KEBIJAKAN REFORMASI ADMINISTRASI MELALUI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI NEGERI SIPIL

  http://jtrap.ppj.unp.ac.id

KEBIJAKAN REFORMASI ADMINISTRASI MELALUI

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI NEGERI SIPIL

  

Wisber Wiryanto

Pusat Kajian Reformasi Administrasi, Lembaga Administrasi Negara

  

Abstract

The administrative reform policy in the field of human resources apparatur is focused on developing the competence

of Civil Servants. Law number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus are followed up with Government

Regulation number 11 of 2017 concerning Civil Servant Management, states that Civil Servants have the right and

opportunity of at least 20 (twenty) lessons hours per year to develop managerial, technical and social culture

competentecies. Consequently, central government agencies such as ministries, agencies and local governments

should to develop of management competence through planning, implementation and evaluation to be efficient and

effective. This paper attemps to address a key research question: How do government institution to planning,

implementation, and evaluate competency development? Library research method used for data collection and used

descriptive analysis technique. The main documents used as a data source are the Guidebook for the Development of

Civil State Apparatus Competencies and research reports on competency development. The result of the research

showed that an assessment of competency gap through the assessment center method faces cost constraints because

the number of Civil Servants is very large quantities; and in generally the government agencies have not yet set the

competence standard of managerial, technical and social cultural competencies.

  Keywords: Administrative Reform, Competency Gap, Competency Standards.

  

Abstrak

Kebijakan reformasi administrasi di bidang sumber daya manusia aparatur dititikberatkan pada pengembangan

kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Penjabaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

berupa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, menyatakan Pegawai

Negeri Sipil memiliki hak dan kesempatan minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran per tahun untuk mengembangkan

kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural. Konsekwensinya, instansi pemerintah pusat seperti kementerian,

lembaga dan pemerintah daerah harus menyelenggarakan pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi agar efisien dan efektif. Makalah ini berusaha untuk menjawab pertanyaan

kunci dalam penelitian: Bagaimana instansi pemerintah melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pengembangan kompetensi? Metode penelitian pustaka digunakan untuk pengumpulan data dan digunakan teknik

analisis deskriptif. Dokumen utama yang digunakan sebagai sumber data berupa buku Pedoman Pengembangan

Kompetensi Aparatur Sipil Negara dan laporan penelitian tentang pengembangan kompetensi. Hasil penelitian

menunjukkan penilaian kesenjangan kompetensi melalui metode assessment center menghadapi kendala biaya

karena jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dinilai sangat banyak; dan instansi pemerintah pada umumnya belum

menyusun standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural.

  Kata Kunci: Reformasi Administrasi, Kesenjangan Kompetensi, Standar Kompetensi.

  pengelolaan aparatur sipil Negara 1.

   PENDAHULUAN

  Reformasi administrasi melalui berdasarkan sistem merit yang pengembangan kompetensi pegawai menitikberatkan perhatian pada negeri sipil dilandasi oleh peraturan kualifikasi, kompetensi dan kinerja perundang-undangan. Undang-Undang aparatur sipil Negara. Selanjutnya, Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Sipil Negara (ASN) mengamanahkan dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah

  Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |129 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017

  Wisber Wiryanto |130

  Nomor

  11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil memiliki hak dan kesempatan minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran per tahun untuk mengembangkan kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural. Konsekwensinya, instansi pemerintah pusat seperti kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus menyelenggarakan pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi agar efisien dan efektif. Widia Eka Wardani, et.al (2015) dalam kajian pengembangan kompetensi aparatur melalui pendidikan dan pelatihan di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur, menyatakan bahwa pengembangan kompetensi Pegawai yang telah dilakukan belum mencapai hasil yang optimal. Kurang optimalnya pengembangan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan disebabkan oleh kurangnya alokasi dana yang dianggarkan untuk melakukan diklat bagi aparatur, serta masih kurangnya minat diantara aparatur untuk mengikuti diklat. Terkait dengan kebutuhan penyusunan standar kompetensi, Dewi Sartika (2016) melakukan kajian penyusunan standar kompetensi sosial kultural untuk jabatan pimpinan tinggi di pemerintah daerah, disebabkan adanya problematika dalam peningkatan kapasitas pegawai ASN. Oleh karenanya, perlu penyusunan standar kompetensi sosial kultural. Hal senada, Rati Sumanti (2016) dalam kajian pengembangan kompetensi sosial kultural pegawai ASN di daerah, menyatakan tantangan pemerintah cukup berat karena masih ada pegawai yang mengabaikan nilai-nilai sosial kultural yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan perilaku seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh sebab itu, perlu pengembangan nilai-nilai sosial kultural menjadi kompetensi sosial kultural yang harus dimiliki oleh setiap pegawai ASN agar mampu berperan secara multi dimensional.

