Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

(1)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Disusun oleh : Hanna Mandela

080200224

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang

broken home, tingkat kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Dari latar belakang tersebut, penulis menangkat judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah”.

Dengan Permasalahan sebagai berikut : bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, bagaimana penanggulangan tindak pidana pencurian tersebut, serta apa saja yang menjadi hambatan dalam penanggulangan tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan dan data kepustakaan. Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah menggunakan dua kebijakan, yaitu : kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan pada sebuah kasus, serta dengan kebijakan non penal (Non Penal Policy) dengan patroli dan memberi penyuluhan dan himbauan kepada setiap masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin memberikan saran bahwa penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan secara

non penal dapat lebih di utamakan, karena upaya tersebut merupakan upaya sebelum terjadinya suatu tindak pidana sehingga tidak akan ada yang menjadi korban.

Kata kunci : penanggulangan, pencurian dengan kekerasan,

Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I


(3)

The monetary crisis was the cause of rising crime and rising unemployment that affects the welfare level. Limitations of life in economic terms of income, education levels are low offenders, broken homes, the level of satisfaction of participants of the material are extremely minimal, congenital birth of each actor, and environmental factors make the perpetrators of the crime had to do the job. From this background, the author menangkat titled "Crime Prevention Theft With Violence In Bagan Sinembah police".

With the following problem: how to setup the crime of theft with violence in police Bagan Sinembah, how the theft crime prevention, and what are the bottlenecks in the response to it. To answer these problems, the writing of this thesis using two approaches namely the approach of juridical normative juridical and empirical approaches. Source of data used in this study is a data field and data libraries. Analysis performed on the data obtained by qualitative analysis is conducted in a descriptive analysis, then the analysis is followed by a deductive conclusion.

Based on the results of the study, prevention of criminal acts of theft with violence in police Bagan Sinembah uses two policies, namely: policy of the criminal law (penal policy) to conduct the investigation in a case, as well as with non-penal policies (Non-Penal Policy) to patrol and provide counseling and appeals to every community.

Based on these results, the authors suggest that the response to the crime of theft with violence in non-penal be more in priority, because the effort was an attempt before the occurrence of a crime that no one will ever be a victim.

Key words: poverty, theft with violence,

Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I


(4)

telah memberikan kasihnya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah “ ini dengan baik dan tepat waktu.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan I USU Medan

3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan II FH USU Medan

4. Bapak Muhammad Husni, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan II USU Medan

5. Bapak Dr. Hamdan, SH, M.Hum, selaku Kepala Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan.

6. Ibu Liza Erwina, SH. M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan.


(5)

8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bantuan kepada saya, meminjamkan buku-buku dan artikel yang terkait dengan judul skripsi saya. Mengkoreksi sistematika penulisan saya, walaupun banyak sekali kesalahan dalam penulisan tetapi bapak Mahmud tidak pernah marah ataupun bosan dalam memberi bimbingannya, serta mau meluangkan waktu buat saya untuk bimbingan skripsi. Pokok nya pak Mahmud The Best de....

9. Ibu Dr. Agusmidah,SH, M.Hum, selaku Dosen Akademis saya. Ibu yang sangat tegas dan disiplin dalam membimbing akademik saya. Saya banyak belajar dari Ibu Agusmidah, betapa pentingnya disiplin dan bertanggungjawab dalam tingkah laku.

10.Terkhusus buat Kedua Orang Tua saya Alidius Damanik dan Rosmawati Saragi yang sangat saya sayangi dan cintai yang memberikan dukungannya dalam segala hal, memberi motivasi disaat saya lagi down, dan selalu memeberikan waktu disaat saya perlukan. Terima kasih buat kasih sayang, kepercayaan, dan kesabaran yang kalian berikan kepada ku. Skripsi ini tidak akan ada jika tidak ada kalian orang tua terhebat ku. LOVE YOU SO MUCH, PAPA & MAMA...

11.Kepada Keluarga Bang Saul Sitinjak, abang saya Alfred Jhonson Damanik, S.Sos, adek saya Batara Tuan Syah Damanik, dan Keponakan


(6)

meluangkan waktu nya, mengajari ku. Thank U Mok-mok....

13.Kepada Sahabat-sahabat ku : Christy Hutabarat, Megawati Churumi atas perjuangan kita bersama, Miss Galau ( Pratiwi U.Panjaitan). Josephin si belalai.

14.Kepada Teman Seperjuangan ku Cewek-cewek Marcopolo ( Berlian Ketaren, Juliana Hutasoit, Yulyah ) yang luar biasa dan yang kuat, tidak pantang menyerah mencari keberadaan Dosen kita, mengejar Dosen sampai keujung Dunia pun kita lakukan. Sssseemmaannggaattt Cewe-Cewe Marcopolo...!!!.

15.Buat bapak Kapolsek Bagan Sinembah ( Kompol Rudi A. Samosir) terima kasih atas bantuannya, yang mau meluangkan waktu untuk wawancara, memberikan masukan-masukan yang membangun kepada saya.

16.Terima kasih kepada Aiptu Edgar Hutabarat, Brigadir Daniel Napitupulu, Briptu R. Sitinjak, Briptu Dede A.Z, Briptu Dede Sofian, Briptu R. Haloho yang mau membantu saya wawancara, selalu bisa di tanya walaupun pada saat tugas, dan mau menjadi narasumber saya. Thank You Pak POLISI....!!?!

17.Buat Teman-teman main ku : Misi, dwi, oin, evelin, nita, Ica. Terima kasih atas kebersamaan nya.


(7)

19.Buat Pelatih Basket, bang Hansen Siahaan, bg Tema Laoly, bg Lincon, terima kasih abang-abang ku, mau di ajak shering saat latihan, mau memberi nasihat juga.

20.Buat teman-teman basket seperjuangan ku : kak medo, kak sion, kak Caludya, Esteria Lingga, Sari, dll.

21.Teman-teman SMA ku : Vonika, Cenji, Dewi, Ika, Bebeth, Afri. Pokok nya semua teman-teman SMA Immanuel Medan... Mizz U guys ....!!!! Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan kesempuranaan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak, penulis tidak akan mampuh menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mohon maaf apabila ada kekurangan dan tindakan penulis yang tidak berkenan di hati semua para pihak selama ini.

Akhirnya biarlah kemuliaan hanya pada Dia yang empunya segalanya dan yang mengasihiku. Amin.

Medan, Juni 2012


(8)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D.Manfaat Penulisan ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 11

F. Tinjauan Kepustakaan ... 11

1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Dalam KUHP...11

2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah... 14

3. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah ... 17

a. Kebijakan Non Penal (Non Penal Policy) ... 21

b. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) ... 22

4. Metode Penulisan ...23

1. Metode Pendekatan ... 23


(9)

KEKERASAN DALAM KUHP ... 27

A. Pencurian dengan Kekerasan Sebagai Bagian Dari Kejahatan Kekerasan... 27

B. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP ... 41

BAB III HAMBATAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH ... 56

A. Peranan Masyarakat ... 56

B. Peranan Korban ... 57

C. Peranan Pelaku ... 59

D. Peranan Peraturan Perundang-undangan (KUHP) ... 60

E. Peranan Anggota Kepolisian ... 62

F. Peranan Agama dalam Masyarakat ... 64

BAB IV PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH ... 67

A. Gambaran Umum Mengenai Lokasi Penelitian ... 67

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah ... 71

1. Faktor Internal ... 71


(10)

di Polsek Bagan Sinembah ... 87

1. Kebijakan Hukum Pidana ( Penal Policy ) ... 87

a. Fungsi Polisi Sebagai Penyelidik ... 88

b. Fungsi Polisi Sebagai Penyidik ... 91

c. Proses Penyelidikan dan Penyidikan di Polsek Bagan Sinembah ... 99

2. Kebijakan Non Penal ( Non Penal Policy ) ... 109

a. Upaya Preventif ... 111

b. Upaya Pre-emtif ... 115

E. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Pada Masa Yang akan Datang ... 117

a. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) ... 117

b. Kebijakan Non Penal (Non Penal Policy) ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 129

A. Kesimpulan ... 129

1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP ... 129

2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah ... 130


(11)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang

broken home, tingkat kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Dari latar belakang tersebut, penulis menangkat judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah”.

