Good Governance dalam Pemerintah Daerah

  M I M BAR ,

  Vol. 28, No. 2 (Desember, 2012): 201-209

  Lahat yang ditelaah dari sisi postur dan alokasinya. Ad ap u n y an g m en j ad i d asar p er t i m b an g an pem ilihan lokasi penelitian adalah: (1) Kabupaten Lahat sebagai Kabupat en I nduk yang sudah dim ekarkan menjadi 3 Daerah Otonom Baru (OTB) sehingga peneliti m enduga pengelolaan APBD-nya sudah relatif baik; (2) Sebagai Kabupaten I nduk, geliat ekonom i dan pem berdayaan masyarakat Kabupaten Lahat bukan dampak langsung dari pro- gram layanan publik dan pem bangunan yang didanai oleh APBD, tetapi terdorong oleh pesatnya kaw asan industri pertambangan dan perkebunan m elalui dana-dana CSR dan kem itraan. Tuj uan penelitian adalah untuk menemukan postur dan perform a alokasi APBD Kabupaten Lahat serta merumuskan konsep penyem purnaannya.

  

Adm in ist r asi Neg ar a FI SI P Univ ersit as Lam p u ng , Jl. Su m an t r i Br oj onegoro No. 1

Ban dar Lam pu n g 35 14 4

e- m ail: n ov er m an d u ad j i@y a h oo. co. id

  

Abst r a ct . The Gover nance is t he fram e t o r efor m t he gover nm ent ideology, paradigm ,

cult ur e and m anagem ent . Such as a r esponse act ion fr om t he gover nm ent t hat have

m ade som e policies as legal for m al act ion. For r eaching t he good gover nance and t he

gover nm ent highest per for m ance, so t r ee of gover nance pr incipal: account abilit y, t rans-

par ency and par t icipat ion m ust oper at e bet t er by t he r eal act ion t hat called t he r evi-

t alizat ion. I t is inj ect ion t he good gov er nance v alues t o public business t hat has a

legal for m al policy.

  Key wor d: Gover nance, Gover nm ent Per f or m ance, Account abillit y

A b st r a k . Gov er nan ce m er u pak an k er ang k a k onsep un t uk m em b en ah i i deologi ,

par adi gm a, k u lt u r dan m an aj em en k epem er int ah an ag ar m em i li k i k i ner j a t in gg i.

  

Mer espon hal in i , Pem er i n t ah t el ah m en g el u ar k an b eb er ap a k ebi j ak an seb agai

landasan legal for m al, m ulai dar i Kebij akan Ak unt abilit as Kiner j a Pem er int ah sam pai

dengan Kebij ak an Anggar an Ber basis Kiner j a. Dalam r angka m encapai good gover -

nance, guna m enuj u k iner j a pem er int ahan y ang t inggi, m ak a 3 pilar good gov er -

nance: akunt abilit as ( account abilit y ) , t r anspar ansi ( t r anspar ency ) , dan par t isipasi

( par t icipat ion) har uslah diim plem ent asikan dengan baik m elalui t indakan ny at a dalam

bent uk r ev it alisasi, yait u penginj eksian nilai- nilai good gov er nance dalam prak t ek-

pr ak t ek peny elenggar aan ur usan publik dengan landasan legal f or m al.

  Kat a Kunci: Tat a Kelola, Kiner j a Pem er int ah, Akunt abilit as

Pendahuluan

  pact, yaitu upaya mewujudkan kemakmuran yang

  b er k ead i l a n d an ad i l b e r k em ak m u r an b ag i r a k y at n y a se b a g a i p a r a m e t e r d a r i penyelenggaraan pem erint ahan yang m em iliki kinerja tinggi. Disam ping itu pula gagasan ini tentu j uga bersinggungan dengan keinginan unt uk m eningkatkan daya saing dan inovasi aparatur publik baik di tingkat lokal, nasional maupun di tingkat global.

  Tu l i sa n i n i m er u p a k a n r ef l e k si f ak t a (persoalan) problem implementasi kebijakan good governance pada level Pemerintah Daerah dan akan mencoba memberikan gagasan tentang solusi m enuj u good governance m elalui penerapan prinsip-prinsip good governance. Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah APBD Kabupaten

  ‘Terakreditasi’ SK Dikti No.64a/DIKTI/Kep/2010, berlaku 1-11-2010 s.d. 1-11-2013

Good Governance dalam Pemerintah Daerah

  Sehubungan dengan hal tersebut , m aka artikel ini mengetengahkan bentuk analisis dengan menggunakan metode penelusuran dan pengkajian pustaka (studi pustaka), baik tentang dokum en kebijakan operasional maupun mengenai landasan konsep dan teori dari beberapa sumber referensi serta diikuti dengan waw ancara dengan satker terkait sebagai informan dan dij adikan landasan

  cross-check atas dokum en-dokum en.

  Pada bagian ini akan diketengahkan tentang

  Governance merupakan kerangka konsep ‘f ilosof is’, ‘t eorit is’ dan ‘analit is’ yang sangat berguna sebagai landasan unt uk m em benahi i di ol og i, p aradi gm a, ku lt ur d an m anaj em en kepemerintahan (manajem en publik). Konsep gov- er nance in i bu kan hany a di t u j u kan sebat as orientasi internal organisatoris, m elainkan juga pada aspek eksternal, output, outcom e dan im-

  

NOVERMAN DUADJI. ‘Good Governance’ dalam Pemerintah Daerah

  ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

  p r o b l e m i m p l em en t a si g o v e r n a n ce d a l a m pem erintah daerah berdasarkan telaah kebijakan sebagai landasan legal f orm al dan kebij akan operasional.

