allah, artinya : “Terbayang
kepada Musa, seolah-olah ia merayap cepat lantaran sihir mereka.” [QS.
Thaha :66].
2. MEMAHAMI ALQURAN DENGAN HADITS YANG SHAHIH
Menafsirkan ayat Alquran dengan hadits shahih sangatlah penting, bahkan
harus. Allah menurunkan Alquran kepada Rasulullah tidak lain supaya
diterangkan maksudnya kepada semua manusia. Firman Allah, yang artinya :
“… Dan Kami turunkan Alquran kepadamu (Muhammad) supaya kamu
terangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
agar mereka pikirkan.” [QS. An-Nahl : 44].
Rasulullah bersabda yang artinya : “ Ketahuilah, aku sungguh telah diberi
Alquran dan yang seperti Alquran bersama-sama.” [HR. Abu Daud].

Berikut beberapa contoh Tafsirul ayat bil hadits :
a. Ayat yang artinya : “ Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala
yang terbaik ( Syurga) dan tambahannya.” [QS.Yunus : 26].
Tambahan di sini menurut keterangan Rasulullah, ialah berupa kenikmatan
melihat Allah. Beliau bersabda yang artinya : “ Lantas tirai itu terbuka
sehingga mereka dapat melihat Tuhannya, itu lebih mereka sukai dari pada
apa-apa yang di berikan kepada mereka. “ kemudian Beliau membaca ayat ini.
[HR.Muslim].

b. Ketika turun ayat, yang artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukan iman mereka dengan kedzaliman …” [QS. AlAn’am : 82]
Menurut Abdullah bin Mas’ud, para Sahabat merasa keberatan karenanya.
Kemudian mereka pun bertanya , “ Siapa di antara kami yang tidak mendzalimi
dirinya ya Rasul ?” Beliau menjawab, “ Bukan itu maksudnya. Tetapi yang
dimaksud kedzaliman di ayat itu adalah Syirik. Tidakkah kalian mendengar
ucapan Luqman kepada putranya yang artinya : “ Wahai anakku, janganlah
engkau menyekutukan Allah. Karena perbuatan Syirik (menyekutukan Allah) itu
sungguh kedzaliman yang sangatlah besar.” [HR. Muslim].
Dari ayat dan hadits itu dapat di ambil kesimpulan : Kedzaliman itu urutannya
bertingkat-tingkat. Perbuatan maksiat itu tidak disebut Syirik. Orang yang tidak

menyekutukan Allah, mendapat keamanan dan petunjuk.
3. MEMAHAMI AYAT DENGAN PEMAHAMAN SAHABAT
Merujuk kepada penafsiran Sahabat terhadap ayat-ayat Al Qur’an seperti Ibnu
‘Abbas dan Ibnu Mas’ud sangatlah penting sekali untuk mengetahui maksud
suatu ayat. Karena, disamping senantiasa menyertai Rasulullah, mereka juga
belajar langsung dari Beliau. Berikut ini contoh Tafsir dengan ucapan Sahabat,
tentang ayat yang artinya : “ Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah yang
bersemayam di atas ‘Arsy.” [QS. Thaha : 5].
Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Baari berkata, Menurut Ibnu ‘Abbas
dan para Ahli Tafsir lain, Istiwa itu maknanya Irtafa’a (naik atau meninggi).
4. HARUS MENGETAHUI GRAMATIKA BAHASA ARAB
Tidak di ragukan lagi, untuk bisa memahami dan menafsirkan ayat-ayat Alquran
, mengetahui gramatika bahasa arab sangatlah penting. Karena Alquran
diturunkan dalam bahasa Arab.
Firman Allah yang artinya : “ Sungguh kami turunkan Alquran dengan bahasa
Arab supaya kamu memahami.” [QS. Yusuf : 2].
Tanpa mengetahui bahasa arab, tidak mungkin bisa memahami makna ayat-ayat
Al qur’an. Sebagai contoh ayat : Tsummas tawaa ilas samaa’i. makna Istiwa ini
banyak di perselisihkan. Kaum Mu’tazilah mengartikannya menguasai dengan
paksa. Ini jelas penafsiran yang sangat keliru. Tidak sesuai dengan bahasa arab.

Yang benar, menurut pendapat para Ahli Sunnah Wal Jama’ah, Istiwaa artinya
‘ala wa Irtafa’a (meninggi dan naik). Karena Allah mensifati dirinya dengan
Al-‘Ali (Maha Tinggi).