Dengan Permasalahan sebagai berikut : bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, bagaimana penanggulangan tindak pidana pencurian tersebut, serta apa saja yang menjadi hambatan dalam penanggulangan tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan dan data kepustakaan. Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah menggunakan dua kebijakan, yaitu : kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan pada sebuah kasus, serta dengan kebijakan non penal (Non Penal Policy) dengan patroli dan memberi penyuluhan dan himbauan kepada setiap masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin memberikan saran bahwa penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan secara

non penal dapat lebih di utamakan, karena upaya tersebut merupakan upaya sebelum terjadinya suatu tindak pidana sehingga tidak akan ada yang menjadi korban.

Kata kunci : penanggulangan, pencurian dengan kekerasan,

Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I


(13)

The monetary crisis was the cause of rising crime and rising unemployment that affects the welfare level. Limitations of life in economic terms of income, education levels are low offenders, broken homes, the level of satisfaction of participants of the material are extremely minimal, congenital birth of each actor, and environmental factors make the perpetrators of the crime had to do the job. From this background, the author menangkat titled "Crime Prevention Theft With Violence In Bagan Sinembah police".

With the following problem: how to setup the crime of theft with violence in police Bagan Sinembah, how the theft crime prevention, and what are the bottlenecks in the response to it. To answer these problems, the writing of this thesis using two approaches namely the approach of juridical normative juridical and empirical approaches. Source of data used in this study is a data field and data libraries. Analysis performed on the data obtained by qualitative analysis is conducted in a descriptive analysis, then the analysis is followed by a deductive conclusion.

Based on the results of the study, prevention of criminal acts of theft with violence in police Bagan Sinembah uses two policies, namely: policy of the criminal law (penal policy) to conduct the investigation in a case, as well as with non-penal policies (Non-Penal Policy) to patrol and provide counseling and appeals to every community.

Based on these results, the authors suggest that the response to the crime of theft with violence in non-penal be more in priority, because the effort was an attempt before the occurrence of a crime that no one will ever be a victim.

Key words: poverty, theft with violence,

Penulis Skripsi Dosen Pembimbing I


(14)

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) . Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia sebagai negara hukum menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap

tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.1 Hukum bekerja dengan

cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.2

Usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, merupakan tanggungjawab pemerintah Republik Indonesia. Usaha itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Indonesia adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Kejahatan dan gangguan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat ditemui setiap saat maupun setiap tempat. Para pelaku kejahatan selalu

1

C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. Ke-8, Jakarta : Balai Pusataka, 1989, hlm. 346

2


(15)

berusaha memanfaatkan waktu yang luang dan tempat yang memungkinkan untuk menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin mereka capai hanya satu yaitu memperoleh benda atau uang yang diinginkan dengan kejahatannya.3

Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang relatif sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi peluang bagi pelaku tindak kejahatan. Kejahatan tindak pidana yang semakin bervariasi disebabkan karena tingginya volume dan meningkatnya kwalitas kejahatan. Kebijakan dan antisipasi yang menyeluruh merupakan cara untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana.4

Pelaku kejahatan dapat melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan

berbagai cara. Keadaan seperti itu menyebabkan kita sering dengar “modus

operandi” (model pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara kejahatan satu dengan kejahatan lainnya. Kemajuan teknologi dewasa ini, menyebabkan

modus operandi para pelaku mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi. Manusia dalam kehidapnnya pada era globalisasi ini, seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu dimana dengan didukung oleh derasnya arus informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, kualitas dan kuantitas kejahatan semakin meningkat dengan modus operandi yang lebih bervariasi dan canggih serta sulit pembuktiannya mulai dari kejahatan yang bersifat

3 Ibid 4

www.arsingtadda.com/ peran-korban-dalam-terjadinya-tindak-pidana-pencurian-dengan-kekerasan


(16)

konvensional, kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih sampai pada kejahatan yang aktivitasnya lintas negara (kejahatan transnasional).5

Masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha adalah cara yang dapat dicapai untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis. Krisis moneter belakangan yang terjadi mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis moral. Krisis moneter adalah penyebab meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.6

Masyarakat senantiasa berproses dan kejahatan senantiasa mengiringi proses tersebut, sehingga diperlukan pengetahuan untuk mempelajari kejahatan tersebut, mulai dari pengetahuan tentang pelaku, sebab-sebab pelaku tersebut melakukan kejahatan, sampai dengan melakukan kejahatannya (P. Topinand, 1979). P. Topinand adalah seorang antropoligi perancis. P.Topinand sebelumnya menggunakan istilah antropologi criminal, kemudian menggunakan istilah kriminologi. Krimonologi berasal dari kata Crimen yang berarti kejahatan, Logos

berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi krimonologi berarti ilmu atau pengetahuan tentang kejahatan.7

5 Ibid 6

https://docs.google.com/ tinjauan yuridis-tentang tindak pidana-pencurian dengan kekerasan-dan pemberatan-di wilayah Surabaya.

7


(17)

Beberapa sarjana memberikan definisi berbeda mengenai kriminologi ini, diantaranya : bonger, Sutherland, wood, Michael dan adler.8 Bonger mengatakan, bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya.9 Sutherland mengatakan, “Criminology is the body knowledge regarding Crime as a social Phenomenen”. Artinya kriminologi adalah keseluruhan ilmu mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat.10

Wood mengatakan, bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang berhubungan dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap

perbuatan jahat dan penjahat.11 Michael dan Adler mengatakan, Kriminologi

adalah keseluruhan dari bahan-bahan keterangan mengenai perbuatan-perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh badan-badan masyaraka tdan oleh anggota masyarakat.12

Berbagai kejahatan yang ada di masyarakat memang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus dan tindak pidana umum. Pada prakteknya, meskipun tidak jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan - ketentuan yang mengaturnya, misalnya kejahatan korupsi, kejahatan ekonomi, dan kejahatan

8 Ibid 9

Ediwarman,dkk, Asaz-asaz kriminologi, Medan : USU Pres, 1994, hlm.1 10

Ibid 11

Santoso, Op.Cit, hlm.12 12


(18)

subversi. Kejahatan-kejahatan tersebut juga mengacaukan perekonomian Negara.13

Tindak pidana umum, juga kita dapatkan beranekaragam atau macamnya, di mana salah satunya adalah tindak pidana pencurian. Pencurian merupakan tindakan kriminalitas yang sangaja menganggu kenyamanan rakyat. Tindakan konsisten diperlukan dalam penegakkan hukum, sehingga terjalin kerukunan. Kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan yang terjadi ditengah masyarakat, dibuktikan dari rasio pencurian yang makin meningkat di tengah kondisi obyektif pelaku di dalam melakukan aktivitasnya. Kondisi ini dapat berdampak pada beberapa aspek, yaitu ekonomi, social dan lingkungan kehidupan pelaku tersebut, namun sejauh mana ktivitas itu dapat memberikan nilai positif dalam membangun masyarakat yang taat hokum.14

Penelitian ini didasarkan atas keterpaksaan pelaku akan pekerjaan tersebut, berasal dari kesadaran akan realitas hidup yang memberikan beban tersendiri bagi para pelaku kejahatn untuk memenuhi kebutuhan pelaku. Perampok merupakan pelaku tindak kejahatan yang didasari dengan kesadaran pelaku kejahatan bertindak dan berperilaku yang memberikan kerugian bagi orang lain dan memberikan efek tersendiri bagi lingkungan sosial yang ditempati. Pengaruh akan tindakan pelaku sangat menarik dikarenakan pekerjaan yang pelaku geluti merupakan satu kesadaran murni akan konsekuensi atas apa yang pelaku lakukan.

