Kebijakan Kriminal dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
ditegaskan bahwa Otonomi Daerah adalah perencanaan pembangunan di daerah.
Sebagai tindak lanjut Undang-Undang tersebut dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di
Sumatera Utara dengan salah satu urusan wajib yaitu merencanakan dan
mengendalikan pembangunan.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan
Asas Umum Penyelenggara Negara dengan tujuan:1


Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan



Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, antar
ruang, antar waktu, antar fungsi dalam pemerintahan




Menjamin ketertiban dan konsistensi antar perencanaan, penyelenggaraan,
pelakasanaan dan pengawasan



Mengoptimalkan pertisipasi masyarakat, menjamin terciptanya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan,
Padang Lawas Utara atau yang dikenal dengan Padang Bolak, istilah “Padang

Bolak” di artikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Padang yang Luas” dimana daerah
1

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 2 : Ayat (1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah. Ayat(2). mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (3)
Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemeerintah yang menjadi urusan pemeerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanana umum dan daya saing daerah.


1
Universitas Sumatera Utara

2

Paluta mempunyai potensi alam yang cukup baik. Kabupaten Padang Lawas Utara
yang beribukota di Gunung Tua secara geografis terletak di bagian utara Provinsi
Sumatera Utara

yaitu antara 1°13'50"-2°2'32" Lintang Utara dan 99°20'44"-

100°19'10 Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 3 918,05 Km² kemudian letak di
atas Permukaan Laut 0 – 1 915 M. Dengan batas-batas sebagai berikut: 2
1. Sebelah Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Labura
2. Sebelah Selatan adalah Kabupaten Padang Lawas
3. Sebelah Timur adalah Propinsi Riau
4. Sebelah Barat adalah Kabupaten Tapanuli Selatan
Secara administratif, Kabupaten Padang Lawas Utara meliputi 9 kecamatan, 386
Desa dan 2 kelurahan.
Dimekarkan pada tanggal 10 Agustus 2007 Kabupaten Padang Lawas Utara

(PALUTA), sebagai daerah otonom baru, sudah harus siap bergerak maju untuk
menyetarakan diri dengan daerah tingkat II lain. Seperti halnya daerah otonom baru
lainnya, persoalan infrastruktur menjadi salah satu kendala dalam menggerakkan
sektor-sektor otonomi. Minimnya jaringan transportasi dan penyediaan jaringan
listrik menjadi masalah yang umum ditemui.
Menurut sejarahnya, Padang Lawas yang juga disebut dengan nama Padang
Bolak terkenal sebagai padang penggembalaan yang menjadi pusat penghasil ternak
kerbau, lembu dan kambing. Bagi penduduk Padang Bolak, ternak tidak saja
dikaitkan dengan kebutuhan kegiatan adat/budaya dan hari raya juga menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari ekonomi dan perdagangan yang konon mengisi pasar
2

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007, Tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas
Utara di Provinsi Sumatera Utara. Pasal 1-6

Universitas Sumatera Utara

3

domestik yang mampu melintasi propinsi. Jauh di masa „doeloe‟ keberadaan populasi

ternak yang banyak di wilayah Padang Bolak diduga menjadi alasan Rajendra Cola I
membuka wilayah di kawasan ini (yang terlihat dari adanya peninggalan candi).3
Begitu juga di daerah Padang Lawas Utara yang terkenal dengan pertanian
dan perkebunan, mata pencaharian dibidang pertanian hampir diseluruh wilayah
Padang Lawas Utara seperti tanaman padi, sedangkan dibidang perkebuanan yang
paling cocok adalah karet, ubi kayu, sawit dan tanaman palawija.
Pengembangan dalam kawasan sektor peternakan dicanangkan pemerintah
memberikan spirit yang sangat besar kepada masyarakat dalam memacu peningkatan
pendapatan, kesejahteraan dan sekaligus menjadi penggerak utama dalam
pembangunan ekonomi daerah. Selama lima tahun terakhir sektor ini cukup
diperhitungkan sebagai tiang ekonomi daerah, peranannya cukup besar dalam
pembanganunan struktur ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara
Titik pembangunan kawasan perkebunan tidak bisa dipusatkan karena
semuanya menyebar. Kepemilikan lahan pada umumnya individual. Selain tofograpi
Padang Lawas Utara yang memiliki banyak padang (tanah) yang luas, maka tidak
heran di kampung-kampung banyak penduduk desa yang memelihara ternak seperti
kerbau, sapi, dan kambing. Biasanya juga para penduduk memelihara berpuluh-puluh
ekor. Kondisi seperti ini memang cocok untuk wilayah tertentu di Kabupaten Padang
Lawas Utara.4