  Selanjutnya, Wisber Wiryanto (2017) dalam kajian kebijakan penguatan pengembangan ASN melalui penyusunan standar kompetensi, menyatakan kebijakan penyusunan standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural dibutuhkan untuk pengembangan kompetensi. Namun, belum ditetapkan ke dalam bentuk peraturan Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) berdasarkan usulan instansi pemerintah terkait. Oleh karena itu, instansi pemerintah terkait perlu mengajukan usulan kebijakan penyusunan standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural sehingga dapat dilakukan pengukuran/ penilaian kesenjangan kompetensi untuk pengembangan kompetensi. Selain itu, Wisber Wiryanto (2017) dalam kajian penilaian kesenjangan kompetensi aparatur negara, menyatakan kendala penilaian kompetensi melalui metode assesmen center oleh

  asesssor, karena jumlah pegawai ASN

  yang sangat banyak dan harus dinilai melalui uji kompetensi; mahalnya biaya untuk menilai pegawai ASN yang jumlahnya besar sedangkan dana yang tersedia terbatas; serta belum memiliki standar kompetensi. Oleh sebab itu, perlu alternatif metode penilaian kesenjangan kompetensi ASN yang lebih efisien berupa metode penilaian 360 Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |131 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072

  derajat atau metode evaluasi atasan langsung. Hasil penelusuran terhadap kajian literatur sebagaimana uraian di atas, menunjukkan adanya permasalahan reformasi administrasi antara lain belum meningkatnya kapasitas pegawai negeri sipil, belum tersusunnya standar kompetensi dan kendala penilaian kesenjangan kompetensi. Kendala penilaian kesenjangan kompetensi disebabkan sebagian besar instansi memang belum menyusun standar kompetensi, karena instansi yang telah menyusun belum mencapai 3%. Data penunjang terkait dengan kesenjangan ini disajikan dalam tabel 1 berikut.

  Tabel 1: Instansi yang telah menyusun standar kompetensi tahun 2016 Instansi Pemerintah

  Jumlah Instansi Instansi yang telah menyu- sun standar kompetensi(%)

  Mana- jerial Teknis Sosial

  Kultural K/L 77 10% 6% 0% Provinsi 34 5% 5% 0% Kab./Kota 508 1,3% 0% 0%

  Jumlah 619 2,75% 1,13% 0% Sumber: BKN Tahun 2016, dalam Kemenpan RB. 2017, paparan Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan ASN, Jakarta: 6.

  Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dipandang perlu melakukan kajian kebijakan reformasi administrasi pada aspek lain yang belum diteliti yaitu pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Dengan rumusan permasalahan, bagaimana instansi pemerintah melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi? Tujuan kajian ini untuk mengetahui langkah- langkah yang dilakukan instansi pemerintah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi.

  2. METODE PENELITIAN

  Kajian ini difokuskan pada kebijakan reformasi administrasi melalui pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil, dengan mengambil lokus di Indonesia, dan kajian ini dilakukan pada tahun 2017.Kajian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian pustaka

  (library research). Penelitian pustaka

  dilakukan dengan caramembaca dan menelaah literatur, penelitian terdahulu, dan kebijakan yang relevan dengan penelitian ini.

  Dokumen utama yang digunakan berupa buku Pedoman Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara yang diterbitkan Lembaga Administrasi Negara, tahun 2016. Di samping itu, juga beberapa hasil kajian yang ditulis oleh: (1) Widia Eka Wardani, et.al (2015) dalam kajian pengembangan kompetensi aparatur melalui pendidikan dan pelatihan di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur; (2) Dewi Sartika (2016) melakukan kajian penyusunan standar kompetensi sosial kultural untuk jabatan pimpinan tinggi di pemerintah daerah; (3) Rati Sumanti (2016) dalam kajian pengembangan kompetensi sosial kultural pegawai ASN di daerah; (4) Wisber Wiryanto (2017) dalam kajian kebijakan penguatan pengembangan ASN melalui penyusunan standar kompetensi; dan

  Wisber Wiryanto |132

  dalam kajian penilaian kesenjangan kompetensi aparatur negara. Melalui penelitian pustaka dilakukan pengumpulan data dan bahan-bahan yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Perolehan data kemudian diolah dan disajikan sebagai hasil temuan penelitian. Selanjutnya, hasil temuan penelitian dibahas menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dan menarik kesimpulan.

