HUBUNGAN ANTARA PARIWISATA DAN PENYAKIT (1)

HUBUNGAN ANTARA PARIWISATA DAN PENYAKIT INFEKSI
MENULAR SEKSUAL
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2010), mobilitas penduduk merupakan
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain, baik bersifat non
permanen seperti turisme (nasional dan intemasional) maupun permanen. Migrasi,
merupakan bagian dari mobilitas penduduk, terdiri dari perpindahan penduduk di
dalam suatu negara (nasional) atau ke negara lain (intemasional). Perpindahan
penduduk cenderung menuju ke daerah yang lebih baik yang dapat meningkatkan
kehidupan pelaku migrasi (migran). Sesuai dengan karakteristik migran yang khas,
terjadinya migrasi penduduk dapat mengakibatkan adanya perubahan, baik dalam
jumlah dan struktur kependudukan maupun perubahan wilayah di daerah asal migran
dan/atau di daerah tujuan (United Nations, 1958).
Adanya kesempatan kerja di suatu daerah merupakan salah satu daya tarik bagi
para migran untuk mendatangi wilayah tersebut. Pesatnya perkembangan industri
pariwisata di suatu wilayah kemungkinan besar menarik banyak orang untuk
bermigrasi, baik secara permanen maupun temporer, dalam rangka mencari
penghidupan yang lebih baik. Penduduk yang bermigrasi ke suatu wilayah terutama
wilayah yang merupakan destinasi wisata merupakan fenomena yang terjadi sejak
dahulu kala.

Perkembangan HIV/AIDS di dunia telah menjadi masalah global termasuk di

Indonesia. Risiko penularan infeksi menular seksual dan HIV/AIDS masih kurang
disadari oleh kelompok berisiko dan ditambah kesadaran yang rendah untuk
memeriksakan HIV sehingga masih banyak kasus AIDS yang ditemukan pada
stadium lanjut di rumah sakit. Dalam rangka memperkuat upaya pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia, sangat penting untuk memadukan upaya pencegahan dengan
perawatan karena keduanya merupakan komponen penting yang saling melengkapi.
Infeksi menular seksual merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial
dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV.
Keberadaan infeksi menular seksual telah menimbulkan pengaruh besar dalam
pengendalian HIV/AIDS. Pada saat yang sama, timbul peningkatan kejadian
resistensi kuman penyebab infeksi menular seksual terhadap beberapa antimikroba
yang akan menambah masalah dalam pengobatan infeksi menular seksual.
Dengan perkembangan di bidang sosial, demografik dan meningkatnya migrasi
penduduk maka populasi berisiko tinggi tertular infeksi menular seksual akan
meningkat pesat. Beban terbesar akan ditanggung oleh negara berkembang serta
negara maju pun dapat mengalami beban akibat meningkatnya infeksi menular
seksual oleh virus yang tidak dapat diobati yang disebabkan oleh perilaku seksual
berisiko serta perkembangan pariwisata.

Tabel 1. Situasi HIV/AIDS di Beberapa Negara Asia Tenggara selama 1999-2000


Sumber : Chantavanich, Beesey and Paul, 2000, 4
Tabel diatas menunjukkan bahwa Indonesia diperkirakan memiliki kasus
HIV/AIDS yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di sepanjang teluk
mekong kecuali Laos, meskipun memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dari
semua negara kecuali China. Dari tabel diatas dapat dilihat pula bagaimana Thailand
yang memiliki sektor pariwisata yang sangat terkenal di dunia memiliki tingkat
perkiraan jumlah penderita HIV/AIDS yang sangat tinggi. Menurut laporan (Anon,
2001) menekankan bahwa penyebaran epidemi HIV/AIDS di Indonesia makin meluas
karena meningkatnya kecendrungan lapangan kerja seks komersial, migrasi domestik
dan internasional, urbanisasi, pengebangan industri pariwisata, kemiskinan,
kedekatan wilayah dengan epidemi tingkat lanjut, peningkatan hubungan seks dengan
banyak pasangan, dan perilaku seksual beresiko tinggi kelompok tertentu.