3

Harun Saleh Harahap. http://suku-batak.blokspot.com/2012/suku-batak-peternakan-di-padanglawas. html, di akses pada tanggal 25 Januari 2016, pukul 02:44 WIB
4
Harun Saleh Harahap, http://harsahacomp.blogspot.co.id,media.html, Sejarah-KabupatenPadang-Lawas-Utara, di akses pada tanggal 25 Januari 2016, pukul 02:44 WIB

Universitas Sumatera Utara

4

Hewan ternak khususnya sapi dan kerbau sangat berarti bagi kehidupan
masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara disamping digunakan untuk membajak
sawah dan membantu pekerjaan petani. Makna hewan ternak pada masyarakat paluta
khususnya sapi dan kerbau sangat erat hubungannya dengan budaya adat atau
kearifan lokal yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat seperti contohnya sapi dan
kerbau digunakan dalam acara-acara adat terutama pada pernikahan, kemalangan,
dan syukuran. Dalam aturan adat ada beberapa kategori hewan ternak yang digunakan
pada acara adat seperti ayam, kambing, sapi, dan kerbau. Akan tetapi apabila tuan
rumah yang melangsungkan acara adat Siriaon (pesta pernikahan atau syukuran) dan
adat Siluluton (acara kemalangan/berduka) menyembelih sapi atau kerbau menjadi

simbol kemapanan atau kesuksesan kepada tuan rumah atau orang yang
melangsungkan acara adat tersebut.
Dalam ilmu hukum hewan ternak memiliki kedudukan yang istimewa. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG dimana ketentuan
pasal ini merupakan pengecualian terhadap asas yang diatur Pasal 1131 KUHPerdata.
Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat dijadikan objek
pelunasan pembayaran utangnya, ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR memuat
pengecualian, berupa larangan untuk meletakkan sita terhadap jenis barang tertentu.
Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu putusan MA yang mengatakan bahwa
sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR, Pasal 211 RBG, PN dapat menyita
semua harta kekayaan tergugat, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, akan
tetapi dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian meliputi: hewan dan

Universitas Sumatera Utara

5

perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah sehari-hari.5
Dalam hal inilah tampak bahwa hewan ternak sebagai objek benda berbeda
kedudukannya dengan objek benda yang lainnya, dikarenakan peran dan fungsinya

dalam kehidupan manusia.
Sifat dan fungsi hewan serta perkakas itu sungguh-sungguh diperguanakan
sebagai alat pencari nafkah, barang itu tidak dapat disita, akan tetapi kalau hewan dan
perkakas itu berfungsi sebagai sarana jasa atau produksi tidak tergolong larangan
tersebut. Misalnya mobil penumpang atau pengangkat barang tidak dapat
dikategorikan sebagai alat pencari nafkah tetapi termasuk sarana jasa dalam bisnis
untuk mencari keuntungan.6
Sebagaimana disebutkan diawal tulisan bahwa kabupaten Padang Lawas
Utara merupakan salah satu lumbung hewan ternak di Sumatera Utara. Namun
permasalahan kemudian, terjadi banyaknya pencurian hewan ternak tersebut.
Mengutip dari situs berita online marak terjadi pencurian hewan ternak. Situs berita
online, www.metrosiantar.com, dengan judul berita, “Aksi Pencurian Ternak Kembali
Marak, 16 Ekor Sapi Hilang”.7 Situs lain, www.bidikkasus.com, dengan judul berita, “ Tiga
Pelaku Pencurian Ternak Berhasil Ditangkap Lagi.”8 Demikian juga dikabarkan melalui
situs www.apakabarsidempuan.com, “ Polsek Padang Bolak Ringkus Pencuri Ternak.”9

5

M Yahya Harahap, HUKUM ACARA PERDATA (Gugatan, Persidangan,Penyitaan, dan
Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal.305