  Penyelenggaraan pengembangan kompetensi meliputi perencanaan, pelaksanan dan evaluasinya. Pertama: Perencanaan:Mondy and Noe (1990: 270) dalam LAN (2015:21)mengata-kan bahwa pengembangan SDM adalah direncanakan dan merupakan upaya berkelanjutan yang dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkan tingkat kompetensi dan kinerja organisasi melalui pelatihan, pendidikan dan program-program pengembangan. Kedua, Pelaksanaan: Mathis, Robert L.; Jakson, John H., (2004: 217) dalam LAN (2015: 21) menyatakan bahwa pengembangan SDM dapat dilasanakan melalui pendidikan dan pelatihan. Sifatnya ada yang di dalam kelas dan di luar kelas. Training/pelatihan merupakan proses dimana orang-orang mendapatkan kemampuan yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi. Ketiga, Evaluasi: Mathis, Robert L.; Jakson, John H. (2004: 238) dalam LAN (2015: 22) menjelaskan tentang perlunya evaluasi. Evaluasi pelatihan membandingkan hasil pasca-pelatihan terhadap tujuan yang diharapkan oleh manajer, pelatih, dan peserta pelatihan.

  Sering terjadi, pelatihan dilakukan dengan sedikit pemikiran mengukur dan mengevaluasi seberapa baik hasil pelatihan yang telah dicapai. Karena pelatihan memakan waktu dan biaya maka evaluasi harus dilaksanakan.

  Dengan demikian Tahapan penyeleng- garaan pengembangan kompetensi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Tahapan ini juga dielaborasi di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

  UU ASN ini mengamanahkan pengelolaan ASN berdasarkan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Kompetensi tersebut meliputi: (1) kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis; (2) kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan structural dan manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan (3) kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 sebagai penjabaran Undang- Undang Nomor

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  5 Tahun 2014, menyatakan bahwa, setiap pegawai negeri sipil memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |133 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072

  penilaian kinerja dan penilaian kompetensi pegawai negeri sipil yang bersangkutan. Pengembangan kompe- tensi bagi setiap pegawai negeri sipil dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Konsekwensinya, instansi pemerintah pusat seperti kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus menyeleng- garakan pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi agar efisien dan efektif. Untuk menyelenggarakan pengem- bangan kompetensi yang efisien dan efektif maka setiap instansi pemerintah wajib menyusun perencanaan, pelak- sanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi. Ketentuan umum dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014, dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 sebagaimana diuraikan berikut ini.

  Perencanaan: Tahapan awal

  pengembangan kompetensi dimulai dari perencanaan. Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi dilakukan pada tingkat instansi; dan nasional. Pertama, Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi tingkat instansi. Dalam mengembangkan kompetensi setiap instansi pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing- masing. Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi, terdiri atas inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap pegawai negeri sipil; dan rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi. Rencana pengembangan kompetensi dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi pemerintah. Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja. Analisis kesenjangan kompetensi dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi pegawai negeri sipil dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki. Sedangkan analisis kesenjangan kinerja dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja pegawai negeri sipil dengan target kinerja Jabatan yang diduduki. Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi dilakukan oleh Pejabat yang berwenang. Selanjutnya, kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi meliputi: (1) jenis kompetensi yang perlu dikembangkan; (2) target pegawai negeri sipil yang akan dikembangkan kompetensinya; (3) jenis dan jalur pengembangan kompetensi; (4) penyelenggara pengembangan kompetensi; (5) jadwal atau waktu pelaksanaan; (6) kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi; dan (7) anggaran yang dibutuhkan. Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam sistem informasi pengembangan kompetensi Lembaga Administrasi Negara (LAN).

