Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pada Proses Pemeriksaan Di Tingkat Kepolisian

BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK
DENGAN HUKUM DALAM PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Hak-Hak Anak yang Harus
Dilindungi
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Semua anggota dari lapisan masyarakat bertanggung jawab terhadap
dilaksanakannya perlindungan anak. Hal ini tertera pada Pasal 20 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa, “Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.” Pertimbangan yang menjadi dasar
pemikiran tersebut adalah karena anak merupakan golongan yang rawan dan
dependent. Seorang anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya karena
banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya maka negara dan masyarakat
berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.
Prinsip-prinsip perlindungan hukum pidana terhadap anak tercermin dalam
Pasal 37 Konvensi Hak-Hak Anak, prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:


Universitas Sumatera Utara

1. Seorang anak tidak dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan
lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat;
2. Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa
memperoleh

kemungkinan

pelepasan/pembebasan

(without

possibility of release) tidak akan dikenakan kepada anak yang
berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;
3. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara
melawan hukum atau sewenang-wenang;
4. Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan
digunakan sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka
waktu yang sangat singkat/pendek;

5. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan
secara manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai
manusia;
6. Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang
dewasa

dan

berhak

melakukan

hubungan/kontak

dengan

keluarganya;
7. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh
bantuan


hukum,

berhak

melawan/menentang

dasar

hukum

perampasan kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau
pejabat lain yang berwenang dan tidak memihak serta berhak untuk

Universitas Sumatera Utara

mendapat keputusan yang cepat/tepat atas tindakan terhadap
dirinya.
Sedangkan pada Pasal 40 Konvensi Hak-Hak Anak mengatur tentang
prinsip-prinsip mengenai anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar
hukum pidana, sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hak-hak)

untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum
dan untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah.
Perlindungan terhadap anak dan jaminan terhadap hak-hak anak secara
khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Anak.
Pengaturan tersebut sesuai dengan hakikat hukum merupakan suatu
sistem kaidah, pada dasarnya merupakan pedoman atau pegangan bagi
manusia yang digunakan sebagai pembatas sikap, tindak atau perilaku dalam
melangsungkan antar hubungan dan antar kegiatan dengan sesama manusia
lainnya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Hukum juga dapat dilukiskan
sebagai jaringan nilai-nilai kebebasan sebagai kepentingan pribadi di satu
pihak dan nilai-nilai ketertiban sebagai kepentingan antar pribadi di pihak
lain. Arti penting perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat antara
lain adalah untuk menciptakan stabilitas, mengatur hubungan-hubungan sosial
dengan cara khusus dan menghindarkan manusia dari kekacauan di dalam

Universitas Sumatera Utara


segala aspek kehidupannya. Hukum diperlakukan guna mejamin dan
menghindarkan manusia dari kekacauan.

52

Pada penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
disebutkan:
Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan
Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi HakHak Anak).

Salah satu instrumen internasional tentang perlindungan hukum
terhadap anak adalah Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of
Child), Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 44/25 tanggal 20 ovember 1989.
Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Keputusan
Presiden Nomor 36 tahun 1990. Konvensi Hak-Hak Anak digunakan sebagai
induk pemikiran daripada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana tertera dalam salah satu

pertimbangan dan penjelasan umum undang-undang tersebut.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menentukan bahwa asas atau prinsip Konvensi Hak-Hak Anak meliputi
sebagai berikut:
1. Nondiskriminasi
52

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan
Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,
1994, hal.12.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas non diskriminasi adalah semua
hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Anak harus
diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun.

53

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi
anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang
dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislative dan badan
yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi
pertimbangan utama.
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan
hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak
yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orangtua.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak
Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat
anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan
menyatakan pendapatnya dalam pegambilan keputusan, terutama jika
menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

53

Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 54.