  Bila ditinjau secara substantif konseptual UU No. 22 tahun 1999 yang direvisi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ada beberapa hal mendasar dari nilai-nilai konseptual yang ingin diterapkan dan sekaligus ingin dicapai oleh kedua p a k e t k e b i j a k a n i t u . D w i y a n t o ( 2 0 0 3 : 2 5 ) mengem ukakan “nilai-nilai konseptual itu terdiri dari: (1) m erubah nilai-nilai otokratis sentralistis dan hirarkis menjadi domokratis desentralistis yang fungsional dalam penyelenggaraan dan interaksi antar lembaga kepem erintahan; (2) meretas nilai birokrat is f eodalist is sebagai w arisan negara adm inistrasi kearah tum buh-kem bangnya nilai administrasi partisipatif, responsif dan adaptif akan kepent ingan m asyarakat ; (3) m engganti nilai konsumtif dan menghambur-hamburkan anggaran kearah pertimbangan prioritas dan jiw a wirausaha (entrepreneurship); (4) merubah perilaku aktor kepemerintahan yang berjiwa ingin m endapatkan pelayanan m enjadi abdi, pelayan dan fasilitator m asyarakat; (5) merubah ketergantungan akan sum ber daya dari pusat dengan mengem bangkan o t o n o m i ( k em an d i r i an ) , k eb er d a y a an d an k e se t a r a an y an g b e r t an g g u n g j aw ab (akuntabilitas); dan (6) m enum buhkem bangkan dan tegaknya prinsip check and balance, equity dan equality antar komponen governance.

  Up ay a m e r e sp o n d an sek al i g u s m em anf aatkan konsep t ersebut diat as, m aka kehadiran UU No. 22 tahun 1999 yang direvisi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, k hu su sn y a d alam p r ak t ek p en y elen gg ar aan pem erin t ahan l okal ( Kabu pat en / Ko t a) m ul ai m em aksim alkan peran dan bahkan berlom ba- lo m b a un t u k m en j adi p io ni r p er en cana d an distribusi dana APBD kearah implementasi nilai- nilai kepem erintahan yang berjiwa w irausaha (en-

  t r ep r e n e u r sh i p g o v er n a n ce) se b a g a i

  pengej aw ant ahan go od g overnance. Nam u n sangat disayangkan, apabila dicermati pada aras implem entatif, kondisi manajemen pemerintah dan penyelenggaraan birokrasi publik m asih banyak k e l e m a h a n n y a . Pe n e t a p a n k e d i si p l i n an , penghem atan, budaya kerja, kualitas pelayanan, netralitas birokrasi, sam pai dengan penerbitan b e r b ag ai p er at u r an p er u n d a n g - u n d an g a n p e n d u k u n g at au d en g a n k a t a l ai n asp e k rest ruk t ur isasi d an rev it ali sasi m asih kent al m em perlihatkan w aj ah buram nya. Peningkatan kualitas kinerj a aparatur dan pelayanan publik m a si h j a u h d ar i h a r a p a n d a n k e i n g i n a n masyarakat, pemborosan yang masih juga belum dapat diperbaiki, korupsi yang masih merajalela, tarikan kuat yang dilakukan oleh pejabat politik terhadap pejabat birokrasi, merupakan citra yang menggangu kinerja birokrasi pemerintah.

  Uraian diatas m emiliki keterkaitan dengan penj elasan dari Surkat i ( 2012) dengan t opik Otonomi Daerah Sebagai I nstrumen Pertumbuhan Kesejahteraan dan Peningkatan Kerjasama Antar Daerah yang menyatakan bahwa “otonomi daerah dalam Peraturan Perundang-undangan dari segi penyelenggaraan pem erintahannya tidak terlepas dengan proses penerapan Azas Desentralisasi, Azas Dek on sent rasi dan Tu gas Pem b an t u an (Medebewind). Undang-Undang dasar 1945 pasal 18, 18 A dan B, dimana pem bagian daerah ini diberikan hak otonom i untuk mengurusi rumah t an gg an ya sen di ri . Pem b ag ian daer ah akan b e r k ai t an d en g an g eo g r af i d an p o t e n si d i wilayahnya masing-m asing yang tidak berimbang. Penerapan azas otonomi daerah dalam rangka m enj aga Negara Kesatuan Republik I ndonesia ant ara pem erint ahan pusat dan pem erintahan daerah. Oleh karena it u persoalannya adalah bagaimana penerapan azas otonom i daerah dapat meningkatkan kesejahteraan dan kerj asam a antar daerah secara nasional dengan kondisi potensi

  No Tahun Alokasi ( Proporsi) APBD Anggaran Rut in An gga r a n La ya n a n Pu bl i k & Belanja Pegaw ai ( % ) dan Pembangunan( % ) 1 2 00 9 8 0 2 0 2 2 01 0 7 5 2 5 3 2 01 1 7 0 3 0 4 2 01 2 7 0 3 0

  

Tabel 1

Alokasi ( Proporsi) APBD Kabupaten Lahat Tahun 2009-2012

  Sum ber: Dokumen APBD Kabupaten Lahat Tahun 2009-2012

  M I M BAR ,

  

