BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Saham - Penilaian Harga Wajar Saham dengan Price Earning Ratio pada PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk dan PT Bank Negara Indonesia, Tbk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Saham

  Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:6). Menurut Situmorang (2008:45), manfaat yang dapat diperoleh dari saham dapat berupa dividen, capital gain dan manfaat non finansial.

  Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Investor yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga batas waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen. Umumnya, dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang.

  Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham (stock

  

dividend ), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen dalam bentuk saham

  sehingga jumlah saham yang dimiliki investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:12).

  Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dan harga beli

  saham. Umumnya, investor dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain. Investor seperti ini bisa saja membeli saham pada pagi hari, lalu menjualnya lagi pada siang hari jika saham mengalami kenaikan (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:12).

  Sedangkan, manfaat non finansial yang diperoleh dari memiliki saham, berupa kepemilikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menentukan jalannya perusahaan. Semakin besar jumlah saham yang dimiliki oleh investor, maka semakin besar pula hak suaranya dalam RUPS.

2.1.2. Jenis Saham

  Menurut Situmorang (2008:47), saham yang diperdagangkan dibedakan menurut cara peralihan dan manfaat yang diperoleh para pemegang saham. Menurut cara peralihan hak, saham dibedakan menjadi saham atas unjuk di mana saham ini tidak ditulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain, sehingga wujudnya mirip dengan uang dan saham atas nama di mana saham ini tertulis dengan jelas nama pemiliknya dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan dan nama pemiliknya dibuat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar pemegang saham.

  Sedangkan, bila ditinjau dari segi manfaatnya, saham di bedakan menjadi saham biasa dan saham preferen. Saham biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya berada diurutan paling akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harga kekayaan perusahaan apabila perusahaan dilikuidasi. Saham biasa dapat dibedakan menjadi (Situmorang, 2008: 48) :

  1. Blue Chip Stock, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi sebagai leader dari perusahaan sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

  2. Income Stock, yaitu saham dari suatu emiten yang dapat membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur mampu membayarkan dividen tunai.

  3. Growth Stock (well-known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi dan sebagai leader di perusahaan sejenis yang memiliki reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang bukan sebagai leader dari perusahaan sejenis, tetapi memiliki ciri growth stock (well-known).

  4. Speculative Stocks, yaitu saham dari emiten yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan tinggi di masa mendatang meskipun tidak pasti.

  5. Counter Cyclical Stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagaimana akibat dari kemampuan emiten memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat atau selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok, consumer goods. Ada juga literatur yang menyebutkan saham jenis ini dengan nama defensive stocks.

  Sedangkan, Saham preferen (preferred stock) yaitu saham yang berbentuk gabungan obligasi dan saham biasa karena dapat menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga dapat tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis diatas lembaran saham tersebut dan mendapat dividen. Sedangkan, persamaannya antara saham preferen dengan obligasi adalah ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividennya tetap selama masa berlaku dari saham, memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar (Situmorang, 2008:50). Dalam praktek jenis saham preferen dapat dibedakan menjadi :

  1. Cumulative Preferred Stock (CPS), yaitu saham yang memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian dividen yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah tertentu. Dalam hal ini jika pada tahun tertentu dividen yang dibayarkan tidak mencukupi atau tidak dibayarkan sama sekali, maka akan diperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya.

  2. Non Cumulative Preferred Stock, di mana pemegang saham jenis ini mendapat prioritas dalam pembagian dividen sampai pada suatu persentase atau jumlah tertentu, tetapi tidak bersifat kumulatif. Hal ini berarti jika pada suatu tahun tertentu dividen yang dibayar kurang dari yang ditentukan atau tidak dibayar sama sekali, maka tidak diperhitungkan pada tahun berikutnya.

  3. Participating Preferred Stock, di mana pemilik saham jenis ini selain memperoleh dividen tetapi seperti yang telah ditentukan, juga memperoleh ekstra dividen apabila perusahaan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sasaran ini dapat berupa target penjualan atau keuntungan perusahaan dalam waktu tertentu, misalnya satu tahun.

  4. Convertible Preferred Stock (Saham Istimewa), di mana pemegang saham istimewa mempunyai hak lebih dibandingkan pemegang saham lainnya. Hak itu terutama dalam penunjukan direksi perusahaan.