Tabel 2. Indonesia: Jumlah Kasus AIDS per 100.000 jiwa Penduduk di 5 Propinsi
November 2000

Sumber: UNAIDS (Jakarta), 2000
Propinsi Riau memiliki tingkat infeksi HIV diatas rata-rata dan mobilitas
penduduknya sangat berpengaruh terhadap hal ini. Sudah sejak lama kepulauan riau

menjadi tempat transit dari mobilitas penduduk antar pulau, Sumatra, Singapura, dan
Semenajung Malaysia. Disini muncul pula industri seks, yaitu pekerja seks
perempuan dari indonesia melayani tamu laki-laki dari singapura. Ini hanya sebagian
saja, karena banyak para perempuan yang juga pergi ke Singapura pada malam
harinya (biasanya tidak tercatat) untuk melayani tamu dan kembali lagi ke kepulauan
esok harinya. Sekarang ini, bisnis hiburan di beberapa pulau dekat Singapura,
terutama Batam, sangat terorganisir untuk melayaniwarga singapura yang berwisata

satu hari (dan warga Malaysia baru-baru ini). Industri seks menjadi bagian dari bisnis
hiburan ini.
Bali berada di urutan ketiga untuk tingkat pelaporan (0.8/100.000) dan urutan
keenam terbesar dalam kasus yang dilaporkan semua propinsi. Irwanto (2001)
melaporkan bahwa pada bulan desember 2000 diadakan pengujian HIV yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Propinsi Bali terhadap 187 narapidana di
Rumah Tahanan Kerobokan di Denpasar. Tercatat bahwa 160 diantaranya adalah
pengguna narkoba dan 66 pengguna narkoba suntik serta 34 dari mereka ternyata
positif mengidap HIV. Alasan terjadinya infeksi HIV di bali seperti dalam kasus di ats
masih kurang jelas. Beberapa menyatakan bahwa Bali beresiko tinggi, mengingat
tingginya aktivitas wisatawan di propinsi tersebut, terutama industri narkoba dan seks
setempat. Namun, benar juga bila dikatakan bahwa bila tingkat pengawasan yang

lebih tinggi di propinsi itu tentu saja lebih banyak lagi jumlah orang tertular yang
terdeteksi.
Infeksi menular seksual menempati peringkat 10 besar dengan alasan berobat di
banyak negara berkembangn dan biaya yang dikeluarkan dapat mempengaruhi
pendapatan rumah tangga. Pelayanan untuk komplikasi atau sekuele infeksi menular
seksual mengakibatkan beban biaya yang tidak sedikit, misalnya untuk skrining dan
pengobatan kanker serviks, penanganan penyakit jaringan hati, pemeriksaan
infertilitas, pelayanan morbiditas perinatal, kebutaan bayi, penyakit paru pada anak-

anak serta nyeri panggul kronis pada wanita. Beban sosial meliputi konflik dengan
pasangan seksual dan dapat mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga.

A. PENGERTIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi
terutama di daerah genital dan akan lebih berisiko bila melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.
Infeksi menular seksual perlu mendapat perhatian karena dapat menyebabkan
infeksi alat reproduksi yang serius apabila tidak diobati secara tepat karena
infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan berupa kesakitan

berkepanjangan, kemandulan dan bahkan kematian. Pada remaja perempuan,
risiko untuk terkena infeksi menular seksual lebih besar daripada laki-laki oleh
karena alat reproduksinya yang lebih rentan dan seringkali berakibat lebih parah
karena gejala awal tidak segera dikenali sedangkan penyakit menjadi lebih parah.
Infeksi menular seksual sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui
dengan pasti. Berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan oleh WHO, setiap
tahun di seluruh negara terdapat sekitar 250 juta penderita baru yang meliputi

penyakit Gonore, Sifilis dan Herpes Genetalis yang jumlahnya cenderung
meningkat dari waktu ke waktu.

B.