Tabel 2

Rasio Alokasi ( Proporsi) APBD Kabupaten Lahat dengan Dana CSR untuk Layanan Publik

dan Pembangunan Tahun 2009-2012

  50

  20 4 2012

  80

  10 3 2011

  90

  5 2 2010

  95

  No Tahun Rasio APBD unt uk Anggar an CSR unt uk Layan an Layanan Publik dan Pembangunan ( % ) Publik dan Pembangunan ( % ) 1 2009

  Dalam penyelenggaraan layanan publik dan pembangunan di Kabupaten Lahat ternyata ada

  Vol. 28, No. 2 (Desember, 2012): 201-209

  dim ana masih didapati persentease anggaran ru- t in d an bel an j a pegaw ai m asi h l eb ih besar k e t i m b an g an g g ar an l ay an an p u b l i k d a n p em b an g un an . Bah k an j i ka d i t el u sur i l eb i h seksama usulan-usulan program yang diaj ukan masing-masing dinas dan badan m asih berlomba- l o m b a k e p a d a p en g e j a r a n t a r g et i n t er n a l organisasi (kepentingan dan kebutuhan dinas dan badan). Hal ini mengindikasikan anggaran yang d i su su n b e l u m m a m p u se ca r a o p t i m al dimanfaatkan bagi pem berdayaan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan m asyarakat. Perspektif demikian juga berkaitan dengan nilai teologi seperti statemen Muhardi (2005) dengan topik ‘paradigma boros dalam kegiatan ekonom i’ yang menyatakan bahw a “ Kegiat an ekonom i (econom ic act ivit y) sesungguhnya sudah ada sem enj ak kehadiran manusia di muka bum i ini. Demikian pula dengan aktivitas ekonomi tersebut akan terus berlangsung selam a m anusia di m uka bum i ini ada. Dalam r a n g k a m em en u h i k e b u t u h a n h i d u p at au ek onom iny a t ersebut , m an usi a at au sebu ah keluarga dihadapkan pada berbagai pilihan atau al t e r n at i f t i n d a k a n d a n ca r a - car a y a n g ditempuhnya. Tindakan dan cara yang bagaimana yang akan diambilnya akan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh sej auhm ana nilai-nilai yang diyakini seseorang tertanam dalam dirinya. Sikap berlebih- lebihan dalam m em enuhi kebut uhan hidup bukanlah tindakan yang baik, karena cara tersebut tidak sesuai dengan prinsip ekonomi yang benar dan j uga syariah I slam . Agama I slam telah m engaj arkan bagaim ana m emenuhi kebutuhan ekonomi secara seim bang atau layak, dalam arti t i d ak b er l eb i h - l eb i h an ( i sraf ) ”. Ku t i p an i n i m em pert egas bahw a paradigm a pengelolaan anggaran (APBD) masih terkontaminasi nilai-nilai pemborosan, belum mengarah pada efektifitas dan efisiensi pengelolaan APBD yang semestinya perlu dilandasi nilai moral dan etika aparatur publiknya dalam kerangka akhir akuntabilitas publik, baik pada domain akuntabilitas organisasi maupun pada ranah akuntabilitas kepada rakyat sebagai subyek layanan publik dan pembangunan itu sendiri.

  formance budgeting (anggaran berbasis kinerja)

  Kendati ham pir sem ua satker anggaran (Dinas dan Badan) Kabupaten Lahat m enjelaskan kepada pen elit i b ahw a APBD sud ah disusun berdasarkan kinerja dinas dan badan serta secara langsung menyentuh kebutuhan layanan publik dan p e m b an g u n a n , n am u n d a r i Tab el 1 d ap at d i j el a sk a n b a h w a al o k asi ( p r o p o r si ) APBD Kabupaten Lahat belum disusun berdasarkan per-

  Sehubungan dengan tulisan ini menyoroti APBD Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan, maka untuk memberikan gambaran singkat akan disajikan proporsi alokasi APBD Kabupaten Lahat seperti terlihat pada Tabel 1.

  (distribusi) anggaran harus disesuaikan dengan skala prioritas unt uk pencapaian t uj uan, yaitu p en i n gk at an dan p er cep at an k esej aht er aan m asyarakat. Postur perform ance budgeting ini tampak j elas pada persentase alokasi anggaran (APBD) harus lebih besar proporsinya bagi upaya pembiayaan layanan publik dan pembangunan bagi masyarakat di daerah. Namun sayangnya dalam pr akt ek pengangg aran ( al okasi APBD) pada kebanyakan propinsi, kabupaten dan kota di I ndo- nesia m asih lebih besar proporsi belanj a rutin dan belanj a pegaw ai ketim bang alokasi dana untuk layanan publik dan pembangunan masyarakat.

  ing). Artinya setiap perencanaan pengalokasian

  Men g acu p ad a u r ai an Su r k at i ( 2 0 1 2 ) tersebut diatas, m aka sesungguhnya yang m enjadi titik t ekan adalah perbaikan dan peningkat an kualitas pengelolaan anggaran instansi pemerintah atau yang lazim dikenal dengan istilah pengelolaan anggaran berbasis kinerja (perform ance budget-

  w ilayah yang tidak berimbang seperti keadaan geografi dan sumber daya manusianya”.

