Before and After Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) Meretas Kemiskinan di Kabupaten Bima - repository civitas UGM

  Ditulis Oleh: Ambar Pertiwiningrum, dkk Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights reserved Editor: Mumu tandabaca, Sampul dan Layout: tandabaca

  Cetak I, November 2013.

  Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) Meretas Kemiskinan di Kabupaten Bima 92 halaman + vii, 19 cm x 24 cm.

  ISBN : 978-602-1233-15-3 Diterbitkan: SME & SR Partnership Program Pertamina

  LEWINTANA Dicetak: TandabacaPress d.a: Joglo Abang, Gombang, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, telp: 0274.6539555, email: tandabacamultimedia@gmail.com web: tandabaca.net Dilarang mengutip atau memperbanyak naskah ini sebagian Atau seluruhnya dalam bentuk apapun Tanpa izin tertulis dari penerbit.

  rogram Bedah Desa Madani Pertamina diluncurkan dengan kerjasama Pertamina-Kementerian PDT-UGM (FAPET). Pada bulan Oktober 2011 program ini dimulai dengan survei

P lapangan ke wilayah yang disebut sebagai daerah tertinggal. Survei

  tersebut memilih dua desa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat yang mendapatkan program Bedah Desa Madani Pertamina. Kedua desa tersebut, yaitu: Desa Lewintana dan Lewidewa. Kondisi Desa Lewintana dan Lewidewa termasuk kering dengan curah hujan yang terbatas. Pertanian di dua desa tersebut hanya mengandalkan air tadah hujan karenanya budidaya pertanian hanya bisa dilakukan setahun sekali. Kondisi kering dan mata air yang terbatas membuat sebagian besar penduduk, khususnya yang berusia produktif, memilih untuk merantau, baik ke kota besar di Indonesia atau ke luar negeri menjadi TKI, untuk menemukan harapan hidup yang lebih baik. Ditulis Oleh: Ambar Pertiwiningrum, dkk Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights reserved Editor: Mumu tandabaca, Sampul dan Layout: tandabaca

  Cetak I, November 2013.

  Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) Meretas Kemiskinan di Kabupaten Bima 92 halaman + vii, 19 cm x 24 cm.

  ISBN : 978-602-1233-15-3 Diterbitkan: SME & SR Partnership Program Pertamina

  LEWINTANA Dicetak: TandabacaPress d.a: Joglo Abang, Gombang, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, telp: 0274.6539555, email: tandabacamultimedia@gmail.com web: tandabaca.net Dilarang mengutip atau memperbanyak naskah ini sebagian Atau seluruhnya dalam bentuk apapun Tanpa izin tertulis dari penerbit.

  rogram Bedah Desa Madani Pertamina diluncurkan dengan kerjasama Pertamina-Kementerian PDT-UGM (FAPET). Pada bulan Oktober 2011 program ini dimulai dengan survei

P lapangan ke wilayah yang disebut sebagai daerah tertinggal. Survei

  tersebut memilih dua desa di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat yang mendapatkan program Bedah Desa Madani Pertamina. Kedua desa tersebut, yaitu: Desa Lewintana dan Lewidewa. Kondisi Desa Lewintana dan Lewidewa termasuk kering dengan curah hujan yang terbatas. Pertanian di dua desa tersebut hanya mengandalkan air tadah hujan karenanya budidaya pertanian hanya bisa dilakukan setahun sekali. Kondisi kering dan mata air yang terbatas membuat sebagian besar penduduk, khususnya yang berusia produktif, memilih untuk merantau, baik ke kota besar di Indonesia atau ke luar negeri menjadi TKI, untuk menemukan harapan hidup yang lebih baik. mengembangkan sumberdaya pertanian terpadu yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sasaran dari Bedah Desa Madani Pertamina: pertama, meningkatkan aktifitas dan kreatifitas masyarakat dalam optimalisasi pengelolaan sumberdaya potensial yang tersedia melalui pertanian terpadu; kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan usaha baru bagi masyarakat setempat. Dalam rangkaian program Bedah Desa Madani Pertamina, tim melakukan penggadaan ketersediaan air melalui pembuatan sumur bor menginggat air merupakan elemen penting dalam budidaya pertanian. Setelah ketersediaan air berhasil diatasi, tim mempersiapkan sarana bagi terbentuknya pola pertanian terpadu kandang bertujuan untuk mendukung pola pertanian terpadu melalui penggunaan pupuk organik. Di samping itu, limbah dari petenakan ini juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Yang tidak kalah penting dari itu, dibangunnya kampus BDMP dengan tujuan sebagai pusat pembelajaran petani dan berbagi informasi tentang pertanian merupakan wadah yang menggairahkan petani untuk lebih bersemangat dalam melakukan budidaya pertanian.

  Terhitung 3 tahun sejak program Bedah Desa Madani Pertamina diluncurkan, wajah Desa Lewintana dan Lewidewa berubah. Budidaya pertanian yang semula hanya dilakukan sekali setahun, sekarang bisa dilakukan 3 kali dalam setahun. Di luar itu, karena ketersediaan air yang memadai, petani juga bisa menanam jenis-jenis tanaman yang mengembangkan sumberdaya pertanian terpadu yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sasaran dari Bedah Desa Madani Pertamina: pertama, meningkatkan aktifitas dan kreatifitas masyarakat dalam optimalisasi pengelolaan sumberdaya potensial yang tersedia melalui pertanian terpadu; kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan usaha baru bagi masyarakat setempat. Dalam rangkaian program Bedah Desa Madani Pertamina, tim melakukan penggadaan ketersediaan air melalui pembuatan sumur bor menginggat air merupakan elemen penting dalam budidaya pertanian. Setelah ketersediaan air berhasil diatasi, tim mempersiapkan sarana bagi terbentuknya pola pertanian terpadu kandang bertujuan untuk mendukung pola pertanian terpadu melalui penggunaan pupuk organik. Di samping itu, limbah dari petenakan ini juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Yang tidak kalah penting dari itu, dibangunnya kampus BDMP dengan tujuan sebagai pusat pembelajaran petani dan berbagi informasi tentang pertanian merupakan wadah yang menggairahkan petani untuk lebih bersemangat dalam melakukan budidaya pertanian.