Universitas Sumatera Utara

Dalam Mukadimah Deklarasi Tentang Hak-Hak Anak, termuat 10 (sepuluh)
asas tentang hak-hak anak, yaitu:
1. Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai ketentuan yang terkandung
dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin hakhaknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, pandangan politik, kebangsaan, tingkatan sosial, kaya miskin,
kelahiran atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun pada
keluarganya.
2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh
kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadikannya
mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual,
dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai dengan
kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu kedalam hukum, kepentingan
terbaik atas diri anak harus merupakan pertimbangan utama.
3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.
4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh
kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya
harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak
berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan pelayanan

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat
keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan
khusus.
6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia
memerlukan kasih saying dan pengertian. Sedapat mungkin ia harus
dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orangtuanya sendiri, dan
bagaimanapun harus diusahakan agar tetap berada dalam suasana yang penuh
kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak
dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang
berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak yang tidak mampu.
7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurangkurangya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan
yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan,
atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya,
pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya,
sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
8. Dalam keadaan apapun anak


harus didahulukan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.
9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan, penghisapan.
Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja
sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat

Universitas Sumatera Utara

merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi
perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya.
10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk
diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.
Mereka harus dibesarkan didalam semangat penuh pengertian, toleransi dan
persahabatan antarbangsa, perdamaian serta persaudaraan dengan penuh
kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama
manusia.

54


Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
menentukan:
a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar;
b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna;
c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan;

54

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal.45-47.

Universitas Sumatera Utara

d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menentukan:
1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi.
2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk
pelaku tindak pidana yang masih anak.
3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan
hukum.
4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya boleh dilakuka sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir.
5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan
secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan
pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa,
kecuali demi kepentingannya.
6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan
hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
Hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah:
a. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4);
b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan
(Pasal 5);
c. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua (Pasal 6);
d. Berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh
orangtuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat
menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka
anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat
oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 7);
e. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (Pasal 8);

Universitas Sumatera Utara

f. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya,
khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan khusus (Pasal 9);
g. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan
(Pasal 10);
h. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat,
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal 11);
i.

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12);

j.

Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi dan eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan dan
penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya (Pasal 13);

k. Berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir
(Pasal 14);
l.

Berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan
politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan

Universitas Sumatera Utara

sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
pelibatan dalam peperangan (Pasal 15);
m. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; berhak untuk memperoleh
kebebasan sesuai dengan hukum; penangkapan, penahanan atau pidana
penjara hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16);
n. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi
korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum
berhak dirahasiakan (Pasal 17);
o. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18);

B. Wewenang Kepolisian dalam Pemeriksaan Tersangka Menurut Peraturan
Perundang-Undangan

Universitas Sumatera Utara

Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat
dirinci dalam dua bagian, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan
pertama kali oleh polisi apabila ada dugaan bahwa hukum pidana materiil telah
dilanggar.

Hal ini diatur dalam Pasal 1 KUHAP pada ayat 1 dan 4 yang

menentukan bahwa kedudukan Polri dalam sistem peradilan pidana adalah
sebagai penyelidik dan penyidik.
Tidak semua peristiwa yang terjadi dapat diduga adalah tindak pidana, maka
sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan dengan
konsekuensi digunakannya upaya paksa, dengan berdasarkan data atau keterangan
yang yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan lebih dahulu bahwa
peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar
merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan penyidikan.

55

Penyidikan dimulai sejak penyidik menggunakan kewenangan penyidikan
yang berkaitan langsung dengan hak tersangka, seperti menggunakan upaya paksa
penangkapan. Saat penggunaan upaya paksa tersebut maka timbullah kewajiban
penyidik untuk memberitahukan telah dimulainya penyidikan atas suatu tindak
pidana kepada penuntut umum. 56
1. Menurut KUHAP

55

Djoko Prakoso, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, PT. Bina Aksara,
Jakarta, 1987, hal. 44.
56
H. Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal. 37.

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) memberikan peran utama
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan
lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum
publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberikan kewenangan utuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana.