2.1.3. Harga Saham

  Harga saham adalah harga pada pasar yang senyatanya (riil) merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung, dan jika pasar sudah ditutup maka harga pasar tersebut adalah harga penutupannya (Anoraga, 2006:59). Untuk menghindari kerugian, setiap investor yang berinvestasi dalam saham dari waktu ke waktu harus rajin memantau perkembangan terakhir dari perusahaan emiten ataupun dapat menghubungi penasihat investasi dan pialang yang dapat memberikan nasihat mengenai investasi yang akan dilakukan sehingga dapat diketahui apakah perusahaan emiten mempunyai prospek yang bagus atau tidak.

  Harga saham ditentukan dari nilai buku saham. Secara umum, harga saham berbeda dengan nilai buku saham. Semakin jauh perbedaan tersebut, maka hal ini mencerminkan terlalu sedikitnya informasi yang mengalir ke bursa efek. Maka, harga saham tersebut cenderung dipengaruhi oleh tekanan psikologis pembeli atau penjual.

  Untuk mencegah hal tersebut, sebaiknya perusahaan setiap saat memberi informasi yang cukup ke bursa efek, sepanjang informasi tersebut berpengaruh terhadap harga pasar sahamnya (Halim, 2005:20).

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham (Arifin, 2001:115-116 dalam Artatik, 2007:17-20) adalah sebagai berikut :

  1. Kondisi Fundamental Emiten Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Nilai fundamental merupakan nilai intrinsik dari suatu saham yang dianalisis dengan menggunakan analisis yang menggunakan data-data finansial yaitu data-data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, contohnya laba, dividen yang dibayar, penjualan dan sebagainya (Jogiyanto, 2000:88).

  Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Semakin baik kinerja emiten, maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Selain itu, keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar resiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham-saham yang bagus atau saham blue

chip tentu memiliki resiko yang lebih kecil jika dibanding dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya bagus. Baik kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, maupun manajemennya.

  2. Hukum Permintaan dan Penawaran Faktor hukum permintaan dan penawaran digunakan investor dengan mengetahui kondisi fundamental perusahaan dalam melakukan transaksi jual beli.

  3. Tingkat Suku Bunga Investor harus memperhatikan faktor suku bunga untuk mengetahui harapan hasil dari setiap investasi yang dilakukannya. Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana invertasi akan mengalami perubahan, ada yang cenderung naik dan ada pula yang cenderung turun.

  4. Valuta Asing Dolar Amerika merupakan mata uang kuat yang mempengaruhi nilai dari mata uang negara-negara lain. Sebagai contoh : ketika dolar Amerika mengalami apresiasi, investor lebih cenderung tertarik untuk menjual sahamnya dan menempatkan dananya dalam bentuk dolar. Hal ini akan menyebabkan harga saham mengalami penurunan.

  5. Dana Asing di Bursa Mengamati jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting karena dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif. Berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik maupun keamanannya. Jadi, besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham.

  6. Indeks Harga Saham Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya, jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik turunnya harga saham di pasar bursa.

  7. News and Rumors Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet.

  Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa.

  Menurut Anoraga dan Pakarti (2006:60), di antara faktor-faktor yang menentukan perubahan harga saham, yang paling utama adalah kekuatan permintaan dan penawaran akan saham itu sendiri. Pada saat permintaan saham meningkat, maka harga saham tersebut cenderung meningkat. Sebaliknya, pada saat banyak orang menjual saham, maka harga saham tersebut cenderung akan mengalami penurunan.

2.1.4. Penilaian Harga Wajar Saham

  Tandelilin (2001:183) menyatakan bahwa dalam penilaian saham dikenal ada 3 (tiga) jenis nilai, yaitu : nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik saham. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit (emiten).

  Nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan, nilai intrinsik atau dikenal sebagai nilai teoritis adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.

  Investor berkepentingan untuk mengetahui ketiga nilai tersebut sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat. Dalam analisis saham untuk memutuskan apakah membeli atau menjual saham, investor membandingkan nilai intrinsik suatu saham dengan nilai pasar saham yang bersangkutan (Tandelilin, 2001:183). Nilai intrinsik suatu saham menunjukkan Present

  

Value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Jika nilai intrinsik lebih besar dari

nilai pasar saat ini, maka saham tersebut tergolong murah sehingga layak dibeli.

