BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Landasan Teori 2.1.1 Remunerasi - Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi, Whistleblowing System, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja, Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Landasan Teori

2.1.1 Remunerasi

  Kata remunerasi menurut Oxford advance learner’s dictionary of current

  english (AS Hornby) Remuneration adalah Payment atau Reward berarti

  pembayaran, penghargaan , imbalan yang mana istilah imbalan sering juga dalam bahasa Indonesia digunakan istilah kompensasi. Berbagai buku-buku manajemen sumber daya manusia yang banyak beredar di Indonesia terutama buku yang merupakan terjemahan yang berasal dari Amerika menggunakan istilah kompensasi untuk mengungkapkan hal tersebut. Namun Bangsa Inggris maupun Organisasi Buruh International (International Labour Organization/ILO) menyebutnya dengan istilah Remuneration. Imbalan atau kompensasi ataupun remunerasi mempunyai cakupan yang lebih luas daripada upah atau gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima atau dinikmati oleh pekerja, baik secara langsung, rutin atau tidak langsung Ruky,A.S (2001), untuk memudahkan penulisan selanjutnya penulis akan memakai istilah balas jasa untuk jasa yang diberikan tersebut dengan remunerasi.

  Program remunerasi, merupakan salah satu program reformasi birokrasi yang telah dicanangkan pemerintah melalui pemberian tunjangan tambahan yang diberikan oleh lembaga sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan oleh masing- masing pelaku kerja sebagai imbalan atau jasa atas kinerja yang dihasilkan. Salah satu lembaga pemerintah yang sedang mengalami reformasi birokrasi adalah Kementerian Keuangan.

a. Tujuan Pemberian Remunerasi :

  Samsudin (2006:188) berpendapat bahwa tujuan pemberian remunerasi antara lain sebagai berikut : 1) Pemenuhan kebutuhan ekonomi

  Karyawan menerima kompensasi berupa gaji, upah atau bentuk lain adalah untuk kebutuhan ekonominya.

  2) Pemberian kompensasi yang makin baik akan dapat mendorong karyawan bekerja lebih produktif.

  3) Memajukan organisasi atau perusahaan Semakin berani suatu perusahaan atau organisasi memberikan remunerasi yang tinggi dapat dijadikan tolak ukur bahwa semakin berhasil perusahaan tersebut membangun kinerja pegawainya karena pemberian remunerasi yang tinggi hanya mungkin apabila perusahaan/organisasi tersebut memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan mau memberikan remunerasi yang tinggi dengan harapan akan semakin maju perusahaan tersebut.

  4) Menujukkan keseimbangan dan keadilan.

  Ini berarti pemberian remunerasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatan yang ia duduki sehingga tercipta keseimbangan antara “input” dan “output”. Menurut Hasibuan, M. (2007:121) mengemukakan bahwa pemberian remunerasi mempunyai beberapa tujuan :

  1) Ikatan Kerjasama

  Dengan pemberian kompensasi maka terjalin kerjasama formula antara majikan dan pegawai, dimana pegawai harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi ini sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

  2) Kepuasan Kerja

  Dengan balas jasa pegawai dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status, sosial dan egoistik, sehingga pegawai memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya tersebut. 3)

  Pengadaan tenaga kerja yang lebih efektif Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, maka pengadaan pegawai yang memenuhi persyaratan lebih mudah untuk direkrut.

  4) Motivasi

  Jika balas jasa yang diberikan adil dan layak serta cukup besar, maka manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya.

  5) Stabilitas Pegawai

  Dengan program remunerasi atas dasar prinsip adil dan layak, maka stabilitas pegawai lebih terjamin karena turn over relatif kecil.

  6) Disiplin

  Dengan pemberian balas jasa uang cukup besar, maka disiplin pegawai semakin baik, sehingga tingkat kepatuhan pegawai terhadap ketentuan/peraturan-peraturan yang berlaku semakin tinggi.

  7) Pengaruh Serikat Buruh

  Dengan program remunerasi yang baik pengaruh serikat buruh/ serikat pekerja dapat dihindari dan pegawai akan berkompensasi pada pekerjaannya.

  8) Pengaruh Pemerintah

  Dengan program kompensasi sesuai undang-undang perburuhan/ketenaga kerjaan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindari.

b. Fungsi Pemberian Remunerasi :

  Pemberian remunerasi dapat berfungsi sebagai berikut : 1) Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien.

  Fungsi ini menunjukkan remunerasi paa karyawan yang berprestasi akan mendorong mereka untuk bekerja lebih bagus.