6
Ibid
7
http://www.metrosiantar.com/2015/01/08/173283/aksi-pencurian-ternak-kembali-marak-16ekor-sapi-hilang/, diunduh tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB
8
http://www.bidikkasus.com/tiga-pelaku-pencurian-ternak-berhasil-ditangkap-lagi/ , diunduh
tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB
9
http://apakabarsidimpuan.com/2013/01/polsek-padang-bolak-ringkus-pencuri-ternak/

Universitas Sumatera Utara

6

W. Prodjodikoro menjelaskan bahwa. “Di Negeri Belanda, pasal yang
bersangkutan (pasal 311) menyebutkan diefstal van vee iut de weide (pencurian
ternak dari suatu padang rumput penggembalaan), dimana unsur weide itu tegas
ditambahkan karena unsur inilah yang justru merupakan alasan memberatkan
hukuman. Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan dari padang rumput
penggembalaan, maka alasan memperberat hukuman hanya terketak pada hal bahwa

ternak dianggap kekayaan yang penting. Hal ini memang sesuai dengan istilah Jawa
rojokoyo bagi ternak, yaitu istilah yang berarti kekayaan besar‟10
Dalam lingkup hukum pidana Indonesia, yang dimaksud dengan hewan
dijumpai/dimuat pada pasal 101 KUHP yang berbunyi: Perkataan ternak berarti
hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan: kuda,
sapi, atau kerbau dan babi. Disatu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas
karena biasanya kuda dan babi tidak termasuk istilah ternak (vee), di pihak lain
bersifat membatasi karena tidak masuk didalamnya: pluimvee atau ayam, bebek, dan
sebagainya.11
R. Soesilo memberikan penjelasan terkait dengan Pasal 363 KUH Pidana, “
Pencurian dalam pasal ini dinamakan “pencurian dengan pemberatan” atau pencurian
dengan kwalifikasi” dan diancam hukuman yang lebih berat. Apakah yang diartikan
dengan “pencurian dengan pemberatan” itu ? Ialah pencurian biasa (ps. 362) disertai
dengan salah satu keadaan seperti berikut, a. bila barang yang dicuri itu adalah

diunduh tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB
10
Ibid, Hal.22
11
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika

Adiatma, 2010), Hal. 21

Universitas Sumatera Utara

7

“khewan” dan yang dimaksudkan dengan “khewan” diterangkan dalam pasal 101,
jaitu semua macam binatang yang memamah biak (kerbau, sapi, kambing dsb.),
binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan “babi”. Anjing, ayam, bebek, angsa,
itu bukan khewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan babi.
Pencurian khewan dianggap berat, karena khewan merupakan milik seorang petani
yang terpenting.”12
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Andi Hamzah, sebagai berikut, “
Semua bagian dari inti delik yang tercantum di dalam Pasal 362 KHUP berlaku juga
untuk pasal 363 KHUP, ditambah dengan satu bagian inti (bestanddeel) lagi yang
menjadi dasar pemberatan pidana. Jika pada pasal 362 KHUP ancaman pidananya
maksimum lima tahun penjara, maka pasal 363 KUHP menjadi maksimum tujuh
tahun penjara. Bagian inti tambahan itu ialah:
-


Pencurian ternak

… Pencurian ini disebut pencurian dengan pemberatan. Membiarkan ternak
berkeliaran dikebun padang rumput atau padang rumput kering, baik tanah yang
sudah ditaburi dan seterusnya diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 459 KUHP
dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah (sangat tidak
sesuai lagi sekarang). Ternak dapat dirampas. Pasal 101 memberi pengertian ternak:
semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi.13
Oleh Barda Nawawi Arief, dijelaskan bahwa, “ Kebijakan kriminal atau

12

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1995), Hal. 251.
13
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu(Speciale Delicten) Di Dalam KUHP. (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009). Hal. 104-105

