Perubahan Budaya dalam Ritual Slametan Kelahiran di Cirebon, Indonesia

Indonesia

Busro a Husnul Qodim

a,1

a UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Jawa Barat, Indonesia 1 busro@uinsgd.ac.id

ARTICLE INFO

ABSTRACT

Article history: This study attempts to investigate the ritual practice of slametan Received : 2017-09-24

birth in Kedungsana Village, Plumbon District, Cirebon Regency. Revised : 2017-10-31

The method used in this study is descriptive method. The data are Accepted : 2018-08-20

collected through observation and interview techniques to ritualists, local leaders, religious leaders and others. The purpose of this study is to find out the procedures for practicing ritual of slametan birth, how the culture shifted in the ritual slametan birth, and the factors causing to cultural shift in ritual of slametan birth. The study reveals

Keywords: that ritual of slametan birth is still carried out by the community as a

Cultural Shifts thanksgiving to Allah SWT for all the blessings that have been given

Cirebon and kept away from everything that is not desirable. Cultural shift

Slametan occurred in the ritual practice of slametan birth. Factor that causes to

Birth cultural shifts in the ritual practice of slametan birth is the progress

Ritual of thinking and technology. This factor only affects to some young

age people relatively.

Copyright © 2018 IAIN Palangka Raya. All rights reserved.

masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi

I. Pendahuluan

geografis tempat tinggalnya. Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia

Setiap suku bangsa memiliki norma yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa,

dipegang bersama. Norma tersebut seperti agama, dan kebudayaan. Kemajemukan

buda-ya tradisi kelompok suku yang masyarakat Indonesia itu ditandai oleh adanya

senantiasa diaplikasikan dalam kehidupan kelompok bangsa (etnic group) yang

masing-masing. Misalnya mempunyai cara hidup (tradisi) atau

kelompoknya

adalah ritual perkawinan, bercocok tanam dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat

bahkan dalam segala aspek kehidupan suku bangsanya sendiri-sendiri (14, 18, 20).

kelompoknya yang di dalamnya terdapat norma-norma yang mengatur dan berlaku luas

Mendefinisikan dan memahami budaya tidaklah sederhana dan mudah (25),

dalam kelompok tersebut. dibuktikan dengan banyaknya definisi dari

Namun pada saat ini, kondisi masyarakat berbagai disiplin ilmu yang berbeda

tidak lagi terisolir berdasarkan kawasan, (misalnya, psikologi, antropologi, dan

dimana individu telah dapat bergaul dan sosiologi). Istilah “budaya” telah bergeser

berbaur dengan individu lainnya, telah pula dari makna penggunaan awal pada berabad-

menciptakan hubungan antar kebudayaan abad yang lalu yaitu untuk merujuk pada

yang berbeda sehingga membentuk atau pertanian bergeser menjadi kumpulan makna,

mendorong terjadinya perubahan-perubahan keyakinan, dan norma-norma perilaku (9).

(changes) dalam masyarakat (3). Perubahan- Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi

perubahan dalam masyarakat itu dapat merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil

mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, susunan lembaga

karya, rasa dan cipta masyarakat (7). Kebudayaan

lapisan-lapisan dalam masyarakat, dan kekuasaan atau wewenang

masyarakat akan berbeda dengan kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat lainnya,

karena kelahiran

kebudayaan

suatu

DOI: 10.23971/jsam.v14i2.699 W : http://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/index.php/jsam

E : Jsam.iainpky@gmail.com

128 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Seperti pada umumnya masyarakat pelaku ritual, tokoh masyarakat, tokoh agama Indonesia yang walaupun beragama Islam

dan lain-lain.

tetap memelihara berbagai ritual tradisi lokalnya (8, 15, 22, 23). Pada masyarakat

II. Metode Penelitian

Jawa yang mengenal slametan (5, 6, 10), di Cirebon juga berkembang berbagai ritual

Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif slametan. Menurut Clifford Geertz slametan

dengan menggunakan beberapa model adalah versi Jawa dari apa yang barangkali

pendekatan yaitu pendekatan historis dan merupakan upacara keagamaan yang paling

sosial. Kemudian metode yang digunakan umum di dunia, slametan melambangkan

dalam pengumpulan data adalah dengan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut

observasi dan wawancara. Data yang telah serta di dalamnya. Handai-taulan, tetangga,

diperoleh di klasifikasikan berdasarkan tema rekan sekerja, sanak keluarga, arwah

dan permasalahan. Kemudian data tersebut di setempat, nenek moyang yang sudah mati,

analisis dengan menggunakan metode analisis dan dewa-dewa yang hampir terlupakan,

deskripsi dan penjelasan. Data wawancara semuanya duduk bersama mengelilingi satu

yang melibatkan beberapa informan penting meja dan karena itu terikat ke dalam suatu

yang terdapat pada Tabel 1, yang memiliki kelompok sosial tertentu yang diwajibkan

pengetahuan atau sebagai pelaku langsung untuk saling menolong dan bekerja sama (6).

pada slametan tersebut.

Slametan menjadi sarana untuk meluapkan Tabel 1. Daftar Nama Informan maksud yang bermakna dalam kehidupan

sosial. Slametan ini berkaitan dan hadir di

semua aspek kehidupan, dari mulai kelahiran

1 Sf

40 Kaur Kesra

sampai kematian manusia (7).

2 Syfd

67 Sesepuh

60 Penelitian ini akan mencoba menguraikan Sesepuh

perubahan budaya dalam pelaksanaan ritual

5 Aa P

18 Pelaku Slametan Puputan

slametan sekitar kelahiran, khususnya pada

6 Do

30 Pelaku Slametan Memitu

masyarakat Desa Kedungsana Kecamatan

7 Pu

55 Sesepuh

Plumbon Kabupaten Cirebon. Secara lebih

8 Mi

20 Pelaku Slametan Memitu

spesifik, penelitian ini dilakukan terhadap

9 Eg P

32 Pelaku Slametan Memitu

30 ritual slametan pra kelahiran seperti Ngupati, Pelaku Slametan Ngupati

10 Smi

21 Memitu dan Nglolosi serta ritual slametan Pelaku Slametan Ngupati

11 Yni

12 Sa

73 Ustadz, Sesepuh

kelahiran dan pasca kelahiran yaitu Puputan,

13 Rm

62 Penjual bumbu tradisional

Bebersih, Mudun Lemah dan Nyapih.