  2) Penggunaan sumberdaya manusia secara lebih efisien dan efektif.

  Dengan pemberian remunerasi kepada karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan dengan seefektif dan seefisien mungkin. 3) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

  Sistem pemberian kompensasi dapat membantu stabilitas organisasi dan mendorong pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.

  Pemberian remunerasi merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan merupakan salah satu aspek yang paling berarti bagi pegawai/karyawan maupun perusahaan. Remunerasi penting bagi pegawai karena besarnya remunerasi mencerminkan ukuran karya mereka, menentukan skala kehidupan, juga dapat menentukan status, martabat dan “harga” mereka sedangkan bagi perusahaan, pemberian remunerasi merupakan komponen-komponen biaya yang paling besar dan penting, terutama remunerasi dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya.

  Remunerasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa remunerasi tidak lebih sekadar a cost yang harus diminimalisasi. Tanpa disadari beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting dan berpersepsi keliru telah menepatkan sistem tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau counter productive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal misalnya low employee motivation, poor job performance, high turn over

  

irresponsible behaviour , dan bahkan yang diyakini berakar dari sistem

remunerasi yang tidak proporsional.

c. Komponen dan bentuk remunerasi

  Dalam perkembangannya sistem remunerasi sendiri mempunyai 3 kelompok pokok, yaitu : 1)

  Upah dasar (based-pay), merupakan komponen upah dasar (fondasi) bagi kebanyakan karyawan dan pada umumnya berdasarkan hitungan waktu, seperti jam, hari, minggu, bulan atau pertahun. 2)

  Upah berdasar kinerja (performance related-pay), berkaitan dengan monetary

  

rewards dengan basis ukuran/merupakan upah yang didasarkan pada ukuran

kinerja individu, kelompok atau organisasi.

  3) Upah tidak langsung (indirect pay) dikenal sebagai employee benefit

  (keuntungan bagi karyawan), terdiri dari barang-barang jasa non-cash item atau

  

services yang secara langsung memuaskan kebutuhan spesifik karyawan,

  seperti jaminan keamanan pendapatan (income security) termasuk asuransi jiwa, perlindungan kesehatan (health protection) termasuk medical & dental

  plan , dana pensiun (retirement income).

  Adapun bentuk remunerasi adalah :

  a) Ekstrinsik reward, yang memuaskan kebutuhan dasar (basic needs) untuk survival dan security, dan juga kebutuhan-kebutuhan sosial dan pengakuan.

  Pemuasan ini diperoleh dari faktor-faktor yang ada di sekeliling para karyawan disekitar pekerjaannya (job content), misalnya : upah (pay), pengawasan (supervisor behavior), co workers dan keadaan kerja (general working condition ).

  b) Intrinsik reward, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya

  (higher level needs), misalnya untuk kebanggaan (self esteem), penghargaan (achievement), serta pertumbuhan dan perkembangan (growth and

  

development ) yang dapat diperoleh merupakan derivasi dari faktor-faktor yang

  melekat (inherent) dalam pekerjaan karyawan itu, seperti : tantangan karyawan atau interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan keragaman/variasi dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas pengambilan keputusan dalam pekerjaan serta signifikansi makna pekerjaan bagi nilai-nilai organisasional.

  Selain hal diatas masih perlu adanya pengelolaan remunerasi pelengkap (fringe benefits) yaitu remunerasi yang digunakan untuk mempertahankan karyawan organisasi dalam jangka panjang.

  Ada beberapa bentuk remunerasi pelengkap antara lain :

  a) Time off benefits. Pembayaran gaji untuk waktu tidak bekerja artinya karyawan tetap menerima pambayaran walaupun dia dalam kondisi istirahat, sakit, liburan, cuti dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan misalnya menikah, menghadiri pemakaman dan melaksanakan ibadah.

  b) Perlindungan ekonomis terhadap bahaya, misalnya : pemberian asuransi tunjangan pengobatan, tunjangan hari tua dan pembentukan koperasi.

  c) Program pelayanan karyawan. Hal ini dapat berupa program rekreasi, perumahan, beasiswa pendidikan, pakaian seragam, kendaraan dan beasiswa untuk anak-anaknya.

  d) Pembayaran remunerasi yang disyaratkan dan legal, misalnya pemberian pinjaman untuk pendidikan baik karyawan maupun keluarganya.