  ‘Terakreditasi’ SK Dikti No.64a/DIKTI/Kep/2010, berlaku 1-11-2010 s.d. 1-11-2013

  50 Sumber: Laporan Bappeda Kabupaten Lahat Tahun 2009-2012

  

NOVERMAN DUADJI. ‘Good Governance’ dalam Pemerintah Daerah

  ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

  kontribusi dana CSR dari industri pertambangan dan perkebunan yang cukup signifikan, baik dari sisi jumlah maupun peningkatan rasio (proporsi) CSR sep er t i t er l i h at p ad a Tab el 2 . Hal i n i m engindikasikan bahw a peningkat an kualitas layanan publik dan geliat ekonom i (pemberdayaan ekonomi) masyarakat lebih banyak didorong oleh program -program yang didanai oleh CRS industri pertambangan dan perkebunan. Sem entara APBD m asi h dom inan digunakan unt uk m em bi ayai kegiatan internal institusi pemerintah (belanja ru- tin dan belanja pegawai).

  Unt uk m em perbaiki dan m eningkat kan kinerj a inst ansi pem erintah, m aka pem erintah mengeluarkan beberapa paket kebijakan sebagai landasan legal formal. Pertama, terbitnya I npres No 7 Tahun 1999 merupakan salah satu upaya pem erint ah untuk m eningkat kan pelaksanaan pemerintahan (birokrasi publik) yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jaw ab (akuntabel). Kemudian Keputusan Lembaga Administrasi Negara Nomor 589/ I X/ 6/ Y/ 99 yang kem udian disem purnakan dengan Keput usan Lem baga Adm inistrasi Negara Nom or 239/ I X/ 6/ 8/ 2003 yang sebagai landasaran tentang perlunya Laporan Akuntabilitas Kinerja I nstansi Pemerintah (LAKI P) sebagai capaian kinerj a (cerminan visi dan m i si org ani sasi) . Kedua, d if oku skan m el al ui p e r b ai k a n m a n a j e m e n k e u a n g an n eg ar a. Pem er int ah m eng elu arkan k ebi j ak an b eru pa I nst ruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Upaya lainnya untuk m em perkokoh dan m endorong langkah reformasi manajemen keuangan negara, adalah t e l a h d i su su n d a n d i b e r l ak u k an n y a p a k e t perundang-undangan bidang keuangan negara, yaitu: a) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; b) Undang-undang Nom or 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan c) Undang-undang Nom or 15 Tahun 200 4 t en t ang Pem er iksaan Pengelo laan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Perubahan mendasar diterbitkannya 3 (tiga) paket Undang- anggaran berbasis kinerja (perform ance based

  budgeting) dalam pengelolaan keuangan negara

  d an j u g a t er m asu k d i d a l am n y a m u l ai d ar i p e n e r a p a n p e r e n can aa n k i n e r j a, pert anggungj aw aban dan pengelolaan kinerj a, evaluasi kinerja serta diberlakukan pem eriksaan (audit) kinerj a. Ketiga, selanj ut nya terbit pula Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Per en ca n aan Pem b an g u n an Nasi o n a l y a n g m engat ur dari aspek perencanaan, yang j uga menekankan manajemen berbasis kinerj a dalam setiap perencanaan pembangunan dan kegiatan dalam lingkungan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.

  Dalam konteks penyelenggaraan pemerintah daerah, juga tidak lepas dari penerapan anggaran berbasis kinerja tersebut dalam setiap penyusunan r en can a k er j a d an a n g g a r an seb a g ai m an a disebutkan dalam Pasal 19 UU No 17 Tahun 2003.

  Dalam rangka mendukung terwujudnya good gov- er n a n ce d a l a m p e n y el en g g ar aa n n e g a r a , p e n g el o l aa n k e u a n g an n eg ar a p e r l u diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Sesuai dengan amanat Pasal 23C UUD 1945, dalam UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas, maupun asas- asas baru sebagai pencerm inan best practices ( penerapan kaidah- kai dah yang baik ) dalam p en gel ol aan k euan gan n eg ara, ant ara l ain ; ak u n t a b i l i t a s b e r o r i en t a si p ad a h a si l , prof esionalitas, proporsionalit as, keterbukaan d al am p en g e l o l a an k eu an g an n eg a r a, d an pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan m andiri.

  Penerapan anggaran berbasis prestasi/ hasil kerja dim aksudkan sebagai upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/ hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam p e n y u su n an r en ca n a k er j a d an a n g g a r a n kementerian negara/ lem baga/ perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas ki nerj a dalam sist em p enganggaran deng an m em perkenalkan sist em penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/ lembaga/ perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana k er j a d an an g g ar an k em en t er i an / l em b ag a/ p er an gk at d aer ah t er seb ut d ap at t erp en uh i sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kinerj a dan pengukuran akuntabilit as yang bersangkutan. Penerapan anggaran berbasis kinerj a diperlukan unt uk m enegakkan kinerj a organisasi instansi pem erintah, sekaligus sebagai dasar untuk meninjau kembali program/ kegiatan yang tidak berhasil mencapai target.

  Mencerm ati hasil audit BPKP, pemeriksaan inspekt orat daerah m aupun hasil pengaw asan yang dilakukan lembaga legislatif daerah (DPRD), pengalokasian dana APBD Kabupaten Lahat dari tahun 2009-2012 tidak diketemukan penyimpangan yang berarti. Artinya secara legal form al tidak diketem ukan indikasi terj adinya tindak pidana (korupsi) APBD Kabupaten Lahat. Hanya ada 2 kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa yang menggunakan dana Pro-

  M I M BAR ,

  outcomes (World Bank, 1989 dan 1992).