  Sebaliknya, jika nilai intrinsik lebih kecil dari nilai pasar saat ini, maka saham tersebut tergolong mahal dan karenanya layak dijual.

  Penentuan harga saham dapat dilakukan melalui analisis teknikal dan analisis fundamental. Pada analisis teknikal, harga saham menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume transaksi saham), sedangkan dalam analisis fundamental menggunakan data fundamental, yaitu data yang berasal dari keuangan perusahaan (misalnya laba, dividen yang dibayar dan sebagainya) (Jogiyanto, 2000:88).

1. Analisis Teknikal

  Menurut Halim (2005:29), analisis teknikal dimulai dengan cara memperhatikan perubahan harga saham itu sendiri dari waktu ke waktu. Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap saham tersebut. Sehingga asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah : a) Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan. b) Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irasional.

  c) Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti tren tertentu.

  d) Tren tersebut dapat berubah karena bergesernya penawaran dan permintaan.

  e) Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan mempelajari diagram dari perilaku pasar.

  f) Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa mendatang.

2. Analisis Fundamental

  Berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan, analisis fundamental diharapkan dapat membantu calon investor untuk mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya menjadi milik investor. Karena biasanya nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini penting karena nantinya akan berhubungan dengan hasil yang akan diperoleh dari investasi dan juga risiko yang harus ditanggung (Anoraga dan Pakarti, 2006:109).

  Sedangkan, menurut Bodie et al (2006:217), analisis fundamental adalah analisis yang menggunakan informasi seputar profitabilitas sekarang dan masa depan dari sebuah perusahaan untuk menentukan nilai pasar wajarnya.

  Analisis fundamental memiliki dua model penilaian saham yang sering digunakan para analisis sekuritas (Jogiyanto, 2000:89), yaitu : a) Pendekatan Nilai Sekarang (Present Value Approach) Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba

  (capitalization of income method) karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa depan, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang sebagai berikut (Jogiyanto, 2000:90) :

  n

  Arus Kas 

  • Po

  t 

  (1  k)

   t

  1

  dimana: P * = nilai sekarang dari perusahaan (value of the firm) t = periode waktu ke-t dari t=1 sampai dengan

  ∞. k = suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan (required rate of return).

  Dalam penentuan nilai teoritis suatu saham, investor perlu menentukan berapa besarnya tingkat pengembalian yang diinginkan atas saham sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung. Tingkat pengembalian yang diinginkan merupakan tingkat pengembalian minimum yang diinginkan atas pembelian suatu saham. Tingkat pengembalian yang diinginkan menggambarkan besarnya biaya kesempatan yaitu hilangnya kesempatan memperoleh return dari alternatif investasi lain akibat keputusan untuk berinvestasi pada saham. Arus kas yang merupakan komponen lainnya dalam penentuan nilai perusahaan merupakan kas yang diterima oleh perusahaan emiten. Sebagai alternatif dari arus kas, laba perusahaan dapat juga digunakan untuk menghitung nilai perusahaan. Laba perusahaan yang diperoleh dapat ditahan sebagai sumber internal atau dibagikan dalam bentuk dividen. Arus dividen dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor. Dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus pendapatan yang diterima oleh investor, model diskonto dividen dapat digunakan sebagai pengganti model diskonto arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham. Model diskonto dividen (dividen discount

  

model ) untuk menghitung nilai intrinsik saham adalah sebagai berikut (Jogiyanto,

  2000:91) :

  

  Dt 

  • Po

  t 

  (1  k)

   t

  1

  2 Dt = dividen yang dibayarkan untuk periode ke t .

  Dari rumus di atas, dapat dilihat bahwa aliran dividen yang diterima investor merupakan aliran dividen yang tidak terbatas (disimbolkan dengan ∞) dan konstan.