13

www.arsingtadda.com/ peran korban-dalam terjadinya-tindak pidana pencurian dengan kekerasan

14


(19)

Penelitian ini dapat mengatakan alasan tersebut tidak rasional, pelaku kejahatan melakukan pekerjaan tersebut tanpa harus memikirkan konsekuensinya.15

Keterbatasan akan kehidupan dalam segi ekonomi pendapatan, tingkat pendidikan pelaku kejahatan yang rendah, keluarga yang broken home, tingkat kepuasan pelaku terhadap materi yang dimiliki sangat minim, bawaan lahir setiap pelaku, dan faktor lingkungan membuat pelaku kejahatan terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut bukanlah penyebab utama pelaku kejahatan melakukan pekerjaan itu. Faktor tersebut tidak menjamin pelaku kejahatan atau mendorong pelaku melakukan kejahatan tersebut.16

Berbagai kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau disingkat dengan Curas. Pencurian dengan kekerasan atau disingkat Curas, merupakan suatu kejahatan yang sekarang ini lagi trend didaerah Bagan Sinembah-Riau dari tahun ketahun. Kejahatan ini dilakukan tidak lagi memperhatikan siapa korban dan kapan waktunya. Tingginya tingkat kejahatan pencurian dengan kekerasan didaerah Bagan Sinembah-Riau yang terjadi merupakan ancaman dan tantangan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, yang pada gilirannnya menghamba tusaha-usaha pembangunan untu kmencapai kesejahteraan masyarakat.17

Bagan Sinembah-Riau dahulunya dikenal sebagai daerah yang relatif sangat aman dan tenteram, karena masih sangat minimnya angka kriminalitas yang terjadi. Banyak anggapan masyarakat daerah Bagan Sinembah-Riau untuk

15

https://repository.unhas.ac.id/bitstream/skripsi-sarjana.docx 16

Ibid 17

Artikel Universitas Bangka Belitung terbaru, Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan tanggal 2 september 2010 (online)


(20)

mencari nafkah penghidupan yang layak sangat mudah. Kondisi inilah yang membuat daerah Bagan Sinembah-Riau semakin padat dan ramainya penduduk yang ingin merubah hidupnya. Seiring perkembangan zaman, daerah Bagan Sinembah-Riau mengalami berbagai macam permasalahan sosial dan politik akibat krisis ekonomi serta menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan, baik aparatur pemerintah maupun pelaku dunia usaha, dan permasalahan kemiskinan sampai tindakan kriminal yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan. Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor terjadinya tindak pidana pencurian serta kebutuhan masyarakat semakin komplek namun lapangan pekerjaan sangat sulit juga sebagai alasan terjadinya pencurian dengan kekerasan tersebut.18

Maraknya kejahatan di jalanan yang terjadi di Daerah Kec.Bagan Sinembah, Kab. Rokan Hilir-Riau akhir-akhir ini adalah alasan untuk dilakukannya penelitian. Didaerah Kec.Bagan Sinembah, kejahatan pencurian dengan pemberatan (Curat) adalah kasus yang paling banyak terjadi dengan jumlah kasus 23 kasus, kajahatan kedua yang paling banyak terjadi adalah Pencurian Motor (Curanmor) dengan jumlah kasus 22 kasus, kejahatan ketiga yang paling banyak terjadi adalah Pencurian dengan Kekerasan (Curas) dengan jumlah kasus14 kasus, dan kejahatan keempat yang paling banyak dilakukan adalah Pengrusakan dengan jumlah kasus 4 kasus. Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk tabel.

18 Ibid


(21)

Tabel 1.

Data Kasus Yang Ditangani oleh Polsek Bagan Sinembah-Riau Tahun 2010-2011

No Jenis Kejahatan Tahun 2010 Tahun 2011

JTP PTP JTP PTP

1 CURAT 30 10 23 10

2 CURANMOR 22 2 20 2

3 CURAS 14 2 14 2

4 PENGRUSAKAN 7 5 4 1

Sumber : Data Statistik Reskrim Polsek Bagan Sinembah

Bagan Batu, 25 Desember 2011

KANIT RESKRIM POLSEK BAGAN SINEMBAH Keterangan :

JTP : Jumlah Tindak pidana PTP : Penyelesaian Tindak Pidana

Berdasarkan data kriminalitas tabel 1 diatas yang menjelaskan tentang banyaknya tindak kejahatan pencurian dengan kekerasan yang terjadi didaerah Kec. Bagan Sinembah, Kab. Rokan Hilir-Riau adalah alasan dilakukannya penelitian. Permasalahan yang menjadi salah satu point penting dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah-Riau. Dari uraian latar belakang tersebut, perlu diteliti untuk mengetahui lebih jelas mengenai penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang di buat dalam bentuk skripsi, dengan


(22)

judul “ Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Polsek

Bagan Sinembah-Riau”.19

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini akan berfokus kepada beberapa batasan masalahnya. Adapun yang menjadi batasan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam

KUHP?

2. Bagaimana Hambatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek

Bagan Sinembah-Riau ?

3. Bagaimana Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di

Polsek Bagan Sinembah-Riau ?

C.Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana pengaturan pencurian dengan

kekerasan di dalam KUHP.

2. Untuk mengkaji dan mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang terdapat

dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah.

3. Untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana penanggulangan tindak pidana

pencurian dengan kekerasan yang di lakukan oleh pihak Polsek Bagan Sinembah.

19

http//skripsi_“Patodong” (Studi Tentang Pola Hubungan Kerja Pelaku Kejahatan Penodong Di Kota Makassar), Universitas Hasanuddin (online)


(23)

D.Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

a. Hasi penelitian ini diharapkan mampuh menambah ilmu pengetahuan dan

dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pendidikan ditingkat Perguruan Tinggi dalam mata kulia khususnya Ilmu Hukum. Serta dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian yang berkenaan judul skripsi ini.

b. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada pihak kepolisian

mengenai pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, hambatan-hambatan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dan penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut. 2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan

parapelaksana dibidang hukum pidana, khususnya aparat kepolisian dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan penganyoman masyarakat.

b. Diharapkan adanya kerjasama antara aparat kepolisian dengan

mesyarakat dalam penanggulangan pencurian dengan kekerasan (curas), sehingga bukan tanggungjawab kepolisian saja dalam penanggulangan curas, karena pencurian dengan kekerasan itu merupakan tanggungjawab kita semua sebagai warga Negara Indonesia.


(24)

E.Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul "Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Curas) di Polsek Bagan sinembah-Riau". Dalam penulisan skripsi ini, saya melakukan studi kepustakaan dan melakukan riset ke Polsek Bagan Sinembah-Riau guna memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan pemeriksaan yang penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara itu dalam rangka pembuktian bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, maka telah terbukti skripsi ini benar-benar merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan berasal dari karya tulis orang lain.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP

Pembahasan ini sebelumnya akan membahas tentang kejahatan kekerasan terlebih dahulu. Kejahatan kekerasan akan digolongkan sebagi berikut :

a. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP )

Isinya sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”20

20

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241


(25)

Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur : 1. Unsur Subyektif

a. Dengan Sengaja

b. Dengan rencana terlebih dahulu

2. Unsur Obyektif

a. Perbuatan : menghilangkan nyawa

b. Obyeknya : nyawa orang lain.

c. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)

b. Pemerkosaan (Pasal 285 berisi) : Isi pasalnya sebagai berikut :

“barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan diam, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”21

Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh”

c. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)

Isinya Pasal sebagai berikut22 :

Ayat (1) : “Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan,supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya”.

