STAIN Malikussaleh Lhokseumawe ABSTRACT - View of PERLAKUAN AKUNTANSI IJARAH PADAPEMBIAYAAN QARDH BERAGUN EMAS (RAHN) DI BANK ACEH SYARIAH CABANG LHOKSEUMAWE

PERLAKUAN AKUNTANSI IJARAH PADAPEMBIAYAAN QARDH BERAGUN EMAS (RAHN) DI BANK ACEH SYARIAH CABANG LHOKSEUMAWE

OLEH Ismaulina ( ismaulina@gmail.com ) STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Eka Prasetia ( ekaprasetia1112053330@gmail.com ) STAIN Malikussaleh Lhokseumawe ABSTRACT

Gold Pawn Syariah PT. Bank Syariah Aceh Lhokseumawe Branch also known as gold-backed financing qardh (Rahn), which is the delivery guarantee or right to control physical on valuables such as gold (bullion or jewelry and its accessories) to the bank as collateral for the financing qardh received. This study discusses how the accounting treatment Ijara financing backed qardh gold (Rahn) and whether the accounting treatment Ijara financing backed qardh gold (Rahn) in PT. Bank Syariah Aceh Lhokseumawe Branch has been in accordance with SFAS 107, Accounting for Ijarah. This type of research is qualitative research with descriptive method types. Based on the research results, in PT. Bank Syariah Branch Aceh Lhokseumawe on Gold-Backed Financing Qardh (Rahn) is still under SFAS 59 because here the status of Bank Syariah Aceh is still a Sharia Unit under PT. Bank of the Central Aceh operations using conventional. But preferably in the running operations of Islamic banking in Indonesia SFAS 107 must be applied for the disbursement of the financing using the cash basis (cash basis) that the customer receives direct funding in the form of cash, this is what often and must be used by banks sharia. Keywords: Accounting for Ijarah (PSAK 107) Financing qardh, Pledge (Rahn), and SFAS 59

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan sektor perbankan di Indonesia, bank-bank yang ada berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya guna menarik nasabah baru dan juga untuk menjaga loyalitas nasabah lama. Hal tersebut berlaku pula untuk perkembangan perbankan syariah saat ini yang semakin menunjukkan tren positif. Konsepnya yang jauh dari riba dan sesuai dengan syariat Islam, membuat produk perbankan syariah menjadi pilihan umat Muslim di Indonesia yang berniat menjalankan agama secara kaffah.

Salah satu produk pembiayaan yang telah dipasarkan perbankan syariah adalah pembiayaan (qardh) beragun emas (Rahn) yang dapat dimanfaatkan oleh nasabah yang membutuhkan dana jangka pendek dan keperluan yang mendesak. Misalnya menjelang tahun ajaran baru, hari raya, kebutuhan modal kerja jangka pendek dan sebagainya. Pembiayaan gadai syariah atau rahn dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) tetapi ada pula yang menggunakan mudharabah (bagi hasil). Pembiayaan gadai syariah ini membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan akuntansi antara bank syariah yang satu dengan yang lain.

Pada penerapan sistem syariah, tentu mempunyai sistem perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi konvensional pada umumnya. Kebutuhan dalam menetapkan metode pengukuran akuntansi, terutama pembiayaan gadai syariah harus disesuaikan dengan peraturan perbankan dan ketentuan-ketentuan syariah yang telah diatur. Semakin besarnya minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah, maka perbankan syariah yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan produk tersebut harus tetap dikawal agar tidak ada banker yang melakukan penyimpangan terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra perbankan syariah di mata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai perlakuan akuntansi Pada penerapan sistem syariah, tentu mempunyai sistem perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi konvensional pada umumnya. Kebutuhan dalam menetapkan metode pengukuran akuntansi, terutama pembiayaan gadai syariah harus disesuaikan dengan peraturan perbankan dan ketentuan-ketentuan syariah yang telah diatur. Semakin besarnya minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah, maka perbankan syariah yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan produk tersebut harus tetap dikawal agar tidak ada banker yang melakukan penyimpangan terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra perbankan syariah di mata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai perlakuan akuntansi

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.26/DSNMUI/III/2002 dengan akad ijarah (PSAK 107) merupakan panduan dalam pengakuan, pengukuran penyajian, dan pengungkapan yang berhubungan dengan pembiayaan gadai syariah. Penerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.26/DSN-MUI/III/2002 dan dengan akad pendamping dari gadai syariah yaitu akad ijarah (PSAK 107) untuk pembiayaan dengan gadai syariah akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian target pertumbuhan perbankan syariah karena peraturan tersebut merupakan formulasi yang dibuat oleh para pakar ekonomi syariah dan para akuntan (IAI, 2007:195). Dengan demikian, kepercayaan masyarakat akan bertambah dalam memanfaatkan produk pembiayaan gadai syariah.

Tabel I: pertumbuhan Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) pada PT. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe sebagai berikut :

2014 Aktual (dalam jutaan)

Sumber: PT. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe

Pada tahun 2012-2013 Pembiayaan Qardh Beragun Emas ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 24%. Namun, di tahun berikutnya 2014 mengalami penurunan sebesar 13%, tetapi penulis tidak bisa merinci secara detail karena hal ini sangat rahasia bagi lembaga tersebut. Pembiayaan Qardh Beragun Emas selain untuk kebutuhan dana mendesak juga mendidik masyarakat untuk melindungi nilai asetnya melalui emas dengan memanfaatkan produk Gadai Emas (Rahn). Selain itu masyarakat juga menilai bahwa produk ini sangat bagus karena biaya-biaya yang dikenakan sangat murah dan penyelesaiannya diawal akad.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Perlakuan Akuntansi Ijarah pada Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe”.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlakuan akuntansi ijarah pada pembiayaan qardh beragun emas (rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe?