57

Pasal 1 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi
Negara Republik Indonesia atau pejabat negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”
Sedangkan pengertian penyidikan menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHAP
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Wewenang Polri dalam hal penyidikan jelas terlihat dalam Pasal 7 ayat (1)
KUHAP, yaitu:
a. Menerima laporan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
57

Momo Kelana, Op.cit, hal. 81.

Universitas Sumatera Utara

f.
g.
h.
i.

Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
Mengadakan penghentian penyidikan;
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

KUHAP juga mengatur beberapa kewenangan penyidik lainnya dalam pasal pasal
terpisah, kewenangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal dianggap perlu penyidik dapat meminta pendapat seorang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus (pasal 120 KUHAP jo Pasal 133 ayat
(1) KUHAP).
2. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka, keluarga atau penasihat
hukum tersangka atas penahanan tersangka (Pasal 123 ayat (2) KUHAP).
3. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah
yang digeledah demi keamanan dan ketertiban (Pasal 127 ayat (1) KUHAP).
4. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya
meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127
ayat (2) KUHAP).
5. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik
dengan izin ketua pengadilan negerti setempat dapat dating atau dapat minta
kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia
mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai
sebagai bahan perbandingan (Pasal 132 ayat (2) KUHAP).
2. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal penyelidikan, maka tugas Polri ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Rumusan dari pasal ini memuat rincian tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana.
Tugas penyelidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelidik meliputi
kegiatan:
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana;
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
3. Mencari serta mengumpulkan barang bukti;
4. Membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi;
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
Pada saat melakukan penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti tercantum
pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian yaitu:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;

Universitas Sumatera Utara

e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
Kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan Kepolisian
dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusati Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum
Dalam Proses Pemeriksaan di Tingkat Kepolisian
Yang dimaksud dengan anak yang berkonflik dengan hukum menurut Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah anak yang telah berumur
12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.
Sebelum

adanya

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2002

tentang

Perlindungan Anak, anak-anak yang bermasalah dikategorikan dengan istilah
kenakalan anak, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak. Setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak,
maka istilah tersebut berubah menjadi anak yang berkonflik dengan hukum yang
juga digunakan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak nakal adalah:
1. Anak yang melakukan tindak pidana, atau
2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik
menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan
dengan hukum, yaitu:
1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan
oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak
menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah.
2. Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila
dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran
hukum. 58
Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa
perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak
yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan khusus
bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam Pasal 64 ayat (2) dan dilaksanakan melalui:
58

M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 33.

Universitas Sumatera Utara

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-hak anak;
Penyediaan petugas pendamping anak sejak dini;
Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak;
Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum;
Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
orangtua atau keluarga;
Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak juga mengatur tentang ketentuan prosedur acara peradilan anak mulai dari tahap
penyidikan, penangkapan dan penahanan, penuntutan, banding, kasasi, sampai kepada
tahap peninjauan kembali. Berikut adalah pemaparan pasal-pasal yang mengatur
tentang hak-hak anak dalam tahap penyidikan, penangkapan dan penahanan.
Pasal 26 UU No. 11 Tahun 2012
(1) Penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(2) Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh
penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. telah berpengalaman sebagai penyidik,
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak,
dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.
(4) Dalam hal belum terdapat penyidik yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh
penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yag dilakukan
oleh orang dewasa.

Universitas Sumatera Utara

Penjelasan Pasal 26 ayat (3) huruf b UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan
memahami masalah anak” adalah memahami:
a. pembinaan anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola pembinaan sopan
santun, disiplin anak serta melaksanakan pendekatan secara efektif,
afektif, dan simpati;
b. pertumbuhan dan perkembangan anak;
c. berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang mempengaruhi
kehidupan anak.
Pasal 27 UU No. 11 Tahun 2012
(1) Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara anak, penyidik wajib
meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatann
setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
(2) Dalam hal dianggap perlu, penyidik dapat meminta pertimbangan atau
saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agam, pekerja sosial
professional atau tenaga kesejahteraan sosial dan tenaga ahli lainnya.
(3) Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi,
penyidik wajib meminta laporan sosial dari pekerja sosial profesional
atau tenaga kesejahteraan sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau
diadukan.
Bila

penyidikan

dilakukan

tanpa

melibatkan

Pembimbing

Kemasyarakatan maka penyidikan batal demi hukum. 59
Pasal 30 UU N0. 11 Tahun 2012