14 Ti

83 Sesepuh Desa

Selain serangkaian

upacara

yang

observasi dan upacara lainnya yang saat ini sudah tidak lagi

disebutkan di atas, sebenarnya masih ada

Selain

data hasil

wawancara, digunakan juga beberapa diperingati. Bisa

dokumen atau arsip-arsip berupa catatan kesepakatan masyarakat itu sendiri yang

dikarenakan adanya

primbon, sejarah desa, cerita rakyat, dan hasil terjadi dalam jangka waktu yang lama dan

ketika Slametan berkelanjutan serta masih bertahan pun

mengalami pergeseran nilai, baik itu dalam pelaksanaanya maupun nilai yang ada di

III. Hasil dan Pembahasan

dalamnya. Hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji, apakah perubahan

1. Gambaran Umum Desa Kedungsana

tersebut terjadi sebagai akibat dari kemajuan

Kecamatan

Plumbon Kabupaten

pola pikir atau karena ketidakmampuan

Cirebon

budaya itu dalam menghadapi berbagai Desa Kedungsana mempunyai luas perubahan di sekitarnya. wilayah 126,44 Ha dan berbatasan langsung

Metode yang dipakai dalam penelitian ini dengan Desa Dana Mulya di sebelah utara, adalah metode deskriptif. Data-data yang

Desa Karang Asem di selatan, Desa diperlukan dikumpulkan melalui teknik

Pesanggrahan di barat dan Desa Tegal sari di observasi dan wawancara mendalam kepada

sebelah timur. Dengan jarak dari pusat

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

kecamatan sejauh 1,5 Km, dari pusat

penulis mngkemukakan kabupaten sejauh 15 Km dan dari kota

Kedungsana,

beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh provinsi sejauh 122 Km (2).

warga Desa Kedungsana pada tabel 3. Penduduk Desa Kedungsana secara

Tabel 3. Mata Pencaharian warga Desa keseluruhan merupakan warga negara

Kedungsana

Indonesia dan seluruhnya memeluk agama

Islam. Selain data kependudukan, akan disajikan juga data pendidikan. Di desa

Laki- Perempuan

Kedungsana hanya terdapat dua sekolah dasar

Laki

yang keduanya berstatus sekolah negeri.

1. Petani

Pendidikan jenjang pasca sekolah dasar

2. Buruh Tani

berada di luar Desa Kedungsana, yaitu di

3. Buruh Migran

Kecamatan Plumbon terdapat SMP Negeri 1

4. Pegawai Negeri Sipil 19 8

Plumbon, SMP Negeri 2 Plumbon, MTs

5. Pedagang Keliling

Pembangunan dan SMA Negeri 1 Plumbon,

6. Peternak

serta beberapa sekolah di Kabupaten dan

7. Montir

Kota Cirebon.

8. TNI/POLRI

Pendidikan lain yang diterima anak-anak

9. Pensiunan

di Desa Kedungsana adalah pendidikan

PNS/TNI/POLRI

informal keagamaan yang dilakukan di Tajug

10. Jasa Pengobatan

yang jumlahnya 10 buah tersebar di berbagai

Alternatif

pelosok desa Kedungsana. Pengajian di tajug

11. Dukun Kampung

ini biasanya dilakukan setelah shalat ashar

Terlatih

dan maghrib. Pengajiannya hampir mirip

12. Karyawan

seperti di madrasah namun yang diajarkan

Perusahaan Swasta

tidak menggunakan kurikulum seperti yang

Sumber: Data Profil Desa Kedungsana

ada di madrasah.

Di kalangan keluarga petani kecil atau buruh tani yang tidak memiliki tanah, karena

2. Ritual Slametan Kelahiran di Desa didorong

kebutuhan

ekonomi, sering

Kedungsana

mengabaikan pendidikan sekolah formal. Latar belakang berbagai slametan di Desa Sebab pada umumnya masyarakat Desa

Kedungsana tidak jelas bagaimana asal Kedungsana masih menganggap anak adalah

mulanya dan kapan berawalnya, termasuk sumber tenaga bagi keluarga meski di desa

salah satunya slametan kehamilan. Menurut tenaga kerja tersedia. Hal ini bisa dilihat dari

pe nuturan Lebe Syafi‟i (40 tahun): Tidak jumlah peserta didik sekolah dasar

diketahui secara pasti kapan pertama mendominasi dari jenjang sekolah lainnya.

dimulainya yang pasti semenjak saya lahir Data jumlah peserta didik beserta jenjang

sudah dilakukan slametan oleh warga Desa pendidikannya dapat dilihat pada tabel 2.

Kedungsana. Slametan sudah dilakukan Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk

secara turun temurun, mungkin saja sebelum Desa Kedungsana

agama Islam masuk sudah dilakukan, kemudian oleh para wali tetap dipertahankan

No Jenjang Pendidikan

Jumlah

dengan dimasuki unsur-unsur keagamaan

1 Sekolah Dasar (SD)

Islam.

2 Sekolah Menengah

Ia pun menjelaskan bahwa slametan itu

3 Sekolah Menengah Atas (SMA)

termasuk sodakoh yang berfaedah mencegah

4 Diploma satu sampai tiga (D1-

25 segala sesuatu yang tidak diinginkan, terkait

D3)

ajal, rejeki dan lain-lain. Namun, seperti yang

5 Sarjana (S1)

14 ia jelaskan, bahwa segalanya mesti kembali

6 Pesantren

7 kepada Allah yang penting kita berusaha

Sumber: Data Profil Desa Kedungsana

dengan cara yang kita yakini apakah dengan Untuk

sedekah atau slametan.

perkembangan mata pencaharian di Desa

ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232 Busro.al (Ritual Slametan)

130 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak. Kedungsana, membangun rumah pun

Ada banyak jenis

slametan

di

Sedangkan Al-Mulk itu dimulai dengan sebelumnya ada slametan buka tanah, ketika

artinya keberkahan, mulai membangun rumah ada Slametan

Tabarak

yang

dimaksudkan agar kehamilan tersebut Munjuk Suwununan, hingga akan di huni,

menjadi berkah. Seperti ritual yang lainnya rumah tersebut diadakan slametan. Untuk

dalam slametan ini pun dilanjutkan dengan yang rutin tahunan, di Desa Kedungsana

syukuran makan bersama. Namun, Ustad biasanya ada Slametan Hajat Bumi atau

Syaifuddin mengatakan bahwa dalam Sedekah Bumi. Selain itu ada slametan hari

syukuran ini tidak dipaksa, artinya besar Islam seperti Isra Mi‟raj, Suroan,

disesuaikan dengan kemampuan masing- Muludan sampai kepada Agustusan ada

masing (Syifuddin, wawancara pribadi, 16 slametan tersendiri (Syafi‟i, wawancara

Nopember 2013).

pribadi, 7 Januari 2014). Slametan Pangeran dilaksanakan ketika

Hajat bumi dilaksanakan menjelang kandungan berusia tiga bulan. Slametan ini musim tandur atau dalam penanggalan

dimaksudkan sebagai sebuah permintaan dari Masehi sekitar bulan sepuluh (Oktober).

orang tua atau dalam bahasa Jawa diistilahkan Sebelumnya, dilaksanakan tahlil bersama di

njaluk (meminta) kepada Allah SWT balai desa. Keesokan harinya dilanjutkan

mengenai sifat atau jenis kelamin calon dengan pertunjukan wayangan atau topengan

anaknya. Orang tua berdo‟a kepada Allah yaitu acara hiburan wayang kulit atau

dibantu oleh jamaah yang hadir dalam acara pertunjukan topeng Cirebon. Hari ketiga

tersebut agar anaknya kelak memenuhi ditutup dengan istighosah atau pengajian serta

harapan orang tua. Masyarakat Kedungsana do‟a bersama. Sedekah makam dilaksanakan

meyakini ketika usia kandungan di bawah bulan terakhir bulan rowa menjelang puasa

umur empat bulan, calon bayi masih belum bulan Ramadhan. Kegiatannya berupa

dituliskan ketetapannya, sehingga pada istighosah yang dilaksanakan di semua

waktu-waktu ini dianjurkan banyak-banyak kompleks pemakaman di Kedungsana.

berdo‟a.