2. Apakah perlakuan akuntansi ijarah pada pembiayaan qardh beragun emas (rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe telah sesuai dengan PSAK 107 (2008) Akuntansi Ijarah?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi ijarah pada pembiayaan qardh beragun emas (rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe.

2. Untuk mengetahui kesesuaian perlakuan akuntansi ijarah pada pembiayaan qardh beragun emas (rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe telah sesuai dengan PSAK 107 (2008) Akuntansi Ijarah.

Pengertian Pembiayaan Qardh

Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang. Objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya, yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjaman atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terimakasih.(Ascaya, 2008:105). Jadi Pembiayaan Qardh adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur Fiqh, Qardh dikatagorikan sebagai aqd tathawwu yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung-jawab sosial, Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan fasilitas yang disebut Al-Qardhul Hassan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak yang layak untuk mendapatkannya. Rukun Pembiayaan Qardh: Ada peminjam (Muqtaridh); Ada pemberi pinjaman (Muqridh); Ada dana (qardh); Ada serah terima (Ijab Qabul)

Syarat Pembiayaan Qardh: Dana yang digunakan bermanfaat dan Adanya kesepakatan keduabelah pihak.

Landasan Hukum Pembiayaan Qardh terdapat pada Al- Qur’an Surat Al- Baqarah ayat 245, (Sudarso, 2003:81) Pengertian Gadai Emas (Rahn)

Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis dan nilai jual sekurang-kurangnya setara dengan pinjaman yang diterima menurut harga pasar(Antonio, 2001:128). Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandzur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan. Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”. Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli

hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si penjamin (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak membayar utang pada waktu yang telah ditentukan.

Landasan Gadai Emas (Rahn) dalam Islam

1. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 283

Ayat ini menerangkan dalam hal muamalah yang tidak tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan (jaminan) yang dipegang oleh pihak yang berpiutang. Kecuali jika masing-masing percaya mempercayai dan menyerahkan/berserah diri kepada Allah, maka muamalah itu boleh dilakukan tanpa adanya barang tanggungan. Dalam keadaan yang lain boleh juga memakai jaminan sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah.

2. Al-Qur’an Surah Al Qashas Ayat 26: menerangkan hal muamalah yang berdasarkan akad Ijarah yang berkaitan dengan gadai syariah dimana saling 2. Al-Qur’an Surah Al Qashas Ayat 26: menerangkan hal muamalah yang berdasarkan akad Ijarah yang berkaitan dengan gadai syariah dimana saling

3. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisya r.a. berkata:(Al-Arif, 2012:281)

ديِدَح ْنِم اًعْرِد ُهَنَهَر َو ٍلَجَأ ىَلِإ ٍٍّيِدوُهَي ْنِم اًماَعَط ىَرَتْشا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ Artinya : “Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan

makanan dari seorang yahudi dengan cara berutang, dan beliau menggadaikan baju besinya.” (Hr. Al-Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603).

4. Hadits Nabi riwayat Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa'i, Nabi s.a.w. bersabda:

ُبَرْشَيَو ُبَكْرَي يِذَّلا ىَلَع َو اًنوُهْرَم َناَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب ُبَرْشُي ٍِّرَّدلا ُنَبَل َو اًنوُهْرَم َناَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب ُبَكْرُي ُنْهَّرلا

ةَقَفَّنلا

Artinya : “Binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkahnya (makanannya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah boleh diminum sebagai imbalan atas makanannya bila sedang digadaikan. Orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberi makanan.”(Hr. Bukhori, no.2512). (Nihayah, 2015)

Ini adalah pendapat Mazhab Hanabilah. Adapun mayoritas ulama fikih dari Mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah berpandangan tentang tidak bolehnya murtahin mengambil manfaat barang gadai, dan pemanfaatan hanyalah hak penggadai, dengan dalil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ُهُمَرَغ ِهْيَلَعَو ُهُمْنُغ ُهَل

Artinya : “Dia yang berhak memanfaatkannya dan wajib baginya menanggung biaya pemeliharaannya.” (Hr. Ad-Daruquthni dan al-Hakim)

Tidak ada ulama yang mengamalkan hadits pemanfaatan kendaraan dan hewan perah sesuai nafkahnya kecuali Ahmad, dan inilah pendapat yang rajih -insya Allah- karena dalil hadis shahih tersebut. Ibnul Qayyim memberikan komentar atas hadits pemanfaatan kendaraan gadai dengan pernyataan, Pemiliknya memiliki hak kepemilikan dan murtahin (yang memberikan utang) memiliki hak jaminan

padanya. Bila barang gadai tersebut berada di tangan murtahin lalu dia tidak ditunggangi dan tidak diperas susunya, maka tentu akan hilanglah kemanfaatannya secara sia-sia. Sehingga, berdasarkan tuntutan keadilan, analogi (qiyas), serta untuk kemaslahatan penggadai, pemegang barang gadai (murtahin), dan hewan tersebut, maka murtahin mengambil manfaat, yaitu mengendarai dan memeras susunya, serta dan menggantikan semua manfaat itu dengan cara menafkahi (hewan tersebut). Bila murtahin menyempurnakan pemanfaatannya dan menggantinya dengan nafkah, maka dalam hal ini ada kompromi dua kemaslahatan dan dua hak.” Selain Al-Qur’an dan Hadits gadai emas (rahn) juga merujuk pada Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai syariah (Rahn) yang menetapkan hukum bahwa Gadai Emas (Rahn) dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa. Sedangkan untuk gadai emas syariah itu sendiri ditetapkan dalam Fatwa DSN No.26/DSNMUI/III/2002.