  Terhitung 3 tahun sejak program Bedah Desa Madani Pertamina diluncurkan, wajah Desa Lewintana dan Lewidewa berubah. Budidaya pertanian yang semula hanya dilakukan sekali setahun, sekarang bisa dilakukan 3 kali dalam setahun. Di luar itu, karena ketersediaan air yang memadai, petani juga bisa menanam jenis-jenis tanaman yang terbatas seperti: buah-buahan, sayur mayur, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Bahkan hal yang selama ini tidak terbayangkan dapat dilakukan di Desa Lewintana dan Lewidewa seperti budidaya ikan air tawar, berkat program Bedah Desa Madani Pertamina dapat dilakukan dan dapat menambah penghasilan ekonomi keluarga. Program Bedah Desa Madani Pertamina di Kabupaten Bima ini diharapkan juga bisa dilakukan di tempat-tempat lain agar banyak daerah tertinggal bisa dientaskan dari kemiskinan dan masyarakat bisa meningkat kesejahteraan ekonominya.

  LEWINTANA

Coordinator SME & SR Partnership Program PT. Pertamina

  Kuswandi

  Pengantar 3 Daftar Isi 7 Lewintana dan Lewindewa Kering Tanpa Harapan 9 Membedah Desa, Membedah Harapan 21 Tantangan ke Depan BDMP 65 terbatas seperti: buah-buahan, sayur mayur, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Bahkan hal yang selama ini tidak terbayangkan dapat dilakukan di Desa Lewintana dan Lewidewa seperti budidaya ikan air tawar, berkat program Bedah Desa Madani Pertamina dapat dilakukan dan dapat menambah penghasilan ekonomi keluarga. Program Bedah Desa Madani Pertamina di Kabupaten Bima ini diharapkan juga bisa dilakukan di tempat-tempat lain agar banyak daerah tertinggal bisa dientaskan dari kemiskinan dan masyarakat bisa meningkat kesejahteraan ekonominya.

  LEWINTANA

Coordinator SME & SR Partnership Program PT. Pertamina

  Kuswandi

  Pengantar 3 Daftar Isi 7 Lewintana dan Lewindewa Kering Tanpa Harapan 9 Membedah Desa, Membedah Harapan 21 Tantangan ke Depan BDMP 65

  Desa Madani Pertamina ( B D M P ) h a d i r d e n g a n keinginan dan tekad kuat untuk merealisasikannya d e n g a n t a r g e t s a s a r a n mengembangkan potensi s u m b e r d a y a l o k a l d a n menciptakan kualitas hidup masyarakat setempat, guna m e w u j u d k a n I n d o n e s i a sejahtera. Dasarnya, akan beroperasinya sumber mata air yang menyimpan air tanah dalam jumlah besar (debit 18 liter/detik) sebagai modal dasar pengembangan potensi SDA dan SDM telah tersedia untuk mengungkit ekonomi masyarakat melalui PERTANIAN TERPADU BERBASIS PETERNAKAN TERINTEGRASI.

  Kampung Lewitana dan Lewidewa terletak di Desa Lewintana - Kecamatan Soromandi - Kabupaten Bima - Propinsi Nusa Tenggara

  Tahun 70an telah ada penelitian tentang pencarian lokasi

  Barat (NTB). Kecamatan Soromandi secara administratif memiliki luas

  sumber mata air di wilayah Kecamatan Soromandi, rekomendasi

  34.166 km persegi, yang berbatasan dengan Kecamatan Bolo sebelah

  hasil pencarian yang dimaksud ditemukan adanya titik sumber

  selatan, sebelah barat Pulau Kambing, sebelah utara Laut Flores, dan

  mata air yang terletak di Kampung Lewintana dan Lewidewa teluk Bima di bagian Timur. (lihat tanda panah). Tapi penemuan tersebut belum ditindaklanjuti realisasinya hingga tahun 2011, karena jauh

  Kabupaten Bima secara topografi sebagian wilayahnya adalah

  dari pemukiman masyarakat setempat dijadikan alasan

  pegunungan, yakni kurang lebih 70% dan sisanya 30% (sekitar 15.329 kendala eksekusi implementasinya saat itu. hektar) berupa daratan yang terbagi sekitar 14% daratan rendah berupa areal persawahan dan selebihnya lahan kering. Curah hujan Desa Madani Pertamina ( B D M P ) h a d i r d e n g a n keinginan dan tekad kuat untuk merealisasikannya d e n g a n t a r g e t s a s a r a n mengembangkan potensi s u m b e r d a y a l o k a l d a n menciptakan kualitas hidup masyarakat setempat, guna m e w u j u d k a n I n d o n e s i a sejahtera. Dasarnya, akan beroperasinya sumber mata air yang menyimpan air tanah dalam jumlah besar (debit 18 liter/detik) sebagai modal dasar pengembangan potensi SDA dan SDM telah tersedia untuk mengungkit ekonomi masyarakat melalui PERTANIAN TERPADU BERBASIS PETERNAKAN TERINTEGRASI.

  Kampung Lewitana dan Lewidewa terletak di Desa Lewintana - Kecamatan Soromandi - Kabupaten Bima - Propinsi Nusa Tenggara

  Tahun 70an telah ada penelitian tentang pencarian lokasi

  Barat (NTB). Kecamatan Soromandi secara administratif memiliki luas

  sumber mata air di wilayah Kecamatan Soromandi, rekomendasi

  34.166 km persegi, yang berbatasan dengan Kecamatan Bolo sebelah

  hasil pencarian yang dimaksud ditemukan adanya titik sumber

  selatan, sebelah barat Pulau Kambing, sebelah utara Laut Flores, dan

  mata air yang terletak di Kampung Lewintana dan Lewidewa teluk Bima di bagian Timur. (lihat tanda panah). Tapi penemuan tersebut belum ditindaklanjuti realisasinya hingga tahun 2011, karena jauh

  Kabupaten Bima secara topografi sebagian wilayahnya adalah

  dari pemukiman masyarakat setempat dijadikan alasan

  pegunungan, yakni kurang lebih 70% dan sisanya 30% (sekitar 15.329 kendala eksekusi implementasinya saat itu. hektar) berupa daratan yang terbagi sekitar 14% daratan rendah berupa areal persawahan dan selebihnya lahan kering. Curah hujan daerah berkategori kering sepanjang tahun (Kemarau + 8 bulan), kurangnya persediaan air dan sungai-sungai mengering mengakibatkan persediaan air bersih selalu menjadi persoalan rumit sepanjang tahun. Dampak lebih jauh dengan kondisi alam seperti itu, secara ekonomi mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Lewidewa dan Lewintana. Kedua wilayah ini termasuk wilayah tertinggal dengan tingkat kemiskinan mencapai 35,0%.

  ewintana tempoe doeloe, Agustus 2010.