Slametan kelahiran merupakan salah satu Kedua slametan pra kelahiran di atas ritual slametan masih dilaksanakan oleh

sudah tidak diperingati lagi oleh warga Desa warga Desa Kedungsana. Slametan kelahiran

Kedungsana, tidak diketahui kenapa dan merupakan rangkaian ritual yang panjang. Di

kapan kedua slametan tersebut ditinggalkan. mulai dari ketika umur kandungan berusia 2

Yang masih bertahan dan dilaksanakan oleh bulan

sebagian warga Desa Kedungsana yaitu Widungan, setelah 3 bulan ada slametan

dilaksanakan Slametan

Mapag

Ngupati, Memitu dan Nglolosi. Ketiganya Njaluk Ning Pengeran, mencapai kandungan

dianggap penting karena merupakan peristiwa usia 4 bulan diada-kan slametan Ngupati,

besar dalam pembentukan janin manusia, setelah 7 bulan ada slametan Memitu, dan

seperti Ngupati (slametan usia empat bulan), setelah mencapai 9 bulan ada upacara

yaitu ketika manusia dtiupkan rohnya dan slametan Nglolosi. Tidak berhenti sampai di

ditentukan rizki, ajal dan perilakunya. sini, setelah kelahiran sampai disapih masih

Memitu yaitu slametan usia kehamilan tujuh banyak berbagai jenis slametan yang akan

bulan diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai dibahas satu persatu di bawah ini (Syifuddin,

masa bobot (sempurna atau lengkap anggota wawancara pribadi, 16 Nopember 2013).

tubuhnya). Dan Nglolosi adalah slametan masa menjelang melahirkan.

Slametan Mapag Widungan atau Mapag Widungan artinya menyambut kandungan.

a. Slametan Ngupati

Slametan ini dilaksanakan ketika usia Sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa, kandungan mencapai dua bulan. Acara yang termasuk juga di Kedungsana, ketika seorang digelar adalah membaca Al-Quran, terutama perempuan hamil mencapai usia 120 hari surat Luqman dan al-Mulk. Lukman di dalam maka diadakan slametan Ngupati. Pada Al- Qur‟an diceritakan sebagai orang tua yang selametan Ngupati ini ada beberapa persiapan mendidik

yang dilakukan seperti persiapan membuat Maksudnya, agar mengambil ibrah dari sisi ketupat yang terdapat pada gambar 1. kandungan surat tersebut, terutama mengenai

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Kedungsana yakin bahwa surat-surat pilihan ini berpengaruh terhadap kehidup¬an anak. Meskipun, pada hari ini sudah jarang yang memakai sesajen dalam selametan ini (Syafi‟i, wawancara pribadi, 7 Januari 2014).

Setelah pengajian selesai kemudian, dilanjutkan dengan do‟a sapu jagat:

Allahumma inna nasaluka salaamatan fiddiin Wa ‟afiyatan fil jasadi wa ziyadatan fi „ilmi

Wa baarokatan firrizqi Wa taubatan qoblal maut wa rahmatan

Gambar 1. Persiapan Membuat Ketupat

Menurut Lebe Syafi‟i, Slametan Ngupati

„indalmaut

ini terkait makna hadist yang menyatakan Wa maghfirotan ba‟dal maut bahwa pada masa usia 120 hari atau jika

Allahumma hawwin „alaina fii sakarotil maut diambil menurut bulan mencapai usia empat

Wa najjatam minannaari wal „afwa „indal bulan, maka Allah meniupkan ruh pada janin.

hisaaba

Pada saat itu juga ditentukan rizki, ajal dan Robbana laa tuzig quluubana ba‟da perilakunya di dunia sampai akhirat.

idzhadaitana

Menurut orang tua zaman dahulu adalah Wahab lama min ladunka rohmatan membuat sifat kang papat, yaitu jodoh, pati,

Innaka antal wahhab

blai (bahaya) dan rezeki yang harus disyukuri. Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil Jadi melalui Slametan Ngupati tersebut

ahirotil hasanah,

Waqina „adzabannari.

dimaksudkan sebagai langkah antisipasi,

memohon kepada Allah supaya memberikan

sifat-sifat yang baik dalam ketentuan yang Persiapannya biasanya dimulai dari bagian akan diberikan. Inti dari ritual ini sebenarnya

dapur, yang menyediakan makanan khusus adalah berdo‟a sebagai sikap bersyukur,

berupa kupat. Yulianti (wawancara pribadi, ketundukan dan kepasrahan sekaligus

13 Februari 2014) melakukan persiapan untuk memohon

Ngupati sehari sebelum pelaksanaan. Kupat permohonan kepada Allah agar nanti anak

perlindungan,

mengajukan

ini harus ada dalam pelaksanaan ritual lahir sebagai manusia utuh sempurna, yang

Slametan Ngupati. Untuk lauknya bisa sehat, yang dianugerahi rizki yang baik dan

bermacam-macam, biasanya berupa empal, lapang, berumur panjang dan bermanfaat bagi

sambel goreng dan lain-lain, yang nantinya agama, nusa dan bangsa.

dihidangkan di acara pengajian. Pada hari yang sama diusahakan mengkhatamkan

Menurut Lebe Syafi‟i, kegiatan dalam minimal sekali khatam Al- Qur‟an 30 juz ritual adalah mengaji bersama membaca

dalam satu hari, teknisnya bisa dilakukan surat-surat pilihan Al-Quran seperti Lukman,

pembacaan bersama-sama. Di tengah orang Maryam, dan al-Waqiah, agar bisa

mengaji disediakan air kembang campur baur, mengambil ibrah (pelajaran) dan berkah dari

yang nantinya dipakai untuk mandi ibu hamil isi kandungan Al- Qur‟an. Pemilihan surat (Subana, wawancara pribadi, 13 Februari

pilihan itu karena meng-andung banyak 2014). Ritual kemudian diakhiri makan faedah. Sebenarnya semua surat dalam al-

bersama beberapa makanan yang sudah Quran mempunyai faedah, tapi mungkin ada

dipersiapkan.

yang lebih berfaedah lagi yang berisi cerita- cerita yang bisa diteladani seperti Maryam

b. Slametan Memitu dan Yusuf. Ini dimaksudkan agar anak yang

Tradisi Memitu yang dilakukan oleh dikandung, jika perempuan bisa meneladani

masyarakat Kedungsana merupakan bagian Maryam dan jika laki-laki bisa mencontoh

dari slametan kehamilan ketika kehamilan nabi Yusuf yang memiliki paras tampan dan

mencapai umur tujuh bulan. Istilah lain yang sifat-sifatnya yang luhur. Surat al-Waqiah

biasa digun akan adalah “Tingkeban” (19) maksudnya agar rezekinya “gengser” atau

atau “Tujuh bulanan” (16). Disebut Memitu gampang turun. Dan surat Yasin untuk

atau tujuh bulanan karena ritual dilaksanakan keselamatan dunia akhirat. Masyarakat Desa

ketika usia kehamilan mencapai tujuh bulan.

ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232 Busro.al (Ritual Slametan)

132 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Tujuh dalam bahasa Cirebon disebut pitu. Waktu hamil usia tujuh bulanan Kemudian disebut Tingkeban, yang berasal

Mandi bunga campur kidung serta rujak- dari kata tingkeb, yang memiliki arti sudah

rujakan

genap, yakni ketika mencapai usia tujuh bulan Jambe riwe memecah gentong di dianggap sudah genap waktunya, di mana

perempatan

bayi sudah dianggap wajar jika lahir (19). Menandakan sedang ada yang slametan Kelapa gading untuk anak-anakan

Kebiasaan Memitu ini sama seperti masyarakat Jawa pada umumnya yaitu untuk

Tujuh kali dandan ketika mandi siraman melaksanakan adat atau tradisi yang secara

Sampai menggigil diguyur pagi-pagian turun temurun telah dilaksanakan nenek

Suasana bahagia keluarga pada curakan moyang mereka. Syafi‟i (wawancara pribadi,

(sawer)

13 Februari 2014) menjelaskan bahwa maksud dari Memitu ini untuk “ngumpliti”. Biasanya tanggalnya serba tujuhan

Kumpul-kumpul tanpa tidur semalaman Jadi pada waktu kehamilan umur tujuh bulan Mencari berkah setelah amin-aminan ini, anggota tubuh bayi mulai dibentuk, Dibagikan makanan saat bubaran seperti mulai dibentuk kuping, kaki, tangan

dan lain-lain. Selain penamaan di atas ada juga masyarakat yang menyebutnya dengan

Lagu ini menceritakan proses memitu, Slametan Ngrujaki karena makanan khas dari

dalam ritual slametan ditembangkan kidung ritual ini berupa rujak buah-buahan, seperti

oleh dalang memaca (pujangga yang tersebut pada lagu Kidung Murtasiyah di

menembangkan kidung atau yang biasa bawah ini:

bercerita). Kegiatan kidungan ini biasanya dilakukan pada malam harinya sambil

melekan menunggui belanga. Diceritakan Kidung Murtasiyah

juga mengenai proses siraman yang dilakukan Kekidungan cerita Dewi Murtasiyah

sambil ganti kain sampai tujuh kali. Saat Lelakonan kasmaran si dangdang gula

dimandikan sambil membawa kelapa gading Kinanti megatruh sinom parijaka

sebagai simbol bayi (1), kemudian disebutkan Sesenggakan sendonan dalang memaca

proses memecahkan blotong atau gentong Waktu bobot kebisan pitung wulanan

yang dilakukan di perempatan jalan. Segala persiapan

pelaksanaannya akan Siram kembang campur kidung rerujakan dijelaskan lebih jauh di bawah ini. Jambe riwe mecah blotong ning prapatan

dan

Nandakaken si dadap lagi slametan Meskipun dalam pelaksanaanya berbeda- beda antara satu daerah dengan daerah lain di Cirebon, namun ada beberapa persamaan,

Reff: yaitu diantaranya adalah bahan-bahan untuk

Bluluk gading nggo anak-anakan keperluan upacara yakni : Ping pitu dangdan adus-adusan

1. Jarit atau tapi (kain panjang) sebanyak 7 Sampe nderegdeg digrujug esuk-esukan

lembar.

Rena bunga kluarga pada curakan

2. Miniatur rumah-rumahan yang sudah Biasane tanggale pitu-pituan

dihias.

Guyub rukun sawengi pada melekan Ngalap berkah sawise amin-aminan

3. Pendil atau belanga (terdapat pada gambar Sesajian binagi pada bubaran

2) (semacam tembikar yang pada zaman dulu dipakai untuk mengambil air) yang berisi air, berbagai jenis tanaman seperti

Artinya: Beringin dan tebu, serta uang logam untuk

Kekidungan cerita Dewi Murtasiyah di simpan di dalam belanga. Ceritanya tentang kasmaran dangdang

4. Kembang tujuh rupa. Jenis bunga bisa apa gula saja, namun umumnya berupa Bunga Kinanti megatruh parijaka Kingkong, Bunga Mawar Merah, Bunga Sahut-sahutan suara dalang memaca Mawar Putih, Bunga Cempaka, Bunga

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Kantil, Bunga Kenanga, dan Bunga

c. Sumur yang ada di Rumah Mang Tori dan Melati.

Rosyid di blok Nyimas.

d. Sumur yang ada di rumah Kadmila di blok juwadah pasar, rujak parut, rujak asem,

5. Sesaji, yang berisi antara lain: nasi uduk,

Jamar.

rujak pisang, rujak selasih, aneka buah dan

e. Sumur yang ada di rumah Sutini di blok umbi, dan tebu wulung (tebu hitam).

Desa.

Rujak ini terdiri dari tujuh macam buah. Menurut Syaiffuddin, makananan pun

f. Banyu meneng (air diam) diambil dari kali biasanya

soka yang terletak di blok Karangtingtang, anggota tubuh. Misalnya ada makanan

menggambarkan

beberapa

blok Soka Desa Danamulya. yang berbentuk anggota tubuh yaitu

g. Banyu mili (air mengalir) bisa diambil dari terbuat dari tepung yang dibuat kue yang air kali di mana saja di sepanjang kali menyerupai berbagai anggota tubuh

Soka.

seperti telinga, hidung, tangan dan lain- lain.

Air tersebut kemudian dicampurkan dalam wadah gosang (kendi yang besar), zaman

6. Bluluk Gading atau kelapa muda (terdapat sekarang biasanya menggunakan gentong pada gambar 3) yang telah digambar salah

atau paso. Kemudian dicampurkan ke satu tokoh wayang (biasanya tokoh dalamnya kembang campur baur atau bunga Arjuna).

tujuh rupa, uang logam dan perhiasan emas. Kegiatan yang sama dilakukan sekali lagi, namun bedanya menggunakan pendil, dan perhiasan emas ditiadakan. Dalam pendil ini ditambah dengan mencampurkan manggar (bunga pohon kelapa) dan daun beringin.