  Sukses atau gagalnya sistem remunerasi tergantung pada bagaimana sistem tersebut sesuai dengan konteks organisasi dan keseluruhan sistem organisasi dimana sistem remunerasi dilaksanakan. Keberhasilan dalam mendesain, mengelola, dan memodifikasi sistem remunerasi, diharapkan mengembangkan kerangka kerja strategis dan faktor-faktor penentu strategis remunerasi yang paling sesuai. Karena masing-masing strategi manajerial ini akan dapat mencerminkan asumsi yang berbeda tentang karyawan dan bagaimana mereka seharusnya diatur.

  Dari pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa remunerasi adalah segala sesuatu yang diberikan perusahaan kepada para pegawai/karyawan sebagai balas jasa atas prestasi yang telah dilakukan, baik berupa uang, barang maupun jasa. Agar motivasi, komitmen dan prestasi kerja pegawai semakin meningkat, amatlah penting bagi perusahaan atau organisasi untuk menetapkan pemberian remunerasi yang adil dan layak sehingga tercipta suatu keseimbangan antara keinginan individu karyawan dan keinginan perusahaan atau organisasi.

  Secara konseptual bahwa remunerasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun dimensi dan indikatornya adalah sebagai berikut : 1) Imbalan dengan indikator : gaji, insentif dan bonus.

  2) Balas jasa dengan indikator : Pemberian cuti, tunjangan pengobatan, fasilitas kredit, rekreasi dan beasiswa pendidikan.

  3) Penghargaan dengan indikator : kenaikan pangkat istimewa dan promosi karier.

2.1.2 Mutasi

  Salah satu dorongan seseorang bekerja pada suatu organisasi adalah adanya kesempatan untuk maju. Sudah menjadi sifat dari manusia pada umumnya, manusia selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang didudukinya saat ini. Mereka menginginkan suatu kemajuan dalam hidupnya.

  Kesempatan untuk maju didalam organisasi disamping dilakukan melalui pendidikan dan latihan, juga dapat dilakukan dengan mutasi dan promosi jabatan.

  Kata mutasi atau pemindahan sudah dikenal sebagian masyarakat, baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan. Mutasi atau pemindahan adalah kegiatan memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sederajat.

  Mutasi atau pemindahan merupakan kegiatan rutin dari perusahaan untuk melaksanakan prinsip “ the right man in the right place” atau “orang yang tepat pada tempat yang tepat”. Dengan demikian, mutasi dijalankan agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

  Suatu mutasi yang tidak dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi tidak akan mempunyai arti, bahkan mungkin justru akan merugikan perusahaan. Untuk itu mutasi harus didasarkan pada pertimbangan yang matang. Bila tidak demikian, mutasi yang dilaksanakan bukannya merupakan tindakan yang menguntungkan, bahkan merugikan perusahaan.

  Pengertian mutasi menurut Nitisemito,A.S. dalam bukunya “ Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia) bahwa “Mutasi adalah kegiatan pemindahan personel dari satu tempat ke tempat lain yang sederajat” (2002:71)

  Menurut Kadarman dan Daya dalam bukunya” Pengantar Ilmu Manajemen” mengatakan bahwa : “Mutasi atau Transfer adalah memindahkan karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain dalam satu tingkat organisasi secara horizontal tanpa adanya peningkatan tanggung jawab, kekuasaan maupun gaji” (1997:126)

  Menurut Gouzali,S. dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources management) bahwa : “Mutasi dalam manajemen Sumber Daya Manusia dapat mencakupdua pengertian yaitu : a) Kegiatan pemindahan karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang baru yang sering disebut dengan “alih tempat” (tour of area).

  b) Kegiatan pemindahan karyawan dari tugas yang satu ke tugas yang lain dalam 1 unit kerja yang sama, atau dalam perusahaan, yang sering pula disebut dengan istilah “alih tugas” (tour of duty) (2002:97) Dengan memperhatikan defenisi-defenisi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diketahui bahwa pada dasarnya pengertian Mutasi dan Perpindahan

  (transfer) hampir sama, yaitu kegiatan memindahkan pegawai sebagai salah satu cara untuk mengembangkan pegawai tersebut terutama dari segi kemampuan, pengetahuan dan keterampilannya. Mutasi adalah langkah mundur untuk maju. Artinya jika mundur hanya selangkah, langkah maju diharapkan sedikitnya sepuluh langkah, bahkan kalau dapat seratus langkah. Mengapa mutasi disebut langkah mundur untuk maju? Dengan adanya mutasi berarti ada masa transisi. Karyawan yang dipindahkan ke tempat lain harus lebih dahulu mempelajari, dan kemudian menyesuaikan diri. Ini harus dilakukan agar ia dapat mengerjakan tugas paling tidak sama dengan pendahulunya, bahkan kalau dapat lebih baik lagi.