  Pe m e r i n t ah . De n g an a d a n y a PP t er se b u t , pert an gg ung j aw aban p el ak sanaan an gg ar an negara (APBN/ APBD) tidak hanya pada laporan keuangan saja, yakni laporan realisasi anggaran, Neraca, Lapor an Arus Kas dan cat at an at as La p o r a n Ke u a n g an , n a m u n t e r d ap at p u l a k e w aj i b an u n t u k m en y am p ai k an i n f o r m a si m engenai kinerj a instansi pem erint ah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh pengguna anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Namun demikian perlu ditegaskan pula bahwa pemaham an kinerj a instansi pemerintah tidak dapat sem ata hanya diukur dari pencapaian atau penyerapan penggunaan anggaran negara (APBN/ APBD). Akan tetapi harus dapat diukur pula prestasi kerj a secara keseluruhan dalam suatu unit organisasi at au inst ansi pem erintah t ersebut khususnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Dari penggunaan anggaran negara t ersebu t harus m em per lihat kan pula apakah m enunj ukkan tingkat pencapaian sasaran dan t u j u an y an g t el ah d i t et ap k an , d an ap ak ah berorientasi pada pencapaian visi dan m isi, serta hasil dan m anfaat yang diperoleh.

  Selanjutnya sebagai pelaksanaan UU No 1 Tah un 2 00 4, p em er in t ah t elah m enerb it kan Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2006 tentang Pe l a p o r a n Ke u a n g an d an Ki n er j a I n st a n si

  mance m anagement (World Bank, 1992:35).

  dikat egorikan sebagai bagian at au salah satu elemen dari managing for results atau perfor-

  ment), penerapan anggaran berbasis kinerja dapat

  An g gar an b er b asi s k i n er j a j u g a leb i h fleksibel dalam artian dimungkinkannya pergeseran anggaran dari satu j enis belanja ke belanja lain sepanjang berada dalam lingkup sasaran stratejik yang sam a. Adanya f leksib ili t as akan dap at m en in g k at kan k eeko n o m i san d an ef i si en si . Selanj utnya adanya keterkaitan antara sasaran mem udahkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi y a n g b er si f a t m e n y el u r u h , b a i k d ar i se g i pencapaian sasaran, perumusan dan im plementasi program / kegiatan, m aupun proses penetapan dan pengendalian anggaran dan analisis k inerj a. Se l a n j u t n y a d a l a m k o n t ek s m e w u j u d k an pemerintah yang kredibel (high perfoming govern-

  m em pert im bangkan dim ensi ent repreneurship pem erin t ah kabu pat en, y ait u inv est asi y ang dikeluarkan dapat menambah j umlah dan sum ber pendapatan baru bagi pem erintah kabupaten, karena anggaran berbasis kinerj a itu memiliki arti penting atas keunggulan-keunggulan yang dim iliki. Sebagaimana diketahui bahwa secara konseptual, “ p en er ap an p eng an g g ar an b er b asis k i n er j a m em i li ki keu ng g ul an t i d ak saj a m en do r on g terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik, tetapi juga mendorong pengambilan keputusan dan penyusunan prioritas anggaran yang lebih baik, termasuk pengawasan dan pengendalian ke arah

  Vol. 28, No. 2 (Desember, 2012): 201-209

  b u d g et i n g ( an g g ar an k i n er j a ) p e r l u j u g a

  aturan yang telah ditentukan. Kendati demikian, j ika dit inj au dari kont eks pencapaian t uj uan penyelenggaraan urusan layanan pub lik dan pem bangunan bahwa alokasi dana APBD belum mampu mencapai sasaran off target. Semestinya, ori ent asi konsept ual per f orm ance bud get i ng (anggaran berbasis kinerj a) adalah lebih bermuara pada peningkatan kualitas layanan publik dan pem bangunan, sehingga pada m asa tert ent u terjadi akselerasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bermukim pada suatu wilayah kabupaten bahkan menjadi katalisator kemajuan ekonom i dan pem berdayaan m asyarakat antar daerah. Disamping itu, penerapan performance

  procedure) atau tidak m enyalahi tata cara dan

  Desk ri psi d iat as h an ya m encer m i nk an bahwa pengalokasian dana APBD sudah memenuhi prosedur operasional baku (standard operating

  gram Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang sumber dananya dari dana sharing Pem erintah Pusat (APBN) dan APBD Kabupaten.

  ‘Terakreditasi’ SK Dikti No.64a/DIKTI/Kep/2010, berlaku 1-11-2010 s.d. 1-11-2013

  Dalam Bagian Penj elasan atas PP No. 8 tersebut diuraikan bahwa pengungkapan informasi t en t an g k i n er j a i n i ad al ah r el e v an d en g an perubahan paradigma penganggaran pem erintah yang dit et apkan dengan m engident if ikasikan secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan dan hasil (outcomes) dari setiap program . Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerj a instansi pem erintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sist em pengan ggaran, dan sist em akunt ansi pemerintahan. Dari sisi pem eriksaan atau audit kinerja, maka dengan terbitnya UU No. 15 tahun 2004 m em baw a perubahan sangat m endasar dalam m anaj emen keuangan negara, diantaranya adalah m enegask an posisi Badan Pem eriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal yang akan m elakukan audit atas seluruh penyelenggaraan negara yang berimplikasi pada pem biayaan dan m e n y eb u t k a n b a h w a BPK m e l a k san ak an pem eriksaan at as pengelolaan dan t anggung j aw ab k eu a n g an n eg ar a, y an g t e r d i r i at as pem eriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yang memuat h al- h al : ( a) Pem er i ksaan Keu an gan ad al ah p e m e r i k saa n at as l ap o r an k eu an g a n ; ( b ) Pem eriksaan Kinerj a adalah pem eriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas; (c) Pem eriksaan dengan tujuan tertentu, misalnya permintaan pihak- pihak berwewenang untuk menindaklanjuti indikasi distorsi atau korupsi anggaran. Kesem uanya itu sebagai manifestasi dari Pasal 23E Undang-Undang