Universitas Sumatera Utara

8

politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam
menanggulangi kejahatan.”14 Kaitan dengan tindak pidana pencurian hewan,
sebagaimana dalam Pasal 363 KUH Pidana, bahwa pencurian hewan merupakan
pencurian dengan pemberatan, sehingga “pemberatan pidana” dapat dilihat sebagai
usaha rasional dalam menanggulangi kejahatan pencurian hewan. Adapun rasio legis
(alasan hukum) pemberatan pidana terhadap pencurian hewan ternak, dikarenakan
hewan ternak memiliki kedudukan yang istimewa bagi kehidupan manusia.
Kebijakan integral dalam penanggulangan kejahatan terlihat bahwa upaya
penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti: 15
a. Adanya keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial.
b. Adanya keterpaduan antara upaya penaggulangan kejahatan dengan “penal”
dan “nonpenal”.
Diantara studi mengenai faktor-faktor kriminologis di satu pihak dan studi
mengenai teknik perundang-undangan di lain pihak, ada tempat bagi suatu ilmu
pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena legislative dan bagi suatu
seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, para ahli kriminologi dan sarjana
hukum dapat bekerja sama tidak sebagai pihak yang berlawanan atau saling
berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat dalam tugas bersama, yaitu
terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang realistik, humanis, dan
berpikir maju (progresif) lagi sehat.16

14

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana, 2011). Hal.3
15
Ibid. Hal.6
16
Ibid. Hal.23.

Universitas Sumatera Utara

9

Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk dibahas persoalan hukum
terkait tentang kebijakan kriminal dalam upaya penaggulangan pencurian hewan di
Kabupaten Padang Lawas Utara.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana aspek dari pencurian hewan

secara penal dan non penal di

Kabupaten Padang Lawas Utara?
2. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab tindak pidana pencurian hewan di
Kabupaten Padang Lawas Utara?
3. Bagaimana penyelesaian tindak pidana pencurian hewan dengan kebijakan
kearifan lokal (Local Wisdom) dan kebijakan non penal di Kabupaten Padang
Lawas Utara?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi aspek-aspek dari pencurian hewan
di Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor latar belakang
penyebab terjadinya kejahatan pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas
Utara.

Universitas Sumatera Utara

10

3. Untuk mengetahui dan menalisis apa saja yang menjadi delik-delik adat serta
bagaimana pengaruh dari kearifan lokal yang ada di Kabupaten Padang Lawas
Utara dalam menanggulangi kejahatan khususnya tindak pidana pencurian
hewan.
D. Manfaat Penelitian
Keguanaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian antara lain
sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada
gilirannya memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
hukum khususnya yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dikaitkan dengan
upaya penanggulangan tindak pidana pencurian hewan.
2. Secara praktis
a. Lembaga Hukum
- Memberikan masukan dalam permasalahan serta penyelesaiaan yang
berhubungan dengan kebijakan kriminal dikaitkan dengan upaya
penanggulangan tindak pidana pencurian hewan.
- Memberikan semangat bagi para lembaga penegak hukum didalam
melakukan tugas mulianya harus lebih serius karena senantiasa mengingat
akan kewajibannya sebagai penganyom masyarakat.
b. Pemerintah Daerah
Memberikan

masukan

serta

turut

berpartisipasi

dalam

upaya

Universitas Sumatera Utara

11

penanggulangan tindak pidana pencurian hewan ternak yang terjadi di
masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara.
c. Masyarakat
Memberikan masukan terhadap masyarakat umum serta turut berpartisipasi
dalam penanggulangan tindak pidana pencurian hewan di Kabupaten Padang
Lawas Utara.
- Membangun kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajibannya
didalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian hewan ternak.
- Bersedia memberikan solusi, informasi tentang bagaimana upaya dari
masyarakat untuk menanggulangi kejahatan pencurian hewan ternak
yang belakangan ini sering terjadi diwilayah hukum Kabupaten Padang
Lawas Utara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang “Kebijakan Kriminal Dalam Upaya Penanggulangan
Tindak Pidana Pencurian Hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara” memiliki
keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari penelitian pihak lain. Sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang telah ada baik di
Perpuastakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Magister
Ilmu Hukum maupun dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi
lainnya melalui internet dan hasil penelusuran tidak diperoleh judul yang sama
dengan judul dalam penelitian ini. Judul penelitian (tesis) yang diperoleh antara lain,
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

12

1.

Tesis atas nama Bob Sadiwijaya, NIM: 097005043, dengan judul ”Penerapan
Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana yang dilakukan
oleh anak (Studi di Kota Medan).

2.