Rukun dan Syarat Gadai Emas (Rahn)

Transaksi gadai syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu gadai syariah. Secara umum transaksi yang digunakan dalam gadai syariah, misalnya di pegadaian syariah adalah transaksi yang menggunakan dua akad yaitu (a) akad rahn dan (b) akad ijarah. Meskipun, secara konsep kedua akad yang dimaksud, sesungguhnya mempunyai perbedaan. Namun, dalam teknis pelaksanaannya, nasabah (rahin) tidak perlu mengadakan akad dua kali. Dalam hal mekanisme operasional pegadaian syariah melalui akad rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.

Dasar Hukum Gadai Emas dan Akibatnya

Terdapat dalam firman Allah (QS. Al-Baqarah ayat 283). Hukum gadai (rahn) secara umum terbagi dua, yaitu shahih dan ghairu shahih (fasid). Jika akad rahn telah sempurna, yakni rahin menyerahakn jaminan kepada murtahin, maka terjadilah beberapa akibat yaitu: (Wirdyaningsih, 2005:135-136)

a. Adanya hutang untuk rahin.

b. Hak untuk menguasai jaminan, keberlangsungan akad pada rahn bergantung pada jaminan yang dipegang murtahin atau penguasaan jaminan semata-mata sebagai penolong untuk membayar hutang rahin.

c. Menjaga barang gadaian, murtahin harus menjaga jaminan sebagaimana menjaga barang miliknya, jika rusak atas kelalaian murtahin, ia harus bertanggung jawab untuk memperbaiki atau menggantinya.

d. Pembiayaan atas jaminan, rahin berkewajiban membiayai atau mengurus rahn dan rahin bertanggung jawab atas pembiayaan jaminan.

e. Pemanfaatan Rahn, rahin dilarang untuk memanfaatkan jaminan.

Pengertian Ijarah

Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti al’lwadhu (ganti). Dari sebab itu ats tsawab (pahala) dinamai ajru (upah) (Sabiq, 1987). Menurut pengertian Syara’, (Abdillah, 2010:209), Ijarah ialah urusan sewa menyewa yang jelas manfaat dan tujuanya, dapat diserahterimakan, boleh dengan ganti (upah) yang telah diketahui (gajian tertentu). Seperti halnya barang itu harus bermanfaat, misalkan rumah untuk ditempati, mobil untuk dinaiki. Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyawakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyawa=penyewa). Dan, sesuatu yang di akadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah (upah). Dan setelah terjadi akad Ijarah/telah berlangsung orang yang menyewakan berhak mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil manfaat, akad ini disebut pula Mu’addhah (penggantian),(Sabiq, 1987). Dasar Hukum Ijarah ’.

a. Al-Qur’an Surat Al-Talaq ayat 6.

b. Dasar Hukun Ijarah Dari Al-Hadits:

“Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”(HR. Abdul Razaqdari Abu Hurairah).

c. Landasan Ijma’nya ialah: (Suhendi, 2011:116) Umat Islam pada masa sah abat telah berijma’ bahwa ijarah diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

Rukun dan Syarat Sah Ijarah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul. Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah Ada 4, yaitu: Aqid (orang yang akad); Shigat akad; Ujrah (upah); Manfaat. Syarat Sah Ijarah Ada 5 diantaranya:

a) Kerelaan dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut,

b) Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan,

c) Kegunaannya dari barang tersebut,

d) Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’,

e) Objek transaksi akad itu (barangnya) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria, dan realita (Sabiq, 1987:12-13)

Pembiayaan Qardh dengan Akad Ijarah

Gadai Emas Syariah dari Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe disebut juga Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) yang merupakan penyerahan jaminan atau hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan beserta aksesorisnya) kepada bank sebagai jaminan atas pembiayaan (qardh) yang diterima. Gadai syariah atau rahn merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe telah melahirkan Produk Dana dan Jasa Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) dengan Akuntansi Ijarah (PSAK 107). Akad ijarah adalah akad yang objeknya merupakan penukaran manfaat harta benda pada masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan seseorang menjual manfaat barang.

Dalam akad ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan sesuatu pengganti berupa kompensasi. Dalam akad dimaksud, penerima Dalam akad ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan sesuatu pengganti berupa kompensasi. Dalam akad dimaksud, penerima

Metode Pencatatan Akuntansi

1. Metode Cash Basis

Pencatatan Cash Basis adalah teknik pencatatan ketika transaksi terjadi dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan berdasarkan jumlah nominal yang diterima. Cash Basis memiliki dua konsep yaitu :

a. Pengakuan Pendapatan secara cash basis jika perusahaan telah menerima pembayaran secara kas. Makanya dalam cash basis muncul metode penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasi piutang tak tertagih.

b. Pengakuan Biaya secara cash basis jika pembayaran sudah dilakukan secara kas. Sehingga biaya langsung diakui pada saat itu juga.

Keunggulan Pencatatan Akuntansi Secara Cash Basis

a) Metode Cash basis digunakan untuk pencatatan pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan.

b) Beban/biaya belum diakui sampai adanya pembayaran secara kas walaupun beban telah terjadi, sehingga tidak menyebabkan pengurangan dalam penghitungan pendapatan.

c) Pendapatan diakui pada saat diterimanya kas, sehingga benar-benar mencerminkan posisi yang sebenarnya.

d) Penerimaan kas biasanya diakui sebagai pendapatan.

e) Laporan Keuangan yang disajikan memperlihatkan posisi keuangan yang ada pada saat laporan tersebut.

f) Tidak perlunya suatu perusahaan untuk membuat pencadangan untuk kas yang belum tertagih.