Setelah selesai persiapan tersebut, selanjutnya membuat umah-umahan dari

Gambar 2. Pendil/ Gentong untuk Memitu

bambu yang dihiasai bendera dari kertas minyak, bendera uang, daun weringin dan tebu wulung. Di dalam umah-umahan diletakkan tumpeng beserta bekakak ayam. Perlengkapan tersebut lebih baik dijaga oleh orang tua. Tujuannya karena di dalam rumah- rumhan tersebut terdapat makanan, perhiasan dan air untuk mandi. Sebab, seperti dijelaskan

Syafi‟i dikhawatirkan ada sesuatu yang tidak diinginkan semisal ada yang mencuri uang

Gambar 3. Kelapa untuk Memitu

atau perhiasan. Selain itu sebagai upaya Untuk air yang dipakai dalam upacara,

mencegah adanya binatang-binatang yang seperti yang dijelaskan Syafi‟i, air yang

berbahaya masuk ke dalam air. dipakai untuk mandi berasal dari 7 sumber. Bisa diambil dari 7 macam sumur. Setiap

Bagi sebagian warga, tidak seluruh prosesi blok di Desa Kedungsana masih memiliki

dilaksanakan sesuai kebiasaan dan peraturan sumur yang airnya biasa diambil untuk mandi

yang ada. Seperti yang dilakukan Endang (32 Memitu. Ada juga yang diambil dari banyu

Tahun) ketika slametan berlangsung, ia hanya meneng (air yang diam tergenang) dan banyu

mendengarkan sambil tiduran. Air kembang mili/deres (air yang mengalir). Sumur

campur baur yang dari pengajian, kemudian tersebut haruslah sumur gali yang dipercaya

dipakai mandi sesaat setelah pengajian berusia tua. Di antara sumur tersebut adalah:

selesai. Endang melaksanakan slametan dengan sederhana, yaitu mengundang

a. Sumur yang ada di Madrasah Miftahul tetangga dekat, tanpa disertai ritual siraman Muta‟alimin di blok Jamar Lor.

yang dilakukan di rumah-rumahan. Beliau

b. Sumur yang ada di rumah Tajwid di blok beralasan karena ketiadaan dana untuk Sampurna.

melaksanakan berbagai rangkaian ritual

ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232 Busro.al (Ritual Slametan)

134 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

tersebut (Endang, wawancara pribadi, 10 Selesai memandikan, anak-anak di sekitar Januari 2014).

mulai mengerubuti rumah-rumahan yang sudah dihias. Tanpa disuruh anak-anak mulai

a. Waktu rebutan barang-barang hiasan rumah-

Tradisi Memitu biasanya dilakukan pada rumahan. Dari mulai balon, bunga, hiasan sore atau malam hari pada hari Rabu atau

dari kertas dan uang menjadi sasaran anak- Sabtu dan pada tanggal ganjil sebelum

anak. Dengan dibarengi curak, yaitu saweran tanggal 15. Acara ini dimulai dengan

uang receh.

pembacaan kitab Barzanji di rumah yang Upacara ditutup dengan memecahkan duwe gawe (orang yang punya hajat). Selain blotong yang sudah diperiapkan yang Barzanji juga dibacakan Al- Qur‟an Surat dilakukan oleh suami. Ketika blotong tersebut Yasin, Luqman, Maryam, Yusuf, An-Nur,

prapatan anak-anak dan Muhammad. Di tengah-tengah orang mengerubuti pecahan blotong mencari uang yang sedang mengaji dan Barzanjian logam di sana. Seperti yang dikemukakan diletakkan wadah yang berisi air. Air ini

dipecahkan

di

kemudian akan dicampurkan ke dalam wadah Syafi‟i makna pecahnya kendi ini mempunyai

arti harapan akan proses kelahiran yang air yang disediakan untuk mandi suami-istri mudah dan lancar seperti pecahnya kendi tadi. di rumah-rumahan yang sudah disediakan di Selain itu pemecahan kendi juga sebagai luar rumah. simbol pesan kepada masyarakat, bahwa

b. Tatacara sedang ada ibu hamil yang sudah mencapai 7 bulan, dimaksudkan agar masyarakat juga

Acaranya berupa Marhabanan yaitu pembacaan kitab Barjanji yang menceritakan

ikut mendo‟akannya. Perempatan dipilih kelahiran Nabi Muhammad. Setelah yang

sebagai tempat memecahkan kendi karena merupakan tempat lalu lalang dan pertemuan

mengaji dan membaca Barzanji selesai, makanan dibagikan, dan air yang tadi dibawa

orang yang lewat.

keluar kemudian dicampurkan ke wadah yang

dipahami oleh para ada di rumah-rumahan. Pasangan suami istri

Kebudayaan

antropolog dengan arti yang berbeda-beda, mulai dimandikan dibarengi membaca

namun kunci untuk memahaminya adalah ide sholawat 3 kali. Orang yang memandikan

tentang makna (meaning, significance). dimulai dari orang tua, saudara-saudara,

Menurut Geertz manusia adalah hewan yang sesepuh desa, dan dilanjutkan dengan jamaah

terkurung dalam jaring-jaring makna yang pengajian.

mereka pintal sendiri. Oleh karena itu, untuk Pada proses pemandian sang istri, ketika

menjelaskan kebudayaan orang lain, maka dimandikan ia hanya memakai kain tapi dan

kita tidak ada pilihan lain, kecuali dengan sang suami hanya memakai celana pendek.

menggunakan metode “lukisan mendalam” Setiap kali ada yang memandikan sang istri

yaitu, kita harus melukiskan tidak saja apa berganti kain sampai sebanyak tujuh kali. Dan

yang secara aktual terjadi, tetapi bagaimana pemahaman seseorang tentang kejadian

pada saat pergantian kain yang ke tujuh itu, kemudian kelapa muda yang telah digambari

tersebut (17). Atau dengan kata lain tokoh wayang tadi dijatuhkan melalui bagian

kebudayaan itu secara sosial terdiri dari struktur-struktur makna dalam istilah-istilah

dalam kain yang dipakai oleh ibu hamil tersebut. Suami ibu hamil yang sedari tadi

berupa sekumpulan tanda yang dengannya ikut

masyarakat melakukan satu tindakan, mereka dapat hidup di dalamnya atau pun menerima

menangkap kelapa muda itu sebelum jatuh ke tanah. Menurut Ustadz Subana, zaman dahulu

celaan atas makna tersebut dan kemudian hanya istri saja yang dimandikan, namun pada

menghilangkannya (17). perkembangannya

Memitu yang dilakukan dimandikan. Menurut Ustadz Subana yang

masyarakat Kedungsana merupakan bagian paling utama adalah saudara sendiri, yang

dari tradisi lokal meskipun diisi nilai-nilai tidak termasuk keluarga, tidak dianjurkan.