Tesis atas nama

Nasrun Pasaribu, NIM:

117005029, dengan judul

”Profesionalisme Polri Dalam Penyidikan Kasus Tindak Pidana Pencurian
dengan Pemberatan di Wiayah Hukum Medan Baru”.
3.

Tesis atas nama Marudut Hutajulu, NIM: 117005051, dengan judul “Analisis
Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan di wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia (Studi Kasus No.03/Pid.Sus P/2012/PN.Mdn).
Sehingga jika dilihat dari segi judulnya, pokok permasalahan yang dibahas

dengan penelitian ini sangatlah berbeda, oleh karena itu secara akademik penelitian
ini dapat dipertanggungjawankan keasliannya (orosinil), bukan hasil plagiat atau
duplikasi dari peneliti sebelumnya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pertimbangnan dan
pegangan teoritis.17 Dalam pembahasan tesis ini menggunakan teori kebijakan
kriminal dalam upaya pananggulangan tindak pidana pencurian hewan yang terdiri
dari:
a. Kebijakan Kriminal

17

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Jakarta; Mandar Maju, 1994), Hal.80

Universitas Sumatera Utara

13

Kebijakan kriminal atau politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional
dari

masyarakat

dalam

menanggulangi

kejahatan.

Keterkaitannya

dengan

pembaharuan sistem peradilan pidana di Indonesia, maka sistem peradilan itu
mempunyai tujuan, yakni. Pertama, mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.
Kedua, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas karena
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana. Ketiga, mengusahakan
agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulagi lagi kejahatannya.
Karena empat komponen dalam sistem peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan) diharapkan dapat bekerjasama dan
membentuk Integrated criminal justice system.18
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal
ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social
policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (socialwalfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social
defence policy).19
b. Sosiologi Hukum
Dalam teori-teori sosiologi hukum yang

bersifat makro selalu dapat

disaksikan betapa para teoritisi senantiasa menghubungkan hukum dan sistem hukum
dengan

keadaan

masyarakatnya,

apakah

itu

struktur

berupa

struktur

18

Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana Kontenporer. ( Jakarta: Prenada Media
Grouf, 2010), Hal. 3
19
Syafruddin Kalo, Kebijakan Kriminalisasi Dalam Pendaftaran Hak-Hak Tanah Di
Indonesia: Suatu Pemikiran: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu
Hukum Agraria Pada Fakultas Hukum USU, (Medan: USU Press, 2006), Hal.2

Universitas Sumatera Utara

14

perekonomiannya, bentuk politiknya, solidaritas atau ciri-ciri lainnya. Dengan
demikian, hukum merupakan variabel yang tergantung atau tidak tetap yang hanya
bisa dipahami dengan baik dalam hubungannya dengan masyarakat.20
Soekanto menyebutkan kebalikan analisa Ehrlich adalah terletak pada
usahanya dalam hal mengalihkan perhatian para ahli hukum ke wilayah lingkup
sistem sosial sehingga ditemukan suatu kekuatan yang mengandalkan hukum. Ajaran
hukum Ehrlich ini sangat membantu dalam memahami dalam konteks sosial atau
hukum sebagai fakta sosial, namun dikatakan Soekanto bahwa yang jadi persoalan
adalah sulitnya dalam menentukan suatu ukuran-ukuran yang dapat dipakai dalam
menentukan bahwasanya suatu kaidah hukum tersebut itu apakah benar-benar
merupakan hukum yang senyatanya hidup (living law) dan juga apakah benar-benar
dianggap mempengaruhi rasa keadilan bagi masyarakat.21
Ehrlich memandang hukum sebagai fiet. Sebaliknya Sociological atau
Functional Jurisprudence memandang hukum sebagai norm. (Vide Apeldoom Bab II
mengenai "recht als fait" dan "recht als norm"). Di Amerika Serikat, politik sangat
dipengaruhi oleh perkembangan sosiologi. Menurut sosiologi, hukum merupakan
suatu gejala masyarakat, een maatschappelijk verschijnsel. Oleh karena itu functional
jurisprudence

juga

memperhatikan

sociological

atau

functional

pengaruh

jurisprudence

masyarakat
jangan

terhadap

hukum.

dikacaukan

dengan

rechtssociologie. Kalau rechtssociologie (Eugen Ehrlich) hukum dipandang sebagai
feit. Hukum adalah pasif, dipengaruhi oleh masyarakat. Sebaliknya functional
20
21

Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum. (Yogyakarta: Genta Publishing,2010), Hal.4
Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi hukum. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),

Hal.156

Universitas Sumatera Utara

15

jurisprudence (Dean Rosce Pound) memandang hukum sebagai norma. Apakah
fungsi hukum sebagai norma terhadap masyarakat? jawab: Ada psychisch dwingende
werking.22 Hukum mempuanyai paksaan terhadap jiwa manusia. Hukum dapat
mengalirkan masyarakat ke arah kemauan negara. Apakah sebabnya? Tidak lain dan
tidak bukan oleh karena hukum mempunyai sanksi23
2.Kerangka Konsepsi
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti.24Dan defenisi operasional untuk
mencegah pemahaman atau penafsiran yang keliru dalam penelitian, maka dengan
ini perlu membuat beberapa konsep yang relevan dengan judul penelitian ini antara
lain:
1. Kebijakan Kriminal
Kebijakan kriminal adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam
menanggulangi kejahatan yang mencakub antara lain:
a. Upaya penanggulangan secara penal
Upaya penanggualangan kejahatan lewat jalur penal adalah suatu usaha
bagaimana membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang
baik atau suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara lebih baik.
b. Upaya penanggulangan non penal
22

Psychisch Dwingende Werking itu ada dua macam: 1). Preventive Werking yaitu
menggunakan ancaman hukuman. 2). Stimularende Werking yaitu dengang menggunakan hadiah
23
Djokosuonto, Hukum Tata Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982). Hal 24
24
Herman H. laiya. Asas-Asas Hukum Pidana, Diktat untuk kalangan sendiri, (Medan: FH
UNIKA, 1990), Hal. 20

Universitas Sumatera Utara

16

Upaya penanggualangan kejahatan lewat jalur "non-penal" adalah suatu
tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.
2. Hewan
Pengertian hewan menurut Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 perubahan
atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan
hewan terdapat pada Pasal 1 (angka 3, 4, dan 5) yaitu:25
3. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada didarat, air dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang dihabitatnya.
4. Hewan peliharaan adalah Hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau
seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.
5. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil
pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan
pertanian.
Pada hukum perdata hewan ternak dapat dilihat dalam Pasal 197 ayat (8) HIR
atau Pasal 211 RBG dimana ketentuan pasal ini merupakan pengecualian terhadap
asas yang diatur Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut ketentuan ini, seluruh harta
kekayaan debitur dapat dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya, ketentuan
Pasal 197 ayat (8) HIR memuat pengecualian, berupa larangan untuk meletakkan sita
terhadap jenis barang tertentu. Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu putusan
MA yang mengatakan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR, Pasal
211 RBG, PN dapat menyita semua harta kekayaan tergugat, baik yang bergerak
maupun tidak bergerak, akan tetapi dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat
pengecualian meliputi: hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh digunakan

25

Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor
18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Universitas Sumatera Utara

17

sebagai alat pencari nafkah sehari-hari.26
Sedangkan dalam huku pidana yang dimaksud dengan hewan dijumpai/dimuat
pada pasal 101 KUHP yang berbunyi: Perkataan ternak berarti hewan yang berkuku
satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan: kuda, sapi, atau kerbau dan
babi. Disatu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda
dan babi tidak termasuk istilah ternak (vee), di pihak lain bersifat membatasi karena
tidak masuk didalamnya: pluimvee atau ayam, bebek, dan sebagainya.27
3. Tindak Pidana
Tindak pidana yaitu istilah "pidana" secara resmi dipergunakan oleh rumusan
Pasal VI UU No.1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk
pengertian yang sama sering juga digunakan istilah lain yaitu hukuman,
penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana, dan hukuman
pidana.28
4. Tindak Pidana Pencurian Hewan
Tindak pidana pencurian hewan adalah seperti yang disebutkan pada pasal
362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya, atau sebagian milik
orang lain dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Bentuk pencurian
sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 363 (bentuk pokoknya) ditambah unsurunsur lain, baik yang objektif maupun subjektif, yang bersifat memberatkan
26

M Yahya Harahap, HUKUM ACARA PERDATA (Gugatan, Persidangan,Penyitaan, dan
Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal.305
27
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika
Adiatma, 2010), Hal. 21
28
Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Adiatma, 2011), Hal.13