  Meskipun dalam kenyataannya, perusahaan membayarkan dividen secara tidak teratur, dividen dengan jumlah yang tidak konstan atau pembayarannya mengalami pertumbuhan. Dalam situasi dividen konstan dan tidak mengalami pertumbuhan kita bisa menggunakan model pertumbuhan nol. Untuk kasus aliran dividen yang bertumbuh secara konstan, model yang bisa dipakai adalah model pertumbuhan konstan. Sedangkan, untuk saham yang mengalami pertumbuhan yang tidak konstan, kita bisa menggunakan model pertumbuhan tidak konstan.

  b) Pendekatan Price Earning Ratio (P/E Ratio Approach)

  Pendekatan Price Earning Ratio atau disebut juga dengan pendekatan earning

  

multiplier merupakan salah satu pendekatan yang lebih populer digunakan dalam

  analisis fundamental di kalangan analis saham dan para praktisi. Pendekatan ini menggunakan nilai earnings untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham (Jogiyanto, 2000:104). Price Earning Ratio dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung prospek perusahaan serta sebagai ukuran relatif nilai saham perusahaan (Tandelilin, 2001:232). Makin besar Price Earning Ratio suatu saham maka harga saham tersebut akan semakin mahal terhadap earning per sahamnya. Sentimen pasar sangat menentukan kenaikan harga saham yang mengakibatkan kenaikan Price

  

Earning Ratio . Semakin rendah harga Price Earning Ratio suatu saham maka

  semakin murah harganya untuk diinvestasikan. Price Earning Ratio menjadi rendah nilainya bisa karena harga saham cenderung semakin turun atau karena meningkatnya kinerja per lembar saham dalam menghasilan laba bagi perusahaan (Manurung, 2004:27).

  Secara teknis, rumus untuk menghitung Price Earning Ratio suatu saham adalah dengan membagi harga saham perusahaan terhadap earning per lembar saham. Harga saham di pasar merupakan harga yang berlaku. Sedangkan, earning adalah earning per saham tahun berjalan (Manurung, 2004:26). Secara matematis, rumus untuk meghitung PER adalah sebagai berikut:

  

Harga per Lembar Saham

PER 

Laba per Lembar Saham

  Rumus ini mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earnings perusahaan ataupun besarnya harga setiap satu rupiah earnings perusahaan. Di samping, itu Price Earning Ratio juga merupakan ukuran harga relatif dari sebuah saham perusahaan. Rumus untuk menghitung Price Earning Ratio yang diderivasi dengan model diskonto dividen pertumbuhan yang konstan adalah sebagai berikut (Tandelilin, 2001:243) :

  P o

(D /E )

1

1  E (k  1

  g)

  di mana: D

  1 /E 1 = rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio)

  k = tingkat pengembalian yang diinginkan g = tingkat pertumbuhan dividen Menurut Bodie et al (2006:243), Price Earning Ratio sebenarnya merupakan cerminan dari sikap optimis pasar tentang prospek pertumbuhan perusahaan. Seorang investor harus memutuskan apakah ia lebih optimis atau lebih tidak optimis dibandingkan pasar. Jika lebih optimis, maka mereka akan merekomendasikan untuk membeli saham. Dengan demikian melalui rumus Price Earning Ratio yang diderivasi dengan model diskonto dividen pertumbuhan yang konstan, dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang faktor yang mempengaruhi Price Earning

  

Ratio yaitu tingkat dividend pay out ratio, tingkat pengembalian yang diharapkan

  investor dan pertumbuhan dividen (Manurung, 2004:28). Variabel pertama yaitu

  

dividend pay out ratio yang menunjukkan besarnya dividen yang akan dibayarkan

  perusahaan dari total earning yang diperoleh perusahaan. Bila dividend pay out ratio mengalami peningkatan, Price Earning Ratio juga akan mengalami peningkatan.

  Jadi, investor yang berorientasi pada dividen mengharapkan dividend pay out ratio yang tinggi sehingga harga saham mengalami peningkatan. Sedangkan, investor yang tidak mengharapkan dividen menghendaki dividend pay out ratio yang rendah sehingga harga akan mengalami peningkatan yang tinggi karena murahnya harga saham dengan Price Earning Ratio yang kecil sehingga capital gain akan diperoleh.

  Variabel kedua yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas suatu saham sebagai kompensasi atas risiko yang harus ditanggung investor. Variabel ini memiliki hubungan negatif dengan Price Earning Ratio. Bila tingkat pengembalian yang diminta makin besar, Price Earning Ratio saham saham yang bersangkutan semakin kecil dan tingkat pengembalian yang diminta kecil membuat Price Earning

  

