PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP HAMA WALANG SANGIT (Leptocorisa oratorius) PADA TANAMAN PADI
Jurnal Dinamika, April 2012, halaman 12 - 18
ISSN 2087 - 7889
Vol. 03. No. 1
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia)
SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP HAMA WALANG
SANGIT (Leptocorisa oratorius) PADA TANAMAN PADI
Pauline Destinugrainy Kasi
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA
Universitas Cokroaminoto Palopo
ABSTRAK
Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan
dan keracunan bagi hewan dan manusia. Untuk itu dicari pengganti berupa insektisida
nabati. Ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi 250 g/l dapat
mematikan rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) pada tanaman
padi. Ekstrak daun jeruk nipis memiliki senyawa metabolit sekunder berupa limonen,
limonoid, dan saponin yang bertindak sebagai repellent, antifeedant, dan racun bagi hama
walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis dapat dijadikan sebagai insektisida nabati untuk
mengatasi hama walang sangit pada tanaman padi.
Kata kunci: Ekstrak daun jeruk nipis, imsektisida nabati, walang sangit, padi
PENDAHULUAN
Subsektor perkebunan merupakan
penghasil komoditas ekspor yang menjadi
salah satu sumber devisa penting bagi
negara. Adanya gangguan dari organisme
pengganggu tanaman (OPT) seringkali
menjadi faktor penghalang produktivitas.
Gangguan biasanya dimulai sejak tanaman
di lapang hingga di penyimpanan. Salah
satu OPT yang potensial menurunkan
produktivitas adalah serangga hama.
Salah satu serangga penting di lahan
pertanian yaitu walang sangit (Leptocorisa
oratorius). Walang sangit berasal dari
Famili Coreidae, Ordo Hemiptera. Walang
sangit merupakan sejenis kepik berwarna
coklat (dewasa) atau hijau (muda), dengan
morfologi tubuh berbentukk panjang
langsing. Stadium perkembangan walang
sangit dimulai dari telur, nimfa dan imago.
Walang sangit dewasa biasanya bertelur
12
pada sore hari, dan aktif menyerang
inangnya pada pagi dan sore hari. Hama
ini menyerang tanaman padi setelah padi
berbunga setiap musim (Domingo et. al.,
1982). Bulir padi dirusak dengan
rostrumnya, kemudian cairan bulir
dihisap. Akibatnya pertumbuhan bulir
padi tidak sempurna dan dapat
menurunkan produksi padi. Padi yang
telah dihisap juga rentan terhadap
cendawan
Helminthosporium
yang
ditandai dengan warna putih coklat atau
kehitaman. Nimfa walang sangit lebih
aktif dibandingkan imago, tetapi imago
dapat menghisap cairan bulir lebih banyak
(Kartohardjono et al., 2009).
Penggunaan
pestisida
sintetik
merupakan metode umum dalam upaya
pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang
tanaman
pertanian.
Kebanyakan pestisida sintetik memiliki
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
sifat non spesifik, yaitu tak hanya
membunuh jasad sasaran tetapi juga
membunuh organisme lain. Pestisida
kimia dianggap sebagai bahan pengendali
hama penyakit yang paling praktis, mudah
diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya
cepat terlihat. Padahal penggunaannya
sering menimbulkan masalah seperti
pencemaran
lingkungan,
keracunan
terhadap manusia dan hewan peliharaan
dan dapat mengakibatkan resistensi serta
resurgensi bagi hama serangga (Rejesus,
1986; Stoll, 1988; Thamrin dan Asikin,
2005). Selain itu Ahmed (1995)
mengemukakan bahwa lebih dari 400.000
kasus keracunan setiap tahunnya dan 1,5%
diantaranya sangat parah, serta terjadinya
kontaminasi air, tanah, udara yang
berdampak negatif terhadap kesehatan
manusia.
Timbulnya
masalah-masalah
tersebut
menjadi
stimulan
yang
meningkatkan minat terhadap upaya
pengendalian hama secara terpadu (PHT)
(Soetopo dan Indrayani, 2007). Alternatif
yang dapat dilakukan adalah dengan
memanfaatkan tumbuhan untuk diramu
menjadi sediaan insektisida nabati
(Schumetterer, 1995). Sedikitnya 2000
jenis tumbuhan dari berbagai famili telah
dilaporkan dapat berpengaruh buruk
terhadap organisme pengganggu tanaman,
diantaranya terdapat paling sedikit 850
jenis tumbuhan yang aktif terhadap
serangga (Prakash dan Rao, 1977).
Selama
dekade
terakhir
terdapat
peningkatan minat yang besar dalam
pencarian senyawa insektisida dari
tumbuhan (Schmutterer, 1995).
Menurut Kardiman dan Ruhnayat
(2003), tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahas dasar pestisida nabati
adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: biasanya dijadikan sebagai
tanaman obat baik bagi manusia maupun
hewan, tidak terganggu atas kehadiran
OPT di sekitarnya dan biasanya
mengeluarkan aroma khas.
Insektisida
nabati
memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
insektisida kimia. Di alam, insektisida
nabati memiliki sifat yang tidak stabil dan
mudah didegradasi secara alami (Arnason
et.al., 1993). Tingkat toksisitas insketisida
nabati tergolong rendah dan tidak merusak
tanaman inang. Di samping itu, bahan
dasar insektisida nabati mudah didapat
dan harganya terjangkau bagi petani.
Beberapa famili tumbuhan yang
dianggap merupakan sumber potensi
insektisida nabati adalah Meliaceae,
Annonaceae, Asteraceae, dan Rutaceae
(Arnason et al., 1993). Di dalam
tumbuhan tersebut terkandung senyawa
aktif yang digunakan sebagai insektisida.
Bagian tumbuhan yang sering digunakan
adalah akar, batang, daun dan buah.
Senyawa aktif yang dimaksud adalah
metabolit sekunder yang berupa senyawa
terpenoid, fenolit dan alkaloid. Minyak
atsiri atau dikenal dengan minyak esensial
(citronella) merupakan salah satu turunan
dari terpenoid. Beberapa tanaman yang
mengandung minyak atsiri antara lain
sereh, kenanga, eukaliptus, dan jeruk.
Pemanfaatan minyak atsiri antara lain
digunakan untuk mengatasi nyamuk Aedes
agepty dan nyamuk Culex (Martini et.al.,
2002; Tjahjani, 2008; Kurniawan, 2009).
Senyawa turunan terpenoid lainya adalah
limonoid
dan
saponin.
Limonoid
berfungsi untuk sebagai antifeedant
sedangkan saponin merupakan racun pada
saluran pencernaan hewan (Taiz and
13
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
Zeiger, 2002)
Insektisida
nabati
biasanya
berfungsi seperti berikut: (1) repellent,
yaitu menolak kehadiran serangga
terutama disebabkan baunya yang
menyengat; (2) antifeedant, menyebabkan
serangga tidak menyukai tanaman,
misalnya disebabkan rasa yang pahit; (3)
mencegah serangga meletakkan telur dan
menghentikan proses penetasan telur; (4)
racun syaraf; (5) mengacaukan sistem
hormon di dalam tubuh serangga; dan (6)
attraktan, sebagai pemikat kehadiran
serangga yang dapat digunakan sebagai
perangkap.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai
insektisida nabati terhadap hama walang
sangit (Leptocorisa oratorius) yang
menyerang
tanaman
padi.
Dalam
penelitian ini akan dikaji konsentrasi
ekstrak daun jeruk nipis yang dapat
mematikan hama walang sangit pada
tanaman padi. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
pemanfaatan ekstrak daun jeruk nipis
sebagai insektisida nabati terhadap hama
walang sangit, sehingga penggunaan
insektisida kimia dapat ditekan.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian
ini antara lain blender, timbangan, kertas
label, saringan, sprayer, botol kaca, dan
waring serangga.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain daun jeruk nipis,
sabun colek, air, walang sangit, dan
14
tanaman padi yang berbuah.
Cara Kerja
Daun jeruk nipis ditimbang masingmasing sebanyak 100 gram, 150 gram,
200 gram, dan 250 gram. Daun dicuci
bersih dengan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran. Daun yang telah
dicuci dimasukkan ke dalam blender dan
disaring untuk mendapatkan ekstraknya.
Kemudian ditambahkan sabun colek
dengan konsentrasi 1 gram sabun untuk 1
liter ekstrak daun nipis. Ekstrak disimpan
di dalam botol kaca dan dibiarkan selama
30-60 menit sebelum diaplikasikan pada
walang sangit.
Pada penelitian ini digunakan
metode rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri atas 5 perlakuan yaitu:
P0 = tanpa pemberian ekstak daun jeruk
nipis (kontrol); P1 = pemberian ekstrak
daun jeruk nipis dengan konsentrasi 100
gr/liter (w/v); P2 = pemberian ekstrak
daun jeruk nipis dengan konsentrasi 150
gr/liter (w/v);
P3 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis
dengan konsentrasi 200 gr/liter (w/v); P4
= pemberian ekstrak daun jeruk nipis
dengan konsentrasi 250 gr/liter (w/v).
Untuk setiap perlakuan dilakukan ulangan
sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga jumlah
unit pengamatan adalah 15 waring.
Sebanyak 10 ekor hama walang
sangit dimasukkan ke dalam setiap waring
yang berisi tanaman padi yang sudah
berbuah. Kemudian esktrak daun jeruk
nipis disemprotkan ke masing-masing
waring sesuai dengan perlakuan. Setelah
didiamkan selama 3 hari, diamati jumlah
walang sangit yang mati pada setiap
waring. Data yang diperoleh akan dianalis
dengan uji beda nyata ANAVA pada skala
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
kepercayaan 95% (Fα = 0,05). Jika ada
beda nyata akan dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α =
0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bulir padi merupakan sumber
makanan bagi hama walang sangit.
Walang sangit akan menghisap cairan
bulir padi sehingga bulir menjadi kosong.
Hama walang sangit yang dimasukkan ke
masing-masing
waring
mengalami
pengurangan jumlah setelah tanaman
disemprotkan dengan ekstrak daun jeruk
nipis. Jumlah hama walang sangit yang
mati berbeda untuk setiap perlakuan
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
(Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah hama walang sangit yang mati setelah aplikasi esktrak daun jeruk nipis
pada tanaman padi.
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rerata
Kontrol
1
-
1
0,67 a
Konsentrat 100 g/l (w/v)
8
7
6
7 bc
Konsentrat 150 g/l (w/v)
8
7
7
7,3 c
Konsentrat 200 g/l (w/v)
6
7
7
6,67 b
Konsentrat 250 g/l (w/v)
9
8
10
9d
*Angka dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (α =
0,05)
Berdasarkan data pada Tabel 1
dapat dilihat bahwa ada perbedaan
jumlah kematian hama walang sangit
pada konsentrasi ekstrak jeruk nipis yang
berbeda. Ekstrak daun jeruk nipis dengan
konsentrasi 250 g/l menghasilkan jumlah
kematian walang sangit terbanyak, ratarata 9 dari 10 walang sangit mengalami
kematian.
Ekstrak
daun
jeruk
nipis
mengandung
beberapa
metabolit
sekunder yaitu limonoid, saponin, dan
minyak atsiri. Ketiga metabolit sekunder
tersebut merupakan turunan dari senyawa
terpenoid, dan berkerja secara simultan
untuk mengatasi
hama serangga.
Limonoid pada ekstrak daun jeruk nipis
bertindak sebagai antifeedant, dimana
limonoid memberikan rasa pahit pada
jeruk. Rasa pahit ini tidak disukai oleh
walang sangit dan serangga lain pada
umumnya, sehingga serangga akan
menghindari / tidak memakan tanaman
padi. Akibatnya, walang sangit yang ada
di dalam waring tidak mendapatkan
makanan dan mati.
Minyak atsiri pada estrak daun
jeruk adalah senyawa limonen. Limonen
bertindak sebagai repellent. Aroma dari
minyak atsiri tersebut tidak disukai oleh
walang sangit, sehingga walang sangit
tidak akan memakan tanaman yang telah
diaplikasikan dengan ektrak dau jeruk
nipis. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martini et.al. (2002)
yang menggunakan ekstrak dari beberapa
15
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
jeruk sebagai repellen untuk mencegah
nyamuk demam berdarah Aedes aegepty
dan nyamuk Culex yang mengakibatkan
penyakit kaki gajah.
Metabolit sekunder yang ketiga
adalah saponin. Saponin pada ekstrak
daun jeruk nipis akan bereaksi dengan air
sebagai pelarut dan menimbulkan busa
seperti pada sabun. Saponin menjadi
racun pada saluran pencernaan serangga.
Apabila ada bagian tanaman yang telah
diaplikasikan dengan wkstrak daun jeruk
nipis dimakan oleh walang sangit, maka
saponin akan bereaksi dengan air di
dalam tubuh walang sangit dan menjadi
racun yang mematikan bagi walang
sangit tersebut.
Menurut Pridjono dan Triwidodo
(1994), ekstraksi senyawa pestisida dari
bahan tanman memerlukan pelarut
berupa etanol, metanol, aseton, dan triton.
Pelarut organik ini dapat meningkatkan
efektivitas penetrasi senyawa metabolit
sekunder pada tanaman inang. Akan
tetapi, bahan pelarut di atas sulit
didapatkan dengan harga murah. Untuk
itu digunakan pelarut organik lainnya
berupa deterjen atau sabun colek. Selain
harganya murah, penggunaannya tidak
sulit khusunya bagi petani. Deterjen atau
sabun colek juga mampu menghilangkan
lapisan lilin pada tanaman sehingga
esktrak daun jeruk nipis dapat dengan
mudah menempel pada tanaman.
Deterjen juga dapat melunakkan lapisan
lilin pada kulit serangga (Kardiman dan
Ruhnayat, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan,
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
sebesar 250 g/l (w/v) memberikan hasil
yang efektif untuk mematikan hama
walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis
16
dapat digunakan sebagai insektisida
nabati pada tanaman padi. Pemanfaatan
bahan alami yang mudah didapatkan di
alam
sebagai
insektisida
nabati,
diharapkan dapat menjadi pengganti
insektisida kimia. Dengan demikian biaya
produksi akan berkurang, dan kelestraian
lingkungan tetap terjaga. Akan tetapi,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai aplikasinya di lapang pada
skala yang lebih luas. Selain itu, perlu
diteliti lebih lanjut mengenai efektivitas
penggunaan ekstrak daun jeruk nipis pada
hama serangga lainnya yang dijumpai
bukan hanya pada tanaman padi, tetapi
juga pada tanaman pertanian dan
perkebunan lainnya.
KESIMPULAN
Ekstak daun jeruk nipis dapat
digunakan sebagai bionsektisida untuk
mengatasi hama walang sangit pada
tanaman padi. Dalam skala kecil,
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
sebesar 250 g/l (w/v) dapat mematikan
rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit
pada tanaman padi. Pemanfaatan ekstrak
daun jeruk nipis sebagai insektisida
nabati diharapkan dapat menggantikan
penggunaan insektisida kimia sehingga
dapat menjaga kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S. 1995. Overview of the current
status and future prospects of
botanical pestisides in Asia and the
Pacific. Report of the FAO expert
consultation
on
regional
perspectives for use of botanical
pestisides in Asia and the Pacific,
Bangkok, 28 Oct. 1994. p. 13-17.
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst,
B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P.
Sanchez, L. Poveda, L. San
Roman, M.B. Isman, C. Satasook,
G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra,
J.L.
McLaughlin.
1993.
Insecticides in Tropical Plants
with Non-neurotoxic Modes of
Action. p. 107-151. In K.R.
Downum, J.T. Romeo, H.A.P.
Stafford (eds.), Phytochemical
Potential of Tropical Plants. New
York: Plenum Press.
Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G.
Medrano. 1982. Life history of
rice bug Leptocorisa oratorius F.
IRRN No.6. IRRI, Los Banos,
Philippines.
Kardiman, A. dan A. Ruhnayat. 2003.
Budidaya Tanaman Obat Secara
Organik. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kartohardjono, A., D. Kertoseputro dan
T. Suryana. 2009. Hama Padi
Potensial dan Pengendaliannya.
Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi. Bogor.
Kurniawan, B. 2009. Uji Aktivitas Salep
Minyak Atsiri Bunga Kenanga
(Canangium
odoratum
Baill)
Sebagai Repelan terhadap Nyamuk
Anopheles aconitus Betina. Skripsi.
Fakultas
Farmasi.
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Surakarta.
Martini, L. Santoso., W. Murni. 2002.
Efektifitas Repellent (Daya Tolak)
dari Berbagai Jenis Daun Jeruk
(Citrus sp) terhadap kontak
Nyamuk Aedes aegepty. Laporan
Akhir Penelitian DIK Rutin.
Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Prakash, A and J. Rao. 1997. Botanical
Pesticides in Agriculture. Boca
Raton: Lewis Publishers.
Rejesus, B.M. 1986. Botanical Pest
Control
Research
in
the
Philippines.
University
of
Philippines, Los Banos. 30 pp.
Schmutterer, H. 1995. The neem tree,
Azadirachta indica A. Juss. and
Other Meliaceous plants: Source of
Unique Natural Products for
Integrated
Pest
Management,
Medicine, Industry and Other
Pusposes. Weinham: VCH.
Soetopo, D. dan I. Indrayani. 2007.
Status, Teknologi dan Prospek
Beauveria
bassiana
untuk
Pengendalian Serangga Hama
Tanaman Perkebunan yang Ramah
Lingkungan. Perspektif : Vol 6. No
1 Juni 2007 : 2009-46.
Stoll, G. 1988. Natural Crop Protection,
Best On Local Farm Resource in
the Tropics and Subtropics.
Margraf Publishers. F.R.Germany.
187 pp.
Taiz, L. and E. Zieger. 2002. Plant
Physiology. 3rd edition. Sinauer
Associates.
Thamrin, M dan S. Asikin. 2005. Strategi
Pengendalian Penggerek Batang
Padi Tanpa Insektisida Sintetik di
Lahan Pasang Surut. Prosiding
Seminar
Nasional
”Inovasi
Teknologi Pengelolaan Sumber
daya Lahan dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan” . Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. p 251-260.
17
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
Tjahjani, S. 2008. Efficacy of several
essential oils as Culex and Aedes
repellents. Proc. ASEAN Congr
Trop Med Parasitol: a Hidden
Threat to Global Health. Pp.33-37.
18
ISSN 2087 - 7889
Vol. 03. No. 1
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia)
SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP HAMA WALANG
SANGIT (Leptocorisa oratorius) PADA TANAMAN PADI
Pauline Destinugrainy Kasi
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA
Universitas Cokroaminoto Palopo
ABSTRAK
Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan
dan keracunan bagi hewan dan manusia. Untuk itu dicari pengganti berupa insektisida
nabati. Ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi 250 g/l dapat
mematikan rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) pada tanaman
padi. Ekstrak daun jeruk nipis memiliki senyawa metabolit sekunder berupa limonen,
limonoid, dan saponin yang bertindak sebagai repellent, antifeedant, dan racun bagi hama
walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis dapat dijadikan sebagai insektisida nabati untuk
mengatasi hama walang sangit pada tanaman padi.
Kata kunci: Ekstrak daun jeruk nipis, imsektisida nabati, walang sangit, padi
PENDAHULUAN
Subsektor perkebunan merupakan
penghasil komoditas ekspor yang menjadi
salah satu sumber devisa penting bagi
negara. Adanya gangguan dari organisme
pengganggu tanaman (OPT) seringkali
menjadi faktor penghalang produktivitas.
Gangguan biasanya dimulai sejak tanaman
di lapang hingga di penyimpanan. Salah
satu OPT yang potensial menurunkan
produktivitas adalah serangga hama.
Salah satu serangga penting di lahan
pertanian yaitu walang sangit (Leptocorisa
oratorius). Walang sangit berasal dari
Famili Coreidae, Ordo Hemiptera. Walang
sangit merupakan sejenis kepik berwarna
coklat (dewasa) atau hijau (muda), dengan
morfologi tubuh berbentukk panjang
langsing. Stadium perkembangan walang
sangit dimulai dari telur, nimfa dan imago.
Walang sangit dewasa biasanya bertelur
12
pada sore hari, dan aktif menyerang
inangnya pada pagi dan sore hari. Hama
ini menyerang tanaman padi setelah padi
berbunga setiap musim (Domingo et. al.,
1982). Bulir padi dirusak dengan
rostrumnya, kemudian cairan bulir
dihisap. Akibatnya pertumbuhan bulir
padi tidak sempurna dan dapat
menurunkan produksi padi. Padi yang
telah dihisap juga rentan terhadap
cendawan
Helminthosporium
yang
ditandai dengan warna putih coklat atau
kehitaman. Nimfa walang sangit lebih
aktif dibandingkan imago, tetapi imago
dapat menghisap cairan bulir lebih banyak
(Kartohardjono et al., 2009).
Penggunaan
pestisida
sintetik
merupakan metode umum dalam upaya
pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang
tanaman
pertanian.
Kebanyakan pestisida sintetik memiliki
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
sifat non spesifik, yaitu tak hanya
membunuh jasad sasaran tetapi juga
membunuh organisme lain. Pestisida
kimia dianggap sebagai bahan pengendali
hama penyakit yang paling praktis, mudah
diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya
cepat terlihat. Padahal penggunaannya
sering menimbulkan masalah seperti
pencemaran
lingkungan,
keracunan
terhadap manusia dan hewan peliharaan
dan dapat mengakibatkan resistensi serta
resurgensi bagi hama serangga (Rejesus,
1986; Stoll, 1988; Thamrin dan Asikin,
2005). Selain itu Ahmed (1995)
mengemukakan bahwa lebih dari 400.000
kasus keracunan setiap tahunnya dan 1,5%
diantaranya sangat parah, serta terjadinya
kontaminasi air, tanah, udara yang
berdampak negatif terhadap kesehatan
manusia.
Timbulnya
masalah-masalah
tersebut
menjadi
stimulan
yang
meningkatkan minat terhadap upaya
pengendalian hama secara terpadu (PHT)
(Soetopo dan Indrayani, 2007). Alternatif
yang dapat dilakukan adalah dengan
memanfaatkan tumbuhan untuk diramu
menjadi sediaan insektisida nabati
(Schumetterer, 1995). Sedikitnya 2000
jenis tumbuhan dari berbagai famili telah
dilaporkan dapat berpengaruh buruk
terhadap organisme pengganggu tanaman,
diantaranya terdapat paling sedikit 850
jenis tumbuhan yang aktif terhadap
serangga (Prakash dan Rao, 1977).
Selama
dekade
terakhir
terdapat
peningkatan minat yang besar dalam
pencarian senyawa insektisida dari
tumbuhan (Schmutterer, 1995).
Menurut Kardiman dan Ruhnayat
(2003), tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahas dasar pestisida nabati
adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: biasanya dijadikan sebagai
tanaman obat baik bagi manusia maupun
hewan, tidak terganggu atas kehadiran
OPT di sekitarnya dan biasanya
mengeluarkan aroma khas.
Insektisida
nabati
memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
insektisida kimia. Di alam, insektisida
nabati memiliki sifat yang tidak stabil dan
mudah didegradasi secara alami (Arnason
et.al., 1993). Tingkat toksisitas insketisida
nabati tergolong rendah dan tidak merusak
tanaman inang. Di samping itu, bahan
dasar insektisida nabati mudah didapat
dan harganya terjangkau bagi petani.
Beberapa famili tumbuhan yang
dianggap merupakan sumber potensi
insektisida nabati adalah Meliaceae,
Annonaceae, Asteraceae, dan Rutaceae
(Arnason et al., 1993). Di dalam
tumbuhan tersebut terkandung senyawa
aktif yang digunakan sebagai insektisida.
Bagian tumbuhan yang sering digunakan
adalah akar, batang, daun dan buah.
Senyawa aktif yang dimaksud adalah
metabolit sekunder yang berupa senyawa
terpenoid, fenolit dan alkaloid. Minyak
atsiri atau dikenal dengan minyak esensial
(citronella) merupakan salah satu turunan
dari terpenoid. Beberapa tanaman yang
mengandung minyak atsiri antara lain
sereh, kenanga, eukaliptus, dan jeruk.
Pemanfaatan minyak atsiri antara lain
digunakan untuk mengatasi nyamuk Aedes
agepty dan nyamuk Culex (Martini et.al.,
2002; Tjahjani, 2008; Kurniawan, 2009).
Senyawa turunan terpenoid lainya adalah
limonoid
dan
saponin.
Limonoid
berfungsi untuk sebagai antifeedant
sedangkan saponin merupakan racun pada
saluran pencernaan hewan (Taiz and
13
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
Zeiger, 2002)
Insektisida
nabati
biasanya
berfungsi seperti berikut: (1) repellent,
yaitu menolak kehadiran serangga
terutama disebabkan baunya yang
menyengat; (2) antifeedant, menyebabkan
serangga tidak menyukai tanaman,
misalnya disebabkan rasa yang pahit; (3)
mencegah serangga meletakkan telur dan
menghentikan proses penetasan telur; (4)
racun syaraf; (5) mengacaukan sistem
hormon di dalam tubuh serangga; dan (6)
attraktan, sebagai pemikat kehadiran
serangga yang dapat digunakan sebagai
perangkap.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai
insektisida nabati terhadap hama walang
sangit (Leptocorisa oratorius) yang
menyerang
tanaman
padi.
Dalam
penelitian ini akan dikaji konsentrasi
ekstrak daun jeruk nipis yang dapat
mematikan hama walang sangit pada
tanaman padi. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
pemanfaatan ekstrak daun jeruk nipis
sebagai insektisida nabati terhadap hama
walang sangit, sehingga penggunaan
insektisida kimia dapat ditekan.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian
ini antara lain blender, timbangan, kertas
label, saringan, sprayer, botol kaca, dan
waring serangga.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain daun jeruk nipis,
sabun colek, air, walang sangit, dan
14
tanaman padi yang berbuah.
Cara Kerja
Daun jeruk nipis ditimbang masingmasing sebanyak 100 gram, 150 gram,
200 gram, dan 250 gram. Daun dicuci
bersih dengan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran. Daun yang telah
dicuci dimasukkan ke dalam blender dan
disaring untuk mendapatkan ekstraknya.
Kemudian ditambahkan sabun colek
dengan konsentrasi 1 gram sabun untuk 1
liter ekstrak daun nipis. Ekstrak disimpan
di dalam botol kaca dan dibiarkan selama
30-60 menit sebelum diaplikasikan pada
walang sangit.
Pada penelitian ini digunakan
metode rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri atas 5 perlakuan yaitu:
P0 = tanpa pemberian ekstak daun jeruk
nipis (kontrol); P1 = pemberian ekstrak
daun jeruk nipis dengan konsentrasi 100
gr/liter (w/v); P2 = pemberian ekstrak
daun jeruk nipis dengan konsentrasi 150
gr/liter (w/v);
P3 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis
dengan konsentrasi 200 gr/liter (w/v); P4
= pemberian ekstrak daun jeruk nipis
dengan konsentrasi 250 gr/liter (w/v).
Untuk setiap perlakuan dilakukan ulangan
sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga jumlah
unit pengamatan adalah 15 waring.
Sebanyak 10 ekor hama walang
sangit dimasukkan ke dalam setiap waring
yang berisi tanaman padi yang sudah
berbuah. Kemudian esktrak daun jeruk
nipis disemprotkan ke masing-masing
waring sesuai dengan perlakuan. Setelah
didiamkan selama 3 hari, diamati jumlah
walang sangit yang mati pada setiap
waring. Data yang diperoleh akan dianalis
dengan uji beda nyata ANAVA pada skala
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
kepercayaan 95% (Fα = 0,05). Jika ada
beda nyata akan dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α =
0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bulir padi merupakan sumber
makanan bagi hama walang sangit.
Walang sangit akan menghisap cairan
bulir padi sehingga bulir menjadi kosong.
Hama walang sangit yang dimasukkan ke
masing-masing
waring
mengalami
pengurangan jumlah setelah tanaman
disemprotkan dengan ekstrak daun jeruk
nipis. Jumlah hama walang sangit yang
mati berbeda untuk setiap perlakuan
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
(Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah hama walang sangit yang mati setelah aplikasi esktrak daun jeruk nipis
pada tanaman padi.
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rerata
Kontrol
1
-
1
0,67 a
Konsentrat 100 g/l (w/v)
8
7
6
7 bc
Konsentrat 150 g/l (w/v)
8
7
7
7,3 c
Konsentrat 200 g/l (w/v)
6
7
7
6,67 b
Konsentrat 250 g/l (w/v)
9
8
10
9d
*Angka dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (α =
0,05)
Berdasarkan data pada Tabel 1
dapat dilihat bahwa ada perbedaan
jumlah kematian hama walang sangit
pada konsentrasi ekstrak jeruk nipis yang
berbeda. Ekstrak daun jeruk nipis dengan
konsentrasi 250 g/l menghasilkan jumlah
kematian walang sangit terbanyak, ratarata 9 dari 10 walang sangit mengalami
kematian.
Ekstrak
daun
jeruk
nipis
mengandung
beberapa
metabolit
sekunder yaitu limonoid, saponin, dan
minyak atsiri. Ketiga metabolit sekunder
tersebut merupakan turunan dari senyawa
terpenoid, dan berkerja secara simultan
untuk mengatasi
hama serangga.
Limonoid pada ekstrak daun jeruk nipis
bertindak sebagai antifeedant, dimana
limonoid memberikan rasa pahit pada
jeruk. Rasa pahit ini tidak disukai oleh
walang sangit dan serangga lain pada
umumnya, sehingga serangga akan
menghindari / tidak memakan tanaman
padi. Akibatnya, walang sangit yang ada
di dalam waring tidak mendapatkan
makanan dan mati.
Minyak atsiri pada estrak daun
jeruk adalah senyawa limonen. Limonen
bertindak sebagai repellent. Aroma dari
minyak atsiri tersebut tidak disukai oleh
walang sangit, sehingga walang sangit
tidak akan memakan tanaman yang telah
diaplikasikan dengan ektrak dau jeruk
nipis. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martini et.al. (2002)
yang menggunakan ekstrak dari beberapa
15
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
jeruk sebagai repellen untuk mencegah
nyamuk demam berdarah Aedes aegepty
dan nyamuk Culex yang mengakibatkan
penyakit kaki gajah.
Metabolit sekunder yang ketiga
adalah saponin. Saponin pada ekstrak
daun jeruk nipis akan bereaksi dengan air
sebagai pelarut dan menimbulkan busa
seperti pada sabun. Saponin menjadi
racun pada saluran pencernaan serangga.
Apabila ada bagian tanaman yang telah
diaplikasikan dengan wkstrak daun jeruk
nipis dimakan oleh walang sangit, maka
saponin akan bereaksi dengan air di
dalam tubuh walang sangit dan menjadi
racun yang mematikan bagi walang
sangit tersebut.
Menurut Pridjono dan Triwidodo
(1994), ekstraksi senyawa pestisida dari
bahan tanman memerlukan pelarut
berupa etanol, metanol, aseton, dan triton.
Pelarut organik ini dapat meningkatkan
efektivitas penetrasi senyawa metabolit
sekunder pada tanaman inang. Akan
tetapi, bahan pelarut di atas sulit
didapatkan dengan harga murah. Untuk
itu digunakan pelarut organik lainnya
berupa deterjen atau sabun colek. Selain
harganya murah, penggunaannya tidak
sulit khusunya bagi petani. Deterjen atau
sabun colek juga mampu menghilangkan
lapisan lilin pada tanaman sehingga
esktrak daun jeruk nipis dapat dengan
mudah menempel pada tanaman.
Deterjen juga dapat melunakkan lapisan
lilin pada kulit serangga (Kardiman dan
Ruhnayat, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan,
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
sebesar 250 g/l (w/v) memberikan hasil
yang efektif untuk mematikan hama
walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis
16
dapat digunakan sebagai insektisida
nabati pada tanaman padi. Pemanfaatan
bahan alami yang mudah didapatkan di
alam
sebagai
insektisida
nabati,
diharapkan dapat menjadi pengganti
insektisida kimia. Dengan demikian biaya
produksi akan berkurang, dan kelestraian
lingkungan tetap terjaga. Akan tetapi,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai aplikasinya di lapang pada
skala yang lebih luas. Selain itu, perlu
diteliti lebih lanjut mengenai efektivitas
penggunaan ekstrak daun jeruk nipis pada
hama serangga lainnya yang dijumpai
bukan hanya pada tanaman padi, tetapi
juga pada tanaman pertanian dan
perkebunan lainnya.
KESIMPULAN
Ekstak daun jeruk nipis dapat
digunakan sebagai bionsektisida untuk
mengatasi hama walang sangit pada
tanaman padi. Dalam skala kecil,
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis
sebesar 250 g/l (w/v) dapat mematikan
rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit
pada tanaman padi. Pemanfaatan ekstrak
daun jeruk nipis sebagai insektisida
nabati diharapkan dapat menggantikan
penggunaan insektisida kimia sehingga
dapat menjaga kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S. 1995. Overview of the current
status and future prospects of
botanical pestisides in Asia and the
Pacific. Report of the FAO expert
consultation
on
regional
perspectives for use of botanical
pestisides in Asia and the Pacific,
Bangkok, 28 Oct. 1994. p. 13-17.
Pauline Destinugrainy Kasi (2012)
Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst,
B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P.
Sanchez, L. Poveda, L. San
Roman, M.B. Isman, C. Satasook,
G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra,
J.L.
McLaughlin.
1993.
Insecticides in Tropical Plants
with Non-neurotoxic Modes of
Action. p. 107-151. In K.R.
Downum, J.T. Romeo, H.A.P.
Stafford (eds.), Phytochemical
Potential of Tropical Plants. New
York: Plenum Press.
Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G.
Medrano. 1982. Life history of
rice bug Leptocorisa oratorius F.
IRRN No.6. IRRI, Los Banos,
Philippines.
Kardiman, A. dan A. Ruhnayat. 2003.
Budidaya Tanaman Obat Secara
Organik. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kartohardjono, A., D. Kertoseputro dan
T. Suryana. 2009. Hama Padi
Potensial dan Pengendaliannya.
Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi. Bogor.
Kurniawan, B. 2009. Uji Aktivitas Salep
Minyak Atsiri Bunga Kenanga
(Canangium
odoratum
Baill)
Sebagai Repelan terhadap Nyamuk
Anopheles aconitus Betina. Skripsi.
Fakultas
Farmasi.
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Surakarta.
Martini, L. Santoso., W. Murni. 2002.
Efektifitas Repellent (Daya Tolak)
dari Berbagai Jenis Daun Jeruk
(Citrus sp) terhadap kontak
Nyamuk Aedes aegepty. Laporan
Akhir Penelitian DIK Rutin.
Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Prakash, A and J. Rao. 1997. Botanical
Pesticides in Agriculture. Boca
Raton: Lewis Publishers.
Rejesus, B.M. 1986. Botanical Pest
Control
Research
in
the
Philippines.
University
of
Philippines, Los Banos. 30 pp.
Schmutterer, H. 1995. The neem tree,
Azadirachta indica A. Juss. and
Other Meliaceous plants: Source of
Unique Natural Products for
Integrated
Pest
Management,
Medicine, Industry and Other
Pusposes. Weinham: VCH.
Soetopo, D. dan I. Indrayani. 2007.
Status, Teknologi dan Prospek
Beauveria
bassiana
untuk
Pengendalian Serangga Hama
Tanaman Perkebunan yang Ramah
Lingkungan. Perspektif : Vol 6. No
1 Juni 2007 : 2009-46.
Stoll, G. 1988. Natural Crop Protection,
Best On Local Farm Resource in
the Tropics and Subtropics.
Margraf Publishers. F.R.Germany.
187 pp.
Taiz, L. and E. Zieger. 2002. Plant
Physiology. 3rd edition. Sinauer
Associates.
Thamrin, M dan S. Asikin. 2005. Strategi
Pengendalian Penggerek Batang
Padi Tanpa Insektisida Sintetik di
Lahan Pasang Surut. Prosiding
Seminar
Nasional
”Inovasi
Teknologi Pengelolaan Sumber
daya Lahan dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan” . Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. p 251-260.
17
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis
Tjahjani, S. 2008. Efficacy of several
essential oils as Culex and Aedes
repellents. Proc. ASEAN Congr
Trop Med Parasitol: a Hidden
Threat to Global Health. Pp.33-37.
18