  Dengan demikian Mutasi harus dilakukan untuk meningkatkan produktifitas kerja secara langsung sehingga diharapkan semangat dan kegairahan kerja pegawai samakin meningkat.

  Perlunya Mutasi Dilaksanakan

  Ada beberapa alasan mengapa mutasi pegawai perlu dilaksanakan : a. Bahwa pegawai yang tidak produktif atau tidak dapat berkembang di suatu lingkungan kerja, tidak berarti ia tidak produktif atau tidak dapat berkembang juga ditempat lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Clifford E. Jurgensen : “Tidak ada orang yang baik dalam setiap hal, demikian juga tidak ada yang jelek dalam setiap hal. Pemanfaatan pegawai seperti yang diharapkan organisasi adalah dengan cara penempatan dalam suatu tipe pekerjaan yang dapat ia lakukan dengan baik.

  b.

  Pegawai sebagai manusia biasa memiliki rasa bosan, terutama untuk jenis pekerjaan yang tetap, monoton dan tidak ada variasi. Apabila rasa bosan, terutama untuk jenis pekerjaan yang tetap akibatnya kualitas pekerjaan yang dilakukan tidak lagi sempurna sesuai dengan standard yang ada. Keadaan demikia terasa menyiksa terhadap pegawai yang bersangkutan. Jalan keluar dari keadaan demikian disamping adanya kesempatan istirahat, juga kesempatan untuk pindah ke pekerjaan lain.

  c.

  Seorang pegawai ternyata tidak mempunyai kesungguhan atau perhatian di tempat kerja yang sekarang, bukan karena bosan tetapi memang kurang serasi dengan pribadinya. Jika demikian halnya, maka akan membawa akibat buruk terhadap organisasi dan bahkan juga terhadap dirinya sendiri, terutama di tempat-tempat kerja yang memerlukan ketelitian, kewaspadaan dan ketekunan (konsentrasi). Akibat kurangnya perhatian dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Salah satu jalan keluar dari keadaan ini adalah pemindahan pegawai yang bersangkutan ke tempat kerja yang lain yang lebih serasi.

  d.

  Adanya perubahan komposisi tenaga kerja yang agak meluas meliputi beberapa Badan atau Organisasi, sehingga menimbulkan kelebihan tenaga di satu pihak dan kekurangan tenaga di pihak lain. Badan atau organisasi yang kekurangan tenaga dapat menerima pelimpahan dari badan atau organisasi yang kelebihan tenaga, sudah tentu dengan syarat-syarat tertentu, yang jelas syarat ini tidak akan seberat seperti syarat waktu penerimaan pegawai baru. Perpindahan ini disamping sebagai pengembangan juga sangat perlu dari segi pemanfaatan tenaga kerja yang ada, dan dilihat dari beberapa segi memang lebih menguntungkan apabila kekurangan tenaga itu diambil dari dalam.

  Perpindahan pekerjaan dalam suatu organisasi biasanya dapat diminta oleh pegawai yang bersangkutan, jadi tidak semata-mata merupakan hak mutlak dari pimpinan organisasi, tidak seperti halnya dengan promosi atau demosi. Apabila permintaan pindah kerja datang dari pegawai maka alasan yang paling sering dikemukakan adalah ingin mencari pengalaman baru atau menginginkan situasi kerja yang dirasakannya lebih baik dari tempat kerja lama. Alasan pertama dilatar belakangi biasanya oleh kebosanan dan harapan lain di tempat kerja yang baru yang diperkirakan akan lebih menguntungkan. Alasan yang kedua pegawai yang bersangkutan tidak menemukan situasi yang menggembirakan sehingga gairah kerja berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang kurang baik.

  Tujuan Mutasi

  Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam perubahan tersebut.

  Beberapa tujuan mutasi dapat diberikan sebagai berikut : a. Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

  b.

  Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan.

  c.

  Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.

  d.

  Untuk menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap karyawan. e.

  Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi.

  f.

  Untuk pelaksanaan hukuman/sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya.

  g.

  Untuk memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya.

  h.

  Sebagai alat pendorong agar semangat kerja meningkat melalui persaingan terbuka. i.

  Untuk tindakan pengamanan yang lebih baik. j.

  Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan. k.

  Untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan.

  Dari tujuan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip dari mutasi adalah memutasikan karyawan kepada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai, agar semangat dan produktifitas kerjanya meningkat.