  

NOVERMAN DUADJI. ‘Good Governance’ dalam Pemerintah Daerah

  Dari sekelum it uraian di atas, m aka hal pokok yang m enarik f okus perhat ian adalah terj adinya kontradiksi penyelenggaraan tatanan kepem erint ahan artinya diketem ukan adanya kesenj angan. Pada kont eks atau dom ain teori sudah terjadi reformasi dalam segala aspek; tetapi pada aras praktek, reformasi yang berim plikasi p ad a f l ek si b eli t as, i no v asi , par t isi p asi , d an

  Dasar Negara Republik I ndonesia Tahun 1945 yang m e n g am an at k an BPK u n t u k m e l ak san ak an p em eri ksaan ki n er j a pen gel ol aan keuan gan negara. Tuj uan pem eriksaan ini adalah unt uk m engidentifikasikan hal-hal yang perlu m enj adi perhatian lembaga perwakilan rakyat (DPR/ DRPD). Adapun untuk pem erintah, pem eriksaan kinerj a dim aksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/ daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. Dengan adanya penegasan mandat untuk m elakukan pem eriksaan, m aka instansi pem erint ah d it un t ut m em bu at p ert anggu ng- jaw aban atas seluruh penyelenggaraan kebijakan/ p r o g r a m / k e g i at an y an g b e r i m p l i k a si p ad a penggunaan keuangan negara.

  Subst ansi dari ref orm asi dalam bidang keuangan negara terutama dari sisi akuntabilitas atas penggunaan keuangan negara sebagaim ana termaktub dalam UU No 15 Tahun 2004 tentang Pem eriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Ke u a n g an N eg ar a m e m u at 2 ( d u a) d asar p er t i m ban g an . Per t am a, u n t u k m en d u k u n g kebérh asilan pen yelenggaraan pem erin t ahan negara, keuangan negara w aj ib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ef i sien , ek o no m i s, ef ek t i f, t ran sp aran, d an bertanggung jaw ab dengan mem perhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Kedua, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pem eriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan m andiri.

  Dalam kaitannya dengan budgeting policy pada level pem erint ahan daerah, penegasan Presiden tersebut mengingatkan pada beberapa hal pokok. Pertam a, perlu adanya ref orm asi manajem en publik untuk m ewuj udkan good gov- ernance yang bercirikan ant ara lain: bersih, produktif, efisien, tanggap, responsif, terbuka atau transparan, akuntabel, dan harus lebih banyak bekerj a daripada bicara ( do m ore t alk less) .

  dilakukan oleh orang-orang terdidik dan terhormat yang memiliki kedudukan penting baik di lingkungan penyelenggara negara m aupun di lingkungan pengusaha dan profesional dengan suatu akibat matinya hak-hak asasi/ dasar (hak hidup, ekonomi, sosial dan politik) warga negara.

  co ll ar cri m e) karena u m u m n ya t in dakan in i

  dim anfaatkan dan peluang baru bagi para elit birokrasi dan privat kearah perilaku distortif, korup dan tidak akuntabel. Dengan kata lain, perangkat peraturan tentang anggaran berbasis kinerj a ini masih menim bulkan terjadinya ekses-ekses dan pola-pola penghaluskan tindakan perilaku korup aparatur publik yang sangat menyengsarakan dan m em arj inal isasikan m asyar akat , b aik secara ekonom i (kem akm uran) m aupun secara politik, yaitu masyarakat dij auhkan akses partisipasinya mulai dari proses perumusan, pelaksanaan dan evaluasi pengalokasian APBD untuk m embiayai pro gram - prog ram t ert ent u. Oleh kar enan ya, penulis mem andang bahwa korupsi sebagai ‘ex- tra ordinary crimes’ (kejahatan luar biasa) yang juga biasa disebut kejahatan kerah putih (white

  ent erpreneurship pengelolaan anggaran j ustru

Analisis

  ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

  Keempat, m em buka ruang yang seluas-luasnya

  l i n g k u n g an t em p a t k e r j a m a si n g - m asi n g , m en gh i lang k an n i at d an k esem p at an un t u k m e l a k u k a n k o r u p si d i se r t ai p en i n g k at an kesej aht eraan bagi aparat ur negara. Ket iga, m em beri kan pelayanan pu blik yan g ko nkri t , aplikatif, cepat, tepat, mudah, murah, makin baik, terus m enerus m eningkat dan tidak diskriminatif kearah peningkatan kualitas pelayanan publik.