  Wisber Wiryanto |134

  Kedua , penyusunan rencana

  pengembangan kompetensi nasional dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintahan serta pembangunan. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di tingkat nasional meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural. Pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural dilakukan oleh LAN. Selain itu, kompetensi teknis terdiri atas kompetensi teknis dan kompetensi fungsional. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis. Sedangkan penyusunan rencana pengembangan kompetensi fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. Selanjutnya, rencana pengembangan kompetensi tersebut disampaikan kepada LAN sebagai bahan untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi nasional. Rencana pengembangan kompetensi nasional ditetapkan oleh Menpan dan dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Permasalahan yang dihadapi dalam tahap perencanaan pengembangan kompetensi, antara lain dalam melakukan penilaian kesenjangan kompetensi Pegawai Negeri Sipil melalui metode

  assessment center

  menghadapi kendala biaya karena jumlah pegawai negeri sipil yang dinilai sangat banyak. Dalam rangka menyediakan informasi mengenai kompetensi pegawai negeri sipil dalam profil pegawai negeri sipil, setiap pegawai negeri sipil harus dinilai melalui uji kompetensi. Uji kompetensi tersebut dapat dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independen. Pertanyaan yang timbul dalam melakukan penilaian kesenjangan kompetensi adalah bagaimana upaya instansi Kementerian/ Lembaga/ Daerah melakukan uji kompetensi pegawai negeri sipil di lingkungannya, mengingat instansi menghadapi kendala biaya, dan belum memiliki lembaga penilaian dan tenaga

  assessor sehingga menyebabkan tidak

  dapat diselenggarakannya assessment

  center maupun quasiassessment center,

  di sisi lain, jumlah pegawai yang harus mengikuti assessment cukup banyak? Apakah atasan langsung pegawai negeri sipil yang bersangkutan dapat melakukan uji kompetensi bawahannya? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dicarikan alternatif metode lainnya yang lebih efisien misalnya dengan menerapkan metode evaluasi yang dilakukan oleh atasan langsung, ataupun metode penilaian 360 derajat yaitu tidak saja melibatkan atasan langsung tetapi juga rekan kerja lainnya.

  Di samping itu, permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan pengembangan kompetensi adalah ketersediaan standar kompetensi, karena instansi pemerintah pada umumnya belum menyusun standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural. Standar kompetensi baru dapat disusun oleh sebagaian kecil instansi kementerian/ lembaga/daerah, padahal dalam pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil, kebutuhan standar kompetensi dalam rangka pengembangan kompetensi mutlak diperlukan. Terkait dengan kebijakan standar kompetensi jabatan teknis, manajerial dan sosial kultural, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |135 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072

  Negara merupakan instansi yang berwenang menetapkan kebijakan standar kompetensi jabatan pegawai. Kebijakan penyusunan standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural tersebut dibutuhkan untuk pengembangan kompetensi. Namun, kebijakan tersebut belum ditetapkan ke dalam bentuk peraturan Menpan berdasarkan usulan instansi pemerintah terkait. Oleh sebab itu, instansi pemerintah terkait perlu mengajukan usulan kebijakan penyusunan standar kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural sehingga dapat dilakukan pengukuran/ penilaian kesenjangan kompetensi untuk pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil. Sebagaimana telah disajikan dalam tabel 1 bahwa instansi pemerintah pada umumnya belum memiliki standar kompetensi manajerial, maka untuk mengatasi masalah perencanaan pengembangan kompetensi manajerial tersebut perlu disiapkanstandar kompetensi manajerial. Contoh standar kompetensi manajerial, lihat tabel 2.

  Tabel 2: Standar Kompetensi Manajerial Nama Jabatan : Kepala Sub Bagian TU Jenjang Jabatan: Iva, Unit Kerja : X No Kompetensi Level

  1. Berorientasi kualitas (BpK) Memperbaiki/menelaah ulang proses kerja untuk mendapat hasil kerja lebih baik (level 3)

  2. Berpikir Konseptual (BK) Menyimpulkan keterkaitan pola/hubungan dari informasi yang ada menjadi rumusan yang jelas komprehensif (level 2)

  3. Integritas (Int) Menerapkan norma/etika organisasi sebagai pada dirinya dalam segala situasi/kondisi (level 2)

  4. Berorientasi Pelayanan (BpP) Memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai sumberdaya organisasi

  5. Perhatian terhadap keteraturan (PtK)

  Memelihara lingkungan kerja: meja, berkas, perkakas, dll dalam susunan yang baik/teratur (level 2).