  Manfaat Mutasi

  Dari uraian tentang tujuan mutasi tersebut diatas tampak bahwa mutasi atau pemindahan pegawai sangat penting dan perlu dilakukan, baik dilihat dari kepentingan pegawai maupun kepentingan perusahaan. Dengan kata lain, mutasi bermanfaat untuk : a.

  Memenuhi kebutuhan tenaga dibagian/unit yang kekurangan tenaga tanpa merekrut tenaga dari luar b.

  Memenuhi keinginan pegawai sesuai dengan minat dan tugasnya masing- masing.

  c.

  Menjamin keyakinan pegawai, bahwa mereka tidak akan diberhentikan karena kekurangmampuan atau kekurangcakapan mereka. d.

  Memberikan motivasi kepada pegawai.

  e.

  Mengatasi rasa bosan pegawai pada pekerjaan, jabatan dan tempat kerja yang sama.

  Macam-macam Mutasi

  Mutasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, tergantung dari tinjauan terhadap mutasi tersebut.

1. Ditinjau dari aktivitas tempat pegawai bekerja a.

  Mutasi antar urusan b.

  Mutasi antar seksi c. Mutasi antar bagian d.

  Mutasi antar biro e. Mutasi antar instansi 2. Ditinjau dari tujuan dan maksud tujuan a.

  Production transfer : mutasi dalam jabatan yang sama karena produksi ditempat terdahulu menurun.

  b.

  Replacement transfer : mutasi dari jabatan yang sudah lama dipegang ke jabatan yang sama di unit/bagian lain, untuk menggantikan pegawai yang belum lama bekerja atau pegawai yang diberhentikan.

  c.

  Versality transfer : mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain untuk menambah pengetahuan pegawai yang bersangkutan.

  d.

  Shift transfer : mutasi dalam jabatan yang sama, tetapi berbeda shift misalnya dari shift A (Malam) ke Shift B (Siang).

  e.

  Remedial transfer : mutasi pegawai ke bagian mana saja, dengan tujuan untuk memperbaiki kerja sama antar pegawai.

3. Ditinjau dari masa kerja pegawai a.

  Temporary transfer : mutasi yang bersifat sementara, untuk menggantikan pegawai yang berhalangan.

  b.

  Permanent transfer : mutasi yang bersifat tetap.

2.1.3 Whistleblowing System

  a. Peraturan terkait Whistleblowing System

  • * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010 Tanggal 19 Mei 2010

  Tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) di lingkungan Kementerian Keuangan.

  • * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 Tanggal 10 Mei 2011

  Tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) Serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan.

  • * Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-22/PJ/2011 Tanggal 19 Agustus

  2011 Tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

  b. Pengertian Whistleblowing

  Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Per-22/PJ/2011 Pasal 1, Pelapor (Whistleblower) adalah Pegawai atau masyarakat yang melaporkan terjadinya pelanggaran atau dugaan terjadinya pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak.

  Pelanggaran adalah perbuatan Pegawai yang melanggar peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana umum dan tindak pidana khusus termasuk namun tidak terbatas pada peraturan di bidang perpajakan, peraturan tindak pidana korupsi, serta peraturan dibidang kepegawaian.

  Pengaduan adalah informasi yang disampaikan oleh Pelapor sehubungan dengan sedang atau telah terjadinya pelanggaran atau dugaan terjadinya Pelanggaran.

c. Whistleblowing System di Direktorat Jenderal Pajak

  Saluran dan Pengelolaan Pengaduan di Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Per-22/PJ/2011 Pasal 3, Pengaduan secara langsung dapat dilaporkan melalui saluran pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Help Desk Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA), dengan cara Pelapor bertatap muka langsung dengan petugas penerima laporan. Pengaduan secara tidak langsung dapat dilaporkan melalui saluran pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, sebagai berikut :

  • Saluran telepon (021) 52970777
  • Kring Pajak 500200
  • Ema
  • Ema
  • SIKKA masing-masing Pegawai; atau
  • Surat Tertulis Kepada :

  1). Direktur Jenderal Pajak

  2). Direktur KITSDA 3). Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat 4). Direktur Intelijen dan Penyidikan; atau 5). Pimpinan Unit Vertikal DJP

2.1.4 Motivasi

a. Pengertian Motivasi

  Kelangsungan hidup suatu perusahaan/intansi tergantung pada berbagai hal, salah satunya adalah motivasi kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.