21

Ibid, hlm 22

Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : Politeia, 1994, hlm. 253


(26)

Ayat (2) : “Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

dipekarangan tertutup yang ada rumahnya,atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

2e : Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3e : Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 4e : Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

Ayat (3) : “Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati23.

Ayat (4) : “Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan No.3”.24

d. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP)

Isinya sebagai berikut ;

Ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’

Ayat (2) : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah

dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”.25 Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah :

a. Kesalahannya : adanya Kesengajaan ( opzettelijk ) b. Perbuatannya : Melukai berat

c. Obyeknya : tubuh orang lain d. Akibatnya : Luka Berat

23

Ibid, hlm. 254 24

Ibid 25

Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” ( pasal 351 alinea 2 ). tentang luka berat itu sendiri, terdapat pada pasal 90


(27)

2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Polsek Bagan Sinembah mengalami suatu hambatan. Hambatan tersebut terjadi karena adanya peran antara polisi, masyarakat, dan korban sendiri, sehingga sangat kecil terjadi pencurian dengan kekerasan tersebut. Hambatan tersebut antara lain sebagai berikut:26

a. Peran Masyarakat

Berkaitan dengan keadaan masyarakat sekitar pelaku, apakah masyarakat sekitar pelaku merupakan penjudi ataupun pemabok. Adapun faktor internal berkaitan dengan pendidikan masyarakat sekitar pelaku kepercayaan terhadap agama atau keimanan, dalam arti masyarakat yang bersangkutan menganggap “biasa saja” adanya hal-hal yang sebenarnya dilarang atau dianggap melanggar hukum. Faktor eksternal, terutama yang berasal dari masyarakat lain, juga berpengaruh pada perilaku dari anggota masyarakat dimana pelaku tinggal.27

Masyarakat yang serba berkecukupan saling bekerjasama dalam penanggulangan tindak pidana pencurian Faktor eksternal khusus, tetap berasal dari masyarakat lain (di luar pelaku tinggal), akan tetapi sangat khusus sekali sifatnya. Misalnya ada anggota masyarakat lain yang menyimpan uang dalam jumlah besar dirumahnya atau suka memamerkan harta kekayaannya. Hal seperti ini menjadi “pemancing” bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana pencurian.28

26

www.eprints.uns.ac.id/323/1/163902708201002021.pdf+TINJAUAN+VIKTIMOLOGI S+TERHADAP+TINDAK+PIDANA

27 Ibid 28


(28)

Peran masyarakat yang begitu berpengaruh terhadap terjadinya suatu tindak pidana merupakan suatu hambatan yang besar bagi pelaku kejahatan. Suatu tindak pidana dapat terjadi atau tidak, tergantung kepada seberapa besarnya peran masyarakat tersebut. Hubungan yang baik ditengah-tengah masyarakat, merupakan suatu pemikiran yang baik pula.29

b. Peran Korban30

Peran korban dalam terjadinya tindak pidana pencurian juga patut diperhatikan dan menjadi salah satu faktor yang penting dalam terjadinya tindak pidana pencurian. Seperti yang dijelaskan oleh penulis di muka, bahwa peran korban di sini diartikan sebagai keadaan korban yang memberikan peluang atau kesempatan agar pelaku dapat melaksanakan niatnya untuk melakukan tindak pencurian.31

Peran korban disini dapat berupa sifat korban yang gemar memamerkan harta kekayaanya, sering memakai perhiasan yang berlebihan walaupun hanya keluar di sekitar rumah. Menceritakan uangnya ia simpan di rumah dengan jumlah yang banyak, padahal orang yang diceritakan mungkin orang yang tidak dapat dipercaya. Informasi yang diceritakan oleh korban, maka dengan mudah pelaku dapat masuk ke rumah korban dan mengambil barang yang sesuai seperti diceritakan oleh korban.32

Hambatan dalam peran korban di sini merupakan suatu tindakan bahwa korban tersbut lebih berhati-hati dan waspada kepada setiap orang yang

29

Hasil wawancara dengan Briptu Dede A. Z di Polsek Bagan Sinembah 30

http://jantukanakbetawi.wordpress.com/2010/12/28/makalah-viktimologi/ 31

Ibid 32

Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi. Denpasar: Djambatan, 2003, hal. 45


(29)

mencurigakan berada di dekatnya. Korban lebih mengutamakan keselamatannya, sehingga tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu tidak terjadi.33 Korban tidak mau memperlihatkan barang-barang yang dimiliki, dan memamerkannya di jalanan.34

c. Peran Pelaku

Secara umum, faktor ini dikaitkan dengan pendidikan, keagamaan , rasa moral, lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Briptu R. Haloho bahwa seseorang yang berpendidikan rendah, kemungkinan akan mudah untuk melakukan suatu tindak pidana, termasuk pencurian dengan, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi atau yang lebih tinggi. Pencurian dengan kekerasan ini tidak akan terjadi apabila tidak adanya niat dari si pelaku sendiri, kewaspadaan korban, tinggi nya tingkat keamanan di Bagan Sinembah, pergaulan pelaku yang baik, tidak adanya kesempatan sekecil apapun yang diberikan korban kepada si pelaku.35

d. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini adalah KUHP. Jelasnya ketentuan yang ada di dalam KUHP tersebut mengenai hukuman yang akan di berikan kepada pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan membuat pelaku pencurian tersebut membatalkan keinginan nya untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.36

33

Hasil wawancara dengan Brigadir Dede Sofian, di Polsek Bagan Sinembah 34

Ibid 35

Hasil wawancara dengan Briptu R. Haloho di Polsek Bagan Sinembah 36


(30)

3. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah

Kejahatan merupakan suatu perbuatan menyimpang dari perilaku yang dianggap sesuai dengan norma yang mengatur kehidupan masyarakat dalam berperilaku. Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crime yang artinya kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu/pengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali (1879) digunakan oleh P.Topinard, ahli antropologi Prancis, sementara istilah yang banyak dipakai sebelumnya adalah antropologi criminal.37

Menurut E.H.Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena social, termasuk didalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi

terhadap pelanggaran undang-undang.38 Menurut Benedict S. Alper, kejahatan

merupakan problem social yang paling tua dan sehubungan dengan masalah itu tercatat lebih dari 80 kali konfrensi internasional yang dimulai pada tahun 1825 hingga tahun 1970 yang membahas upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan kejahatan.39

Secara garis besar, didalam kriminologi terdapat tiga (3) aliran pemikiran yaitu; aliran pemikiran klasik, aliran pemikiran aliran pemikiran positif, dan aliran pemikiran kritis.40

37

I.S.Susanto, Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2011, hlm.1 38

Ibid 39

Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, Bayumedia, Malang, 2006, hlm. 4 40


(31)

a. Kriminologi Klasik

Aliran pemikiran inimendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat kelompok. Inteligensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. Dalam konsep tersebut,maka masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai dengan pola yang dikehendakinya.