  L Siang di bawah pohon Asem, Wahyu Suswinto salah satu anggota Tim Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) duduk terdiam di atas bongkahan batu sambil menatap hamparan tanah coklat yang terpanggang teriknya sinar matahari. Tidak banyak tetumbuhan terlihat, dan tanah-tanah kering seperti sedang tengadah ke atas berharap langit menangis menurunkan air mata yang disebut hujan agar memberi harapan hidup baru. Berharap keajaiban selain pada langit juga merupakan hal yang sia-sia di Lewintana.

  Sebelum pemekaran, Lewintana secara administratif menjadi bagian dari Kecamatan Donggo dan satu-satunya desa yang tidak mempunyai lahan sawah untuk menanam padi. Kondisinya merupakan lahan kering tadah hujan dengan sumber air terbatas, sehingga budidaya pertanian hanya bisa dilakukan setahun sekali saat musim hujan yang pendek dan setelah itu berlalu, tanah dibiarkan terpanggang sinar matahari dan tidak mungkin dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar penduduk usia produktif merantau ke kota besar di Indonesia, bahkan ke luar negeri menjadi TKI untuk menggapai harapan hidup lebih baik.

  Merespon kondisi tersebut, dalam mengupayakan daerah-daerah yang tidak mempunyai sumber air cadangan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam pengembangan pertanian. Pemerintah daerah pada tahun 1997, berinisiatif bekerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) dengan tujuan mencari potensi sumber mata air yang diharapkan dapat dapat digunakan untuk mengembangkan pertanian, khususnya tanaman pangan. Pencarian titik mata air pertama dilakukan di Lewidewa, dan dari proses penelitian tersebut ditemukan satu titik mata air yang berjarak 11 kilometer dari jalan utama di Lewidewa. Selain itu, ditemukan pula satu titik mata air lagi di Lewintana, tepat di tanah milik Bapak Sahbudin. Pengeboran pertama mata air dilakukan di Lewidewa. Pengeboran tersebut mengalami empat kali kegagalan, dan akhir keluarlah air di Lewidewa. Tapi, entah karena sebab apa pengeboran mata air di Lewintana tidak jadi dilakukan.

  Tahun 2000 ketika pemekaran wilayah, Lewintana kering dan Lewidewa yang mulai basah masuk dalam wilayah yang mengalami pemekaran sebagai bagian dari kecamatan baru yang bernama Soromandi. Terbentuk dan masuknya wilayah ke kecamatan baru, cerita tentang kesulitan air sebagai sumber harapan kehidupan di Lewintana tidak juga berubah. Hamparan tanah-tanah kering masih saja menunggu air mata dari langit untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Dan tetap air mata dari langit itu sekali saja turun dalam setahun, karenanya tidak heran kalau kemudian setelah musim tanam tanah-tanah di Lewintana dibiarkan terlantar dan ditinggal m a s y a r a k a t u n t u k m e n c a r i k e h i d u p a n d i k o t a l a i n .

  Siang itu, Wahyu yang sedang duduk di bawah pohon Asem tidak menyadari di bawah mata kakinya mengalir sumber air yang telah sangat lama menunggu sentuhan untuk digali dan dikelola guna kemaslahatan masyarakat Lewintana khususnya. Saat itu Wahyu hanya berpikir, daerah berkategori kering sepanjang tahun (Kemarau + 8 bulan), kurangnya persediaan air dan sungai-sungai mengering mengakibatkan persediaan air bersih selalu menjadi persoalan rumit sepanjang tahun. Dampak lebih jauh dengan kondisi alam seperti itu, secara ekonomi mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Lewidewa dan Lewintana. Kedua wilayah ini termasuk wilayah tertinggal dengan tingkat kemiskinan mencapai 35,0%.

  ewintana tempoe doeloe, Agustus 2010.

  L Siang di bawah pohon Asem, Wahyu Suswinto salah satu anggota Tim Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) duduk terdiam di atas bongkahan batu sambil menatap hamparan tanah coklat yang terpanggang teriknya sinar matahari. Tidak banyak tetumbuhan terlihat, dan tanah-tanah kering seperti sedang tengadah ke atas berharap langit menangis menurunkan air mata yang disebut hujan agar memberi harapan hidup baru. Berharap keajaiban selain pada langit juga merupakan hal yang sia-sia di Lewintana.

  Sebelum pemekaran, Lewintana secara administratif menjadi bagian dari Kecamatan Donggo dan satu-satunya desa yang tidak mempunyai lahan sawah untuk menanam padi. Kondisinya merupakan lahan kering tadah hujan dengan sumber air terbatas, sehingga budidaya pertanian hanya bisa dilakukan setahun sekali saat musim hujan yang pendek dan setelah itu berlalu, tanah dibiarkan terpanggang sinar matahari dan tidak mungkin dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar penduduk usia produktif merantau ke kota besar di Indonesia, bahkan ke luar negeri menjadi TKI untuk menggapai harapan hidup lebih baik.

  Merespon kondisi tersebut, dalam mengupayakan daerah-daerah yang tidak mempunyai sumber air cadangan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam pengembangan pertanian. Pemerintah daerah pada tahun 1997, berinisiatif bekerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) dengan tujuan mencari potensi sumber mata air yang diharapkan dapat dapat digunakan untuk mengembangkan pertanian, khususnya tanaman pangan. Pencarian titik mata air pertama dilakukan di Lewidewa, dan dari proses penelitian tersebut ditemukan satu titik mata air yang berjarak 11 kilometer dari jalan utama di Lewidewa. Selain itu, ditemukan pula satu titik mata air lagi di Lewintana, tepat di tanah milik Bapak Sahbudin. Pengeboran pertama mata air dilakukan di Lewidewa. Pengeboran tersebut mengalami empat kali kegagalan, dan akhir keluarlah air di Lewidewa. Tapi, entah karena sebab apa pengeboran mata air di Lewintana tidak jadi dilakukan.