keagamaan seperti pembacaan ayat Al- Qur‟an Sebab, hal ini menyangkut aurat (Subana,

dan pembacaan kitab Barzanji. Tradisi wawancara pribadi, 13 Februari 2014).

pembacaan Al-Quran dan Barzanji sangat penting dilakukan pada tradisi Memitu,

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

karena menurut masyarakat Kedungsana sibuk di dapur mempersiapkan untuk ketika janin dalam kandungan memasuki

makanan acara Memitu keesokan harinya. umur tujuh bulan, janin sudah sempurna,

Sehabis duhur beberapa kakak laki-laki sudah memiliki struktur tubuh yang lengkap,

Darsono membuat rumah-rumahan dari bersih dan bebas dari dosa. Kondisi seperti ini

bambu yang dihias dengan kertas minyak menjadi kondisi sempurna untuk menjadi

warna merah putih dan di sekelilingnya dan acuan bagi muslim yang baik dalam usaha

atasnya dipasang kain tapi membentuk spiritualnya.

cungup seperti atap masjid. Selain itu dipasang juga daun Beringin, balon dan

Pembacaan tujuh

surat

Al-Quran

bendera uang yang nantinya diperebutkan bermakna agar anak ketika lahir menjadi baik

oleh anak-anak.

dan shaleh. Bila anaknya perempuan, diharapkan memiliki sifat-sifat seperti Siti Maryam ibunda Nabi Isa, sedangkan bila anaknya kelak laki-laki diharapkan seperti Nabi Yusuf yang tampan, begitu seterusnya. Dalam pembacaan Barzanji diharapkan sang anak bisa meneladani sifat-sifat dan teladan Nabi Muhammad SAW.

Makna di balik proses pemandian diniatkan sebagai pensucian. Diharapkan anak yang lahir kelak akan selalu bersuci dan rajin melaksanakan sholat. Makna filosofis dari dijatuhkannya kelapa muda pada saat

Gambar 4. Persiapan membuat Rumah-Rumahan dimandikan melambangkan kemudahan si ibu

Dalam replika rumah-rumahan tersebut hamil saat melahirkan nanti, sedangkan

terdapat pintu dan jendela. Dan di dalamnya gambar wayang yang terukir di kelapa sendiri

disimpan berbagai benda yang akan dipakai sebagai simbol pengharapan bahwa sang

untuk slametan memitu yaitu ember yang jabang yang kelak akan dilahirkan memiliki

berisi air bunga, Pendil yang berisi air paras dan kegagahan seperti yang dimiliki

kembang, daun Beringin, bunga kelapa dan oleh si tokoh wayang yang di gambar

uang receh. Selain itu disiapkan juga kelapa tersebut. Biasanya tokoh arjuna. Dalam kasus

kuning yang sudah digambar tokoh ini terlihat masih adanya percampuran budaya

pewayangan.

Hindu dan Islam. Tokoh yang digambar pada kelapa adalah tokoh dari agama Hindu

Pelaksanaan memitu dilakukan saat pagi sedangkan pada proses pengajian membaca

hari. Pagi-pagi Darsono mengundang surat-surat dalam Al- Qur‟an yang diharapkan

tetangga-tetangga dekat. Acara kemudian mengambil ibrah dari beberapa tokoh Al-

dimulai pukul 7.30 dengan membaca Maulid Qur‟an seperti Nabi Yusuf.

Barzanji. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi

siraman/memandikan pasangan Ustadz Subana meyakini bahwa Slametan

(terdapat pada gambar 5) yang dilakukan oleh Memitu dengan segala ritualnya hanyalah

keluarga sendiri kemudian dilanjutkan dengan hukum adat. Dan di masyarakat, hukum adat

jamaah pengajian.

ini sudah bersifat lunak, artinya ketika ada anggota

melaksanakannya, maka sudah tidak ada sanksi lagi. Ritual itu tidak dilakukan juga tidak masalah karena tidak ada dalam agama Islam, dan jika dilaksana-kan juga silahkan yang penting tetap menjalankan ibadah agama Islam.

Gambar 5. Keluarga Memandikan Pasangan Memitu

Persiapan Memitu dilakukan sehari Di tengah prosesi memandikan kelapa sebelum pelaksanaan ritualnya. Keluarga

kuning yang dipegang, setiap kali ada yang laki-laki mempersiapkan rumah-rumahan

menyiramkan air, harus dijatuhkan. Setelah (terdapat pada gambar 4) sedangkan keluarga

air yang dipakai memandikan habis, pasangan

ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232 Busro.al (Ritual Slametan)

136 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

laki-laki mengambil pendil dan berlari Nglolosi makanan utamanya yaitu bubur menuju perempatan atau pertigaan jalan untuk

lolos, yang terbuat dari tepung, dibungkus memecahkan pendil tersebut. Anak-anak dan

daun pisang yang diberi minyak. Bubur lolos warga sekitar ikut berlari dan bersiap di lokasi

adalah sejenis juwada yang licin. Ini pemecahan pendil untuk memperebutkan

merupakan perlambang dan harapan kelahiran uang receh yang ada (terdapat pada gambar

seperti bubur lolos ini yaitu licin atau lancar. 5).

Bubur ini disajikan saat makan bersama setelah pengajian dan juga dibagikan kepada tetangga.

Gambar 5. Anak-anak dan warga berebut isi pendil

Barang sisa yang tidak diambil seperti daun beringin, bunga kelapa dan kelapa

Gambar 7 Bubur Lolos kuning bekas dipakai mandi kemudian

d. Slametan Kelahiran

diambil oleh pasangan laki-laki dan dibawa ke sungai untuk dilarung. Pasangan laki-laki

Mapag Bocah artinya juga tidak diperkenankan mandi di sumur,

Slametan

menyambut sang anak ketika baru dilahirkan. harus di sungai, dan saat menuju ke sungai

Slametan ini biasanya membuat tumpeng. dianjurkan untuk berlari.