Kejahatan didefenisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik maupun positif merupakan ide-ide yang penting dalam usaha memahami dan mencoba berbuat sesuatu terhadap kejahatan.41

b. Kriminologi Positif

Aliran pemikiran positif ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluarkontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun cultural. Dengan kata lain, manusia bukan makhluk yang bebas melakukan keinginannya dan integritasnya, tetapi makhluk yang dibatasi oleh perangkat biologisnya dan situasi kulturalnya.42

41

Op.Cit, hlm. 6 42


(32)

c. Kriminologi kritis

Aliran pemikiran kritis tidak membahas apakah perilaku manusia itu bebas atau di tentukan, tetapi lebih terfokus pada proses-proses manusia dalam membangun dunia dimana dia hidup. Krimonologi kritis berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi social, artinya apabila masyarakat berpendapat tindakan tertentu itu sebagai suatu kejahatan, maka orang-orang tertentu dan tindakan-tindakan mungkin pada waktu tertentu telah memenuhi batasan sebagai kejahatan. Dengan kata lain, bahwa kejahatan tidak dapat berdiri sendiri, sebab harus ada yang menyatakan sebagai demikian oleh “masyarakat”.43

Penentuan sebuah perbuatan sebagai kejahatan dalam undang-undang tidakalah terlepas dari proses pembuatan kebijakan dalam menentukan sebuah perbuatan itu sebagai tindak pidana atau sebuah delik. Banyak factor yang mempengeruhi dalam membuat atau merumuskan suatu kebijakan, sehingga harus diantisipasi agar mudah dan berhasil saat diimplementasikan. James E.Anderson mengemukakan bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud, yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah faktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan.44

Istilah ”kebijakan hukum pidana” dapat pula disebut dengan istilah ”politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah ”politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain ”penal policy”, ”Criminal law policy” atau ”strafrechtspolitiek”45. Berkaitan dengan itu dalam kamus besar

43

Op.Cit, h. 9 44

Erna, Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek,Yogyakarta : YPAPI, hlm.12

45


(33)

Bahasa Indonesia memberikan arti terhadap istilah ”politik” dalam 3 (tiga) batasan pengertian yaitu :46

a. Pengetahuan mengenai ketatanegaraan (seperti: system pemerintahan,

dasar-dasar pemerintahan)

b. Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)

c. Cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah),

kebijaksanaan

Kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan dengan

menggunakan sarana ”penal” ( hukum pidana ), maka kebijakan hukum pidana

(penal policy) khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/ aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa ”social welfare” dan ”social defence”.47

Kebijakan hukum pidana dalam pemberian pidana untuk menanggulangi kejahatan merupakan salah satu upaya di samping upaya-upaya lain. Penanganan kejahatan melalui sistem peradilan pidana merupakan sebagian kecil dari penanganan kejahatan secara keseluruhan. Upaya melalui sistem peradilan pidana dikenal dengan istilah ”upaya penal” yaitu dengan menggunakan peraturan

perundang-undangan pidana, disamping upaya ”non penal” yang penekanannya

ditunjukkan pada faktor penyebab terjadinya kejahatan. Keseluruhan penanggulangan kejahatan ini merupakan politik kriminal. Kebijakan kriminal atau politik kriminal adalah suatu usaha rasional untuk menaggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum yang arti

46

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia (online), Balai Pustaka,1997, hlm.780

47


(34)

luas (law Enforcement Policy) yang merupakan bagian dari politik social (social Policy) yakni usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.48

Upaya penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu 49:

a. Kebijakan Non-Penal ( Non Penal policy )

Kebijakan penanggulangan kejahatan melalui non penal policy yaitu perbuatan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung ataupun tidak langsung. Pada Kongres PBB ke-8 tahun 1990 tentang Prevention of crime and the treatment of Offenders mengidentifikasi berbagai aspek social sebagai factor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yaitu sebagai berikut50 :

a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan, pendidikan yang tidak cocok

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai harapan

c. Mengendornya ikatan social dan keluarga d. Terjadi nya imigrasi yang tinggi

e. Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan narkotika

f. Lingkungan yang buruk

Upaya pencegahan nya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda

b. Memperluas kesempatan kerja bagi para pelaku dan mantan narapidana

48

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijaka Hukum Pidana, hlm. 26 49

Mulyadi, Op.Cit, h.55-57 50


(35)

c. Menghilangkan penghalang bagi mantan Napi untuk bekerja d. Menciptakan program tenaga kerja public

e. Menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan mesyarakat

khususnya bagi masyarakat miskin f. Dukungan terhadap usaha kecil.

b. Kebijakan Hukum pidana ( Penal policy )

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan penal policy adalah penerapan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana. Marc Ancel mengemukakn bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang ada pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkanperaturan hukum positif yang dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.51

Penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, pihak kepolisian akan berfungsi sebagan penyelidik dan penyidik. Tugas Polisi sebagai penyelidik yaitu:52

a. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana; b. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan;

c. Mencari serta mengumpulkan barang bukti;

d. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;

51

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke-I, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, hlm. 19

52

Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hlm. 10


(36)

e. Menemukan tersangka pelaku tindak pidan Tugas polisi sebagai penyidik yaitu;

a. Tindakan Pertama di TKP

b. Melakukan Penangkapan

c. Melakukan Penahanan

d. Melakukan Penggeledahan

e. Melakukan Penyitaan terhadap benda-benda bergerak ataupun tidak

bergerak.

G.Metode Penelitian

Penelitian adalah sebagai usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti dengan menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah, sedangkan sistematis berarti sesuai dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk suatu karya ilmiah. Ilmu yang mempelajari metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 53:

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan sebagai sarana kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan pembaharuan hukum

53


(37)

pidana Indonesia. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap eksistensi pidana badan di Indonesia dan aplikasinya terhadap penegakan hukum di Indonesia.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan pencurian dengan kekerasan ditinjau dari perspektif hukum pidana Indonesia di daerah Bagan Senembah-Riau.

3. Jenis Data a. Data Primer

Data Primer adalah data asli yang diperoleh peneliti dari tangan awal, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain yang diperoleh dari keterangan dan penjelasan pihak-pihak di objek penelitian.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari perbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, terdiri atas :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat yang terdiri dari : KUHP, Arsip Data Kriminalitas Polsek Bagan Sinembah tahun 2010-2011, Hasil wawancara dengan Kapolsek Bagan Sinembah dan pihak Kepolisian Polsek Bagan Sinembah.


(38)

2. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi kejelasan atas bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan hasil karya kalangan hukum lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Badan hukum tersier, yaitu badan hukum yang memberikan kejelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensikopedia54.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Lapangan ( Field Research )

Studi Lapangan adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dengan obyek yang diteliti untuk memperoleh data yang konkrit guna keperluan mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan. Studi lapangan dalam pengumpulan data alat yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu perpaduan antara wawancara terpimpin dengan wawancara tidak terpimpin dimana wawancara tersebut dilakukan secara terarah dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman. Penelitian ini ditujukan terhadap proses hukum terhadap pencurian dengan kekerasan yang ditujukan kepada aparat penyidik kepolisian sebanyak tiga (3) oarang, Kapolsek Bagan Sinembah, pelaku pencurian dengan kekerasan sebanyak dua (2) orang dan bahkan kepada masyarakat setempat sebanyak 3 orang.

b. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah Penelitian yang dilakukan didalam kepustakaan dengan maksud mencari keterangan, untuk menambah dan memperkuat kebenaran

54 Ibid


(39)

yang berhubungan dengan permasalahan ini antara lain dengan membaca, meringkas tulisan (karya ilmiah), perundang-undangan dan beberapa pendapat dari beberapa sarjana.

5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu suatu teknik analisis data yang tidak didasarkan pada angka-angka tetapi dilakukan dengan menguraikan dan menerangkan data-data yang diperoleh melalui kalimat dan kata-kata yang disusun secara sistematis. Metode berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir secara deduktif, yakni cara berfikir dan pernyataan yang bersifat umum untuk ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.55

55 Ibid


(40)

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur tangan penguasa saja, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas terhadap pelakunya.56

Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidak pastian hukum dan ketidak adilan serta sewenang-wenangan penguasa. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah doktrin nullum crimen sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.57

Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para studi kejahatan di Italia yang kemudian disebut Mazhab Positif. Mazhab positif ini di pelopori oleh C. Lombroso, seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Ia

56

Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.1 57


(41)

mengartikan bahwa kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam (natural law). Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum. Perkembangan selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para sarjana Kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20.58

Beberapa kritikan terhadap mazhab tersebut diajukan oleh Ray Jeffery yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipejari dalam rangka hukum pidana. Sebab dari hukum pidana, kita dapat mengetahui bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan system norma yang lain.59