  Karena motivasi mempersoalkan bagaimana caranya untuk mendorong gairah kerja para pegawai, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan tidak hanya mengharapkan kemampuan dan keterampilan pegawai saja tetapi juga kemauan pegawai untuk bekerja lebih giat dan mempunyai keinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

  Dibawah ini beberapa pengertian dari motivasi menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut: Menurut Robbin dan Counter dalam Suwatno dan Donni Juni Priansa

  (2011) menyatakan, “Kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. “Menurut Hamzah B. Uno (2012:71), “motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan”.

  Menurut Rivai (2004:457) Motivasi adalah : (1) suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. (2) Suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus tercapai. (3) Sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku. Pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku. (4) Sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri. (5) Sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

  Menurut Danim (2004:15) Motivasi diartikan sebagai setiap kekuatan yang muncul dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan orgnisasi. Menurut Haroold koontz dalam Hasibuan (2007:219) menyatakan “Motivation refers to

  

the drive and effort to satisfy a want or goal ”artinya “motivasi mengacu pada

  dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan”. Menurut Wayne F. Cascio dalam Hasibuan (2006:219) meyatakan “Motivation is a force

  

that results from an individual desire to satisfy their needs (a.g. hunger, thirst,

social aprooval )”. Artinya “Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari

  keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapar, haus, dan bermasyarakat)”.

  Menurut Robbin (2007:213) mendefinisakan motivasi sebagai suatu proses yang itensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai tujuan.

  Sedangkan menurut Mangkunegara (2009:61) mendefinisikan motivasi sebagai kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

b. Teori Motivasi Kerja

  Menurut Siagian (2011: 287-288) teori motivasi diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Teori Abraham H. Maslow menyebutkan bahwa motivasi terbentuk karena 5 hierarki kebutuhan: a.

  Kebutuhan Fisiologikal, seperti sandang, pangan, dan papan.

  b.

  Kebutuhan keamanan, keamanan yang dimaksud bukan hanya keamanan secara fisik, tetapi juga secara psikologi dan intelektual.

  c.

  Kebutuhan sosial, pengakuan akan keberadaan dan pemberian penghargaan atas harkat dan martabatnya.

  d.

  Kebutuhan prestise, bahwa semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain.

  e.

  Kebutuhan untuk aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

2. Teori “ERG” Teori ini dikembangkan oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale.

  

Existence, Relatedness, dan Growth dimana sebenarnya jika didalami ketiga kata

  tersebut memiliki maksud yang dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Existence sama dengan hierarki kebutuhan pertama dan kedua pada teori motivasi Maslow, Relatedness sama dengan hierarki ketiga dan keempat pada teori motivasi kerja Abraham Maslow, dan Growth mengandung arti yang sama dengan kebutuhan dalam aktualisasi diri.

  Teori motivasi “ERG” lebih lanjut akan menghasilkan fakta bahwa;

  a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, maka semakin besar pula keinginan untuk memuaskannya.

  b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang “lebih rendah” telah terpuaskan.

  c. Semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

  3. Teori Motivasi “Tiga Kebutuhan” Teori ini dikemukakan oleh David McCleland, ia berpendapat bahwa seseorang akan memiliki motivasi tinggi jika didasari oleh “Need for

  

Achievement” (nAch), “Need for Power” (nPo), dan “Need for Affilliation”

(nAff). Need for Achievement berarti bahwa seseorang selalu ingin dipandang

  berhasil dalam hidupnya, dengan keberhasilan yang dimilikinya secara pasti bahwa segala kebutuhannya akan bisa dipenuhi. Need for Power memiliki arti bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain, dan berusaha untuk menguasai orang lain. Need for Afilliation memiliki arti bahwa setiap orang memiliki kebutuhan akan lingkungan yang bersahabat dan dapat bekerja sama dalam berorganisasi .

  c. Tujuan Motivasi

  Menurut Hasibuan (2007:97) tujuan pemberian motivasi yaitu: a) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

  b) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

  c) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

  d) Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

  e) Mengefektifkan pengadaan karyawan.

  f) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

  g) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.

  h) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. i) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. j) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

  d. Usaha-usaha untuk meningkatkan Motivasi

  Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan motivasi, antara lain:

  a) Faktor- faktor di lingkungan tenaga kerja yang dapat memberikan pengaruh negatif maupun positif seperti: aturan, kebijakan corak hubungan antara atasan dengan bawahan mempengaruhi motivasi kerja.

  b) Sistem pemberian ganjaran secara umum.

  c) Sistem penggajian dan insentif yang dirasakan adil dan manfaat. d) Pelatihan dan intensif.

  e) Untuk motivasi internal diperlukan job enrichment (penggayaan pekerjaan) yang intinya mengubah pandangan pekerja tentang pekerjaan sehinggak dilihat sebagai suatu hal yang menarik, menantang dan memberikan peluang untuk berkembang dan tanggung jawab yang sebanding baginya (Ravianto, 1998:59).

e. Unsur Penggerak Motivasi

  Menurut Sastrohadiwiryo (2003:268) terdapat unsur-unsur penggerak motivasi, antara lain :

  1. Kinerja (Achievement) Seseorang yang memiliki keinginan berkinerja sebagai suatu “kebutuhan” atau needs dapat mendorongnya mencapai sasaran.