  Kedua, m elakukan upaya pemberantasan korupsi

  Governance, yang diterj em ahkan menjadi

  tata pemerintahan adalah ‘penggunaan wewenang ekonomi, politik dan adm inistrasi guna mengelola u ru san - ur u san n egar a p ad a sem u a t i ng k at ’ ( Dw i yan t o, 2 0 03 : 4 5 ) . Tat a p em er i n t ah an m en cak up sel u r u h m ek an i sm e, p r oses d an lem baga-lem baga dim ana warga dan kelompok- kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan m ereka,m enggunakan hak hukum , m em enuhi k e w a j i b a n d a n m e n j em b a t a n i p er b e d a an - p e r b ed a an d i an t ar a m er e k a . Leb i h l an j u t , disebutkan bahw a dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonom i dan sosial untuk tujuan p em b an gu n an, sehi n g ga g o o d g o v er n an ce, dengan demikian, adalah mekanisme pengelolaan sum ber daya ekonomi dan social yang substansial d a n p e n e r a p a n n y a u n t u k m en u n j a n g pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien dan relatif merata. Menurut dokumen UNDP se p e r t i d i k u t i f Dw i y an t o ( 2 0 0 3 : 4 9 ) , ‘t at a

  untuk m enum buh-kem bangkan dan m em pupuk t e r ci p t a n y a p a r t i si p asi p u b l i k d al am penyelenggaraan tatanan kepemerintahan. Kelima, k et er bu kaan ak ses i nf or m asi ( t ran sp ar an si ) p e n y el en g g ar aa n t a t a n a n k e p e m e r i n t ah an sehingga m ekanisme check and bacance inter dan intra institusi governance akan berj alan sebagai upaya m engelim inir terjadinya tindakan distortif dan korup.

  M I M BAR ,

  Vol. 28, No. 2 (Desember, 2012): 201-209

  ‘Terakreditasi’ SK Dikti No.64a/DIKTI/Kep/2010, berlaku 1-11-2010 s.d. 1-11-2013

  pem erintahan adalah penggunaan w ew enang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pem erintahan m encakup seluruh m ekanism e, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelom pok-kelom pok m asyarakat m engutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, m e m e n u h i k ew aj i b an d an m en j e m b at an i perbedaan-perbedaan diantara m ereka.’ Jelas b a h w a g o o d g o v er n a n ce a d a l a h m a sa l a h p e r i m b an g a n an t a r a n eg ar a, p asar d an m asyarakat.

  Mem b an g u n g oo d go v ern an ce ad al ah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah

  accountable, dan mem bangun pelaku-pelaku di

  luar negara cakap untuk ikut berperan m embuat sistem baru yang berm anf aat secara um um . Da l a m k o n t ek s i n i , t i d a k ad a sat u t u j u an pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan m engubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakom odasi keragam an, good

  governance j uga harus m enj angkau berbagai

  tingkat wilayah politik. Karena itu, m em bangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha t ersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk I ndonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.

  UN DP m er ek o m en d a si k a n b e b e r a p a karakteristik governance, yaitu legitim asi politik, kerj asam a dengan inst it usi m asyarakat sipil, k e b e b asan b e r a so si a si d a n b er p ar t i si p asi , akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajem en sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejum lah karakteristik good gov-

  ernance adalah masyarakat sipil yang kuat dan

  partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bert anggung j aw ab, birokrasi yang prof esional dan aturan h uk u m . Masyarak at Tran sparan si I n do n esi a t r an sp ar an si , ak u n t abi l i t as, k ew aj ar an d an kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Develop- ment Bank sendiri m enegaskan adanya konsensus umum bahwa ‘good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability dan (4) part icipat ion’ ( Dw iyanto, 2003: 52).

  Berikut ini adalah pembahasan m endalam dari ketiga prinsip tersebut. Akuntabilitas menj adi kunci dari semua prinsip dari governance. Prinsip in i m enun t ut dua hal yai t u ( 1) kem am pu an menjaw ab (answerability), dan (2) konsekuensi

  (consequences). Kom ponen pertam a (istilah yang

  bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pert anyaan-pert anyaan yang berhubungan dengan bagaimana m ereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah di capai deng an m en gg un ak an sum ber daya tersebut. Guy Peter (2000) menyebutkan adanya 3 t i pe aku nt ab il it as y ai t u : ( 1 ) ak un t abi li t as keuangan; (2) akuntabilitas adm inistratif; dan (3) akuntabilitas kebij akan publik. Akuntabilitas publik adalah prinsip yang m enj am in bahw a set iap kegiatan penyelenggaraan pem erintahan dapat diper t anggung j aw abkan secara t erbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebij akan. Pengam bilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab it u w aj ar ap abila rum usan kebijakan m erupakan hasil kesepakatan an t a r a w ar g a p e m i l i h ( co n st i t u en cy ) p ar a pem impin politik, teknokrat, birokrat atau admin- istrator, serta para pelaksana di lapangan. Dari uraian ini, penulis menegaskan bahwa akuntabilitas itu bukan hanya mengenai tanggung-gugat secara organisasi, yaitu antara bawahan dengan pimpinan organisasi; tetapi yang jauh lebih penting adalah tanggung-gugat kepada rakyat sebagai pemilik dan subyek layanan publik dan pem bangunan yang diselenggarakan oleh institusi pemerintah.

  Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehubungan dengan hal demikian, maka akuntabilitas itu harus ada pada set iap t ahapan sebuah program ( kebij akan) , t e r m asu k k eb i j ak an p en g a n g g a r a n d a n pengalokasian APBD kabupaten. Pertama, tahap proses pembuatan sebuah keputusan, berupa: (1) Pem buatan sebuah keputusan pelayanan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap w arga/ m asy arakat yang m em but uhkan; ( 2) Pem buatan keputusan telah m em enuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders; (3) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan m isi organisasi, serta standar yang berlaku; (4) Adanya mekanisme untuk menj amin bahwa standar telah t er p enu h i , d eng an k o nsek uen si m ekan i sm e pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi; (5) Konsistensi m aupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut. Kedua, tahap sosialisasi keputusan, berupa, (1) Adanya p en y eb ar l u asan i n f o r m asi m en g e n ai su at u keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media kom unikasi personal; (2) Adanya ak u r asi d a n k e l e n g k a p a n i n f o r m asi y a n g

  

NOVERMAN DUADJI. ‘Good Governance’ dalam Pemerintah Daerah

  ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

  berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program/ kegiatan; (3) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat; dan (4) ketersediaan sistem informasi manajemen dan m onitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.