Kejahatan ini sebenarnya telah pikirkan sejak beradad-abad lalu oleh para ilmuwan terkenal. Misalnya, Plato (427-347 SM ), plato menyatakan dalam

bukunya ‘Republiek’ menyatakan bahwa emas, manusia adalah merupakan

sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles (382-322 SM ) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Thomas Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. “orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri”. Thomas More (1478-1535) dalam bukunya Utopia (1516), ia menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kedapa penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang

58

Ibid, hlm. 23 59


(42)

terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan

menghapuskannya.60

Selain para sarjana diatas, ada juga pendapat sarnaja yang lain. Misalnya, R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-undang. Untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak, maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian hokum.61

Asas ini dalam hukum pidana disebut “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” artinya tidak ada suatu perbuatan yang boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang telah dibuat sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.62

Menurut M.A Elliot, Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum yang dapat dijahuti hukuman penjara, hukuman mati, dan hukuman denda. Pendapat lain dikemukakan oleh J.E.Sahetapy dalam bukunya Causa Kejahatan dan beberapa

60

Santoso, Op.Cit 61

Ediwarman , dkk, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, 1994, hlm.45 62


(43)

analisis kriminologi yang menyatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku pihak yang berkuasa dimana dalam pelaksanaannya dibebankan kepada pundak hakim untuk memberikan penilaian atau pertimbangan apakah suatu persoalan yang diajukan adalah perbuatan pidana atau bukan.63

Menurut J.M Bemmelem dalam bukunya Criminologie tahun 1958,

kejahatan adalah suatu tindakan atau kelakuan yang merugikan dan merusak asusila, yang menimbulkan kegoncangan besar kepada masyarakat tertentu, sehingga masyarakat ituberhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan penderitaan terhadap pelaku perbuatan itu (pembalasan).64

Pada bab I sebelumnya, telah dijelaskan pengertian dari kejahatan kekerasan itu sendiri. Pada bab II ini akan membahas jenis-jenis dari kejahatan kekerasan itu sendiri. Menurut Haskell dan Yablonsky, ada empat jenis perbuatan yang menjadi dasar kategori kejahatan kekerasan, yaitu Pembunuhan (moord ),

perkosaan dengan penganiyaan (forcible rape), Perampokan (robbery), dan

penganiayaan berat (aggravated assault).65

Penelitian ini akan membahas satu-persatu bagian dari kejahatan kekerasan diatas, antara lain :

63

Ibid, hlm. 46 64

Stephan, Hurwitz, Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 4 65


(44)

1. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP ) Isinya sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”66

Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur : 3. Unsur Subyektif

4. Dengan Sengaja

5. Dengan rencana terlebih dahulu

4. Unsur Obyektif

d. Perbuatan : menghilangkan nyawa

e. Obyeknya : nyawa orang lain.

Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni

“dengan direncanakan terlebih dahulu”.67 Pebedaan antara pembunuhan dengan

pembunuhan direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi didalam diri sipelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Untuk pembunuhan direncanakan terlebih dahulu, diperlukan berpikir secara tenang bagi pelaku. Pengambilan keputusan dalam pembunuhan biasa dalam menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dahulu kedua hal tersebut terpisah oleh waktu

66

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241

67

Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 81


(45)

yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu

untuk member kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.68

Jangka waktu itu bukan menjadi criteria bagi pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. Jangka waktu dapat digunakan sebagai petunjuk adanya rencana terlebih dahulu, tetapi tidak menjadi bukti. Direncanakan terlabih dahulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsu nya dan dibawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya, setelah dilakukannya perbuatan itu.69

Mengenai unsur dengan direncanakan terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung tiga (3) unsur, yaitu 70:

a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Suasana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi, sehingga perbuatan nya itu dapat terwujud.

b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan

pelaksanaan kehendak.

Waktu yang cukup ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, malainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongret yang

68 Ibid 69

Anwar, Moch ( Dading ), Hukum pidana bagian khusus ( KUHP buku II ), Alumni Bandung, 1980, hlm 93

70


(46)

berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu lama, sebab bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan keputusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.

Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu itu : (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, (2) bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan bagaimana cara yang akan digunakan dan alat apa yang akan di gunakan dalam pelaksanaannya.

Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya. Arrest HR (22-1909) menyatakan bahwa “ untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya tenggang waktu pendek atau panjang dalam melakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat mempertimbangkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” (Soenarto Soerodibroto, 1994 :207 ).

c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang

Maksud suasana tenang disini adalah pembunuhan dilakukan tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut dan sebagainya. Ketiga unsur diatas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebetulan yang


(47)

tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah, maka sudah tidak lagi dengan direncanakan terlebih dahulu71. Contoh, I.Ketut Penter telah lama bermusuhan dengan Amak Miasi, pada hari senin, tanggal 8 September 1986. I. ketut Penter berjumpa dengan Amak Miasi disawah kampong Bongor Desa Jembatan Kembar Kabupaten Lombok Barat. Pada waktu bertemu, mereka saling memaki dan menantang. Setelah I. Ketut Penter mendengan makian dan tantangan dari Amak Miasi, maka ia pulang mengambil tombak yang bergagang kayu panjang. Setelah mengambil tomabak, ia pergi ke tempat Amak Miasi , kemudian I. Ketut menusukkan tomabknya kearah dada kanan Amak Miasi sehingga dada nya tembus dan tulang dadanya ke-7 dan ke-8 putus. Akibat dari tusukan tombak tersebut, Amak Miasi terjatuh dan meninggal dunia.72

Pasal 340 oleh karena mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstanding misdrijf ) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam pokok (pasal 338 ).73

2. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)

Pasal 285 berisi : “ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.74

71

Chazawi, Op.Cit, hlm. 84 72

Suharto, Hukum Pidana Materil, cet : II, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 84 73

Ibid 74

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 210


(48)

Pasal 285 adalah rumusan perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan dengan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh, maka pasarl ini disebut kejahatan “Perkosaan”.75

Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh”. Dalam delik ini, yang perlu dibuktikan adalah :76

a. Bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimana dilakukan pelaku

sehingga persetubuhan dapat terlaksana.

b. Kekerasan atau ancaman kekrasan harus ada hubungannya langsung dengan

persetubuhan yang dilakukan pelaku.

c. Bahwa persetubuhan tersebut tidak diketahui oleh korban d. Korban adalah bukan istrinya.

Delik yang diatur dalam pasal 285 KUHP kehendak yang dimaksud adalah bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Delik perkosaan pada umum nya tidak dilakukan di depan umum, sehingga dalam pembuktikannya akan mengalami hambatan, kecuali di dukung oleh petunjuk yang kuat dan menurut logika dapat meyakinkan bahwa perbuatan tersebut dapat terbukti.77 Tindak pidana yang mirip dengan pasal 285 ini adalah pasal 289 KUHP yaitu “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan” (feitelijke aanranding der eerbaarheid) yang isinya sebagai berikut78 :

75

Suharto, ibid, hlm. 84 76

Ibid, hlm. 85 77

Suharto, Loc.Cit 78

Wirjono, Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet-II, Bandung : PT. Eresco, hlm. 123


(49)

Pasal 289 KUHP : “ barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun”79

Menurut komentar penulis belanda, perbuatan cabul yang dipaksakan dalam pasal 289, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain antara pasal 285 dengan 289 antara lain 80:

a. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki

terhadap seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan oleh perempuan terhadap seorang laki-laki.

b. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan diluar perkawinan,

sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh. Sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan didalam perkawinan, sehingga tidak boleh seorang suami memaksa isterinya untuk cabul atau seorang istri semaksa suaminya untuk dicabul.

3. Pencurian dengan Kekerasan (pasal 365 KUHP).

Isinya sebagai berikut :

Ayat (1) : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”.

79

Soesilo,R, Op.Cit, hlm. 212. “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan ) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada

80


(50)

Ayat (2) : “ Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau

pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan.

2e : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

3e : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.

4e : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat.