Acara yang digelar berupa berdo‟a bersama dan membaca Al- Qur‟an dilanjutkan dengan

c. Slametan Nglolosi bacakan yaitu makan secara bersama dalam Slametan ini dilakukan ketika kandungan

tampah yang berisi nasi lengkap dengan mencapai usia sembilan bulan. Nglolosi

lauknya, dan dilanjutkan dengan curak. berasal dari kata lolos artinya lancar. Jadi

dijelaskan Pengku slametan ini berupa harapan untuk kelancaran

Seperti

yang

(wawancara pribadi, 13 Februari 2014), untuk ketika kelahiran. Bentuknya syukuran biasa,

mengetahui kapan mulai kehamilan bisa baca do‟a kemudian makan bersama, bedanya

dihitung dari mulai terakhir kali menstruasi. hanya di makanan khusus ini. Ada juga yang

Pada umumnya tidak ada persamaan kapan hanya membagikan bubur lolos dan nasi

pertama kali sadar sedang hamil, namun kuning kepada tetangga-tetangga dekat. Inilah

mulai umur kehamilan 4 bulan sudah bisa ritual yang biasa dislameti pra kelahiran di

diketahui. Sebab, pada umur ini perut sudah Desa Kedungsana untuk bulan-bulan yang

terasa det-detan yaitu perasaan perut seperti lainnya tidak ada. Upacara seperti ini juga

ada pergerakan tapi sedikit. ditemui pada Suku Batak. Di Batak Toba

Pengku kembali menjelaskan, ketika ketika wanita yang sedang hamil tua maka

diadakan adat manghare, mang adalah awalan sudah diketahui sedang hamil ada beberapa aktif dan hare adalah sejenis bubur yang

pantangan dan anjuran yang lazim di dibuat dari ramuan semangka (gundur),

masyarakat Desa Kedungsana, seperti: mentimun (ansimun), pisang (gaol), tebu

a. Ketika makan ada bungkusan harus (tobu), nangka (pinasa), kencur (hasior), jahe

langsung dibuka semua. Di Desa (pege), kelapa (simarateate), kemiri (gambiri),

Kedungsana biasanya makanan itu ramuan dukun (taor sibaso), telor ayam (pira

menggunakan bungkus yang ditusuk ni manuk), tepung beras itak, susu kerbau

“biting” atau tusuk dari bambu ataupun (bagot ni horbo), kunyit (hunik), serta daging

dihekter. Semua itu harus dilepas karena ayam muda seberat 1,5 kg (12).

masyarakat Kedungsana percaya, jika Seperti yang dijelaskan oleh Syafi‟i tidak dilepas bisa mempersulit kelahiran

(wawancara pribadi, 7 Januari 2014), untuk

kelak.

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

b. Jika melihat ada ranting di sungai yang kemudian disusul oleh ari-ari bayi. Setelah tersangkut sesuatu, maka harus segera

bayi keluar, bayi langsung menangis dan jika dibenarkan sampai hanyut dengan lancar.

tidak menangis oleh dukun bayi akan diurut Lazimnya di pedesaan, masyarakat

usus pusarnya sambil “dionclok-onclok” yaitu Kedungsana

dengan mengangkat kakinya ke atas dan kaki hidupnya terhadap sungai, kegiatan seperti

juga

menggantungkan

bayi tersebut ditepuk-tepuk sampai bayi mencuci, mandi dan buang air biasa

menangis. Saat prosesi melahirkan, dukun dilakukan di sungai Soka.

bayi membaca ayat Kursi. Setelah itu langsung dikumandangkan adzan pada telinga

c. Jangan makan udang, karena bisa kanan dan iqomah di telinga kirinya yang membuat lama proses kelahiran. Udang dilakukan oleh bapaknya (Asiri, wawancara adalah binatang yang jalannya mundur, pribadi, 15 Nopember 2013). sehingga dipercaya ketika bayi akan lahir

bisa mundur kembali. Usus yang menyambungkan bayi dan ari- ari kemudian dipotong menggunakan silad

d. Jangan makan kerak nasi, karena bisa pring yaitu pisau buatan yang terbuat dari menyebabkan ari-ari susah diangkat. kulit bambu dan dilapisi kunir, dengan

Larangan-larangan di atas pada dasarnya membaca dua kalimat syahadat sebanyak tiga merupakan gugon tuhon. Gugon tuhon adalah

kali. Caranya yaitu usus diukur dulu perkataan atau dongeng yang dipercaya

sepanjang 2 ruas jari telunjuk tangan dari mempunyai daya atau kekuatan. Jika

pusar bayi dan sampai batas itu diikat dengan perkataan atau dongeng itu tidak dipatuhi,

benang sepanjang 3 ikatan. Pada ikatan ketiga maka orang yang melanggarnya akan

itulah tempat pemotongannya. Darah sisa memperoleh kesialan dan kesengsaraan dalam

hasil pemotongan kemudian dioleskan ke hidupnya (24).

bibir bayi dan ke seluruh badan. Yang Setelah kandungan berumur tujuh bulan,

bertugas mencari silad pring pada zaman kemudian

mulai dilakukan persiapan dahulu adalah bapaknya. persalinan. Baju-baju bayi dan jamu-jamuan

Sambil dimandikan bayi dibersihkan dari adalah barang yang harus sudah ada sebelum

lendir-lendir atau dalam bahasa Kedungsana melahirkan, sehingga ketika melahirkan tidak

dinamakan “pepelem” menggunakan minyak lagi susah mencarinya. Jamunya adalah galian

kemudian dimandikan singset yang terbuat dari kencur, kunir, temu

goreng.

Baru

menggunakan air hangat. Zaman dahulu lawak, akar sere, belerang dan ragi. Semua itu

setelah melahirkan bayi, ibu bayi kemudian digerus atau ditumbuk dan dijadikan satu

mandi, bisa dimandikan atau mandi sendiri. kemudian direbus dan diminum. Namun

Mandipun tidak di sumur milik ibu bayi untuk saat ini sudah bisa dibeli di warung-

tersebut, tapi di tanah yang agak luas. Setelah warung jamu. Selain itu ada pula Jamu

mandi ada ritual melompati api hasil sawanan atau Jamu endek-endek untuk yang

pembakaran “merang” atau gagang padi sedang ngidam, fungsinya untuk meredam

sebanyak 3 kali. Setelah itu ibu diberi boreh mual dan pusing ketika ngidam. Jamu ini

yang terbuat dari beras kencur untuk terbuat dari kencur, kunir dan bawang merah.

melemaskan otot yang tegang setelah melahirkan. Kemudian ibu didudukkan

Masih menurut Pengku ketika hendak melahirkan tidak terasa macam-macam pada

sambil selonjoran kaki.

perut, tiba-tiba keluar air kekawa atau air

selanjutnya dibedong yaitu ketuban, saat ditanyakan kepada orang tua

Bayi

menggunakan kain, yang katanya sebentar lagi akan melahirkan dan

dibungkus

tujuan¬nya agar bisa tidur dengan nyenyak benar besok paginya ternyata melahirkan.

dan tubuh bayi tidak cacat akibat gerakan Waktu inilah yang dipergunakan untuk

yang terlalu keras karena tulang-tulang bayi mengundang dukun lahir, yang kemudian

masih tahap pertumbuhan. Sampai nanti mengecek kondisi kehamilannya.

mencapai ”puput” atau putusnya usus pusar Saat melahirkan semua badan terasa sakit,

bayi hanya boleh dimandikan sekali sehari kemudian keluar “angkat kidang” yaitu darah agar pusar cepat kering. Semua kegiatan ini

kental baru kemudian kepala bayi keluar, dilakukan oleh dukun lahir. Baru setelah setelah seluruh badan bayi keluar baru

ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232 Busro.al (Ritual Slametan)

138 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Slametan Puputan kegiatan memandikan bayi diambil alih oleh ibunya.

Masyarakat Kedungsana percaya bahwa ibu yang selesai melahirkan memiliki pantangan yang baginya harus dihindari. Diantara pantangan tersebut yaitu:

a. Tidak boleh makan pedas, makan yang berbau amis seperti ikan, daging dan lain- lain, makan kerupuk dan makan-makanan yang berminyak.

b. Sebelum 40 hari ibu dan bayinya tidak boleh keluar terlalu jauh karena jika ini

dilanggar bisa mendatangkan “sawan” atau sejenis penyakit demam pada bayi yang

menyebabkan anak menjadi nakal.

Gambar 6. Jinglo dan Bengle

c. Kain yang dipakai untuk melahirkan tidak boleh dipakai untuk sehari-hari dan kain

Menurut Asiri yang berprofesi sebagai ini bisa dipakai untuk obat jika anak sakit.

paraji, ari-ari tersebut dimasukkan ke dalam Tugas mencuci ini sebenarnya tugas

pendil dan ditutup dengan batok, ari-ari suami, tetapi pada umumnya yang

tersebut dicampur dengan garam agar tidak mencuci ini saudaranya. Karena tugasnya

bau. Batok yang dipakai pun ada syarat dikerjakan oleh orang lain,maka suami

khusus, yaitu batok bonglu (batok yang hanya harus memberi upah pada orang tersebut.

mempunyai satu lubang). Dalam lubang tersebut dimasukan batang lidi atau dalam

e. Slametan Puputan. Sampai usia bayi umur bahasa Cirebon disebut sada. Setelah ari-ari

5, 7 bahkan 12 hari pusar bayi kemudian dikubur ditanami atau ditancapkan tanaman putus dan dilakukan slametan Puputan dan

Beringin dan Pandan (Tani, wawancara gawe aran. Dalam syukuran ini,

pribadi, 15 November 2013). Menurut Asiri kegiatannya berupa Marhabanan dan (wawancara pribadi, 15 Nopember 2013), makan bersama. Prosesi pemberian nama

ketika mengubur ari-ari dilantunkan rapalan anak pun dilakukan ketika Puputan. Dan

seperti di bawah ini:

jika mampu sekalian melaksanakan Aqiqah, yaitu menyembelih kambing gibas, dua untuk laki-laki dan satu untuk

Bismillahirahmanirahim perempuan. Acaranya sama seperti

Niat isun apan maca padang ati slametan sebelumnya, yaitu dilakukan

Beli Duwe padang ati duwee damar sejati pembacaan al- Quran dan do‟a bersama Byar padang tirawangan atie anake isun

atau pembacaan Barzanji. (sambil disebutkan nama anaknya) Yang menarik, dalam acara Puputan juga

Ya Fatah... Ya Fatah... Ya Fatah. dilakukan prosesi penguburan

ari-ari.

Menurut Risem (wawancara pribadi, 13

Artinya:

Februari 2014), bumbu yang dipakai saat Bismillahirahmanirrahim menguburkan ari-ari adalah Jinglo bengle

Saya berniat membaca terang hati (terdapat pada gambar 6), Uwat-uwat, dan

Tidak punya padang hati hanya punya lentera Secang. Semua bahan dijual oleh Risem.

sejati

Risem meracik sendiri bumbu-bumbu Byar terang benderang hati anak saya (sambil tersebut dan ketika peneliti menanyakan cara

disebutkan nama anaknya) meracik

Ya Fatah... Ya fatah... Ya Fatah mengatakan itu rahasia dagang, namun secara

dan bahan-bahannya,

beliau

keseluruhan bahan-bahan tersebut bisa dibeli Namun, rapal yang diberikan ustadz Subana dengan harga Rp. 20.000,-

berbeda lagi, yaitu: Ruta-ruti isun ora duwe padang ati

Busro.al (Ritual Slametan) ISSN: 1829-8257; E ISSN: 2540-8232

Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Vol. 14, No. 02, Desember 2018, p. 127-147

Mung duweku damar sejati Pengku, berhentinya tampah gelindingan ini Murub setengae ati

dipercaya akan menjadi watak si anak kelak. Kaya srengenge medal enjing

Jika berhenti tengkurap berarti akan idep (tidak nakal) namun jika mluma (terlentang)

Artinya: menandakan watak si anak bakal nakal. Ruta-ruti saya tidak punya terang hati

Prosesi Puputan Muhammad Sohib Alifi Hanya punya lentera sejati dimulai dari penguburan tali pusar dan ari-ari Menyaka setengah hati bayi. Di atas kuburan ari-ari tersebut ditanami Seperti matahari terbit pagi-pagi berbagai tanaman, yang terdiri dari Pandan,

Beringin, dan daun Andong Kuning. Suguhan Tulisan rapalan di atas dimasukkan juga di atau sajen juga diletakkan di jembatan yang dalam pendil. Rapalan ini dimaksudkan agar

terletak di dekat rumah. Suguhan itu berisi bayi nantinya mempunyai hati terang seperti

kue apem, tahu, rumba, limpung, sambel matahari yang baru terbit. Ketika menimang

goreng, nasi, ikan asin dan air. Makanan ini bayi dibacakan rapal do‟a dilanjutkan dengan

juga yang di sediakan untuk makan-makan shalawat 31 kali. Rapal tersebut adalah:

jamaah slametan puputan. Sajen (terdapat pada gambar 7) yang ada di jembatan di

Allahumma puter giling kemiling jelaskan oleh ustadz Syafi‟i merupakan Teka seng wetan, ana lara saking wetan

kepercayaan setempat. Hal ini dimaksudkan Sok balika milia ngetan

untuk mencegah hal-hal yang tidak baik, Kang mayungi raja iman.

hampir di semua tempat termasuk di jembatan Tutupe kanjeng Nabi Sholallahu „alaihi

dipercayai terdapat penunggunya yang wasalam

kadang-kadang kalau tidak disuguhi itu berpengaruh kepada yang sedang hajatan,

Makna dari Batok Bonglu menurut seperti masakan hajatan jadi tidak matang dan Syaifuddin yaitu bahwa pegangan di dunia itu

tidak hanya mitos karena sudah banyak adalah tok kang siji atau hanya yang satu

kejadiannya.

yaitu Allah Yang Maha Esa. Adapun sada adalah simbol dari Syahadat. Pohon Beringin artinya mengayomi dan tidak membahayakan, adapun Pandan adalah sifat amis budi.

Yang memberikan nama adalah bapaknya. Pengku menjelaskan bahwa pada saat penguburan ari-ari, ari-ari dimasukkan ke dalam pendil beserta silad dan kunir yang

Gambar 7. Sesajen yang diletakkan di Jembatan

dulu dipakai untuk memotong usus. Setelah puput, puser bayi diberi kerokan gambir atau