59

Maidin Gultom, Op. Cit., hal. 102

Universitas Sumatera Utara

(1) Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan
paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
(2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus
anak.
(3) Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang
bersangkutan, anak dititipkan di LPKS.
(4) Penangkapan terhadap anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
(5) Biaya bagi setiap anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada
anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial.
Penjelasan Pasal 30 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan
bahwa perhitungan 24 (dua puluh empat) jam masa penangkapan oleh
penyidik dihitung berdasarkan waktu kerja.
Pasal 30 ayat (4) menyatakan bahwa anak yang ditangkap harus
dotemmpatkan dalam ruang pelayanan khusus anak dan harus diperlakukan
secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
Penangkapan terhadap anak untuk kepentingan penyidikan harus tetap
melindungi anak dari hak-haknya dalam proses peradilan pidana dan berusaha
untuk menghindarkan anak mendapat perlakuan yang kasar terhadap anak
selama penahanan berlangsung.
Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2012
(1) Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak
memperoleh jaminan dari orang tua atau wali dan/atau lembaha bahwa
anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak
barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
(2) Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

(3) Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dinyatakan
secara tegas dalam surat perintah penahanan.
(4) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus
tetap terpenuhi.
(5) Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan anak di
LPKS.
Dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan
bahwa pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan,
tetapi penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak
yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental,
maupun sosial anak dan kepentingan masyarakat.
Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum, polisi diberikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
serta buku saku untuk polisi. Dalam buku saku untuk polisi tersebut termuat
panduan penanganan terhadap anak, seperti:
a. Tindakan penangkapan diatur Pasal 16 sampai 19 KUHAP. Menurut Pasal
16 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dan
penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Sesuai dengan
Pasal 18 KUHAP perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup dengan menunjukkan surat

perintah penangkapan kecuali

tertangkap tangan. Adapaun waktu penangkapan paling lama satu hari.

Universitas Sumatera Utara

b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan
perlindungan terhadap anak, seperti:
1. Perlakukan anak dengan asas praduga tidak bersalah.
2. Perlakukan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak seperti
terhadap pelaku tindak pidana dewasa.
3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orangtua dan
walinya
4. Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua dan
walinya.
5. Wewenang

mengadakan tindakan lain

menurut

hukum yang

bertanggung jawab, polisi atau masyarakat berdasar pada asas
kewajiban.
6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka bukan
karena tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama
pertemuan antara anak dengan polisi. Tahap ini penting bagi seorang
polisi menghindarkan anak dari pengalaman-pengalaman traumatic
yang akan dibawanya seumur hidup. Untuk itu polisi memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Menunjukkan surat perintah penagnkapan legal kepada anak yang
diduga sebagai tersangka dengan ramah dan bertanggung hawab.

Universitas Sumatera Utara

Cara yang ramah memberi rasa nyaman terhadap anak daripada
rasa takut.
b. Menggunakan pakaian yang sederhana dan hindari penggunaan
kendaraan yang bertanda/berciri khas polisi untuk menghindari
tekanan mental anak akibat simbol-simbol polisi yang terkesan
membahayakan dan mengancam diri anak.
c. Petugas yang melakukan penangkapan tidak boleh menggunakan
kata-kata kasar dan bernada tinggi yang akan menarik perhatian
orang-orang yang berada di sekeliling anak. Penggunaan kata-kata
yang bersahabat akan mempermudah anak menjalani setiap
prosesnya dengan tenang tanpa rasa takut dan tertekan.
d. Membawa

anak

dengan

menggandeng

tangannya

untuk

menciptakan rasa bersahabat, hindari perlakuan kasar dan
menyakitkan seperti memegang kerah baju atau bahkan menyeret
dengan kasar.
e. Petugas tidak memerintahkan anak melakukan hal-hal yang
mempermalukannya dan merendahkan harkat dan martabatnya
sebagai manusia, seperti menyuruh membuka pakaian. Akan tetapi
memberikan perlindungan mental dan jiwa anak saat ditangkap.
f. Jika keadaan tidak memaksa dan membahayakan, polisi tidak perlu
melakukan penangkapan dengan menggunakan borgol terhadap