Anehnya banyak orang penganut faham Mu’tazilah yang menafsiri lafadz
Istawa dengan Istaula. Pemaknaan seperti ini banyak tersebar di dalam kitabkitab Tafsir, Tauhid dan ucapan-ucapan orang. Mereka jelas mengingkari keMaha Tinggian Allah yang jelas-jelas tercantum dalam ayat-ayat Al Qur’an dan
Hadits-hadits yang shahih, perkataan para sahabat dan para Tabi’in, mereka
mengingkari bahasa Arab di mana Alquran diturunkan dengan bahasa itu. Al
Imam Ibnu Al Qayyim berkata, Allah memerintahkan orang-orang Yahudi
supaya mengucapkan “Hitthotun” (bebaskan kami dari dosa), tapi mereka
rubah menjadi “Hinthotun” (biji gandum). Ini sama dengan kaum Mu’tazilah
yang mengartikan Istiwa dengan arti Istaula.
Contoh kedua, pentingnya bahasa arab dalam menafsirkan suatu ayat, misalkan
ayat yang artinya : “ Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah ( yang Haq )
melainkan Allah…” [QS. Muhammad : 19].
Ilah artinya Al Ma’bud ( yang di sembah) maka kalimat Laa ilaaha Illallaah,
artinya La Ma’buuda illallaah (tidak ada yang patut di sembah kecuali Allah).
Sesuatu yang di sembah selain Allah itu banyak ; Orang-orang Hindu di India
menyembah sapi. Pemeluk Nashrani menyembah ‘Isa Al Masih, tidak sedikit
dari kaum muslimin sangat di sesalkan karena menyembah para wali dan

berdo’a meminta sesuatu kepadanya. Padahal, dengan tegas Rasulullah berkata,
Artinya :” Do’a itu ibadah.” [HR.Tirmidzi].
Karena sesuatu yang dijadikan sesembahan oleh manusia banyak macamnya,
maka dalam menafsirkan ayat diatas harus ditambah dengan kata Haq sehinggan
maknanya menjadi Laa Ma’buuda Haqqon Illallaah ( tidak ada sesembahan
yang Haq kecuali Allah). Dengan begitu, semua sesembahan-sesembahan yang
bathil yakni selain Allah, keluar atau tidak masuk dalam kalimat tersebut.
Dalilnya ialah ayat berikut, yang artinya : “ Demikianlah, karena sesungguhnya
Allah. Dialah yang Haq. Dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain
Allah itulah yang bathil.” [QS. Luqman : 30].
Dengan di artikannya makna Ilah menjadi Al Ma’buud, maka jelaslah
kekeliruan kebanyakan kaum muslimin yang berkeyakinan bahwa Allah ada di
mana-mana dan mengingkari ketinggian Nya di atas ‘Arsy dengan memakai
dalil ayat berikut ini, yang artinya : “ Dan Dialah Tuhan di langit dan Tuhan di
Bumi.” [QS. Az-Zukhruf : 84].
Sekiranya mereka mamahami arti Ilah dengan benar, niscaya mereka tidak
memakai dalil ayat tersebut. Yang benar, seperti yang telah di terangkan di atas,
Al Ilah itu artinya Al Ma’buud sehingga ayat itu artinya menjadi : “ Dan Dialah
Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di Bumi.”


Contoh ke tiga, pentingnya Gramatika bahasa arab untuk supaya bisa
menafsirkan ayat dengan benar, ialah mengetahui ungkapan kata akhir tapi
didahulukan, dan kata depan namun ditaruh di akhir kalimat. Sebagai contoh,
Firman Allah : “ Iyyaaka na’budu wa Iyyaaka nasta’in.” Artinya : “Hanya
kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu pula kami memohon
pertolongan.” [QS Al Fatihah : 5].
Di dahulukan kata Iyyaaka atas kata kerja Na’budu dan Nasta’in, ialah untuk
pembatas dan pengkhususan, maka maksudnya menjadi Laa Na’budu illa
iyyaaka walaa nasta’iinu illa bika yaa Allah, wanakhusshuka bil ‘ibaadah wal
‘Isti’aanah wahdaka. ( kami tidak menyembah siapa pun kecuali hanya kepadaMu. Kami tidak memohon pertolongan kecuali hanya kepada-Mu, ya Allah.
Dan hanya kepada-Mu saja kami memohon beribadah serta memohon
pertolongan).
5. MEMAHAMI NASH AL QUR’AN DENGAN ASBABUN NUZUL
Mengetahui Asbabun Nuzul (peristiwa yang melatari turunnya ayat) sangat
membantu sekali dalam memahami Alquran dengan benar.
Sebagai contoh, ayat yang artinya : “ katakanlah : panggilah mereka yang
kamu anggap sebagai (Tuhan) selain Allah, mereka tidak akan meiliki
kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula
memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu juga mencari jalan
kepada Tuhan mereka, siapa di antara meraka yang lebih dekat (kepada Allah)

dan mengharapkan Rahmat-Nya, serta takut akan Adzb-Nya. Karena adzab
Tuhanmu itu sesuatu yang mesti ditakuti.” [QS.Al-Israa’ :56-57].
Ibnu Mas’ud berkata : Segolongan manusia ada yang menyembah segolongan
Jin, lantas sekelompok Jin utu masuk Islam. Karena yang lain tetap bersikukuh
dengan peribadahannya, maka turunlah ayat “ Orang-orang yang mereka seru
itu juga mencari jalan kepada Tuhan Mereka [Muttafaqun’Alaihi].
Ayat itu sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyeru dan bertawassul
kepada para Nabi atau para Wali. Namun, sekiranya orang-orang itu bertawassul
kepada keimanan dan kecintaan mereka kepada para Nabi atau Wali, maka
Tawassul semacam ini di bolehkan.