  Tahun 2000 ketika pemekaran wilayah, Lewintana kering dan Lewidewa yang mulai basah masuk dalam wilayah yang mengalami pemekaran sebagai bagian dari kecamatan baru yang bernama Soromandi. Terbentuk dan masuknya wilayah ke kecamatan baru, cerita tentang kesulitan air sebagai sumber harapan kehidupan di Lewintana tidak juga berubah. Hamparan tanah-tanah kering masih saja menunggu air mata dari langit untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Dan tetap air mata dari langit itu sekali saja turun dalam setahun, karenanya tidak heran kalau kemudian setelah musim tanam tanah-tanah di Lewintana dibiarkan terlantar dan ditinggal m a s y a r a k a t u n t u k m e n c a r i k e h i d u p a n d i k o t a l a i n .

  Siang itu, Wahyu yang sedang duduk di bawah pohon Asem tidak menyadari di bawah mata kakinya mengalir sumber air yang telah sangat lama menunggu sentuhan untuk digali dan dikelola guna kemaslahatan masyarakat Lewintana khususnya. Saat itu Wahyu hanya berpikir, kalau air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kurang? Saat itu seorang lelaki paruh baya datang mendekat, Sahbudin namanya. Dia datang untuk menenggok kebunnya dan tempat Wahyu duduk di bawah pohon asem itu merupakan bagian dari kebun Sahbudin, lalu mereka berkenalan dan berlanjut dalam dialog tentang kehidupan dan masa depan pertanian di Lewintana. Mengalirlah cerita tentang air dari bibir kering Sahbudin seperti halnya tanah di sekitarnya yang juga kering, termasuk cerita tentang kerjasama dengan UI yang pernah dilakukan pemerintah setempat. Karakter Wahyu yang bukan orang mudah percaya, hari berikutnya Wahyu bersama Tim BDMP termasuk Bappeda dan LSM datang lagi ke tempat yang dimaksud untuk melakukan pendalaman survei, saat itu Sahbudin yang bekerja sebagai Kaur bagian keuangan di Desa Bajo diminta untuk datang juga karena dianggap sebagai orang yang tahu titik mata air tersebut. “Ini! Tempatnya di bawah pohon Asam ini!” kata Sahbudin menunjukkan lokasi air.

  “Apa mungkin?” dibawah sangat teriknya sinar matahari Wahyu masih tidak percaya, karena melihat kondisi sekeliling yang sangat gersang. Tanah-tanah dan batu-batu coklat terpanggang matahari, rerumputan tidak mampu bertahan, pohon-pohon bahkan pun enggan tumbuh. Bagaimana mungkin ada mata air di tempat seperti ini? Akhirnya Tim BDMP (Pertamina-Kementerian PDT-UGM/Fapet) bersepakat melakukan pengeboran tanah di bawah pohon Asam itu. Setelah menunggu 14 tahun dari pertama kali ditemukannya titik potensi mata air itu ditemukan, akhirnya masyarakat Lewintana dapat membangun harapan baru di tanah mereka sendiri. Keajaiban pun segera dimulai dari mata air itu. Benar saja !!! Air memancar keluar. Dalam hitungan teknis, debit air yang dikeluarkan sumur bor tersebut sebanyak + 18 liter perdetik! Dan air segera mengalir membasahi tanah-tanah kerontang yang kehausan di wilayah Lewintana. kalau air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kurang? Saat itu seorang lelaki paruh baya datang mendekat, Sahbudin namanya. Dia datang untuk menenggok kebunnya dan tempat Wahyu duduk di bawah pohon asem itu merupakan bagian dari kebun Sahbudin, lalu mereka berkenalan dan berlanjut dalam dialog tentang kehidupan dan masa depan pertanian di Lewintana. Mengalirlah cerita tentang air dari bibir kering Sahbudin seperti halnya tanah di sekitarnya yang juga kering, termasuk cerita tentang kerjasama dengan UI yang pernah dilakukan pemerintah setempat. Karakter Wahyu yang bukan orang mudah percaya, hari berikutnya Wahyu bersama Tim BDMP termasuk Bappeda dan LSM datang lagi ke tempat yang dimaksud untuk melakukan pendalaman survei, saat itu Sahbudin yang bekerja sebagai Kaur bagian keuangan di Desa Bajo diminta untuk datang juga karena dianggap sebagai orang yang tahu titik mata air tersebut. “Ini! Tempatnya di bawah pohon Asam ini!” kata Sahbudin menunjukkan lokasi air.

  “Apa mungkin?” dibawah sangat teriknya sinar matahari Wahyu masih tidak percaya, karena melihat kondisi sekeliling yang sangat gersang. Tanah-tanah dan batu-batu coklat terpanggang matahari, rerumputan tidak mampu bertahan, pohon-pohon bahkan pun enggan tumbuh. Bagaimana mungkin ada mata air di tempat seperti ini? Akhirnya Tim BDMP (Pertamina-Kementerian PDT-UGM/Fapet) bersepakat melakukan pengeboran tanah di bawah pohon Asam itu. Setelah menunggu 14 tahun dari pertama kali ditemukannya titik potensi mata air itu ditemukan, akhirnya masyarakat Lewintana dapat membangun harapan baru di tanah mereka sendiri. Keajaiban pun segera dimulai dari mata air itu. Benar saja !!! Air memancar keluar. Dalam hitungan teknis, debit air yang dikeluarkan sumur bor tersebut sebanyak + 18 liter perdetik! Dan air segera mengalir membasahi tanah-tanah kerontang yang kehausan di wilayah Lewintana. kering sepanjang tahun, bukan berarti Kabupaten Bima tidak menghasilkan produksi pertanian sama sekali. Kondisi lahan kering tadah hujan dengan sumber mata air terbatas, budidaya pertanian t e t a p d i l a k u k a n d e n g a n k e t e r b a t a s a n m a s y a r a k a t setempat yakni hanya sekali dalam setahun dan hasil yang tidak maksimal. Jenis tanaman yang masih dibudidayakan dengan mengandalkan air tadah hujan, antara lain: jagung, kacang-kacangan, padi, sayur- sayuran, dan buah-buahan. Suasana alam yang kering dan tidak ramah tersebut membuat Sebagian besar penduduk usia produktif desa Lewintana memilih merantau ke kota besar di Indonesia mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan ke luar negeri pun dilakoninya menjadi TKI guna menggapai harapan h i d u p y a n g l e b i h b a i k .