  2. Penghargaan (Recognition) Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang akan merupakan perangsang yang kuat.

  3. Tantangan (Challenge) Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin.

  4. Tanggung jawab (Responsibility) Adanya rasa ikut memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.

  5. Pengembangan (development) Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari penguasaan kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah.

  6. Keterlibatan (Involvement) Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja yang dipadukan masukan untuk manajemen perusahaan merupakan perangsang yang cukup kuat untuk tenaga kerja.

  7. Kesempatan (Opportunity) Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen atas merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja.

2.1.5 Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

  Kepuasan kerja adalah salah satu kriteria dalam menetapkan suatu organisasi yang sehat. Menurut Malayu Hasibuan (2007:202) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Menurut Handoko dan Asa’ad yang dikutip oleh Husein Umar (2001;36) bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini akan tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi lingkungan kerjanya. Sedangkan dampak dari kepuasan kerja perlu di pantau dengan mengaitkannya dengan output yang dihasilkan.

  Kepuasan kerja merupakan kondisi psikologis atau perasaan karyawan menyangkut pekerjaan yang dihadapinya baik mengenai pekerjaannya maupun faktor-faktor tertentu dalam pekerjaannya. Kepuasan kerja bersifat individual dan tergantung pada persepsi seseorang tentang apa yang dirasakannya mengenai pekerjaan.

  Jadi kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja, performa karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan/instansi.

b. Konsep Dan Teori Kepuasan Kerja

  Kepuasan kerja menurut T. Hani Handoko (2008;193), yaitu : “kepuasan kerja (Job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya”. Jadi kita dapat menggambarkan kepuasan kerja itu sebagai akumulasi dari semua hal negatif dan aspek positif berhubungan dengan gaji, fisik dan emosional dari kondisi kerja, tingkatan sukses dan memberi penghargaan dalam kaitan dengan kesuksesan, undang-undang yang mengatur hubungan pekerjaan, dan hubungan dengan para rekan kerja dan pihak manajemen. Unsur-unsur tersebut diatas tidak mengakibatkan kepuasan kerja apabila berdiri sendiri.

c. Faktor Kepuasan Kerja

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja ini menyangkut berbagai hal seperti sikap atau emosi (pengakuan, gaji/upah, kondisi kerja (fasilitas pendukung). pengawasan dan teman kerja (lingkungan kerja), isi kerja (isi pekerjaan), jam pekerjaan dan kesempatan promosi (jaminan kerja)). Seperti yang diungkapkan oleh Malayu Hasibuan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan kerja karyawan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Balas jasa yang adil dan layak 2.

  Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian dan kompetensi.

  3. Berat atau ringannya pekerjaan.

  4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.

  5. Sikap pimpinan dalam kepemimpinan 6.

  Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

  Kepuasan kerja biasanya hanya melihat hasil dari perbandingan beberapa keadaan pada saat tertentu. Setiap individu karyawan mencurahkan perhatian, tenaga dan pikirannya secara penuh terhadap usaha pekerjaannya. Sehingga dapat diketahui bahwa seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja dalam bekerja, apabila faktor-faktor tersebut diatas mendapatkan perhatian dari atasan. Kepuasan kerja merupakan aspek penting pada diri seorang karyawan didalam sebuah organisasi, karena dengan dimilikinya kepuasan kerja pada diri seorang pegawai dalam bekerja, maka akan lebih memacu partisipasinya dalam setiap kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.6 Komitmen Organisasi

a. Pengertian Komitmen Organisasi

  Menurut Mahis dan Jackson (2000) dalam Sopiah (2008:155) memberikan definisi, ”Organizational Commitment is the degree to which employees believe

  in and accept organizational goals and desire to remain with the organization” .

  (Komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).

  Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008:155) Komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.

  Menurut Lincoln (1994) dalam Sopiah, (2008:155), komitmen organisasional mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Sedangkan menurut Blau dan Boal (1995) dalam Sopiah, (2008:155) komitmen organisasional didifinisikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi.

  Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya : 1.

  Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai- nilai dari organisasi.