Kelemahan Pencatatan Akuntansi Secara Cash Basis

a) Metode Cash basis tidak mencerminkan besarnya kas yang tersedia.

b) Akan dapat menurunkan perhitungan pendapatan bank, karena adanya pengakuan pendapatan sampai diterimanya uang kas.

c) Adanya penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasi piutang tak tertagih.

d) Biasanya dipakai oleh perusahaan yang usahanya relatif kecil seperti toko, warung, mall (retail) dan praktek kaum spesialis seperti dokter, pedagang informal, panti pijat (malah ada yang pakai credit card-tapi ingat credit card dikategorikan juga sebagai cash basis).

e) Setiap pengeluaran kas diakui sebagai beban.

f) Sulit dalam melakukan transaksi yang tertunda pembayarannya, karena pencatatan diakui pada saat kas masuk atau keluar.

g) Sulit bagi manajemen untuk menentukan suatu kebijakan kedepannya karena selalu berpatokan kepada kas.

Metode Accrual Basis

Basis akrual digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana. Jadi basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Dengan kata lain, Accrual Basis adalah suatu metode pencatatan dalam akuntansi, dimana dalam hal ini setiap transaksi yang terjadi dicatat berdasarkan konsep pengakuan yang sesungguhnya. Accrual Basis mendasarkan konsepnya pada dua pilar yaitu:

a. Pengakuan pendapatan secara accrual basis adalah pada saat perusahaan mempunyai hak untuk melakukan penagihan dari hasil kegiatan perusahaan. Dalam dalam accrual basis adanya estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudah diakui padahal kas belum diterima.

b. Pengakuan biaya secara accrual basis dilakukan pada saat kewajiban membayar sudah terjadi. Sehingga dapat dianggap sebagai starting point munculnya biaya meskipun biaya tersebut belum dibayar.

Keunggulan Pencatatan Akuntansi Secara Accrual Basis

a) Metode aacrual basis digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana.

b) Beban diakui saat terjadi transaksi, sehingga informasi yang diberikan lebih handal dan terpercaya.

c) Pendapatan diakui saat terjadi transaksi, sehingga informasi yang diberikan lebih handal dan terpercaya walaupun kas belum diterima.

d) Banyak digunakan oleh perusahan-perusahana besar (sesuai dengan Ketentuan Standar Akuntansi Keuangan dimana mengharuskan suatu perusahaan untuk menggunakan basis akural).

e) Piutang yang tidak tertagih tidak akan dihapus secara langsung tetapi akan dihitung kedalam estimasi piutang tak tertagih.

f) Setiap penerimaan dan pembayaran akan dicatat kedalam masing-masing akun sesuai dengan transaksi yang terjadi.

g) Adanya peningkatan pendapatan perusahaan karena kas yang belum diterima dapat diakui sebagai pendapatan.

h) Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai pedoman manajemen dalam menentukan kebijakan perusahaan kedepannya.

i) Adanya pembentukan pencandangan untuk kas yang tidak tertagih, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian.

Kelemahan Pencatatan Akuntansi Secara Accrual Basis

a) Metode accrual basis digunakan untuk pencatatan.

b) Biaya yang belum dibayarkan secara kas, akan dicatat efektif sebagai biaya sehingga dapat mengurangi pendapatan perusahaan.

c) Adanya resiko pendapatan yang tak tertagih sehingga dapat membuat mengurangi pendapatan perusahaan.

d) Dengan adanya pembentukan cadangan akan dapat mengurangi pendapatan perusahaan.

e) Perusahaan tidak mempunyai perkiraan yang tepat kapan kas yang belum dibayarkan oleh pihak lain dapat diterima.

Pengakuan dan Pengukuran Ijarah pada PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah.

1) Bank sebagai Pemilik Obyek Sewa

a) Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa dan disusutkan sesuai dengan kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sejenis jika merupakan transaksi ijarah dan masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik.

b) Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diakui selama masa akad secara proporsional kecuali pendapatan ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap maka besar pendapatan setiap periode akan menurun secara progresif selama masa akad karena adanya pelunasan bagian perbagian obyek sewa pada setiap periode tersebut.

c) Piutang pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diukur sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.

d) Jika biaya akad menjadi beban pemilik obyek sewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi pendapatan ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.

e) Pengakuan biaya perbaikan obyek sewa adalah sebagai berikut:

(1) biaya perbaikan tidak rutin obyek sewa diakui pada saat terjadinya; (2) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek sewa dengan

persetujuan pemilik obyek sewa maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik obyek sewa dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya perbaikan tersebut;

(3) dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap biaya perbaikan obyek sewa yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik obyek sewa maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing di dalam obyek sewa.

2) Bank sebagai Penyewa 2) Bank sebagai Penyewa

b) Jika biaya akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi beban ijarah selama masa akad.

c) Jika biaya pemeliharaan rutin dan operasi obyek sewa berdasarkan akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

Penjualan dan Penyewaan Kembali

1) Jika nasabah menjual aktiva kepada bank dan menyewanya kembali, maka perlakuan akuntansi bank sebagai pemilik obyek sewa diterapkan.

2) Jika bank menjual aktiva kepada nasabah dan menyewanya kembali, maka perlakuan akuntansi bank sebaga penyewa diterapkan sebagai berikut: (a) keuntungan atau kerugian penjualan aktiva diakui bank pada saat

terjadinya transaksi penjualan jika penyewaan kembali dilakukan secara ijarah ; dan

(b) keuntungan atau kerugian penjualan aktiva dialokasikan sebagai penyesuaian terhadap beban ijarah selama masa akad jika peyewaan kembali dilakukan secara ijarah muntahiyah bittamlik.