  Sumber: Peraturan Kepala BKN No.7/2013 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Manajerial.

  Hal yang penting adalah bahwa Standar/ pedoman penyusunan standar kompetensi manajerial harus ditetapkan oleh Kemenpan RB berdasarkan usulan instansi pemerintah. Dan ada tingkat/level kompetensi sebagai ukuran kompetensi.

  Pelaksanaan: Dalam penyelenggaraan

  pengembangan kompetensi perencanaan yang telah disusun menjadi acuan pelaksanaan pengembangan kompetensi. Kebijakan pelaksanaan pengembangan kompetensi, sebagai berikut: Pertama, setiap Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan pengembangan kompetensi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan; dan/atau pelatihan. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian pegawai negeri sipil melalui pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar. Pemberian tugas belajar diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal. Pengembangan kompetensi dalam

  Wisber Wiryanto |136

  bentuk pelatihan klasikal dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Sedangkan pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal dilakukan paling kurang melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta. Pengembangan kompetensi melalui pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Lembaga Administrasi Negara dan Badan Kepegawaian Negara.

  Kedua, mekanisme pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara: (1) mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang bersangkutan; (2) bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; atau (3) bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen. Ketiga, ada berbagai jalur pilihan yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis, manajerial dan sosial kultural.

  Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dapat dilakukan secara berjenjang. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan. Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi. Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing-masing instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Adapun, pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional. Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi. Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-masing instansi pembina jabatan fungsional dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara.

  Selanjutnya, pelaksanaan pengembangan kompetensi sosial kultural dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi sosial kultural dilaksanakan untuk memenuhi kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan. Pengembangan kompetensi sosial kultural ditetapkan oleh LAN. Pelatihan kompetensi sosial kultural diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi. Akreditasi pelatihan ini dilaksanakan oleh LAN. Berikutnya, pelaksanaan pengembangan kompetensi manajerial dilakukan Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |137 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072

  melalui jalur pelatihan. Pelaksanaan pengembangan kompetensi manajerial melalui jalur pelatihan dilakukan melalui pelatihan struktural. Pelatihan struktural terdiri atas: kepemimpinan madya; kepemimpinan pratama; kepemimpinan administrator; dan kepemimpinan pengawas. Pelatihan struktural kepemimpinan madya diselenggarakan oleh LAN; sedangkan Pelatihan struktural kepemimpinan pratama, kepemimpinan administrator, dan kepemimpinan pengawas diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah terakreditasi. Akreditasi pelatihan struktural kepemimpinan dilaksanakan oleh LAN. LAN bertanggungjawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan pengembangan kompetensi. Selanjutnya, pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan melalui sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

  coaching

  coach dan mentor; serta umpan balik

  instansi dan/atau instansi yang membidangi pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil. Penetapan pejabat yang menjadi coach dan mentor; dilakukannya pembekalan untuk para

  coach dan mentor yang disusun oleh

  Tersedianya petunjuk teknis bagi para

  mentoring. Tersedianya kriteria pejabat yang menjadi coach dan mentor.

  dan

  coaching

  meningkatkan kompetensi teknis pegawai; sedangkan mentoring diberikan untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai.Ketentuan

  mentoring.Coaching diberikan untuk

  dan

  diperhatikan kriteria pengembangan kompetensi melalui

  Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi adalah jumlah PNS yang sangat besar, belum seluruh jenis jabatan disusun standar kompetensinya, dan belum semua PNS berkesempatan mengembangkan kompetensi manajerial, teknis dan sosial kultural dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan kompetensi.

  mentoring (LAN, 2016) harus

  Dalam melaksanakan coaching dan

  merupakan bimbingan yang diberikan secara langsung oleh atasan pegawai yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

  mentoring.Coaching dan mentoring

  Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengembangan kompetensi melalui jalur non-klasikal seperti coaching dan

  Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan kompetensiini disebabkan oleh terutama kendala pembiayaan pelaksanaan pengembangan kompetensiakan membutuhkan biaya yang besar apalagi bila dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal.

  2016,

  Umum 1.659.304 37,93% Jumlah 4.374.341 100% Sumber: Data Umum Statistik PNS, Desember

  Jabatan Fungsional Tertentu 2.284.863 52,23% Jabatan Fungsional

  Tabel 3: Jumlah PNS berdasarkan jenis Jabatan Tahun 2016 Jenis Jabatan Jumlah Persen Jabatan Struktural 430.174 9,83%

  kegiatan coaching dan mentoring dilakukan secara berkala. Selain itu, permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan

  Wisber Wiryanto |138

  kompetensi adalah konversi program pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil. Konversi merupakan rekapitulasi dari pembobotan program pengembangan kompetensi. Apakah hak pegawai negeri sipil untuk mendapatkan pengembangan kompetensi minimal 20 (duapuluh) jam pelajaran per tahun, dapat dilaksanakan atau tidak. Hasil dari rekapitulasi program pengembangan kompetensi yang telah dilaksanakan akan menjadi acuan perbaikan bagi pelaksanaan program pengembangan kompetensi pada tahun berikutnya.

  Evaluasi: Tahapan akhir pengembangan

  kompetensi pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh instansi adalah evaluasi. Setiap Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Evaluasi pengembangan kompetensi mencakup kompetensi manajerial, sosial kultural dan teknis, sebagaimana diuraikan berikut ini. Evaluasi pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural pegawai negeri sipil dengan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Evaluasi pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural dilakukan oleh LAN. Selanjutnya, hasil evaluasi pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural disampaikan kepada Menpan.

  Sedangkan evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi teknis pegawai negeri sipil dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier. Evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis masing- masing. Hasil evaluasi pengembangan kompetensi teknis disampaikan kepada Menpan melalui LAN. Di samping itu, dilakukan evaluasi pengembangan kompetensi fungsional. Evaluasi ini dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi fungsional pegawai negeri sipil dengan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. Hasil evaluasi pengembangan kompetensi fungsional disampaikan kepada Menpan melalui LAN. Akhirnya, hasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

  Permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil terkait dengan beberapa pertanyaan. Apa saja yang harus dilakukan instansi kementerian/ lembaga/ daerah dalam mengevaluasi hasil pengembangan kompetensi? Bagaimana hasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dalam sistem informasi pegawai negeri sipil? Evaluasi pengembangan kompetensi dilakukan instansi pemerintah melalui analisis dan penilaian kesesuaian pelaksanaan pengembangan kompetensi dengan rencana pengembangan Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |139 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072

  kompetensi. Hasilnya digunakan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan kegiatan pengembangan kompetensi tahun berikutnya. Dalam evaluasi ini dapat dilakukan konversi pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil yang telah diikuti selama setahun ke dalam jumlah jam pelajaran per tahun.

  Hasil konversi digunakan sebagai bahan untuk menilai pemenuhan hak pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 tahun, sehingga akan diketahui pemenuhan hak pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil dalam 3 (tiga) kriteria sebagai berikut: (1) di bawah; (2) sama dengan; dan (3) di atas, dari batasan minimal jam pelajaran yang menjadi hak pegawai negeri sipil per tahun. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil, setidaknya, dalam evaluasi pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil dapat dilakukan pencapaian target 20 (dua puluh) jam pelajaran pengembangan kompetensi yang menjadi hak pegawai negeri sipil per tahun. Bila tidak terpenuhi maka perlu dicarikan solusinya, misalnya dengan melakukan pengembangan kompetensi secara non klasikal melalui coaching atau mentoring yang dapat dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya.

  Permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi pengembangan kompetensi dapat saja menyangkut bagaimana memenuhi hak pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 tahun. Namun, data evaluasi tentang hal ini belum ada sehingga belum dapat disajikan disini. Hal ini disebabkan kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor

  11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang di dalamnya memuat evaluasi pengembangan kompetensi, baru diberlakukan, Selanjutnya, hasil evaluasi pengembangan kompetensi dijadikan masukan bagi perencanaan pengembangan kompetensi tahun berikutnya.Penyampaian informasi tentang: perencanaan pengembangan kompetensi; dan pelaksanaan pengembangan kompetensi, ke dalam sistem informasi pengembangan kompetensi LAN (sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan sistem informasi ASN). Beberapa pertanyaan tentang pemanfaatan hasil pengembangan kompetensi dapat diajukan dalam melakukan evaluasi. Misalnya, sejauhmana pegawai negeri sipil yang telah mengikuti pelatihan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku positif dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sejauhmana pegawai negeri sipil yang telah mengikuti pelatihan digunakan/dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pengendalian penempatan pegawai negeri sipil?Hasil evaluasi ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier pegawai negeri sipil.