Universitas Sumatera Utara

anak, karena perlakuan ini menyakitkan dan membuat trauma serta
rasa malu dilihat masyarakat atau tetangganya.
g. Media massa tidak boleh melakukan peliputan proses penangkapan
tersangka anak demi menjaga jati diri dan identitas anak.
h. Pemberian pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan
fisik dan psikis anak sesegera setelah penangkapan. Berkas
pemeriksaan medis dan pengobatan anak menjadi bagian catatan
kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
i.

Penangkapan yang dilakukan diinformasikan kepada orang
tua/walinya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam dan kesediaan
orang tua/wali mendampingi anak dalam pemeriksaan di kantor
polisi.

j.

Pemberitahuan penangkapan anak tersangka kepada petugas Bapas
di wilayah setempat atau pekerja sosial oleh polisi. Pemberitahuan
dilakukan dalam waktu secepatnya tidak lebih dari 24 jam.

k. Polisi melakukan wawancara atau pemeriksaan di ruangan yang
layak dan khusus untuk anak guna memberikan rasa nyaman
kepada anak.

60

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang polisi dalam
melakukan penyidikan terhadap anak, yaitu:
60

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal.

86-88.

Universitas Sumatera Utara

a. Penyidik melakukan kekerasan dan tindakan tidak wajar terhadap anak.
b. Memberi label buruk pada anak dengan menggunakan kata-kata yang
sifatnya memberikan label buruk pada anak, seperti ‘pencuri’, ‘maling’,
‘pembohong’, dan lain-lain.
c. Penyidik kehilangan kesabaran sehigga menjadi emosi dalam melakukan
wawancara terhadap anak.
d. Penyidik tidak boleh menggunakan kekuatan badan atau fisik atau
perlakuan kasar lainnya yang dapat menimbulkan rasa permusuhan pada
anak.
e. Membuat catatan atau mengetik setiap perkataan yang dikemukakan oleh
anak pada saat penyidik melakukan wawancara dengan anak.

61

Kekhususan polisi dalam penyidikan terhadap anak pelaku kejahatan juga
merupakan salah satu hak anak dalam The Beijing Rules. Dalam butir 12 jelas
diyatakan bahwa “agar dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dengan sebaik
mungkin perwira-perwira polisi yang sering atau khusus menangani anakanak atau yang terutama terlibat dalam pencegahan kejahatan anak dididik
dan dilatih secara khusus. Hal ini dilakukan dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap anak.

62

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 juga dibentuk dengan tujuan
untuk menjamin pemahaman dan memastikan penerapan prinsip dan standar
61
62

Ibid, hal. 90.
Ibid, hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

HAM sehingga setiap anggota Polri selalu mendasari prinsip dan standar
HAM dalam melakukan setiap tindakannya.
Hak-hak yang diatur secara tegas pada Pasal 5 ayat (1) dicantumkan
bahwa salah satu hak azasi manusia yang mendasar adalah hak atas
perlindungan diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda
(huruf u); hak untuk tidak disiksa (huruf v); dan hak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia (huruf bb);
Hak anak sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang rentan diatur
dalam Pasal 6 huruf f yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak
khusus anak adalah perlindungan atau perlakuan khusus terhadap anak yang
menjadi korban kejahatan dan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu
hak non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat
anak;
Dalam Pasal 11 diterangkan bahwa setiap petugas atau anggota Polri
dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka
terlibat dalam kejahatan (huruf b); melakukan penghukuman dan tindakan
fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment); dan juga untuk
menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara