PEMANFAATAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI G
PEMANFAATAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK
PEMETAAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Drs. Agus Santoso Budiharso, M.Sc.
Latar Belakang
Ada ungkapan dalam bahasa Inggris Corruption is real extra ordinary crime hal ini harus di
sikapi secara serius oleh seluruh elemen masyarakat. Masyarakat sudah muak mendengar tiap
hari di berita-berita baik daerah maupun nasional bahwa Korupsi sudah menjadi wabah
penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan
yang paling tinggi. Ini sangat sangat memilukann hati ini. Bagaimana negara yang
diperjuangkan dengan darah para syuahada dan pahlawan kita akan maju kalau selalu dirorong
oleh para tikus-tikus koruptor? Korupsi harus di cegah dan di tindak seberat beratnya.
Kebijakan pencegahan korupsi telah diupayakan oleh pemerintah. Namun, berbagai
kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada ternyata tidak cukup membawa
Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Berdasarkan kondisi dimana Indonesia
tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia tentunya ada beberapa hal yang
kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan
korupsi tersebut.
Beberapa peraturan dan perundang undangan telah dibuat, namun korupsi seakan-akan tak
pernah jera, dan terus berlangsung hingga kini. Beberapa peraturan antara lain pada tahun
2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014, yang
sebelumnya Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk mencegah
dan memberantas korupsi. Instruksi-instruksi tersebut misalnya Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Inpres Nomor 9 Tahun 2011
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, Inpres Nomor 17 Tahun
2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, dan Inpres Nomor 1
Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013. Selain itu,
Presiden SBY juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun
2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Berdasar beberapa aturan di atas, dirumuskan pelbagai langkah strategis dalam rangka
optimalisasi pemberantasan korupsi. Pelbagai ketentuan tersebut menjadi acuan bagi para
pihak di pusat dan daerah serta aparatur penegak hukum dalam memberantas korupsi. Setelah
kebijakan tersebut diberlakukan, ternyata memunculkan dinamika yang menarik. Pada satu
sisi, terjadi pembentukan dan konsolidasi kelembagaan; dan di sisi lain masyarakat makin
sadar dan kritis akan pentingnya pemberantasan korupsi. Namun hal inipun belum cukup
karena pada kenyataannya perilaku korupsi masih marak terjadi.
Jaksa Agung secara tertulis pada Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung RI,
tanggal 18 februari 2014 membeberkan fakta sebagai berikut bahwa data perkara tindak pidana
korupsi yang ditangani Kejaksaan RI, Tahun 2013 sebanyak 1.709 kasus (penyelidikan), 1.653
perkara (penyidikan), 2.023 perkara (penuntutan; yang berasal dari penyidikan Kejaksaan
sebanyak 1.249 dan penyidikan Polri sebanyak 774). Berdasarkan Laporan Kinerja Akhir
Tahun 2013 Kejaksaan RI kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.
403.102.000.215 dan USD 500.000. Sedangkan data KPK Tahun 2013 (Laporan Akuntabilitas
Kinerja KPK Tahun 2013) sebanyak 81 kasus (penyelidikan), 102 perkara (penyidikan), 73
perkara (penuntutan), dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 1,196
triliun.
Berdasarkan hal-hal di atas ternyata korupsi tidak pernah berhenti dan dilakukan dengan
berbagai modus. Oleh karena itu pemberantasan korupsi kedepan diperlukan strategi dan terus
dikembangkan berbagai antisipasi modus baru dalam korupsi di negeri yang aku cintai ini.
Modus-Modus Korupsi
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 8 (delapan) kelompok
delik korupsi, yaitu : 1. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara; 2. Kelompok delik penyuapan (aktif maupun pasif); 3. Kelompok delik penggelapan dalam
jabatan; 4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion); 5. Kelompok delik
pemalsuan; 6. Kelompok delik berkaitan dengan pemborongan, leveransir, dan rekanan; 7.
Kelompok delik gratifikasi; 8. Kelompok delik yang merintangi dan menghalang-halangi penanganan
perkara korupsi.
Muladi 2005 , dalam makalahnya yang disampaikan dala
da Pe
era tasa
“e i ar Nasio al Korupsi, Pe egaha
ya , Le ha as RI da ADEK“I-ADKASI, Jakarta, 8 Desember 2005, halaman 4-5
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
mengemukakan bahwa korupsi sebagai an abuse of public power for private gains , dengan bentuk
antara lain :
a) Political Corruption (Grand Corruption ) yang terjadi di tingkat tinggi (penguasa, politisi,
pengambil keputusan) dimana mereka memiliki suatu kewenangan untuk memformulasikan,
membentuk dan melaksanakan Undang-Undang atas nama rakyat, dengan memanipulasi
institusi politik, aturan prosedural dan distorsi lembaga pemerintahan, dengan tujuan
meningkatkan kekayaan dan kekuasaan;
b) Bureaucratic Corruption (Petty Corruption), yang biasa terjadi dalam administrasi publik
seperti di tempat-tempat pelayanan umum;
c) Electoral Corruption , dengan tujuan untuk memenangkan suatu persaingan seperti dalam
pemilu, pilkada, keputusan pengadilan, jabatan pemerintahan dan sebagainya;
d) Private or Individual Corruption , korupsi yang bersifat terbatas , terjadi akibat adanya kolusi
atau konspirasi antar individu atau teman dekat;
e) Collective or Aggregated Corruption , dimana korupsi dinikmati beberapa orang dalam
suatu kelompok seperti dalam suatu organisasi atau lembaga;
f)
Active and Passive Corruption dalam bentuk memberi dan menerima suap (bribery ) untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas dasar tugas dan kewajibannya;
g) Corporate Corruption baik berupa corporate criminal yang dibentuk untuk menampung
hasil korupsi ataupun corruption for corporation dimana seseorang atau beberapa orang
yang memiliki kedudukan penting dalam suatu perusahaan melakukan korupsi untuk
mencari keuntungan bagi perusahaannya tersebut.
Strategi Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Oleh karena itu kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus ditindaklanjuti dengan strategi
yang komprehensif , integral , dan holistik agar benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Menyimak penyebab terjadinya korupsi, dapat disimpulkan terkait aspek-aspek manusia, regulasi,
birokrasi, political will, komitmen, dan konsistensi penegak hukum.
Secara kejiwaan bahwa perilaku korup itu disebabkan sudah tidak adanya perasaan bahwa korupsi itu
merugikan orang lain, hal ini karena didorong oleh perilaku sekularistik, hedonistik dan materialistik
akibat ketamakan dan kerakusan sehingga berakibat pada eksploitatif. Oleh karena itu harus ada
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
revolusi mental untuk mengubah antropo sentris menjadi Allah sentris dengan kata lain dari
materialistik menuju spiritualistik. Hal ini akan membawa manusia sadar bahwa dirinya adalah bagian
yang harus berperilaku cukup (enough)
Persebaran korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia ini sudah sangat merata dari semua penjuru wilayah. Mulai dari Aceh hingga
Papua. Sudah saatnya peta korupsi di buat dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG)
yang handal.
Jumlah kasus korupsi Indonesia meningkat 12% di sepanjang tahun 2014, di tengah upaya keras
pemerintah dalam memerangi dan memberantas korupsi, yang merupakan sebagai salah satu
persoalan terbesar bangsa. Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa dari
laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap,
penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Dari semua jenis kasus
korupsi tersebut, terdapat lebih dari 1300 orang yang telah ditetapkan tersangka. Data tahun 2014 ini
lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi tahun 2013 sebanyak 560 kasus dengan
1271 orang tersangka (www.jokowinomics.com).
Kondisi Ini Belum diketahui wilayah mana saja di indonesia yang paling tinggi tingkat korupsinya,
karena belum terpetakan dengan jelas secara spasial. Apabila digunakan teknologi SIG maka akan jelas
wilayah mana yang mempunyai tingkat korupsi yang tinggi hingga terendah. Dengan berbagai cara
geostatistik gradasi tingkat korupsi secara spasial akan mudah dideteksi. Hal ini akan memudahkan
lembaga pemberantasan korupsi melakukan pencegahan dan penindakan.
Berikut ini secara spasial Kasus Pennganan Korupsi yang datanya dari ICW KORUPSI BERDASARKAN
PROVINSI semester I tahun 2014. Berdasarkan Peta Penanganan Korupsi tersebut, dapat dengan
mudah perebaran korupsi yang ada di wilayah Indonesia. Apabila datanya ada yang lebih detail
pemetaan ini dapat dilakukan dengan mendasarkan kasus per kasus pada setiap wilayah satuan Peta
dalam hal ini misalnya setiap kabupaten. Apabila di Seluruh kasus dn penananganan Korupsi dibuat
peta dengan menggunakan Teknologi Sistem informasi Geografi, maka para pengambil keputusan
dapat menetapkan sasaran strategi berdasarkan sebaran geografis kasus korupsi dengan mudah dan
akurat.
Berikut ini adalah Peta Sebaran Korupsi dan Penanganannya pada setiap Provinsi di Indonesia.
Berdasarkan peta ini dengan mudah diketahui bahwa Jawa (Korupsi terbesar di Jawa Barat , Jawa
Timur) dan diikuti Sumatera . Dengan demikian KPK seharusnya memfokuskan penanganan Korupsi di
Jawa dan Sumatera sebagai prioritas utama disamping provinsi lainnya.
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Gambar : Persebaran Penanganan kasus Korupsi di Indonesia ada masing-masing Provinsi
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Korupsi 2013 - 2014
Series1
2013
Series2
2014
Grafik Persebaran Korupsi per Provinsi di Indonesia
Kesimpulan :
Dengan Teknologi SIG Korupsi dapat dipetakan secara ssitematis dan dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka pencegahan Korupsi.
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Dengan demikian apabila saya terpilih sebagai Komisioner KPK saya akan memanfaatkan Teknologi
SIG untuk menangani berbgai kasus korupsi, tentunya bersinergi dengan ahli-ahli lain dalam KPK
dan penegak hukum yang lain.
Referensi :
Muladi (2005) Konsep Total Enforcement Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , Makalah
disampaikan dala
“e i ar Nasio al Korupsi, Pe egaha da Pe
era tasa
ya , Le ha as RI
dan ADEKSI-ADKASI, Jakarta, 8 Desember 2005, hlm. 4-5
Laporan Kinerja Akhir Tahun 2013 Kejaksaan RI.
Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK Tahun 2013
http://www.jokowinomics.com/2015/02/20/berita/ekonomi/jumlah-kasus-korupsi-indonesiameroket-di-tahun-2014/
Geospasial Bumi Nusantara, 2012.Modul Dasar Pelatihan Sistem Informasi Geografi. Manado
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
PEMETAAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Drs. Agus Santoso Budiharso, M.Sc.
Latar Belakang
Ada ungkapan dalam bahasa Inggris Corruption is real extra ordinary crime hal ini harus di
sikapi secara serius oleh seluruh elemen masyarakat. Masyarakat sudah muak mendengar tiap
hari di berita-berita baik daerah maupun nasional bahwa Korupsi sudah menjadi wabah
penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan
yang paling tinggi. Ini sangat sangat memilukann hati ini. Bagaimana negara yang
diperjuangkan dengan darah para syuahada dan pahlawan kita akan maju kalau selalu dirorong
oleh para tikus-tikus koruptor? Korupsi harus di cegah dan di tindak seberat beratnya.
Kebijakan pencegahan korupsi telah diupayakan oleh pemerintah. Namun, berbagai
kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada ternyata tidak cukup membawa
Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Berdasarkan kondisi dimana Indonesia
tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia tentunya ada beberapa hal yang
kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan
korupsi tersebut.
Beberapa peraturan dan perundang undangan telah dibuat, namun korupsi seakan-akan tak
pernah jera, dan terus berlangsung hingga kini. Beberapa peraturan antara lain pada tahun
2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014, yang
sebelumnya Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk mencegah
dan memberantas korupsi. Instruksi-instruksi tersebut misalnya Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Inpres Nomor 9 Tahun 2011
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, Inpres Nomor 17 Tahun
2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, dan Inpres Nomor 1
Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013. Selain itu,
Presiden SBY juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun
2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Berdasar beberapa aturan di atas, dirumuskan pelbagai langkah strategis dalam rangka
optimalisasi pemberantasan korupsi. Pelbagai ketentuan tersebut menjadi acuan bagi para
pihak di pusat dan daerah serta aparatur penegak hukum dalam memberantas korupsi. Setelah
kebijakan tersebut diberlakukan, ternyata memunculkan dinamika yang menarik. Pada satu
sisi, terjadi pembentukan dan konsolidasi kelembagaan; dan di sisi lain masyarakat makin
sadar dan kritis akan pentingnya pemberantasan korupsi. Namun hal inipun belum cukup
karena pada kenyataannya perilaku korupsi masih marak terjadi.
Jaksa Agung secara tertulis pada Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung RI,
tanggal 18 februari 2014 membeberkan fakta sebagai berikut bahwa data perkara tindak pidana
korupsi yang ditangani Kejaksaan RI, Tahun 2013 sebanyak 1.709 kasus (penyelidikan), 1.653
perkara (penyidikan), 2.023 perkara (penuntutan; yang berasal dari penyidikan Kejaksaan
sebanyak 1.249 dan penyidikan Polri sebanyak 774). Berdasarkan Laporan Kinerja Akhir
Tahun 2013 Kejaksaan RI kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.
403.102.000.215 dan USD 500.000. Sedangkan data KPK Tahun 2013 (Laporan Akuntabilitas
Kinerja KPK Tahun 2013) sebanyak 81 kasus (penyelidikan), 102 perkara (penyidikan), 73
perkara (penuntutan), dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp. 1,196
triliun.
Berdasarkan hal-hal di atas ternyata korupsi tidak pernah berhenti dan dilakukan dengan
berbagai modus. Oleh karena itu pemberantasan korupsi kedepan diperlukan strategi dan terus
dikembangkan berbagai antisipasi modus baru dalam korupsi di negeri yang aku cintai ini.
Modus-Modus Korupsi
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 8 (delapan) kelompok
delik korupsi, yaitu : 1. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara; 2. Kelompok delik penyuapan (aktif maupun pasif); 3. Kelompok delik penggelapan dalam
jabatan; 4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion); 5. Kelompok delik
pemalsuan; 6. Kelompok delik berkaitan dengan pemborongan, leveransir, dan rekanan; 7.
Kelompok delik gratifikasi; 8. Kelompok delik yang merintangi dan menghalang-halangi penanganan
perkara korupsi.
Muladi 2005 , dalam makalahnya yang disampaikan dala
da Pe
era tasa
“e i ar Nasio al Korupsi, Pe egaha
ya , Le ha as RI da ADEK“I-ADKASI, Jakarta, 8 Desember 2005, halaman 4-5
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
mengemukakan bahwa korupsi sebagai an abuse of public power for private gains , dengan bentuk
antara lain :
a) Political Corruption (Grand Corruption ) yang terjadi di tingkat tinggi (penguasa, politisi,
pengambil keputusan) dimana mereka memiliki suatu kewenangan untuk memformulasikan,
membentuk dan melaksanakan Undang-Undang atas nama rakyat, dengan memanipulasi
institusi politik, aturan prosedural dan distorsi lembaga pemerintahan, dengan tujuan
meningkatkan kekayaan dan kekuasaan;
b) Bureaucratic Corruption (Petty Corruption), yang biasa terjadi dalam administrasi publik
seperti di tempat-tempat pelayanan umum;
c) Electoral Corruption , dengan tujuan untuk memenangkan suatu persaingan seperti dalam
pemilu, pilkada, keputusan pengadilan, jabatan pemerintahan dan sebagainya;
d) Private or Individual Corruption , korupsi yang bersifat terbatas , terjadi akibat adanya kolusi
atau konspirasi antar individu atau teman dekat;
e) Collective or Aggregated Corruption , dimana korupsi dinikmati beberapa orang dalam
suatu kelompok seperti dalam suatu organisasi atau lembaga;
f)
Active and Passive Corruption dalam bentuk memberi dan menerima suap (bribery ) untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas dasar tugas dan kewajibannya;
g) Corporate Corruption baik berupa corporate criminal yang dibentuk untuk menampung
hasil korupsi ataupun corruption for corporation dimana seseorang atau beberapa orang
yang memiliki kedudukan penting dalam suatu perusahaan melakukan korupsi untuk
mencari keuntungan bagi perusahaannya tersebut.
Strategi Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Oleh karena itu kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus ditindaklanjuti dengan strategi
yang komprehensif , integral , dan holistik agar benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Menyimak penyebab terjadinya korupsi, dapat disimpulkan terkait aspek-aspek manusia, regulasi,
birokrasi, political will, komitmen, dan konsistensi penegak hukum.
Secara kejiwaan bahwa perilaku korup itu disebabkan sudah tidak adanya perasaan bahwa korupsi itu
merugikan orang lain, hal ini karena didorong oleh perilaku sekularistik, hedonistik dan materialistik
akibat ketamakan dan kerakusan sehingga berakibat pada eksploitatif. Oleh karena itu harus ada
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
revolusi mental untuk mengubah antropo sentris menjadi Allah sentris dengan kata lain dari
materialistik menuju spiritualistik. Hal ini akan membawa manusia sadar bahwa dirinya adalah bagian
yang harus berperilaku cukup (enough)
Persebaran korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia ini sudah sangat merata dari semua penjuru wilayah. Mulai dari Aceh hingga
Papua. Sudah saatnya peta korupsi di buat dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG)
yang handal.
Jumlah kasus korupsi Indonesia meningkat 12% di sepanjang tahun 2014, di tengah upaya keras
pemerintah dalam memerangi dan memberantas korupsi, yang merupakan sebagai salah satu
persoalan terbesar bangsa. Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa dari
laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap,
penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Dari semua jenis kasus
korupsi tersebut, terdapat lebih dari 1300 orang yang telah ditetapkan tersangka. Data tahun 2014 ini
lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi tahun 2013 sebanyak 560 kasus dengan
1271 orang tersangka (www.jokowinomics.com).
Kondisi Ini Belum diketahui wilayah mana saja di indonesia yang paling tinggi tingkat korupsinya,
karena belum terpetakan dengan jelas secara spasial. Apabila digunakan teknologi SIG maka akan jelas
wilayah mana yang mempunyai tingkat korupsi yang tinggi hingga terendah. Dengan berbagai cara
geostatistik gradasi tingkat korupsi secara spasial akan mudah dideteksi. Hal ini akan memudahkan
lembaga pemberantasan korupsi melakukan pencegahan dan penindakan.
Berikut ini secara spasial Kasus Pennganan Korupsi yang datanya dari ICW KORUPSI BERDASARKAN
PROVINSI semester I tahun 2014. Berdasarkan Peta Penanganan Korupsi tersebut, dapat dengan
mudah perebaran korupsi yang ada di wilayah Indonesia. Apabila datanya ada yang lebih detail
pemetaan ini dapat dilakukan dengan mendasarkan kasus per kasus pada setiap wilayah satuan Peta
dalam hal ini misalnya setiap kabupaten. Apabila di Seluruh kasus dn penananganan Korupsi dibuat
peta dengan menggunakan Teknologi Sistem informasi Geografi, maka para pengambil keputusan
dapat menetapkan sasaran strategi berdasarkan sebaran geografis kasus korupsi dengan mudah dan
akurat.
Berikut ini adalah Peta Sebaran Korupsi dan Penanganannya pada setiap Provinsi di Indonesia.
Berdasarkan peta ini dengan mudah diketahui bahwa Jawa (Korupsi terbesar di Jawa Barat , Jawa
Timur) dan diikuti Sumatera . Dengan demikian KPK seharusnya memfokuskan penanganan Korupsi di
Jawa dan Sumatera sebagai prioritas utama disamping provinsi lainnya.
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Gambar : Persebaran Penanganan kasus Korupsi di Indonesia ada masing-masing Provinsi
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Korupsi 2013 - 2014
Series1
2013
Series2
2014
Grafik Persebaran Korupsi per Provinsi di Indonesia
Kesimpulan :
Dengan Teknologi SIG Korupsi dapat dipetakan secara ssitematis dan dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka pencegahan Korupsi.
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015
Dengan demikian apabila saya terpilih sebagai Komisioner KPK saya akan memanfaatkan Teknologi
SIG untuk menangani berbgai kasus korupsi, tentunya bersinergi dengan ahli-ahli lain dalam KPK
dan penegak hukum yang lain.
Referensi :
Muladi (2005) Konsep Total Enforcement Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , Makalah
disampaikan dala
“e i ar Nasio al Korupsi, Pe egaha da Pe
era tasa
ya , Le ha as RI
dan ADEKSI-ADKASI, Jakarta, 8 Desember 2005, hlm. 4-5
Laporan Kinerja Akhir Tahun 2013 Kejaksaan RI.
Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK Tahun 2013
http://www.jokowinomics.com/2015/02/20/berita/ekonomi/jumlah-kasus-korupsi-indonesiameroket-di-tahun-2014/
Geospasial Bumi Nusantara, 2012.Modul Dasar Pelatihan Sistem Informasi Geografi. Manado
Makalah disampaikan untuk persyaratan calon Komisioner KPK diselesaikan tanggal 16 Juni 2015