  4. PENUTUP

  Kesimpulan langkah-langkah yang dilakukan instansi pemerintah dalam pengembangan kompetensi meliputi perencanaan pengembangan kompetensi namun kendala penilaian kesenjangan

  Wisber Wiryanto |140

  Pusat Kajian Reformasi Administrasi. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian

  Kompetensi Sosial Kultural Pegawai Aparatur Sipil Negara di

  Besar: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara. Sumanti, Rati. (2016) Pengembangan

  06 Nomor 01: 1081-1093. Aceh

  Transformasi Administrasi Volume

  Standar Kompetensi Sosial Kultural untuk Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintahan Daerah. Jurnal

  Republik Indonesia Nomor 63, 2017. Sartika, Dewi. (2016) Penyusunan

  Negeri Sipil. Lembaran Negara

  Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai

  Standar Kompetensi Manajerial .

  Negara Noomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

  Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, Jakarta:

  kompetensi dan belum tersedianya standar kompetensi managerial, teknis dan sosial kultural merupakan persoalan yang perlu diatasi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi membutuhkan pembiayaan yang besar apabila dilakukan melalui jalur klasikal daripada nonklasikal. Evaluasi pengembangan kompetensi dilakukan untuk mengetahui pencapaian target pengembangan kompetensi yang menjadi hak pegawai negeri sipil minimal 20 (dua puluh) jam pelajaran per tahun.

  Desember 2015. Kajian Grand

  Pusat Kajian Reformasi Administrasi. Lembaga Administrasi Negara,

  Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara , Jakarta:

  Lembaga Administrasi Negara, Desember 2016. Pedoman

  Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional (90- 110). Yogyakarta: Penerbit Gava Media dan MAP-UGM.

  Effendi, Sofian. (2009). Reformasi Aparatur Negara guna mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka. Dalam Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo (ed).

  Badan Kepegawaian Negara, 2016, dalam Kementerian Pendaya- gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nirokrasi , 2017, Paparan Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan ASN, Jakarta: 6.

  Badan Kepegawaian Negara, Data Umum Statistik PNS, Desember

  oleh atasan langsung. Evaluasi pengembangan kompetensi perlu dilakukan sebagai umpan balik untuk memperbaiki perencanaan pengembangan kompetensi tahun berikutnya.

  coaching dan mentoring yang dilakukan

  Saran langkah yang dilakukan instansi pemerintah kementerian/ lembaga/ daerah pengembangan kompetensi dalam perencanaan perlu melakukan penilaian kesenjangan kompetensi melalui penilaian atasan langsung ataupun penilaian 360 (tigaratus enampuluh) derajat. Pelaksanaan pengembangan kompetensi dilakukan melalui jalur non klasikal dalam bentuk

5. DAFTAR PUSTAKA

  Daerah (Studi Kasus di Aceh dan Sumatera Utara). Jurnal

  Transformasi Administrasi Volume

06 Nomor 01: 1060-1080. Aceh

  Besar: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara. Thoha, Miftah. (2014). Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia.

  Jakarta: Prenadamedia Group. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

  Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6. Widia Eka Wardani, et.al (2015)

  Pengembangan Kompetensi Aparatur melalui Pendidikan dan Pelatihan di Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur.

  eJournal Administrative Reform, 2015, 1 (1): 99-111 ISSN 2338- 7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id

  Wiryanto, Wisber. (2017). Penilaian Kesenjangan Kompetensi Pegawai Aparatur Sipil Negara, makalah yang telah diterima dan dipresentasikan dalam konferensi nasional ilmu administrasi negara, STIA-LAN Bandung, 19 Juli 2017.

  Wiryanto, Wisber. (2017). Kebijakan Penguatan Pengembangan ASN melalui Penyusunan Standar Kompetensi. Proceeding Interna-

  tional Seminar: Reconstructing Public Administration Reform To Build World Class Government,

  National Institute of Publc Administration Republic of Indonesia, (34-45).

  Email : jtrap@ppj.unp.ac.id | http://jtrap.ppj.unp.ac.id |141 e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072 Vol. 1 No. 2 Tahun 2017