Penyajian: Pendapatan ijarah disajikan pada aktiva atas aset lainnya.

Pengungkapan transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik mencakup, dan tidak terbatas pada:

1) Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah;

2) Jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir;

3) Jumlah obyek sewa berdasarkan jenis transaksi (ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik) , jenis aktiva, dan akumulasi penyusutannya apabila bank syariah sebagai pemilik obyek sewa;

4) Jumlah hutang ijarah yang jatuh tempo hingga dua tahun yang akan datang apabila bank syariah sebagai penyewa; dan

5) Komitmen yang berhubungan dengan perjanjian ijarah muntahiyah bittamlik yang berlaku efektif pada periode laporan keuangan berikutnya.

Pernyataan Akuntansi Ijarah menurut PSAK 107

Pengakuan dan Pengukuran dibedakan berdasarkan tinjauan pemilik ( mu’jir) dan penyewa ( musta’jir).

1) Bagi Pemilik (mu’jir)

a) Biaya Perolehan Objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.

b) Penyusutan Aset Objek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).

c) Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas asset telah diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Pengakuan biaya perbaikan objek ijarah adalah (a) biaya perbaikan tidak rutin objek ijarah diakui pada saat terjadinya; (b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin objek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya; dan (c) dalam ijarah muntahiyah bit tamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan objek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek ijarah.

d) Perpindahan Kepemilikan Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bit tamlik dengan cara: (a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;(b) penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian; atau penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

2) Bagi Penyewa(musta’jir)

a) Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas a) Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas

b) Perpindahan Kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bit tamlik dengan cara: (a) hibah, (b) pembelian sebelum masa akad berakhir, (c) pembelian setelah masa akad berakhir, atau (d) pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui asset sebesar biaya perolehan objek ijarah yang diterima.

c) Jual dan Ijarah, Penjualan objek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.

d) Ijarah Lanjut, Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas asset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam PSAK 107 (2008).

Pengakuan dan Pengukuran pembiayan gadai emas syariah pada kejadian- kejadian yang penting sebagai berikut:

1) Pada saat terjadinya akad pembiayaan gadai syariah Bank Syariah mengakui pembiayaan gadai syariah pada saat akad terjadi dan bank menyerahkan kas kepada nasabah yaitu saat bank menandatangani dan mencairkan dana sebesar pokok pembiayaan (pinjaman) sesuai dengan kesepakatan pihak bank dengan nasabah. Pengakuan tersebut sesuai dengan PSAK No.107 part 1 yang menyatakan bahwa pembiayaan gadai emas dinilai sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Pada saat akad gadai syariah telah disetujui dan barang gadai telah diterima oleh pihak bank, maka pembiayaan gadai syariah diukur sebesar jumlah yang telah diberikan pada saat penyerahan pinjaman tersebut.

2) Pada saat penerimaan angsuran atau cicilan

Sesuai dengan syariah Islam bank sebagai mitra nasabah tidak diperbolehkan menuntut nasabah melakukan pembayaran yang memberatkan keadaan finansial nasabah. Dalam pembiayaan gadai emas pembayaran kewajiban dapat dilakukan pada saat jatuh tempo yaitu perempat bulan setelah akad. Sedangkan. pembayaran dengan sistem angsuran pada pembiayaan gadai syariah juga dapat dilakukan sesuai dengan akad pada awal transaksi. Jika dalam proses berlangsungnya pembiayaan gadai syariah, nasabah mengalami kesulitan keuangan, maka bank melakukan perpanjangan masa pembiayaan dan biaya sewa akan kembali dihitung sama sebelum perpanjangan masa pembiayaan yang harus dibayarkan oleh nasabah. Kejadian ini dicatat apabila biaya sewa telah diterima oleh pihak bank sesuai dengan pencatatan akuntansi yang dilakukan bank syariah yang menggunakan dasar kas (cash basis).

Apabila terdapat penerimaan angsuran atau pembayaran maka pihak bank mengakuinya sebagai pengurang pokok pembiayaan dan mengakui pendapatan sewa atas biaya sewa yang telah dibayarkan oleh nasabah yang telah menggunakan jasanya. Namun, jika jumlah yang dibayarkan jumlahnya kurang dari besarnya angsuran yang seharusnya dibayar, maka terlebih dahulu bank mengakuinya sebagai pendapatan sewa atas jasa titip yang telah diberikan oleh bank kemudian sisanya diakui sebagai pengurang pokok dari kredit (pinjaman). Penyajian Pendapatan ijarah disajikan secara netto setelah dikurangi beban- beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya. Pengungkapan, Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada:

1) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a) Keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pengalihan kepemilikan);

b) Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;

c) Agunan yang digunakan (jika ada);

2) Nilai perolehan dan akumulasi penyusutan setiap kelompok aset ijarah;

3) Keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada). Sedangkan penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik, tetapi tidak terbatas, pada:

1) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada.

a) Total pembayaran;

b) Keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan);

c) Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;

d) Agunan yang digunakan (jika ada);

2) Keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe yang beralamat di Jl. Samudera No. 29 Lancang Garam, Kec. Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Menggunakan metode penelitian Kualitatif dan deksriptif, yaitu menjelaskan fenomena-fenomena sosial yang ada dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Sugiyono, 2009:205). Untuk memperoleh data yang relevan maka penulis menggunakan Studi Kepustakaan yaitu Pengumpulan data diperoleh dari buku-buku, literatur-literatur, peraturan perundangan, dokumen resmi perusahaan berupa catatan dan laporan perusahaan baik yang dipublikasi maupun yang tidak dipublikasikan, majalah, tulisan-tuisan ilmiah dan sumber kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang diperoleh dengan teknik ini adalah data sekunder. Studi Lapangan: Dimana penelitian yang data dan informasinya diperoleh dari kegiatan di lapangan penelitian langsung dari obyek penelitian. Yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung terhadap objek penelitian, baik melalui pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi.