  Dalam konteks ini memunculkan stigma atau anggapan masyarakat Lewintana bahwa untuk bisa mendapatkan kehidupan yang luar kabupaten atau ke luar negeri menjadi harapan yang lazim.

  Karenanya pola hidup selalu pergi untuk mencari kehidupan lebih baik di kota besar seperti Lombok, Denpasar, Makasar, Surabaya pada saat musim kering yang panjang membentuk kebiasaan yang unik bagi masyarakat Bima dalam memelihara sapi. Sapi diliarkan di tanah-tanah kering dan dibiarkan mandiri dengan mencari makan sendiri, sehinga meliarkan sapi menjadi kebiasaan yang dilakukan selama bertahun- tahun. Dengan meliarkan sapi dan membiarkannya mandiri, pemilik sapi tidak perlu mencari pakan setiap hari dan tidak perlu membangun kandang. Pola pemeliharaan ternak seperti ini sangat berbeda dengan pola pemeliharaan ternak di Jawa, dimana ternak dikandangkan dan pemilik ternak harus mencari p a k a n s e t i a p h a r i . P o l a pemeliharaan ternak masyarakat Bima, khususnya Kecamatan Soromandi dapat dikatakan kering sepanjang tahun, bukan berarti Kabupaten Bima tidak menghasilkan produksi pertanian sama sekali. Kondisi lahan kering tadah hujan dengan sumber mata air terbatas, budidaya pertanian t e t a p d i l a k u k a n d e n g a n k e t e r b a t a s a n m a s y a r a k a t setempat yakni hanya sekali dalam setahun dan hasil yang tidak maksimal. Jenis tanaman yang masih dibudidayakan dengan mengandalkan air tadah hujan, antara lain: jagung, kacang-kacangan, padi, sayur- sayuran, dan buah-buahan. Suasana alam yang kering dan tidak ramah tersebut membuat Sebagian besar penduduk usia produktif desa Lewintana memilih merantau ke kota besar di Indonesia mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan ke luar negeri pun dilakoninya menjadi TKI guna menggapai harapan h i d u p y a n g l e b i h b a i k .

  Dalam konteks ini memunculkan stigma atau anggapan masyarakat Lewintana bahwa untuk bisa mendapatkan kehidupan yang luar kabupaten atau ke luar negeri menjadi harapan yang lazim.

  Karenanya pola hidup selalu pergi untuk mencari kehidupan lebih baik di kota besar seperti Lombok, Denpasar, Makasar, Surabaya pada saat musim kering yang panjang membentuk kebiasaan yang unik bagi masyarakat Bima dalam memelihara sapi. Sapi diliarkan di tanah-tanah kering dan dibiarkan mandiri dengan mencari makan sendiri, sehinga meliarkan sapi menjadi kebiasaan yang dilakukan selama bertahun- tahun. Dengan meliarkan sapi dan membiarkannya mandiri, pemilik sapi tidak perlu mencari pakan setiap hari dan tidak perlu membangun kandang. Pola pemeliharaan ternak seperti ini sangat berbeda dengan pola pemeliharaan ternak di Jawa, dimana ternak dikandangkan dan pemilik ternak harus mencari p a k a n s e t i a p h a r i . P o l a pemeliharaan ternak masyarakat Bima, khususnya Kecamatan Soromandi dapat dikatakan daya tahan sapi untuk survive dengan caranya sendiri. Kondisi seperti ini sesuai dengan ritme alam dan pola hidup masyarakat Bima yang hanya dapat menikmati curah hujan sangat pendek untuk bercocok tanam. Meski dengan pola pemeliharaan alami tersebut, jumlah sapi di Kecamatan Soromandi termasuk yang terbesar kedua setelah Kecamatan Wera. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan jumlah sapi di Kecamatan Soromandi tahun 2013 mencapai 16.423 ekor, kerbau 2.089 ekor, dan kambing 612 ekor. Siklus alam yang kering membentuk kultur yang kuat pada mayarakat Bima, tidak hanya dalam pemeliharaan ternak tapi juga dalam budidaya pertanian. Secara umum masyarakat Bima memiliki keterampilan (skill) pertanian yang terbatas bahkan sangat minim. Oleh karenanya etos kerja di bidang pertanian bagi masyarakat Bima juga sangat kurang, bagi mereka lebih menarik bekerja di kota besar yang langsung bisa menghasilkan uang dari pada mengolah tanah yang hasilnya tidak pasti.

  Kondisi wilayah iklim kering dengan curah hujan sangat terbatas, melengkapi tipisnya harapan hidup masyarakat yang berbanding lurus dengan sering gagalnya pengelolaan pertanian dan peternakan. Kecamatan Soromandi dengan penduduk 16.114 jiwa ini tercatat sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Ironisnya, masyarakat tidak bisa menanam sepanjang tahun karena ketiadaan air. Kondisi seperti ini juga berlangsung di Lewintana dan Lewidewa selama bertahun-tahun. Pada kasus ini, pertanian telah gagal meningkatkan kesejahteraan petani dengan kondisi iklim kering dengan curah hujan sangat terbatas. Lengkap sudah !!! Melakoni hidup