Ratio semakin besar. Variabel berikutnya adalah pertumbuhan dividen (g). Semakin

  besar pertumbuhan dividen, maka semakin tinggi Price Earning Ratio dan semakin rendah pertumbuhan dividen maka Price Earning Ratio akan semakin rendah. Secara matematis, rumus untuk menghitung pertumbuhan dividen adalah (Tandelilin, 2001:244): g = ROE x (1 – Dividend Payout Ratio) Penilaian saham-saham perusahaan mana yang mampu menawarkan keuntungan bagi investor, baik saham-saham mana yang harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsik (undervalued) sehingga layak dibeli maupun saham-saham mana yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsik (overvalued) sehingga layak dijual, dapat diketahui setelah kita mengestimasi nilai intrinsik saham perusahaan dengan memanfaatkan komponen informasi penting dari Price Earning Ratio yaitu Earning

  

per Share. Dengan kata lain, nilai intrinsik suatu saham merupakan fungsi dari

Earning per Share yang diharapkan dan besarnya Price Earning Ratio saham yang bersangkutan. Secara matematis, nilai intrinsik saham perusahaan adalah sebagai berikut (Tandelilin, 2001:245) :

  (D /E ) 1 1 P  x Estimasi EPS o (k  g)

2.1.5. Strategi Berinvestasi di Bursa Efek

  Menurut Syahyunan (2005), kunci utama untuk sukses dalam investasi di bursa efek adalah pemilihan strategi yang tepat agar investasi yang dilakukan memberikan hasil yang optimal. Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh para pemodal dalam melakukan investasi di bursa efek antara lain adalah :

  1. Beli di pasar perdana, jual begitu masuk pasar sekunder Para pemburu agio di Bursa Efek Jakarta berkeyakinan bahwa harga akan naik begitu suatu emisi saham dicatatkan di bursa. Keyakinan itu bukan saja dilandasi oleh data fundamental yang up to date dan akurat yang dimuat dalam prospektus pada saat emisi, tetapi juga karena underwriter biasanya tidak akan membiarkan harga jatuh pada minggu pertama pasar sekunder. Harga penawaran merupakan hasil negosiasi emiten dengan penjamin emisi. Jadi, harga di pasar perdana pada tahap awal pencatatan saham menyangkut secara langsung reputasi underwriter.

  2. Beli dan Simpan Pemodal yang yakin bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang, baik karena perusahaan tersebut berada pada growing sector industry atau karena sifat usaha dan produknya yang strategis, dapat melakukan strategi beli dan simpan.

  3. Strategi Berpindah Pemodal yang lebih spekulatif cenderung berpindah dari saham yang satu ke saham yang lain dengan memanfaatkan perbedaan siklus harga individual. Strategi ini mengharuskan pemodal mengikuti gerakan pasar dari dekat setiap saat. Dengan memanfaatkan informasi teknikal, khususnya pada saham-saham yang aktif, pemodal berpindah dari satu saham yang diperkirakan harganya akan turun ke saham yang diperkirakan harganya akan naik.

  4. Pilih Saham yang Tidur Mass media cenderung diskriminatif terhadap saham perusahaan yang tidak aktif, terutama perusahaan kecil dan para analis. Kecenderungan ini bisa dimengerti karena saham perusahaan yang tidak aktif, tidak menyangkut minat dan kepentingan orang banyak. Saham yang tidak mendapat perhatian masyarakat pemodal, merupakan saham yang tidur dan cenderung undervalued. Pemodal yang sabar dapat memilih strategi ini walaupun mungkin diperlukan waktu yang cukup lama sampai masyarakat menyadari adanya potensi keuntungan pada saham tersebut.

  5. Konsentrasi pada Industri Sebagian pemodal memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu. Mungkin karena ia lebih mengetahui kondisi, mekanisme kerja dari perusahaan yang berada pada industri, trend industri dan sebagainya. Dengan demikian, strategi investasinya adalah memilih saham yang terbaik pada industri tersebut.

  6. Belilah Pasar Strategi ini mungkin tidak tepat untuk disebut sebagai suatu strategi. Pemodal yang tidak mampu atau tidak sempat melakukan analisis cenderung mempercayakan investasinya pada trend pasar. Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi buying

  the market apabila ia membagi dananya secara relatif proporsional ke dalam saham-

  saham yang ada di pasar. Pengertian pasar di sini tidak harus identik dengan seluruh saham yang tercatat, tetapi dapat berupa saham yang tergabung dalam down average atau 500 Standar & Poor dan sebagainya. Strategi seperti ini hasilnya gampang dimonitor. Apabila trend pasar menunjukkan kenaikan, maka ia akan meperoleh laba pada tingkat rata-rata pasar. Sebaliknya, apabila trend pasar menunjukkan penurunan, maka ia akan menderita kerugian juga pada tingkat rata-rata pasar.