Ayat (3) : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’

Ayat (4) : “ Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3”.81

Unsur delik yang terdapat pada pasal 365 ayat (1) adalah : Unsur Objektif :82

1). Cara atau Upaya yang digunakan a. Kekerasan, atau;

b. Ancaman kekerasan.

2). Yang ditujukan kepada orang.

3). Waktu penggunaan upaya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan itu ialah:

a. Sebelum,

b. Pada saat, c. Setelah.

81

R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 253-254 82

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta : PT. Raja Grafika Persada, 2002, hal. 91


(51)

Unsur Subjektif :

1. Digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang

ditujukan:

a. Untuk mempersiapkan pencurian

b. Untuk mempermudah pencurian,

c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lain apabila

tertangkap tangan,

d. Untuk tetang menguasai benda yang dicuri agar tetap berada ditangannya. Pada pasal 365 KUHP ini merupakan pencurian dengan kekerasan dengan keadaan yang membertakan karena didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menyiapkan, mempermudah, melarikan diri sendiri atau untuk tetap meguasai atas barang yang dicurinya yang dilakuka pada waktu dan dengan cara tertentu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seperti yang dilakukan dalam pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHP, dengan demikian pasal ini disebut “pencurian dengan kekarasan”.83

Pasal 365 ini, yang perlu dibuktikan pada delik ini ialah :”bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimanakah yang dilakukan oleh pelaku. Bentuk kekerasan diatas dapat dilihat pada pasal 89 KUHP84. Seperti yang

83

Suharto, Op.Cit, hlm. 79 84

Suharto, Op.Cit, hlm .80

Lihat pasal 89 KUHP, Yang dimaksud dengan melakukan kekerasan itu adalah membuta orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). “melakukan kekerasan” artinya : “mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak syah”, misalnya memukuldengan tangan atau dengan segala benda tajam, menyepak, dan menendang. “pingsan”artinya : “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”. “tidak berdaya”artinya : tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun “.


(52)

telah dirumuskan pada pasal 365 KUHP, bahwa pencuri waktu malam ke tempat melakukan kejahatan dengan didahuliu, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka terlah terjadi beberasapa tindak pidana yang dilakukan.

4. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP)

Isinya sebagai berikut ;

Ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’

Ayat (2) : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah

dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”.85 Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah :

e. Kesalahannya : adanya Kesengajaan ( opzettelijk ) f. Perbuatannya : Melukai berat

g. Obyeknya : tubuh orang lain h. Akibatnya : Luka Berat

Unsur akibat dari kesengajaan sebetulnya sudah merupakan bagian atau kesatuan dari unsur perbuatan melukai berat, karena perbuatan melukai berat adalah suatu perbuatan yang untuk terjadinya secara sempurnya memerlukan adanya akibat. Tanpa timbunya akibat luka berat, suatu perbuatan tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melukai berat.86

85

Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” ( pasal 351 alinea 2 ).tentang luka berat itu sendir, terdapat pada pasal 90

86

Adami, Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hlm.31


(53)

Perbuatan melukai berat adalah rumusan yang bersifat abstrak, artinya suatu rumusan perbuatan yang tidak dengan terang bagaimana bentuknya, dengan begitu bentuk perbuatannya terdiri dari banyak perbuatan kongkret yang dapat diketahui setelah perbuatan terwujud. Akibat kematian bukanlah tujuan atau kehendak dari pelaku, yang menjadi kehendak pelaku adalah luka beratnya saja87.

Berbeda dengan penganiayaan biasa yang menimbulkan luka berat (pasal 351 ayat 2 ) maupun penganiayaan berencana yang menimbulkan luka berat (353 ayat 2 ). Untuk terjadinya penganiayaan berat secara sempurna, akibat luka berat yang dituju harus sudah timbul. Pada penganiayaan biasa dan penganiayaan berencana sudah dapat terjadi dengan sempurna walaupun luka berat nya tidak timbul88.

Pada penganiayaan berat, apabila luka berat tidak timbul, maka yang terjadi barulah percobaannya, yakni percobaan penganiyaan berat ( 354 jo 53 ). Pada penganiayaan biasa yang menimbulkan kematian ( 351 ayat 3), kesengajaan ditujukan pada perbuatan yang sekaligus pada rasa sakitnya korban. Pada penganiayaan berencana (353), kesengajaannya selain ditujukan pada perbuatan dan akibat yang sama seperti pada penganiayaan biasa, juga ditujukan pada rencana lebih dulu, dan sama-sama tidak ditujukan pada akibat kematian. Pada penganiayaan berat (pasal 354 ), kesengajaannya selain ditujukan perbuatannya juga ditujukan pada akibat luka beratnya. Akibat kematian pada penganiayaan berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat.89

87

Ibid, hlm. 32 88

Ibid, h. 33 89


(54)

Perbuatan yang akan dikategorikan sebagai luka berat harus ditentukan oleh ahli professional dibidangnya, yaitu dokter, melaluii visum et repertum. Percobaan untuk melakukan penganiayaan berat ini dipidana. Syarat adanya percobaan penganiayaan berat ini yaitu bahwa kesengajaan ditujukan terhadap perbuatan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.90

B.Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP

Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP, dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa. Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau keseragaman dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Sejak adanya UU No 73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum pidana materiil Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1 tahun 1946, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht voor Nederlandsch-Indie” yang diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau dapat pula disebut sebagai “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Moeljatno, 2005 : v).91

Di Indonesia, Menurut Mulyana W. Kusumah pada umumnya kejahatan yang menduduki kuantitasnya adalah pencurian biasa, dan pencurian dengan pemberatan, kemudian menyusul pencurian dengan kekerasan, termasuk penodongan dan perampokan, dan disusul oleh kejahatan-kejahatan kesusilaan.

90

Mahmud, Mulyadi, Criminal Policy, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm.50 91

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Tindak%20Pidana%20Pencurian%20de ngan%20Pemberatan&&nomorurut_artikel=463


(55)

Pencurian dengan kekerasan ini disebut juga pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde deifstal) atau pencurian khusus dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat dan maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi yaitu lebih dari hukuman penjara lima tahun dari Pasal 362 KUHP dan hal ini diatur didalam buku II KUHP

pada bab XXII dan perumusannya sebagaimana disebut dalam Pasal 363.92

Menurut P.A.F. Lamintang, bahwa (gequalificeerde deifstal) adalah

pencurian yang mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan lain-lain unsur, sehingga ancaman hukumannya menjadi diperberat.93

Pasal-pasal yang mengatur tentang pencurian, diatur pada BAB XXII dari pasal 362 s/d pasal 366 KUHP.

Pasal 362 KUHP, yang bunyinya :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian

dengan hukuman maksimal lima tahun”94

1. Unsur “mengambil” barang

Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil”

barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada

menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya dan mengalihkannya

92 Ibid 93

P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan,Cet. 2, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, hlm .13

94


(56)

ketempat lain. Yang dimaksud dengan kata “mengambil” ialah sebelum perbuatan itu dilakukan.95

Pencurian (diefstal) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Apabila orang baru memegang saja barang itu dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi baru mencoba mencuri.96

Perbuatan “mengambil” terang tidak ada, apabila barangnya oleh yang berpihak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan oleh pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada tindakan pidana “penipuan”. Jika penyerahan ini disebabkan karena adanya pekasaan dengan kekerasan oleh

sipelaku, maka ada perbuatan tindak pidana “pemerasa” (afpersing), dan jika

paksaan ini berupa kekerasan langsung maka ada perbuatan tindak pidana “pengancaman” (afdreiging).97

2. Yang diambil harus “barang”

Suatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang (bukan manusia). Dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas, meskipun tidak berwujud. Barang ini tidak perlu mempunyai nilai ekonomis. Apabila mengambil sesuatu barang tidak dengan ijin dari pemiliknya, masuk pencurian.98

3. Barang itu harus ‘seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”

95

Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana didalam Teori dan Praktek, cet : II, Jakarta: P.T. PRADNYA PARAMITA, hlm.147