  sebagai petani, nyaris seperti menjalani kutukan. Tidak ada untungnya, tapi tetap harus dilakukan karena panggilan hidup terhadap tanah warisan leluhur. daya tahan sapi untuk survive dengan caranya sendiri. Kondisi seperti ini sesuai dengan ritme alam dan pola hidup masyarakat Bima yang hanya dapat menikmati curah hujan sangat pendek untuk bercocok tanam. Meski dengan pola pemeliharaan alami tersebut, jumlah sapi di Kecamatan Soromandi termasuk yang terbesar kedua setelah Kecamatan Wera. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan jumlah sapi di Kecamatan Soromandi tahun 2013 mencapai 16.423 ekor, kerbau 2.089 ekor, dan kambing 612 ekor. Siklus alam yang kering membentuk kultur yang kuat pada mayarakat Bima, tidak hanya dalam pemeliharaan ternak tapi juga dalam budidaya pertanian. Secara umum masyarakat Bima memiliki keterampilan (skill) pertanian yang terbatas bahkan sangat minim. Oleh karenanya etos kerja di bidang pertanian bagi masyarakat Bima juga sangat kurang, bagi mereka lebih menarik bekerja di kota besar yang langsung bisa menghasilkan uang dari pada mengolah tanah yang hasilnya tidak pasti.

  Kondisi wilayah iklim kering dengan curah hujan sangat terbatas, melengkapi tipisnya harapan hidup masyarakat yang berbanding lurus dengan sering gagalnya pengelolaan pertanian dan peternakan. Kecamatan Soromandi dengan penduduk 16.114 jiwa ini tercatat sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Ironisnya, masyarakat tidak bisa menanam sepanjang tahun karena ketiadaan air. Kondisi seperti ini juga berlangsung di Lewintana dan Lewidewa selama bertahun-tahun. Pada kasus ini, pertanian telah gagal meningkatkan kesejahteraan petani dengan kondisi iklim kering dengan curah hujan sangat terbatas. Lengkap sudah !!! Melakoni hidup

  sebagai petani, nyaris seperti menjalani kutukan. Tidak ada untungnya, tapi tetap harus dilakukan karena panggilan hidup terhadap tanah warisan leluhur.

LEWINTANA

  ajar pagi kemudian datang sesuai kodratnya terbit dari timur, Matahari khatulistiwa tidak lagi terasa menyengat tetapi dirasakan hangat dan indah ketika masuknya program BDMP

  F ke Lewintana atas kerjasama Pertamina-Kementerian PDT-UGM (FAPET) dalam fokus pengembangan pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi melalui pemberdayaan masyarakat.

  Sasaran dari BDMP Kabupaten Bima, adalah: pertama, mendorong aktifitas dan kreatifitas masyarakat dalam optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam potensial dengan kegiatan pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi melalui pemberdayaan masyarakat setempat; kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan usaha baru bagi masyarakat setempat.

  Sasaran tersebut dirumuskan berangkat dari pengamatan kondisi sosial masyarakat yang ada di Lewintana dan Lewidewa khususnya

LEWINTANA

  ajar pagi kemudian datang sesuai kodratnya terbit dari timur, Matahari khatulistiwa tidak lagi terasa menyengat tetapi dirasakan hangat dan indah ketika masuknya program BDMP

  F ke Lewintana atas kerjasama Pertamina-Kementerian PDT-UGM (FAPET) dalam fokus pengembangan pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi melalui pemberdayaan masyarakat.

  Sasaran dari BDMP Kabupaten Bima, adalah: pertama, mendorong aktifitas dan kreatifitas masyarakat dalam optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam potensial dengan kegiatan pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi melalui pemberdayaan masyarakat setempat; kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan usaha baru bagi masyarakat setempat.

  Sasaran tersebut dirumuskan berangkat dari pengamatan kondisi sosial masyarakat yang ada di Lewintana dan Lewidewa khususnya umumnya, bahwa masyarakat memilih keluar wilayah untuk m e n d a p a t k a n s u m b e r penghidupan yang lebih baik. Banyaknya penduduk yang k e l u a r d e s a u n t u k mendapatkan pekerjaan, bukan tidak bermasalah sama sekali bagi wilayah yang merupakan p o t e n s i a l b a g i p r o d u k s i pertanian. Seringkali keluarga yang ditinggalkan merantau, khususnya anak-anak rentan secara emosional dengan berkurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua. Sementara di perantauan (kota besar), para perantau yang tidak memiliki

  skill dan keahlian yang memadai

  juga menimbulkan persoalan tersendiri.

  Kondisi telah membentuk k u l t u r , k o n d i s i a l a m m e m b e n t u k k e b i a s a a n masyarakat Bima dan itu tantangan terbesar yang dihadapi dalam program BDMP. Yakni mengubah mindset, mengubah cara pikir petani terhadap pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi umumnya, bahwa masyarakat memilih keluar wilayah untuk m e n d a p a t k a n s u m b e r penghidupan yang lebih baik. Banyaknya penduduk yang k e l u a r d e s a u n t u k mendapatkan pekerjaan, bukan tidak bermasalah sama sekali bagi wilayah yang merupakan p o t e n s i a l b a g i p r o d u k s i pertanian. Seringkali keluarga yang ditinggalkan merantau, khususnya anak-anak rentan secara emosional dengan berkurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua. Sementara di perantauan (kota besar), para perantau yang tidak memiliki

  skill dan keahlian yang memadai

  juga menimbulkan persoalan tersendiri.

  Kondisi telah membentuk k u l t u r , k o n d i s i a l a m m e m b e n t u k k e b i a s a a n masyarakat Bima dan itu tantangan terbesar yang dihadapi dalam program BDMP. Yakni mengubah mindset, mengubah cara pikir petani terhadap pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi perawatan yang rumit. Faktanya, dengan pola pemeliharaan ternak bukan hal yang sederhana. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan waktu diliarkan seperti ini saja rata-rata sapi yang dimiliki masyarakat yang panjang untuk mengubah kebiasaan masyarakat Bima dalam Lewintana berkisar 10 ekor, bahkan ada yang memiliki sapi sampai 60 prilaku budidaya pertanian terpadu dan peternakan terintegrasi, ekor dan semua diliarkan. Jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran karena kebiasaan tersebut sudah berlangsung turun temurun. peternak, bahkan tidak sedikit masyarakat Bima yang berhasil