Universitas Sumatera Utara

18

pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari
pencurian dalam bentuk pokoknya. Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undangundang sebagai faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai
keadaan khusus pada Indonesia.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang digunakan
untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai
pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasianal penelitian untuk
menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian normatif yang membutuhkan populasi dan sampel. 29 Adapun
beberapa langkah yang digunakan dalam penilitian ini ialah:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris. Penelitian yurudis normatif mencakup kepada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang ada dalam
masyarakat.30 Dan penelitian hukum empiris sebagaimana yang dikatakan Soejono
Soekanto “ Penelitian hukum sosiologis atau empris yang terdiri dari:
a. Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis);
b. Penelitian terhadap evektifitas hukum.”31
Deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan
suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar
29

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal.105
Ibid
31
Soejno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI-Press, 2014). Hal.51
30

Universitas Sumatera Utara

19

dapat memberikan data seteliti mugkin mengenai objek penelitian sehingga mampu
manggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum
atau perundang-undangan yang berlaku.32 Dalam penulisan ini menguraikan tentang
kebijakan kriminal dalam upaya penggulangan tindak pidana pencurian hewan di
Kabupaten Padang Lawas Utara
2. Sumber Bahan Hukum
Penelitian ilmu hukum adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik
dalam hukum primer maupun bahan hukum skunder. Dengan mengumpulkan semua
informasi yang ada kaitannya dengan permasalahan, kemudian dipilih informasi yang
relevan dan esisnsial, baru ditentukan isu hukumnya (legal issues). Pada penelitian ini
isu hukum (legal issues) yang diangkat yaitu permasalahan sosial pencurian hewan di
Kabupaten Padang Lawas Utara.33
Dalam penelitian tesis ini, data yang digunakan adalah data skunder, maka
didalam penelitian hukum normatif yang termasuk data skunder, yaitu:
a. Bahan hukum primer meliputi

sumber bahan hukum dan non hukum yang

mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab
Uandang-Undang Hukum Pidana
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

32
33

Ibid, Hal. 223
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008),

Hal. 97

Universitas Sumatera Utara

20

4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten;
Padang Lawas Utara;
b. Bahan Hukum skunder, merupakan bahan hukum yang memeberikan paenjelasan
mengenai bahan hukum primer sebagai mana yang terdapat dalam kumpulan
pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer yang terdiri
dari:
1) Rancangan Undang-Undang;
2) Buku-buku;
3) Jurnal;
4) Majalah;
5) Artikel;
6) dan berbagai tulisan lainnya.
c. Bahan hukum tersier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan
hukum primer dan skunder, seperti:
1) Kamus;
2) Ensiklopedi dan lain sebagainya.
3) Statistik Sosial Kabupaten Padang Lawas Utara
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan reposden.
Wawancara (Interview), yaitu mengadakan penggalian data dengan wawancara yang

Universitas Sumatera Utara

21

mendalam terhadap aparat Kepolisian, Pemerintah Kabupaten dan Masyarakat
menangani kasus ini.
Penulis menggunakan interview bebas terpimpin (controlled interview), yaitu
wawancara menggunakan interviewguide berupa pertanyaan yang berhubungan
dengan permasalahan dan cara mengajukan pertanyaan diserahkan sepenuhnya pada
keluwesan interviewer untuk menghilangkan kekakuan dalam proses interview.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library
research), yaitu mengumpulkan data dari referensi-referensi yang mendukung
terhadap penelitian ini (melakukan studi kepustakaan yang berupa dokumendokumen, literatur, artikel-artikel yang berhubungan dengan permasalahan).
Kemudian dilakukan sinkronisasi sehingga diperoleh data yang menjadi bahan
masukan untuk melengkapi analisis permasalahan dalam penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data
kedalam ketegori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.34 Analisis data yang
dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam
menganalisis permasalahan yang akan dibahas, manafsirkan dan kemudian menarik
kesimpulan yang secara deduktif35 pada akhirnya dapat menjawab permasalahan
penelitian ini.

34

Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
kedalam suatu pola, kategori satuan uraian dasar. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 280
35
Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret. Lihat Jhonny Ibrahim, Teori
Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media, 2005), Hal. 393

Universitas Sumatera Utara