Teknik Analisis Data

Setelah data-data diperoleh, maka data tersebut selanjutnya diolah kemudian dilakukan analisis. Teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan obyek penelitian yang sesungguhnya untuk mengetahui dan menganalisis tentang permasalahan yang dihadapi oleh obyek penelitian kemudian dibandingkan dengan standar yang ada pada saat itu untuk selanjutnya dideskripsikan bagaimana PT. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe memperlakukan perihal yang berkaitan dengan pembiayaan gadai syariah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan dengan akad pendamping dari gadai syariah yaitu akad ijarah (PSAK 107) (IAI, 2007:220)

PEMBAHASAN DAN ANALISIS Produk Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) di PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe

Gadai Emas (Rahn) di Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe atau disebut juga Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) merupakan penyerahan jaminan/hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan beserta aksesorisnya) kepada bank sebagai jaminan atas pembiayaan (qardh) yang diterima. Selain itu Gadai Emas (Rahn) di Bank Aceh Syariah memiliki beberapa keunggulan diantaranya :

1. Proses menggadai yang sangat sederhana dan tidak berbelit-belit dengan persyaratan yang mudah sesuai dengan prinsip syariah.

2. Pencairannya cepat hanya 15 menit.

3. Jangka waktu 3 bulan dan bisa diperpanjang hingga 12 bulan.

4. Pembiayaan gadai diberikan sebesar 80% untuk emas lantakan dan emas perhiasan.

5. Barang agunan aman karena di simpan di Safe Deposit Box (SDB).

6. Diberikan fasilitas kartu ATM yang dapat ditarik tunai di seluruh jaringan Bank Aceh sehingga memudahkan nasabah. Produk gadai emas pada Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe, saat

ini sangat diminati oleh masyarakat baik kalangan muslim maupun non muslim yang juga tertarik akan pembiayaan gadai ini. Jadi siapapun tanpa terkecuali bisa ini sangat diminati oleh masyarakat baik kalangan muslim maupun non muslim yang juga tertarik akan pembiayaan gadai ini. Jadi siapapun tanpa terkecuali bisa

Adapula jangka waktu rahn yang ditetapkan adalah maksimum tiga bulan dan dapat diperpanjang untuk masa tiga bulan mendatang atau seterusnya hingga

12 bulan. Apabila belum melunasinya maka bisa diperpanjang di Adendum I tiga bulan selanjutnya, nasabah wajib membayar biaya sewa sesuai dengan tiga bulan awal sebesar Rp 4.500,- per gram/bulan. Hasil wawancara dengan Zulkarnaini, Kasie Pembiayaan PT. Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe Biaya-biaya Gadai Emas yang ditetapkan oleh Bank Aceh Cabang Syariah sebagai berikut: (1). Biaya Materai 2 lembar (dibawa oleh nasabah). (2). Biaya Administrasi sebesar Rp 20.000,- dan (3). Biaya sewa Rp 4.500,- per gram /bulan. Ketika nasabah ingin mengambil produk Pembiayaan Qardh Beragun Emas di Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe maka dengan skema sebagai berikut:

1. Menyerahkan hak penguasaan fisik emas (lantakan atau perhisan) beserta surat kepemilikan emas tersebut kepada pegawai bank syariah.

2. Pegawai bank syariah melakukan taksiran (analisis) terhadap barang gadai atau emas tersebut.

3. Mengisi Formulir Permohonan Rahn dan melakukan kesepakatan antara pihak nasabah dan bank yang tertuang dalam akad Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn).

4. Membayar biaya administrasi sebesar Rp. 20.000.- dan materai Rp. 6000,- yang di sediakan oleh nasabah.

5. Pencairan dana pembiayaan/pinjaman di Sesi Pembiayaan yang telah di taksir dan sepakati bersama pada awal akad. Jangka waktu yang di berikan oleh bank syariah untuk melunasi pembiayaan qardh tersebut yaitu selama 3 bulan. Adapun biaya sewa untuk menyimpan objek ijarah sebesar Rp. 4.500.- per gram per bulan. Pelunasan pembiayaan di lakukan sebesar yang di pinjamkan tanpa di cicil per bulan. Jangka waktu pelunasan selama 3 bulan, tetapi nasabah mampu melunasi pinjaman pada bulan pertama maka biaya sewa temapat (ijarah) yang telah di bayar di awal akan di kembalikan sebesar 70%. Apabila nasabah melunasi pinjaman pada bulan kedua maka biaya sewa akan di kembaliakn sebesar 30%.

Ketika nasabah belum bisa melunasai pinjamannya selama 3 bulan, maka pihak bank secara otomotis akan memperpanjang masa pelunasan selama 3 bulan selanjutnya yang disebut dengan Adendum I dan di haruskan membayar biaya sewa sebesar yang di sebutkan di awal akad. Setelah Adendum I habis dan belum melunasi pinjamannya, maka berlanjut ke Adendum II dan membayar biaya sewa. Ketika nasabah belum juga melunasi pinjamannya, maka akan masuk ke Adendum III. Dan di akhir Adendum III tidak di lunasi juga, maka barang gadai yaitu emas menjadi milik bank syariah yang akan di lelang atau di jual di bawah tangan dan keuntungan dari pelelangan akan menjadi pendapatan bank.