  Perubahan cara pikir penting dilakukan karena BDMP mengusung berangkat naik haji berbekal sapi-sapi miliknya itu. program dengan konsep integrated farming, dimana pertanian dan peternakan menjadi satu kesatuan sistem produksi yang dikelola

  Di sisi lain dengan model pemeliharaan hewan ternak diliarkan, masyarakat. peternak bisa mencari pekerjaan lain untuk melanjutkan kehidupan

  Berapa banyak biaya SIKIB untuk datang ke Bima, diantaranya untuk keluarga. Kebutuhan sehari-hari mereka dapat tercukupi dengan

  T a n t a n g a n

  mengubah pola prilaku masyarakat yang

  pekerjaan di luar pertanian dan peternakan seperti menjadi tenaga b e r i k u t n y a y a n g

  sangat susah. Dulu, Lewintana berapa serabutan (non-formal) di kota besar atau menjadi buruh bangunan.

  dihadapi tim BDMP

  banyak orang yang mengkritisi bahwa

  adalah mengubah

  itu pekerjaan yang sia-sia. Tapi ketika

  Model pemeliharaan ternak diliarkan memang memberi banyak p o l a k e b i a s a a a n

  ini berhasil menjadi hijau, air mengalir dengan enak, sapi-sapi melahirkan

  keuntungan dan keleluasaan pemilik untuk melakukan pekerjaan lain masyarakat dalam

  dengan leluasa, dengan

  pemeliharaan hewan bagus....sekarang apa? Mereka ingin. ternak, kebiasaan

  Berapa tahun ini pekerjaan Pertamina

  masyarakat Bima

  dengan KPDT berlangsung pada satu

  meliarkan ternaknya

  tempat ……berapa banyak biaya yg kita keluarkan selama waktu itu, hanya

  sudah berlangsung

  untuk merubah prilaku orang… t u r u n t e m u r u n .

  Walau pun kondisi

  Ir. Indra Jaya, Kepala Bapedda

  alam kering tapi

  Kabupaten Bima

  l a h a n p o t e n s i a l pertanian terhampar sangat luas, dimana rumput-rumput tetap tumbuh meski tidak subur sehingga masih memungkinkan hewan ternak mencari makan sendiri untuk keberlangsungan hidupnya. Kebiasaan ini di satu sisi menguntungkan peternak karena tidak perlu repot mencari makan buat hewan peliharaannya, yakni cukup dilepas di lahan yang luas dan ternak akan mandiri dengan mencari makan perawatan yang rumit. Faktanya, dengan pola pemeliharaan ternak bukan hal yang sederhana. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan waktu diliarkan seperti ini saja rata-rata sapi yang dimiliki masyarakat yang panjang untuk mengubah kebiasaan masyarakat Bima dalam Lewintana berkisar 10 ekor, bahkan ada yang memiliki sapi sampai 60 prilaku budidaya pertanian terpadu dan peternakan terintegrasi, ekor dan semua diliarkan. Jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran karena kebiasaan tersebut sudah berlangsung turun temurun. peternak, bahkan tidak sedikit masyarakat Bima yang berhasil

  Perubahan cara pikir penting dilakukan karena BDMP mengusung berangkat naik haji berbekal sapi-sapi miliknya itu. program dengan konsep integrated farming, dimana pertanian dan peternakan menjadi satu kesatuan sistem produksi yang dikelola

  Di sisi lain dengan model pemeliharaan hewan ternak diliarkan, masyarakat. peternak bisa mencari pekerjaan lain untuk melanjutkan kehidupan

  Berapa banyak biaya SIKIB untuk datang ke Bima, diantaranya untuk keluarga. Kebutuhan sehari-hari mereka dapat tercukupi dengan

  T a n t a n g a n

  mengubah pola prilaku masyarakat yang

  pekerjaan di luar pertanian dan peternakan seperti menjadi tenaga b e r i k u t n y a y a n g

  sangat susah. Dulu, Lewintana berapa serabutan (non-formal) di kota besar atau menjadi buruh bangunan.

  dihadapi tim BDMP

  banyak orang yang mengkritisi bahwa

  adalah mengubah

  itu pekerjaan yang sia-sia. Tapi ketika

  Model pemeliharaan ternak diliarkan memang memberi banyak p o l a k e b i a s a a a n

  ini berhasil menjadi hijau, air mengalir dengan enak, sapi-sapi melahirkan keuntungan dan keleluasaan pemilik untuk melakukan pekerjaan lain

  masyarakat dalam

  dengan leluasa, dengan

  pemeliharaan hewan bagus....sekarang apa? Mereka ingin. ternak, kebiasaan

  Berapa tahun ini pekerjaan Pertamina

  masyarakat Bima

  dengan KPDT berlangsung pada satu

  meliarkan ternaknya

  tempat ……berapa banyak biaya yg kita keluarkan selama waktu itu, hanya

  sudah berlangsung

  untuk merubah prilaku orang… t u r u n t e m u r u n .

  Walau pun kondisi

  Ir. Indra Jaya, Kepala Bapedda

  alam kering tapi

  Kabupaten Bima

  l a h a n p o t e n s i a l pertanian terhampar sangat luas, dimana rumput-rumput tetap tumbuh meski tidak subur sehingga masih memungkinkan hewan ternak mencari makan sendiri untuk keberlangsungan hidupnya. Kebiasaan ini di satu sisi menguntungkan peternak karena tidak perlu repot mencari makan buat hewan peliharaannya, yakni cukup dilepas di lahan yang luas dan ternak akan mandiri dengan mencari makan pertanian dan peternakan yang dikelola masyarakat setempat, ini tidak punya kendala sama sekali. Kesehatan ternak seringkali menjadi bukanlah hal yang mudah mengingat pertanian dalam stigma masalah serius ketika hewan ternak diliarkan, yakni peternak tidak masyarakat Bima tidak dapat memberi harapan hidup yang baik. bisa mengecek kondisi kesehatan hewan ternaknya setiap saat

  Sementara di kalangan anak muda, selain tidak menghasilkan secara sehingga perawatan hewan ternak terabaikan. Karena itu kualitas ekonomi pertanian juga bukan termasuk profesi yang sexy dan trendy. hewan ternak yang dihasilkan

  Bagi anak muda, pertanian juga tidak bisa standar atau dianggap tidak menantang dan sama. Bahwa tingkat pencurian merupakan pekerjaan orangtua hewan ternak tergolong sangat yang sudah tidak lagi punya rendah di Bima, namum bukan kekuatan untuk merantau. berarti tidak ada sama sekali. O l e h k a r e n a i t u p e r l u

  Yang lebih mendasar dari semua diwaspadai keamanan hewan i t u , b u d i d a y a p e r t a n i a n ternak dalam pola pemeliharaan membutuhkan prasyarat berat diliarkan. Kendala berikutnya, yang tidak mudah dipenuhi oleh model pemeliharaan diliarkan masyarakat sendiri. Dimana membuat peternak mengalami pengelolaan pertanian terpadu kesulitan saat mau menjual m e m b u t u h k a n a d a n y a karena hewan ternaknya k e t e r s e d i a a n l a h a n , merantau dan mencari makanan k e t e r s e d i a a n a i r , d a n entah dimana. Tidak jarang sumberdaya manusia yang untuk mencari sapi yang akan tekun dan terampil. Tanpa tiga dijual dibutuhkan waktu 2 prasyarat itu, jangan pernah bulan. Rentang waktu yang berharap akan ada budidaya cukup lama dan menyita tenaga p e r t a n i a n y a n g m a m p u

  Akhir tahun 2011 Tim Bedah yang seharusnya bisa digunakan m e n g u n g k i t e k o n o m i

  Desa Madani Pertamina (BDMP) untuk melakukan kerja-kerja masyarakat pengelolanya. hadir dengan keinginan dan produktif lainnya. t e k a d k u a t u n t u k

  Kelangkaan air menjadi persoalan besar bagi budidaya pertanian, hal merealisasikannya dengan target sasaran mengembangkan potensi Dengan kondisi alam dan kultur yang seperti itu, pola pertanian ini membuat masyarakat Lewintana dan Lewidewa sangat menyadari sumberdaya lokal dan menciptakan kualitas hidup masyarakat terpadu berbasis peternakan terintegrasi dalam program BDMP dan pasrah menerima kondisi alam desanya yang kering yakni tidak setempat, guna mewujudkan Indonesia sejahtera. Dasarnya, akan menghadapi tantangan serius. Belum lagi cita-cita BDMP untuk ada harapan karena tidak mungkin bercocok tanam pada musim beroperasinya sumber mata air yang menyimpan air tanah dalam menumbuhkan kesempatan kerja baru di wilayah pedesaan dari usaha kemarau yang kering panjang itu. Rasa pasrah ini seringkali Akhir tahun 2011 Tim Bedah Desa Madani Pertamina (BDMP) hadir dengan keinginan dan t e k a d k u a t u n t u k merealisasikannya dengan target sasaran mengembangkan potensi sumberdaya lokal dan menciptakan kualitas hidup masyarakat setempat, guna mewujudkan Indonesia sejahtera. Dasarnya, akan beroperasinya sumber mata air yang menyimpan air tanah dalam tidak punya kendala sama sekali. Kesehatan ternak seringkali menjadi masalah serius ketika hewan ternak diliarkan, yakni peternak tidak bisa mengecek kondisi kesehatan hewan ternaknya setiap saat sehingga perawatan hewan ternak terabaikan. Karena itu kualitas hewan ternak yang dihasilkan juga tidak bisa standar atau sama. Bahwa tingkat pencurian hewan ternak tergolong sangat rendah di Bima, namum bukan berarti tidak ada sama sekali. O l e h k a r e n a i t u p e r l u diwaspadai keamanan hewan ternak dalam pola pemeliharaan diliarkan. Kendala berikutnya, model pemeliharaan diliarkan membuat peternak mengalami kesulitan saat mau menjual karena hewan ternaknya merantau dan mencari makanan entah dimana. Tidak jarang untuk mencari sapi yang akan dijual dibutuhkan waktu 2 bulan. Rentang waktu yang cukup lama dan menyita tenaga yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan kerja-kerja produktif lainnya.

  Dengan kondisi alam dan kultur yang seperti itu, pola pertanian terpadu berbasis peternakan terintegrasi dalam program BDMP menghadapi tantangan serius. Belum lagi cita-cita BDMP untuk menumbuhkan kesempatan kerja baru di wilayah pedesaan dari usaha pertanian dan peternakan yang dikelola masyarakat setempat, ini bukanlah hal yang mudah mengingat pertanian dalam stigma masyarakat Bima tidak dapat memberi harapan hidup yang baik. Sementara di kalangan anak muda, selain tidak menghasilkan secara ekonomi pertanian juga bukan termasuk profesi yang sexy dan trendy.

  Bagi anak muda, pertanian dianggap tidak menantang dan merupakan pekerjaan orangtua yang sudah tidak lagi punya kekuatan untuk merantau. Yang lebih mendasar dari semua i t u , b u d i d a y a p e r t a n i a n membutuhkan prasyarat berat yang tidak mudah dipenuhi oleh masyarakat sendiri. Dimana pengelolaan pertanian terpadu m e m b u t u h k a n a d a n y a k e t e r s e d i a a n l a h a n , k e t e r s e d i a a n a i r , d a n sumberdaya manusia yang tekun dan terampil. Tanpa tiga prasyarat itu, jangan pernah berharap akan ada budidaya p e r t a n i a n y a n g m a m p u m e n g u n g k i t e k o n o m i masyarakat pengelolanya.

  Kelangkaan air menjadi persoalan besar bagi budidaya pertanian, hal ini membuat masyarakat Lewintana dan Lewidewa sangat menyadari dan pasrah menerima kondisi alam desanya yang kering yakni tidak ada harapan karena tidak mungkin bercocok tanam pada musim kemarau yang kering panjang itu. Rasa pasrah ini seringkali

  Takdir. Nasib yang diberikan T u h a n b a h w a a l a m d i Kabupaten Bima adalah alam yang kering dan hanya bisa ditanami satu kali dalam setahun. Padahal persoalan tanah, persoalan air bukan persoalan nasib. Alam bisa diubah tergantung pada keinginan dan kemauan masyarakat setempat.