  Transparansi adalah prinsip yang menjam in akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk mem peroleh informasi tentang penyelenggaraan pem erintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pem buatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (Nirw andar, 1997: 39). Prinsip ini mem iliki 2 aspek, yaitu (1) kom unikasi publik oleh pem erintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajem en kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Karenanya prinsip-prinsip transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti : (1) mekanisme y a n g m en j a m i n si st em k et er b u k a an d an standarisasi dari semua proses-proses pelayanan p u b l i k ; ( 2 ) m e k an i sm e y an g m em f asi l i t asi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses- proses didalam sektor publik; (3) mekanisme yang m em fasilit asi pelaporan m aupun penyebaran informasi m aupun penyim pangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani. Keterbukaan pem erintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah m enjadi bertanggung gugat kepada sem ua stakeholders yang berkepent ingan dengan proses m aupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi akan m enjamin sem ua tindakan yang dilakukan oleh institusi publik menjadi terang dan jelas sehingga dapat dikontrol j alannya oleh publik dan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan sedini mungkin j ika t erdapat kekeliruan ( penyim pangan) sebelum terjadinya kegagalan secara menyeluruh.

  Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap or- ang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan pem erint ahan. Ket erli bat an karena aksesnya m em ang disediakan (dibukakan) dan dilindungi se h i n g g a a d a b an y a k i n f o r m asi se b a g a i penget ahuan yang akan m em buka kesadaran masyarakat untuk terlibat secara aktif. Keterlibatan dalam pengam bilan keputusan dapat dilakukan secara langsung at au secara t idak langsung. Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pem bentukannya. Dengan ketersediaan inf orm asi sepert i ini m asyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa mem berikan hasil yang o p t i m a l b a g i m asy a r a k a t se r t a m e n ceg ah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya ak an m eng u n t u ng k an sal ah sat u k el o m p o k m asyar ak at saj a secar a t id ak pr o po rsi on al . Pa r t i si p asi d i b u t u h k an d a l am m e m p e r k u at dem okrasi, meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam m ewujudkan kerangka yang cocok bagi part isipasi, perlu dipertim bangkan beberapa aspek, yait u: (1) partisipasi m elalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan j arin gan civ il societ y ( i nisi at if aso siasi) ; ( 2)

  part isipasi individu dalam proses pengam bilan keputusan, civil society sebagai service provider; (3) lokal kultur pemerintah (misalnya Neighbor- hood Service Department di USA, atau Better Man- agem ent Transparent Budget di New Zealand) seperti dilansir oleh Caiden (1996); (4) faktor- faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kom petisi. Kem udian dalam hal penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah adalah: (1) m engeluarkan informasi y a n g d ap at d i a k ses o l e h p u b l i k ; ( 2 ) m en y elen gg ar ak an p r oses k o nsu l t asi u n t u k menggali dan mengum pulkan m asukan-m asukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga Negara dalam kegiat an publik; ( 3) m endelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna j asa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik; dan bahkan yang paling ditunggu-tunggu ( 4) p em eri n t ah har us m em b uat t er ob o san - terobosan baru melalui komitmen politik untuk mem buat produk-produk kebijakan yang menj adi dasar legal formal penerapan prinsip-prinsip good

  governance dan perlindungan hak- hak w arga (rakyat).

Simpulan dan Saran

  Dalam rangka mencapai good governance, guna menuju kinerja pem erintahan yang tinggi, m aka 3 pilar good governance: akunt abilitas, t r an sp ar an si , d a n p a r t i si p asi h a r u sl ah diimplementasikan dengan baik m elalui tindakan nyata dalam bentuk revitalisasi, yaitu penginjeksian nilai-nilai good governance dalam praktek-praktek penyelenggaraan urusan ( m anaj em en) publik dengan landasan legal formal nyata.

  Aku nt ab il it as m er up ak an p ri nsip y an g menekankan pada kem ampuan m enjawab (an-

  sw erability) dan konsekuensi (consequences) atas

  penyelenggaraan kepemerintahan sebagai sebuah respon pem erintah secara periodik atas setiap pert anyaan- pert anyaan ( keluhan) publik dan konsekuensi yang harus diterim a oleh aparatur publik ke depan sebagai tindakan tanggung-gugat p e n i n g k a t a n k u al i t as p el ay an an p u b l i k . Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses at au k eb eb asan b ag i se t i ap o r a n g u n t u k mem peroleh informasi tentang penyelenggaraan

  M I M BAR ,

  28 No 1. Bandung: Pusat Penerbitan Universi- tas (P2U)-LPPM Universitas I slam Bandung. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

  Penerbitan Universitas (P2U)-LPPM Universi- tas I slam Bandung. New land, C.A. (1997). Realism and Public Admin-

  istration, Public Adm inistration Review, Vol. 57 Num ber 2.

  Nirw andar, S. ( 1997) . Birokrasi di I ndonesia.

  Jakarta: Bandiklat Depdagri. Surkat i, A. (2012). Ot onom i Daerah Sebagai

  I nstrumen Pertum buhan Kesejahteraan dan Peningkatan Kerj asam a Antar Daerah dalam

  Mim bar, Jurnal Sosial dan Pembangunan, Vol.