  2. Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi.

  3. Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.

b. Bentuk Komitmen Organisasi

  Kanter (1986) dalam Sopiah (2008:158) mengemukakan : 1.

  Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

  2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya.

  Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.

  Menurut Meyer, Allen, dan Smith (1998) dalam Sopiah (2008:157) mengemukakan tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:

  1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.

  2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena tidak menemukan pekerjaan lain.

  3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan.

  Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

c. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

  Menurut Januarti (2006:15) mengemukakan komitmen organisasi, terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi yaitu : Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi, Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, dan Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal.

  Menurut David (1997) dalam Sopiah (2008:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

  1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain-lain.

  2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan dan lain-lain.

  3. Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja.

  4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

2.1.7 Prestasi Kerja

  Menurut Mangkunegara, A.P (2009:67) “Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Selanjutnya Hasibuan (2007:94) menyatakan bahwa “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”

  Prestasi kerja merupakan gabungan dari 3 (tiga) faktor penting, yaitu kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang karyawan. Semakin tinggi angka untuk ketiga faktor ini, semakin besar prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.

  Hasibuan menyatakan bahwa hasil kerja perlu dinilai melalui penilaian prestasi yaitu kegiatan manajer untuk mengevaluasi prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijakan. Prestasi kerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat imbalan, kondisi yang kondusif, sistem yang relevan, dengan kata lain faktor individu, organisasi dan lingkungan eksternal dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan.

  Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis mencoba mendefinisikan prestasi kerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan peranannya dalam organisasi.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

  Menurut Mangkunegara, A.P. (2009:67) faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

  Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam Mangkunegara (2009:67) yang merumuskan bahwa:

  Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation Ability = Knowledge + Skill

  a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensial (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata- rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu di tempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the

  right man in the right place, the right man on the right job ).

  b. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan yang menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

  Tiffin dan Mc Cormick dalam Srimulyo (1999:40) berpendapat bahwa ada dua variabel yang dapat mempengaruhi Prestasi kerja, yaitu :

  1. Variabel individual, meliputi : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan serta faktor individual lainnya.

  2. Variabel situasional : a.

  Faktor fisik dan pekerja, terdiri dari : metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi) b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi : peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, system upah dan lingkungan sosial. Gibson, et al. (1994:51-53), secara lebih komprehensif mengemukakan adanya tiga kelompok variabel sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi kerja dan potensi individu dalam organisasi, yaitu: 1.

  Variabel individu, yang meliputi : kemampuan atau keterampilan (fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman) dan demografi (umur, asal-usul dan jenis kelamin).

  2. Variabel organisasi, meliputi : sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

  3. Variabel psikologis, meliputi : persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

  Pendapat lain dari Handoko, T.H. (2008:193) bahwa : Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknis serta keprilakuan lainnya.

  Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya prestasi kerja karyawan. Untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan, maka fakor-faktor yang mempengaruhinya perlu mendapatkan perhatian untuk dapat menciptakan prestasi kerja yang tinggi.

  Seperti faktor kemampuan, budaya organisasi, lingkungan kerja, komunikasi, motivasi dan lain-lain.

  Pengertian Penilaian Prestasi Kerja

  Andrew F. Sikula dalam Mangkunegara (2009:69) menjelaskan bahwa:

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah Dalam Kaitannya Dengan Bancassurance (Riset : Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Iskandar Muda)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

0 2 25

Produksi Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M) Dengan Perlakuan Setek Dan Auksin

0 0 5

BAB II TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI NASABAH JIKA TERJADI KEHILANGAN ATAU KERUSAKAN BARANG YANG DISIMPAN DALAM SAFE DEPOSIT BOX DI PT. BANK PANIN CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI - Perlindungan Konsumen Atas Penyimpanan Barang Di S

1 4 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Konsumen Atas Penyimpanan Barang Di Safe Deposit Box (Studi Pada PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi

0 1 28

Perlindungan Konsumen Atas Penyimpanan Barang Di Safe Deposit Box (Studi Pada PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi

0 1 14

Bahasa Indonesia Bagian Pertama: Teks 1 : Hata ni Suhut

0 2 79

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI 2.1 Konsep tradisi martahi karejo - Tradisi Martahi Karejo Masyarakat Angkola: Kajian Semiotik

0 9 27

Doctoral Program of Regional Development University of North Sumatera – Medan - Indonesia Abstract: The research goal is to determine how the intergenerational transfer in the elderly population based on residence (living alone, living with family, living

0 0 8

Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi, Whistleblowing System, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja, Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

0 0 51