7. Mutual Fund/Unit Trust

  Strategi yang lebih aman bagi pemodal yang belum berpengalaman adalah mempercayakan dananya kepada lembaga professional yang disebut investment trust.

  

Investment trust akan melakukan diversifikasi investasi untuk mencapai tujuan dari

  pembentukan dana. Intensitas tujuan dari suatu dana bisa berbeda, namun secara umum setiap usaha pembentukan well diversified portfolio secara eksplisit bertujuan memaksimumkan keuntungan pada tingkat risiko tertentu atau meminimumkan risiko dengan tingkat keuntungan yang relatif stabil.

2.2. Penelitian Terdahulu

  Nazwirman (2008) melakukan penelitian dengan judul ” Penilaian Harga Saham Dengan Price Earning Ratio (PER): Studi Kasus Pada Saham Industri Makanan dan Minuman Di Bursa Efek Indonesia. Penelitian dengan metode Price Earning Ratio diharapkan dapat memudahkan investor dalam menganalisis saham. Metode Price

  

Earning Ratio dalam menganalisis saham perusahaan makanan dan minuman di Bursa

  Efek Indonesia menggunakan tiga alternatif (k*=11%, k*=16% dan k*=21%). Dari 15 perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga 31 Juli 2007 diperoleh sampel sebanyak 6 perusahaan yang konsisten memberikan dividen kepada investornya setiap tahun. Saham perusahaan yang layak dibeli hanya saham satu perusahaan karena pada tiga alternatif tersebut PER < PER* yang berarti tingkat earning dari saham lebih tinggi dari ketiga alternatif dan harga saham tersebut murah. Saham perusahaan yang lain tidak layak dibeli ada 5 perusahaan, tetapi layak dijual untuk investor, pada tiga alternatif tersebut PER > PER* yang berarti tingkat earning dari saham lebih kecil dari 11%, 16%, atau 21%.

  Manurung (2008) melakukan penelitian dengan judul ”Valuasi Harga Wajar Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”. Penelitian ini bertujuan mengetahui kewajaran harga saham PT. Telkom yang dinilai dari dividen dan laba per saham yang dibayar emiten pada periode 2002-2006 kepada pemegang saham dengan menggunakan analisis fundamental yaitu Dividend Discount Model Pertumbuhan Supernormal dengan

  (jangka waktu berinvestasi) selama 5 tahun untuk tiap perhitungan nilai

  time horizon

  wajar saham dan Price Earning Ratio serta pengujian signifikan perbedaan dengan uji beda sampel independen (uji t sampel independen). Penelitiannya menggunakan metode analisis deskriptif dan uji beda dengan mengolah data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar saham perusahaan yang berlaku di lantai bursa dinilai wajar (undervalued) pada tahun 2002- 2003 dan pada tahun 2004-2006 dinilai tidak wajar (overvalued) bila dibandingkan dengan dengan harga wajarnya yang dihitung dengan Dividend Discount Model pertumbuhan supernormal sedangkan harga pasar saham perusahaan yang berlaku di lantai bursa pada tahun 2002-2006 dinilai wajar

  (undervalued) bila dibandingkan dengan metode Price Earning Ratio (P/E Ratio). Hasil pengujian signifikansi perbedaan adalah perbedaan harga pasar saham yang berlaku di lantai bursa dengan harga wajar saham yang dievaluasi dengan metode Dividend

  

Discount Model Pertumbuhan Supernormal dan Price Earning Ratio tidak memiliki

  beda yang signifikan atau perbandingan rata-rata harga pasar saham dan rata-rata harga wajar tidak terlalu beda jauh.

2.3. Kerangka Konseptual

  Perkembangan harga saham tidak pernah terlepas dari perkembangan kinerja perusahaan dalam memperoleh laba (Halim, 2005:12). Jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan maka harga saham akan mereflesikannya dengan peningkatan harga saham demikian juga sebaliknya. Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang didasarkan pada laporan keuangan. Laporan keuangan memuat berbagai macam gambaran dari suatu perusahaan emiten mengenai kondisi performa dan prospek perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Laporan keuangan sangat berguna bagi investor untuk menentukan keputusan investasi yang terbaik dan menguntungkan (Tandelilin, 2001:233). Berdasarkan analisis fundamental dalam penilaian saham dari informasi laporan keuangan, investor bisa mengetahui perbandingan antara nilai intrinsik saham perusahaan dibanding harga pasar saham perusahaan bersangkutan, dan atas dasar perbandingan tersebut investor dapat akan bisa membuat keputusan apakah membeli saham yang murah atau menjual saham yang mahal untuk mendapatkan

  

capital gain yaitu adanya keuntungan dari selisih positif antara harga beli dengan harga

jual.

  Pendekatan Price Earning Ratio atau disebut juga dengan pendekatan earning

  

multiplier merupakan salah satu pendekatan yang lebih populer digunakan dalam

  analisis fundamental di kalangan analis saham dan para praktisi. Pendekatan ini menggunakan nilai earnings untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham (Jogiyanto, 2000:104). Menurut Bodie, Kane dan Markus (2006:243), Price Earning Ratio adalah cerminan dari sikap optimis pasar tentang prospek pertumbuhan perusahaan. Bodie, Kane dan Markus (2006:243), Halim (2005:27), Jogiyanto (2000:106), Tandelilin (2001:193), menggunakan model diskonto dividen pertumbuhan yang konstan pada

  

Price Earning Ratio untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Dividen merupakan

  arus kas yang diperoleh investor sepanjang saham tersebut dipegang investor. Oleh karena itu, dividen sebagai arus kas kepada investor dapat dipergunakan dalam penilaian saham (Jogiyanto, 2000:90). dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung prospek

  Price Earning Ratio perusahaan serta sebagai ukuran relatif nilai saham perusahaan (Tandelilin, 2001:232).

  Tandelilin (2001:244) juga menyatakan setelah mengestimasi nilai intrinsik suatu saham dengan pendekatan Price Earning Ratio, investor dapat mengetahui perbandingan antara nilai intrinsik saham perusahaan dengan harga sahamnya dan atas dasar perbandingan tersebut investor dapat mengetahui saham-saham mana yang murah, tepat nilainya dan mahal. Harga saham yang lebih kecil dari nilai intrinsik menunjukkan bahwa saham tersebut undervalued sehingga layak dibeli. Sedangkan, harga saham yang lebih besar dari nilai intrinsik menunjukkan bahwa saham tersebut overvalued sehingga layak dijual.

  Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan, maka model kerangka konseptual dapat digambarkan pada Gambar 2.1 berikut ini:

  Sumber : Bodie, Kane dan Markus (2006), Halim (2005), Jogiyanto (2000), Tandelilin (2001) Kerangka Konseptual Gambar 2.1

  Berdasarkan pada kerangka konseptual dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut: a.

  Harga saham PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk dan PT Bank Negara Indonesia, Tbk periode 2006-2009 yang dinilai dengan Price Earning Ratio adalah wajar.

  b.

  Harga wajar saham PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk dan PT Bank Negara Indonesia, Tbk periode 2006-2009 yang dinilai dengan Price Earning Ratio memiliki beda yang signifikan terhadap harga sahamnya. beda

  Harga Wajar Saham yang dinilai dengan Price Earning

  Ratio

  Harga Saham

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI 2.1 Konsep tradisi martahi karejo - Tradisi Martahi Karejo Masyarakat Angkola: Kajian Semiotik

0 9 27

Doctoral Program of Regional Development University of North Sumatera – Medan - Indonesia Abstract: The research goal is to determine how the intergenerational transfer in the elderly population based on residence (living alone, living with family, living

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Landasan Teori 2.1.1 Remunerasi - Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi, Whistleblowing System, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja, Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi, Whistleblowing System, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja, Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

0 0 8

BAB II DESKRIPSI PROYEK - Perpustakaan USU Kwala Bekala (Arsitektur Metafora)

0 1 23

BAB I PENDAHULUAN - Perpustakaan USU Kwala Bekala (Arsitektur Metafora)

0 2 7

BAB II LANDASAN TEORI - Hubungan Adversity Quotient Terhadap Kepuasan Berwirausaha Pada Wirauasaha Wanita

0 0 23

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Data - Analisis Perbandingan Kinerja Algoritma Shannon-Fano, Arithmetic Coding, Dan Huffman Pada Kompresi Berkas Teks Dan Berkas Citra Digital

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Modal Kerja - Pengaruh Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 10