Penerapan PSAK 59 (2002) pada Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) Pengakuan dan Pengukuran Ijarah Bank sebagai Pemilik Obyek Sewa

a) Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa.

b) Pendapatan sewa (ijarah) diakui selama masa akad secara proporsional.

c) Piutang pendapatan ijarah diukur sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.

d) Biaya akad menjadi beban pemilik obyek sewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi pendapatan ijarah selama masa akad.

Bank sebagai Penyewa Bank sebagai Penyewa

b) Jika biaya akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi beban ijarah selama masa akad.

c) Jika biaya pemeliharaan rutin dan operasi obyek sewa berdasarkan akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

Penyajian: Pendapatan ijarah disajikan pada aktiva atas aset lainnya. Pengungkapan:

1. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah;

2. Jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir;

3. Jumlah obyek sewa berdasarkan jenis transaksi ijarah, jenis aktiva, dan akumulasi penyusutannya apabila bank syariah sebagai pemilik obyek sewa;

4. Jumlah hutang ijarah yang jatuh tempo hingga dua tahun yang akan datang apabila bank syariah sebagai penyewa.

Perbandingan Jurnal PSAK 59, PSAK 107 dan Penerapan Akuntasi Ijarah atas Pembiayaan Qardh Beragun Emas pada Bank Aceh Cabang Syariah Lhokseumawe

Untuk menganalisis dan membandingkan suatu penerapan jurnal perlakuan akuntansi ijarah yang diterapkan pada PSAK 59, PSAK 107 dan Bank Aceh Syariah Cabang Syariah Lhokseumawe dalam menerapkan perlakuan akuntansi ijarah pada Pembiayaan qardh Beragun Emas.

Jurnal PSAK 59 (2002) tentang Perbankan Syariah

1) Pada saat bank menerima barang gadai tidak dijurnalkan tetapi membuat tanda terima.

2) Pada saat nasabah (rahin) membayarkan Administrasi kepada bank.

Db. Kas/Rek. Nasabah (Rahin) Rp xxx Kr. Pendapatan Adm.

Rp xxx

3) Pada saat bank membayarkan uang tunai pembiayaan qardh kepada rahin.

Db. Piutang Qardh Rp xxx Kr. Kas

Rp xxx

4) Pada saat bank menerima uang untuk biaya sewa tempat (Ijarah) sebelum jatuh tempo. Db. Kas/Rek.Nasabah (Rahin)

Rp xxx Kr. Pendapatan Sewa yang Ditangguhkan

Rp xxx

5) Pada saat bank menerima uang untuk biaya sewa tempat (Ijarah) setelah jatuh tempo. Db. Pendapatan Sewa yang Ditangguhkan

Rp xxx Kr. Pendapatan Sewa

Rp xxx

6) Pada saat pelunasan uang pinjaman pembiayaan qardh dan barang gadai dikembalikan dengan membuat serah terima barang. Db. Kas/Rek. Nasabah (Rahin)

Rp xxx Kr. Piutang Qardh

Rp xxx

Jurnal PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah

1) pada saat bank menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi hanya membuat tanda terima.

2) Pada saat bank membayarkan uang tunai kepada nasabah. Db. Pembiayaan Qardh/piutang

Rp xxx Kr. Kas

Rp xxx Jurnal pada saat nasabah membayar administrasi: Dr. Kas

Rp xxx Kr. Pendapatan biaya administrasi

Rp xxx

3) Pada saat bank menerima uang umtuk biaya sewa atas manfaat aset

(sewa tempat) yang merupakan pendapatan sewa bagi bank. Db. Kas

Rp xxx Kr. Pendapatan sewa

Rp xxx

4) Pada saat angsuran pembiayaan gadai syariah : Angsuran bulan 1 Dr. Kas/Rek. Nasabah

Rp xxx Kr. Pembiayaaan Qardh/piutang

Rp xxx

Angsuran bulan 2 Dr. Kas/Rek. Nasabah

Rp xxx Kr. Pembiayaaan Qardh/piutang

Rp xxx

5) Pada saat pelunasan pembiayaan di angsuran bulan ke-3 dan barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda serah terima barang. Angsuran bulan ke-3 Dr. Kas/Rek. Nasabah

Rp xxx Kr. Pembiayaaan Qardh/piutang

Rp xxx

6) Jika pada saat jatuh tempo utang rahin tidak dapat dilunasi, maka pembiayaan qardh dapat di perpanjang 3 bulan kedepan.

a. Pembayaran sewa tempat untuk jangka waktu 3 bulan pertama Db. Kas

Rp xxx Kr. Pendapatan Sewa

Rp xxx

b. Pelunasan pembiayaan qardh Db. Kas/Rek. Nasabah

Rp xxx Kr. Pembiayaan Qardh/Piutang

Rp xxx

Jurnal Perlakuan Akuntansi Ijarah pada Pembiayaan Qardh Beragun Emas

1) Pada saat bank menerima barang gadai tidak dijurnalkan tetapi membuat tanda terima.

2) Pada saat nasabah (rahin) membayarkan Administrasi kepada bank. Db. Kas/Rek. Nasabah (Rahin)

Rp. 20.000.- Kr. Pendapatan Adm.