TANDA DAN GEJALA INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Macam-macam infeksi menular seksual berdasarkan tanda dan gejala
klinis yang muncul, dapat dibedakan menjadi :
1. Gonore merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan
keluarnya cairan berwarna putih, kuning atau kehijauan seperti nanah dari

alat kelamin dan merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae atau gonokok berbentuk biji kopi dengan
lebar 0,8 µ dan panjang 1,6 µ yang bersifat tahan asam serta gram negatif
yaitu terlihat di luar dan di dalam sel lektosit yang tidak tahan lama di
udara bebas serta cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan pada
suhu 39ºC. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan
seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher
rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
2. Sifilis merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan adanya
luka dialat kelamin dan disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum serta
sering disebut Raja Singa. Infeksi sifilis terbagi menjadi empat tahapan
utama, antara lain :
a. Sifilis Primer, penderita sifilis mengalami gejala yang dimuai
dengan lesi atau luka pada alat kelamin atau ddi dalam dan
disekitar mulut. Luka yang terjadi berbentuk seperti gigitan

serangga tapi tidak menimbulkan rasa sakit. Pada tahap ini, jika
orang yang terinfeksi berhubungan seksual dengan orang lain
maka penularannya mudah terjadi. Luka ini bertahan selama 1-2
bulan. Pada akhirnya, lesi ini akan sembuh tanpa meninggalkan

bekas.
b. Sifilis Sekunder, penderita sifilis sekunder akan mengalami ruam
merah seukuran koin keccil dan biasanya ruam ini muncul pada
telapak tangan dan telapak kaki. Gejala lain yang mungkin muncul
adalah demam, nafsu makan menurun, radang tenggorokan dan
kutil kelamin. Fase ini bisa bertahan selama satu hingga tiga bulan.
c. Sifilis Laten, setelah fase sifilis sekunder, sifilis seakan-akan
menghilang dan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Masa laten
ini bisa bertahan sekitar dua tahun sebelum kemudian lanjut ke
masa yang paling berbahaya dalam infeksi sifilis yaitu sifilis
tersier.
d. Sifilis Tersier, jika infeksi tidak terobati sifilis akan berkembang ke
tahapan akhir, yaitu sifilis tersier. Pada tahap ini, infeksi bisa
memberi efek yang serius pada tubuh. Beberapa akibat dari infeksi
pada tahapan ini adalah kelumpuhan, kebutaan, demensia, masalah
pendengaran, impotensi, dan bahkan kematian jika tidak ditangani.
Sifilis paling mudah menular pada fase sifilis primer dan sekunder.
3. Kondiloma Akuminata merupakan infeksi menular seksual yang ditandai
dengan benjolan, gatal dan bengkak disekitar alat kelamin serta rasa sakit
atau terbakar saat buang air kecil. Penyebab penyakit ini adalah virus


papilloma. Pada wanita, virus papilloma tipe 16 dan 18 yang menyerang
leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa
menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papilloma
lainnya bisa menyebabkan tumor intra-epitel pada leher Rahim
(ditunjukkan dengan hasil pap smear yang abnormal) atau kanker pada
vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.
4. Trikomoniasis merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan
keluar cairan berwarna kuning kehijauan dan berbau busuk, bengkak,
kemerahan dan gatal disekitar genitalia. Penyakit ini disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
5. Ulkus Mole (Chancroid) merupakan infeksi menular seksual yang ditandai
dengan luka lebih dari diameter 2 cm, keluar nanah dan rasa nyeri,
biasanya hanya pada salah satu sisi alat kelamin, biasanya disertai
pembengkakan kelenjar getah bening di lipat paha berwarna kemerahan
(bubo) yang bila pecah akan bernanah dan nyeri. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Hemophilus ducreyi.
6. Klamidia merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan nyeri
dirongga panggul, perdarahan setelah hubungan seksual, keluarnya cairan
vagina encer dan berwarna putih kekuningan. Penyakit ini disebabkan

oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Infeksi ini biasanya kronis karena
sebanyak 70% perempuan pada awalnya tidak merasakan gejala apapun
sehingga tidak memeriksakan diri.

7. Kutil Kelamin merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan
tonjolan kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger
ayam). Penyakit ini disebabkan oleh Human papilloma virus.
8. Herpes Genitalia (Herpes Simplex) merupakan infeksi menular seksual
yang ditandai dengan luka yang terbuka dan terlihat merah tanpa disertai
rasa sakit, terasa sakit dan gatal di sekitar daerah genital atau daerah anal,
adanya luka melepuh yang kemudian pecah dan terbuka di sekitar genital,
rektum, paha, dan bokong, merasakan sakit saat membuang air kecil, sakit
punggung bawah, mengalami gejala-gejala flu seperti demam, kehilangan
nafsu makan dan kelelahan serta luka terbuka atau melepuh pada leher
rahim dan adanya cairan yang keluar dari vagina. Penyebab penyakit ini
adalah virus herpes simpleks atau HSV. Ada dua jenis virus herpes
simpleks, yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Herpes genital umumnya
disebabkan oleh HSV tipe 2 dan HSV tipe 1 yang seringkali menyebabkan
herpes di rongga mulut atau yang biasa disebut dengan cold sores. Namun
tidak menutup kemungkinan bahwa herpes genitalis juga disebabkan oleh

HSV tipe 1.
9. Hepatitis B merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, nyeri di perut bagian bawah,
sakit kuning (dilihat dari kulit dan bagian putih mata yang menguning)
dan gejala yang mirip pilek, misalnya lelah, nyeri pada tubuh serta sakit
kepala. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Hepatitis B
bisa menyebabkan kondisi akut dan kronis pada pasien. Jika sudah

memasuki level kronis, penyakit ini bisa membahayakan nyawa
penderitanya. Jika tidak segera ditangani, penderita hepatitis B kronis
berisiko terkena sirosis, kanker hati atau gagal hati. Hepatitis B sulit
dikenali karena gejala-gejalanya tidak langsung terasa dan bahkan ada
yang sama sekali tidak muncul. Karena itulah, banyak orang yang tidak
menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi. Virus ini biasanya berkembang
selama 1-5 bulan sejak terjadi pajanan terhadap virus sampai kemunculan
gejala pertama. Ada dua jenis infeksi hepatitis B, yaitu akut (terjadi dalam
waktu singkat) dan kronis (jangka panjang). Infeksi akut umumnya
dialami oleh orang dewasa. Jika mengalami hepatitis B akut maka sistem
kekebalan tubuh biasanya dapat melenyapkan virus dari tubuh dan akan
sembuh dalam beberapa bulan sedangkan hepatitis B kronis terjadi saat

virus tinggal dalam tubuh selama lebih dari enam bulan. Jenis hepatitis B
ini lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada anak-anak yang
terinfeksi virus pada saat lahir berisiko mengalami hepatitis B empat
hingga lima kali lebih besar dibanding anak-anak yang terinfeksi pada
masa balita. Sebanyak 20 persen orang dewasa yang terpapar virus ini
akan berujung pada diagnosis hepatitis B kronis. Penderita hepatitis B
kronis bisa menularkan virus meski tanpa menunjukkan gejala apa pun.
Berdasarkan penelitian WHO, sekitar 3 dari 10 penderita hepatitis B
kronis akan mengalami sirosis yang merupakan kerusakan hati jangka
panjang atau kronis yang menyebabkan luka pada hati. Perkembangan

penyakit yang perlahan-lahan mengakibatkan jaringan sehat digantikan
oleh jaringan rusak. Fungsi hati dalam memproses nutrisi, hormon, obat,
dan racun yang diproduksi tubuh akan melambat.
10. HIV/AIDS merupakan infeksi menular seksual yang muncul dalam tiga
tahap yaitu tahap pertama adalah serokonversi (periode waktu tertentu di
mana antibodi HIV sudah mulai berkembang untuk melawan virus), tahap
kedua adalah masa ketika tidak ada gejala yang muncul dan tahap yang
ketiga adalah infeksi HIV berubah menjadi AIDS. Pada tahap pertama
orang yang terinfeksi virus HIV akan menderita sakit mirip seperti flu dan
setelah ini HIV tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
Gejala seperti flu ini akan muncul beberapa minggu setelah terinfeksi.
Masa waktu inilah yang sering disebut sebagai serokonversi dan gejala
yang paling umum terjadi adalah demam, muncul ruam di tubuh dan
biasanya tidak gatal, pembengkakan limfa, penurunan berat badan, diare,
kelelahan, nyeri persendian serta nyeri otot. Gejala-gejala tersebut
bertahan selama satu hingga dua bulan atau bahkan lebih lama. Ini adalah
pertanda sistem kekebalan tubuh sedang melawan virus. Pada tahap kedua
setelah gejala awal menghilang, biasanya HIV tidak menimbulkan gejala
lebih lanjut selama bertahun-tahun (masa jendela/windows period). Ini
adalah tahapan ketika infeksi HIV berlangsung tanpa menimbulkan gejala.
Virus yang ada terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh. Pada
tahapan ini, penderita akan merasa sehat dan tidak ada masalah. Namun

penderita mungkin tidak menyadari sudah mengidap HIV tetapi penderita
sudah bisa menularkan infeksi ini pada orang lain. Lama tahapan ini bisa
berjalan sekitar 10 tahun atau bahkan bisa lebih. Pada tahap ketiga atau
tahap terakhir infeksi HIV jika tidak ditangani maka HIV akan
melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi. Dengan kondisi
ini, penderita akan lebih mudah terserang penyakit serius. Tahap akhir ini
lebih dikenal sebagai AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
yang menimbulkan gejala seperti noda limfa atau kelenjar getah bening
membengkak pada bagian leher dan pangkal paha, demam yang
berlangsung lebih dari 10 hari, merasa kelelahan hampir setiap saat,
berkeringat pada malam hari, berat badan turun tanpa diketahui
penyebabnya, bintik-bintik ungu yang tidak hilang pada kulit, sesak napas,
diare yang parah dan berkelanjutan, infeksi jamur pada mulut,
tenggorokan, atau vagina, mudah memar atau berdarah tanpa sebab.
Risiko terkena penyakit yang mematikan akan meningkat pada tahap ini
misalnya kanker, TB dan pneumonia tetapi meski ini penyakit mematikan,
pengobatan HIV tetap bisa dilakukan. Penanganan lebih dini bisa
membantu meningkatkan kesehatan.
C. PROGRAM

PENCEGAHAN

DAN

PENGENDALIAN

INFEKSI

MENULAR SEKSUAL (IMS)
Program pencegahan dan pengendalian infeksi menular seksual ini memiliki
beberapa tujuan, yaitu :

1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan infeksi
menular seksual (IMS) selain infeksi HIV menimbulkan beban
morbiditas dan mortalitas terutama di negara sedang berkembang
dengan sumber daya yang terbatas baik secara langsung yang
berdampak pada kualitas hidup, kesehatan reproduksi dan anak-anak
serta secara tidak langsung melalui perannya dalam mempermudah
transmisi seksual infeksi HIV dan dampaknya terhadap perekonomian
perorangan maupun nasional. Spektrum gangguan kesehatan yang
ditimbulkan IMS mulai dari penyakit akut yang ringan sampai lesi
yang terasa nyeri serta gangguan psikologis. Misalnya, infeksi oleh
nischeria gonorrhoeae menimbulkan nyeri saat berkemih (disuria)
pada laki-laki dan nyeri perut bagian bawah akut ataupun kronis pada
perempuan. Infeksi oleh treponema pallidum tanpa diobati meskipun
tidak nyeri pada stadium awal, namun dapat menimbulkan berbagai
kelainan neurologis, kardiovaskular serta gangguan tulang di
kemudian hari serta abortus pada perempuan hamil dengan infeksi
akut. Chancroid dapat menimbulkan ulkus dengan rasa nyeri hebat dan
bila terlambat diobati dapat menyebabkan destruksi jaringan, terutama
pada pasien imunokompromais. Infeksi herpes genitalis menimbulkan
gangguan psikoseksual karena bersifat rekurens dan menimbulkan rasa
nyeri, terutama pada pasien muda. Biaya yang dikeluarkan, termasuk
biaya langsung baik medis dan non medis serta biaya tidak langsung

akibat waktu yang hilang untuk melakukan aktivitas produktif (waktu
untuk pergi berobat, waktu tunggu di sarana pelayanan kesehatan,
serta waktu untuk pemeriksaan tenaga kesehatan).
2. Mencegah infeksi HIV Mencegah dan mengobati IMS dapat
mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seks, terutama
pada populasi yang paling memungkinkan untuk memiliki banyak
pasangan

seksual,

misalnya

penjaja

seks

dan

pelanggannya.

Keberadaan IMS dengan bentuk inflamasi atau ulserasi akan
meningkatkan risiko masuknya infeksi HIV saat melakukan hubungan
seks tanpa pelindung antara seorang yang telah terinfeksi IMS dengan
pasangannya yang belum tertular. Ulkus genitalis atau seseorang
dengan riwayat pernah menderita ulkus genitalis diperkirakan
meningkatkan risiko tertular HIV 50-300 kali setiap melakukan
hubungan seksual tanpa pelindung. Program pencegahan HIV akan
mempercepat pencapaian Millennium Development Goal (MDG)
tujuan 6 di tahun 2015.
3. Mencegah komplikasi serius pada kaum perempuan Infeksi menular
seksual merupakan penyebab kemandulan yang paling dapat dicegah,
terutama pada perempuan. Antara 10%-40% perempuan dengan
infeksi Chlamydia yang tidak diobati akan mengalami penyakit radang
panggul (PRP). Kerusakan tuba falopii pasca infeksi berperan dalam
kasus kemandulan perempuan (30%-40%). Terlebih lagi, perempuan
dengan PRP berkemungkinan 6-10 kali mengalami kehamilan ektopik

dibandingkan dengan yang tidak menderita PRP, dan 40%-50%
kehamilan ektopik disebabkan oleh PRP yang diderita sebelumnya.
MDG 5, bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar
75% pada tahun 2015. Pencegahan PRP berperan dalam pencapaian
tujuan ini melalui pencegahan kematian ibu akibat kehamilan ektopik.
Pencegahan infeksi human papillomavirus (HPV) akan menurunkan
angka kematian perempuan akibat kanker serviks, yang merupakan
kanker terbanyak pada perempuan.
4. Mencegah efek kehamilan yang buruk Infeksi menular seksual yang
tidak diobati seringkali dihubungkan dengan infeksi kongenital atau
perinatal pada neonatus, terutama di daerah dengan angka infeksi yang
tinggi. Perempuan hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati,
sebanyak 25% mengakibatkan janin lahir mati dan 14% kematian
neonatus, keseluruhan menyebabkan kematian perinatal sebesar 40%.
Kehamilan pada perempuan dengan infeksi gonokokus yang tidak
diobati, sebesar 35% akan menimbulkan abortus spontan dan kelahiran
prematur, dan sampai 10% akan menyebabkan kematian perinatal.
Dalam ketiadaan upaya pencegahan, 30% sampai 50% bayi yang lahir
dari ibu dengan gonore tanpa pengobatan dan sampai 30% bayi yang
lahir dari ibu dengan klamidiosis tanpa diobati, akan mengalami
oftalmia neonatorum yang dapat mengakibatkan kebutaan.
D. PERKEMBANGAN PARIWISATA

Mobilitas penduduk merupakan perpindahan penduduk dari suatu
daerah ke daerah yang lain, baik bersifat non permanen seperti wisatawan
nasional dan internasional maupun permanen. Migrasi merupakan bagian dari
mobilitas penduduk, terdiri dari perpindahan penduduk di dalam suatu negara
atau ke negara lain. Perpindahan penduduk cenderung menuju ke daerah yang
lebih baik yang dapat meningkatkan kehidupan pelaku migrasi/migran.
Terjadinya migrasi penduduk dapat mengakibatkan adanya perubahan, baik
dalam jumlah dan struktur kependudukan maupun perubahan wilayah di daerah
asal migran dan atau di daerah tujuan. Adanya kesempatan kerja disuatu daerah
merupakan salah satu daya tarik bagi para migran untuk mendatangi wilayah
tersebut. Pesatnya

perkembangan industri pariwisata di suatu tempat

kemungkinan besar menarik banyak orang untuk bermigrasi ke daerah tersebut,
baik secara permanen maupun temporer dalam rangka mencari penghidupan
yang lebih baik. Masuknya para wisatawan ke daerah-daerah tujuan wisata
membuka peluang bagi penduduk setempat untuk berinteraksi dengan para
pendatang yang berasal dari berbagai tempat dengan segala latar belakang suku
maupun budaya. Sebaliknya, migran atau pendatang juga melakukan
penyesuaian dalam hal baik sosial budaya maupun ekonomi yang dimiliki
penduduk setempat.
Pengembangan pariwisata bukanlah sesuatu yang mudah karena
berbagai faktor berkontribusi terhadap kondisi tersebut, misalnya infrastruktur

seperti seperti transportasi dan akomodasi. Pembangunan pariwisata telah
memberikan keuntungan ekonomi bagi daerah yang berdampak positif bagi
peningkatan kesejahteraan penduduk. Industri pariwisata yang berkembang
dengan pesat tentunya mempunyai dampak positif dari sisi ekonomi yang dapat
mendongkrak pendapatan asli daerah. Namun demikian, perkembangan
pariwisata yang sangat cepat ternyata juga membawa perubahan terhadap aspek
sosial budaya dengan segala konsekuensinya. Salah satu dari dampak adanya
mobilitas penduduk yang masuk ke daerah wisata tersebut terkait dengan
kegiatan pariwisata adalah risiko penularan IMS dan HIV/AIDS.

E. DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENULARAN IMS DAN HIV/AIDS
Adanya mobilitas penduduk di daerah-daerah tujuan wisatawan tidak
menutup kemungkinan akan adanya aktivitas yang memicu penularan kasus IMS
dan HIV/AIDS. Wisatawan yang datang tidak hanya menikmati keindahan alam
dan budaya yang dimiliki oleh tempat tujuan wisata tetapi juga ditengarai ada
aktivitas ikutan seperti prostitusi dan peredaran narkotika.
Dampak perkembangan pariwisata terbagi menjadi dua, yaitu dampak
positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif dari kegiatan pariwisata
dapat berupa adanya rasa cinta yang lebih terhadap kebudayaan dan lingkungan,
meningkatnya

lapangan

kerja,

berkembangnya

ekonomi

daerah

serta

meningkatnya penghasilan daerah wisata tersebut. Sedangkan dampak negatif
dari perkembangan pariwisata adalah kejahatan berupa pungutan liar atau
pemalakan yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang tentu
meresahkan wisatawan, kemacetan dan polusi udara yang terjadi karena
kepadatan transportasi akibat tingginya mobilitas wisatawan serta pergeseran
moral yang mengakibatkan tingginya angka prostitusi akibat kebutuhan ekonomi
yang besar untuk hidup di daerah wisata tersebut.
Mengingat stuktur penduduk Indonesia adalah tingginya penduduk
usia muda maka hal ini berarti bahwa proporsi penduduk yang aktif seksualnya
juga tinggi. Jika penduduk usia muda tersebut beresiko terhadap penularan IMS
dan HIV/AIDS, hal ini tentunya akan berakibat sangat buruk tidak saja bagi
perekonomian tempat wisata tersebut tetapi juga kondisi sumber daya manusia di
masa mendatang.
Dengan tingginya epidemik IMS dan HIV/AIDS di tempat wisata,
tentunya menuntut semua komponen masyarakat untuk ikut bersama-sama
memberikan perhatian terhadap masalah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah
daerah setempat harus menginformasikan situasi ini sehingga para wisatawan
yang akan berkunjung ke tempat wisata mengetahui dengan jelas bagaimana
sebenarnya kasus IMS dan HIV/AIDS di daerah tersebut sehingga mereka juga
bertanggung jawab untuk ikut mencegah agar kasus tersebut tidak terus menerus
meluas mengingat bahwa tempat tujuan para wisatawan ataupun migran dengan

segala perilakunya yang memungkinkan adanya peluang bagi penularan IMS dan
HIV/AIDS.
Peningkatan kesadaran masyarakat sangat diperlukan dan perlu
dilaksanakan terus menerus. Adapun hal yang dapat dilakukan untuk penyebaran
informasi adalah dengan leaflet-leaflet dengan menggunakan bahasa komunikasi
yang data dengan mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat perlu terus
dilakukan.