96

Soesilo, op.cit, h.250 97

Wirjono, Prodjodikoro, Tindak-tindak pidana tertentu di indonesia, cet : II, Jakarta - bandung : P.T.Eresco, hlm.15

98 Ibid


(57)

Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Barang yang diambil dapat seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yaitu apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang yang tersebut. Contoh lain sebagian kepunyaan orang lain misalnya : A bersama B membeli sebuah sepeda, maka sepeda itu milik A dan B, disimpan di rumah A kemudian dicuri oleh B. Suatu barang yang bukan kepunyaan seseorang tidak menimbulkan pencurian, misalnya binatang yang hidup di alam bebas dan barang-barang yang sudah di buang oleh pemiliknya.99

Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan lalu mengambilnya. Bila waktu mengambilnya sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, maka masuk pencurian. Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa akan menyerahkan barang itu ke pihak yang berwenang, akan tetapi setelah sampai di rumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan ke polisi) maka ia salah karena “penggelapan” (Pasal 372) karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di tangannya.100

4. Pengambilan barang harus dengan maksud untuk “memiliki” barang itu dengan

‘melawan hukum (melawan hak)’.

99 Ibid 100


(1)

133

kejahatan yang terjadi di suatu daerah tertentu, dimana dibantu oleh masyarakat dan instansi-instansi yang berwenang. Tugas dari Polmas adalah sebagai berikut: c. Membina kesadaran hukum masyarakat desa;

d. Membina kesadaran keamanan dan ketertiban masyarakat desa;

e. Membina pertisipasi masyarakat dalam rangka pembinaan Polimas secara keseluruhan;

f. Mengumpulkan bahan keterangan;

g. Mengamankan kegiatan-kegiatan masyarakat;

h. Menerima laporan dan pengaduan masyarakat, serta membrikan bantuan pengawalan, pencarian, dan pertolongan kepada masyarakat.

B.Saran

1. Perlu ditegaskan pelaksanaan Pengaturan Tindak Pidana Pencurian dengan kekeran dalam KUHP mengenai pelaksanaan hukuman atau sanksi yang di berikan kepada pelaku. Hukuman itu harus setimpal dengan bentuk berpuatannya. Hukuman itu harus mengakibatkan efek jera kepada pelaku, sehingga tidak ada kembali residivis-residivis yang lain.

2. Perlu kerjasama antara kepolisian, masyarakat, dan korban dalam hambatan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, sehingga tindak pidana pencuarian dengan kekerasan tidak terjadi. Penanggulangan tersebut dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu; Penal Policy dan Non Penal Policy.


(2)

Arief , Barda Nawawi, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke-I, Jakarta: Prenada Media Group.

---, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Cet ke-I, Jakarta : Media Grafika.

Afiah, Ratna Nurul, (1986), Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, cet. Ke-I, Jakarta : CV. Akademika Pressindo.

Arrasjid, Chainur, (1998), Suatu Pengantar tentang Psikologi Kriminil, Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

Amrullah, Arief (2006), Kejahatan Korporasi, Malang : Bayumedia.

Anwar, Moch,, ( 1980) , Hukum pidana bagian khusus ( KUHP buku II), Bandung: Alumni.

Bawengan, Gerson W, Hukum Pidana didalam Teori dan Praktek, cet ke-II, Jakarta: P.T. Pradnya Paramita.

Chazawi, Adami, (2007), Pelajaran Hukum pidana Bagian I, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

---, (2004), Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Ediwarman, dkk, (1994), Asaz-asaz kriminologi, Medan : USU Pres.


(3)

135

Hamzah, Andi, (1986), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia.

---, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, Jakarta : Sinar Grafika.

Hurwitz, Stephan, (1986), Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara.

Harahap, Yahya, (2009), Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Edisi ke-II, Jakarta : Sinar Grafika.

Kansil, C.S.T, (1989), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. Ke-8, Jakarta: Balai Pusataka.

Kertanegara, Satochid, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian I. Balai Lektur Mahasiswa.

Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang (2009), Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, Cet ke-II, Jakarta: Sinar Grafika.

Mulyadi, Mahmud, (2008), Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Bangsa Press.

---, (2009), Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press.

---,dkk, (2010), Politik Hukum pidana terhadap kejahatan korporasi, Jakarta: PT. Sofmedia.

Moeljatno, (1987), Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara.

---, (2003), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: PT.Bumi Aksara.


(4)

Osse, Anneke, (2006), Memahami Pemolisian (Buku pegangan bagi para pegiat hak asasi manusia), cet. Ke-I. Jakarta Selatan : CV. Graha Buana. Purnomo , Bambang (1985), Asas-asas Hukum Pidana revisi, Yogyakarta: Ghalia

Indonesia.

Prodjodikoro, Wirjono, (1974), Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet ke-II, Bandung : PT. Eresco

Rajab, Untung S, (2003), Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945, Bandung : CV. Utomo.

Susanto, I.S, (2011), Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing.

Sholehuddin, M, (1994), Tindak Pidana Perbankan, Jakarta : P.T Grafindo Persada.

Suparlan, Parsudi, (2004), Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu kepolisian.

Sianturi R.S, (1996), Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Alumni AHAEM-PATEHAEM.

Suharto, (1996), Hukum Pidana Materil, cet ke-II, Jakarta : Sinar Grafika. Soejono, (1984), Sisio kriminologi cet ke-II, Bandung : Sinar Baru. Sudarsono, (1991), Kenakalan Remaja, Cet ke-II, Jakarta : Rineka Cipta.

Soedarto, (1983), Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru.

Sadjijono, Kholidin, (2007), Mengenal Figur Polisi Kita, edisi revisi, Yogyakarta: LaksBang Press Sindo.


(5)

137

Santoso, Topo, (2001), Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. ---, (2003), Kriminologi, Jakarta : Rajawali Pers.

Wahyuni, Erna, dkk. Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Yogyakarta : YPAPI.

B.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang – Undang No.8 tahun 1981 tentang kitab undang – undang hukum acara pidana (KUHAP) dan penjelasannya, Cet.I, Penerbit : CV.Titik Terang.

Undang – Undang No.2 tahun 2002 tengan kepolisian Negara Republik Indonesia, Cet.I. Jakarta : Sinar Grafika Offset

PERKAP REPUBLIK INDONESIA No.12 tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan kepolisian republik Indonesia

C.INTERNET / WEBSITES https://enprinst.upnjatim.ac.id https://www.respository.unila.ac.id

https://www.arsingtadda.com/peran korban dalam terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan

https://docs.google.com/tinjauan yuridis tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan pemberatan di wilayah Surabaya

https://www.google.com/tindak pidana pencurian dengan kekerasan https://enprinst.undip.ac.id/16153/1/adi_hermansyah


(6)

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Tindak%20Pidana%20Pencurian% 20dengan%20Pemberatan&&nomorurut_artikel=463

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/207 http://eprints.uns.ac.id/293/1/168900709201009051.pdf

https://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/20396/1/Peran-Polri-Dalam-

Menanggulangi-Tindak-Pidana-Pencurian-Dengan- Kekerasan%250D%250AYang-Terjadi-Di-Wilayah-Kabupaten-Malang-%253A-studi-di-Polres Malang


Dokumen yang terkait

Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

10 136 89

Upaya Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Dengan Kekerasan (StudiPadaKepolisianSektorPakuanRatu)

0 44 50

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi di polresta Bandar Lampung)

0 12 70

Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

0 3 6

PENGHENTIAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH HUKUM POLSEK DURI (RIAU).

1 1 6

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN SEKTOR KUTA KABUPATEN BADUNG).

0 3 65

UPAYA KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus di Polsek Banjar Agung KabupatenTulang Bawang)

0 0 13

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

1 1 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

0 0 26

PENANGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH RIAU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun oleh : Hanna Mandela 080200224

0 0 11