Rp. 20.000.-

3) Pada saat bank membayarkan uang tunai pembiayaan qardh kepada rahin. Db. Piutang Qardh

Rp. 3.872.000.- Kr. Kas/Rek. Nasabah (Rahin)

Rp. 3.872.000,-

4) Pada saat bank menerima uang untuk biaya sewa tempat (Ijarah) sebelum jatuh tempo. Db. Kas/Rek.Nasabah (Rahin)

Rp. 135.000.- Kr. Pendapatan Sewa yang Ditangguhkan

Rp. 135.000.-

5) Pada saat bank menerima uang untuk biaya sewa tempat (Ijarah) setelah jatuh tempo. Db. Pendapatan Sewa yang Ditangguhkan

Rp. 135.000.- Kr. Pendapatan Sewa

Rp. 135.000.-

6) Pada saat pelunasan uang pinjaman pembiayaan qardh dan barang gadai dikembalikan dengan membuat serah terima barang. Db. Kas/Rek. Nasabah (Rahin)

Rp. 3.872.000.- Kr. Piutang Qardh

Rp. 3.872.000. Pada jurnal-jurnal di atas dapat di lihat dan di tarik kesimpulan sabagai berikut:

1. Ketika pencairan dana pinjaman Qardh pada PSAK 59 dan 107 berbentuk uang tunai dan metode ini disebut Cash basis, tetapi pada praktiknya di Bank Aceh Syariah pencairannya langsung di transfer ke rekening nasabah.

2. Pada PSAK 59 dan praktik di Bank Aceh Syariah mengukui pendapatan sewa sebagai pendapatan sewa yang di tangguhkan karena di bayarnya sebelum jatuh tempo dan metode ini sesuai dengan Accrual Basis. Pada PSAK 107 di akuinya sebagai pendapatan sewa karena telah menjadi pendapatan.

3. Pada saat pelunasan pinjaman qardh, PSAK 107 melunasinya bisa dengan di cicil perbulan maupun tanpa cicilan, tetapi lebih cenderung dengan cicilan. Praktik pada Bank Aceh Syariah di haruskan melunasi pinjaman langsung sekaligus yang tanpa cicilan perbulan.

4. Sebagian besar metode Accrual Basis masih di terapkan pada PSAK 59 dan praktik di Bank Aceh Syariah, sedangkan PSAK 107 telah menggunakan metode Cash Basis.

Kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Perlakuan akuntansi Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) pada PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe menggunakan PSAK 59 (2002) dan PSAK 107 yang meliputi: 1. Perlakuan akuntansi Pembiayaan Qardh Beragun Emas (Rahn) pada PT. Bank Aceh Syariah Cabang Lhokseumawe menggunakan PSAK 59 (2002) dan PSAK 107 yang meliputi:

gadai emas dinilai sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya dan menggunakan cash basis untuk PSAK 107 sedangkan dasar akrual (accrual basis) untuk PSAK 59 ditambah Penggadai juga dibebankan biaya administrasi yang telah ditetapkan oleh pihak bank dan di bayarkan saat akad pembiayaan terjadi.

b) Pada saat angsuran atau cicilan; tidak menggunakan angsuran atau cicilan

tetapi dengan cara pelunasan sekaligus pada waktu jatuh tempo dalam 3 bulan. Karena pembiayaan gadai syariah ini hanya sebatas sewa tempat saja, maka pihak bank lebih memprioritaskan pengakuan biaya sewa kemudian pengembalian pinjaman pokok dari nasabahnya.(PSAK 59) sedangkan PSAK 107 penerimaan angsuran atau pembayaran, maka pihak bank mengakuinya sebagai pengurang pokok pembiayaan dan mengakui pendapatan sewa atas biaya sewa yang telah dibayarkan oleh nasabah yang telah menggunakan jasanya

c) Pada saat pelunasan pembiayaan gadai emas: Mengenai penyelesaian atau

berakhirnya akad pembiayaan gadai syariah diakui pada saat pokok pembiayaan (piutang qardh) telah dilunasi oleh nasabah. (Baik PSAK 59 maupun PSAK 107 berlaku sama)

d) Pengakuan pendapatan sewa yang ditangguhkan pada saat pendapatan tersebut diterima yaitu ketika nasabah membayar biaya sewa pada saat pembayarannya sebelum jatuh tempo. Dasar pengakuan pendapatan adalah dasar akrual (accrual basis)untuk PSAK 59, sedangkan PSAK 107 adalah sebagai berikut:

1. Pengakuian pendapatan sewa pada saat pendapatan tersebut diterima yaitu ketika nasabah membayar biaya sewa pada saat pelunasan. Dasar pengakuan pendapatan adalah dasar kas (cash basis).

Dokumen yang terkait

View of KAJIAN FILOSOFI METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

0 0 11

View of FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DAN CARA MENGATASINYA

0 0 17

PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 11

View of CORAK TAFSIR ‘ILMĪ

0 1 29

PENGARUH QUICK RATIO, EARNING PER SHARE, DAN RETURN ON INVESTMENT TERHADAP DIVIDEN KAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 3 9

KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PENGKAJIAN HADIS DI INDONESIA Zainal Abidin, M.TH Penulis adalah Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Jurusan Tarbiyah STAIN Malikussaleh, Lhokseumawe Email: zainalabidin.sthigmail.com Abstrak - View of KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PE

0 0 11

PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY, PROFITABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA

0 7 7

PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, BIAYA OPERASIONAL PENDAPATAN OPERASIONAL, NON PERFORMING LOAN, NET INTEREST MARGIN DAN LOAN TO DEPOSIT RATIO TERHADAP PROFITABILITAS BANK (Studi Pada Bank Persero di Indonesia Periode 2002 – 2013)

0 1 9

1 KRISIS KREATIFITAS DALAM PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER Oleh: Rasyidin Muhammad Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN-Malikussaleh Lhokseumawe- Aceh ABSTRAK - View of KRISIS KREATIFITAS DALAM PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER

0 0 15

THAHARAH SEBAGAI KUNCI IBADAH Oleh : Dra. Hj. Aisyah Maawiyah, M.Ag ABSTRAK - View of THAHARAH SEBAGAI KUNCI IBADAH

0 0 17