Analisis Pengaruh Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value (MV) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Rasio Keuangan
2.1.1.1 Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan atau analisis rasio (ratio analysis)” merupakan
salah
satu
alat
analisis
keuangan
yang
populer
dan
banyak
digunakan”(Wild dan Subramanyam, 2010). Rasio keuangan perannya
penting dan dapat menjadi pedoman dalam mengevaluasi kegiatan
aktivitas perusahaan, selain itu membandingkan kinerja dan hasil yang
dicapai perusahaan antara periode tahun-tahun sebelumnya. Juga dapat
menjadi ukuran perbandingan dengan perusahaan lainnya.
Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap
kondisi yang mendasari. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat
mengidentifikasi area yang memerlukan investigasi yang lebih lanjut.
Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar
perbandingan dalam menemukan kondisi dan trend yang sulit untuk
dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk
rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio yang paling bermanfaat bila
orientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan faktor-faktor
yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa
depan.
9
Universitas Sumatera Utara
Rasio keuangan memiliki keunggulan, sehingga para pihak
pemakai laporan keuangan sering menggunakan rasio keuangan. Menurut
Harahap (2006) ada beberapa keunggulan rasio keuangan yaitu :
1.
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan.
2.
Rasio merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3.
Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
4.
Rasio sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score).
5.
Rasio menstandarisir size perusahaan.
6.
Dengan rasio lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan
perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara
periodik atau time series.
7.
Dengan rasio lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan
prediksi di masa yang akan datang.
2.1.1.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Secara umum, rasio yang digunakan untuk menganalisis
laporan keuangan suatu perusahaan diklasifikasikan menjadi empat
jenis yaitu :
10
Universitas Sumatera Utara
a.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi biasanya
dalam jangka pendek. Kewajiban jangka pendek adalah utang (debt)
yang mesti dibayar dalam periode waktu yang sama yang dipakai
dalam menentukan asset lancar. Pihak-pihak yang berkepentingan
dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor, seperti
pemasok dan bankir.
Kelikuiditasan
perusahaan
untuk
perusahaan
memenuhi
diukur
kewajiban
dari
kemampuan
jangka
pendeknya.
Perusahaan dapat dikatakan likuid bila perusahaan mampu untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya, seperti utang dagang, utang
gaji, utang pajak. Sebaliknya, perusahaan yang tidak mampu untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dikatakan illikuid atau tidak
likuid. Menurut Kasmir (2008) “jenis rasio likuiditas yang ada seperti
current ratio, quick ratio atau acid test ratio, cash ratio, rasio
perputaran kas, inventory to net working capital”.
b.
Rasio Solvabilitas
Pendanaan perusahaan bersumber dari dua pendanaan yaitu
dari kreditor jangka pendek seperti pemasok dan kreditor jangka
panjang seperti pemegang saham. Rasio solvabilitas menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban
jangka
panjangnya (Wild dan Subramanyam. 2010). Menurut Kasmir (2008)
11
Universitas Sumatera Utara
“beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan perusahaan
adalah debt to asset ratio, debt to equity ratio, long term debt to equity
ratio, tangible asset debt coverage, current liabilities to net worth,
time interest earned, dan fixed charge coverage”.
c.
Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan assetnya. Rasio
ini mengukur tingkat efisensi pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Rasio aktivitas atau pemanfaat asset menurut Wild dan Subramanyam
(2010) dapat dklasifikasikan menjadi “rasio perputaran kas (cash
turover), rasio perputaran piutang usaha (account receveible turnover),
rasio perputaran persediaan (inventory turnover), rasio perputaran
modal kerja (working capital turnover), rasio perputaran aset tetap
(PPE turnover), dan rasio perputaran total aset (total asset turnover).
d.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Rasio ini memberi
ukuran tingkat efektivitas manajemen perusahaan. Tujuan perusahaan
adalah mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk tetap bertahan
perusahaan harus mampu untuk menghasilkan laba. Bila perusahaan
rugi, pihak kreditor akan mempertimbangkan untuk tetap memberi
pinjaman atau menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
12
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kasmir (2008) rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan
menjadi 4 yaitu:
1.
Profit margin ( profit margin on sales) yang terdiri dari
a.
Gross Profit margin
b.
Net Profit Margin
2.
Return on Investment (ROI)
3.
Return on Equity (ROE)
4.
Laba Per Lembar Saham
5.
Rasio Ukuran Pasar
Rasio ini disebut juga market meansure (Wild dan
Subramanyam, 2010). Analisis rasio keuangan yang menjadi obyek
penelitian bagi peneliti adalah rasio ukuran pasar. Rasio ini adalah
rasio yang paling sering dipergunakan oleh pihak investor di bursa
efek. Rasio ini menggambarkan kondisi atau keadaan prestasi
perusahaan di pasar modal. Indikator ini biasanya dipakai investor
untuk mengukur tingkat ketertarikan terhadap harga saham tertentu.
Rasio ini menunjukan perbandingan harga saham dipasar dengan nilai
buku saham tersebut yang di gambarkan di Neraca. Semakin tinggi
rasio yang didapat, maka semakin tinggi pula minat investor untuk
membeli saham tersebut. Yang berdampak naiknya harga pasar saham
di pasar modal.
2.1.2
Return On assets (ROA)
13
Universitas Sumatera Utara
Return On Asset (ROA) merupakan perkalian antara faktor margin
laba dengan perputaran total aktiva. Margin laba menunjukkan kemampuan
memperoleh laba bersih dari setiap penjualan yang diciptakan oleh
perusahaan, sedangkan perputaran total aktiva menunjukkan seberapa jauh
perusahaan mampu menciptakan penjualan dari total aktiva yang dimilikinya
(Brigham dan Houston, 2007). Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu
keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba berdasarkan assetnya
maupun modal sendiri. Return On Asset (ROA) mengukur seberapa banyak
laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh asset yang dimiliki dan
ditanamkan ke dalam sebuah perusahaan (efisiensi asset). Return On Asset
(ROA) merupakan rasio antara laba bersih terhadap total asset. Return on
Asset
(ROA)
menggambarkan
kinerja
keuangan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba bersih dari asset yang digunakan untuk operasional
perusahaan. Semakin tinggi ROA menunjukkan perusahaan dalam keadaan
bagus
dan
semakin
efektif
dalam
memanfaatkan
assetnya
untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak, dengan semakin meningkatnya ROA
maka profitabilitas perusahaan semakin baik. Oleh karena itu, perusahaan
selalu berupaya untuk meningkatkan ROA.
Hasibuan (2002) menyimpulkan bahwa: “ return on assets (ROA)
adalah perbandingan (rasio) laba sebelum pajak (earning before tax/EBT)
selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang
sama”. Husnan dan Pudjiastuti (2004) menyebutkan bahwa: “Return On
Assets (ROA) adalah rasio untuk mengukur kemampuan asset perusahaan
14
Universitas Sumatera Utara
memperoleh laba dari operasi perusahaan”. Selanjutnya Sartono dalam
arixsthecoolest.blogspot.com menyatakan bahwa return on asset adalah
perbandingan antara laba bersih dengan total asset yang tertanam dalam
perusahaan.
Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba. Laba bersih yang digunakan disini adalah
laba bersih setelah bunga dan pajak. Semakin besar ROA suatu bank maka
semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank
dari segi penggunaan asset. Return on asset adalah rasio yang digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen
bank
dalam
memperoleh
keuntungan secara keseluruhan. Sawir (2003) dan Munawir (1995)
menyebutkan bahwa: “Return On Assets (ROA) dapat dianalisis dengan
menggunakan rasio pengukuran return on assets sebagai berikut”:
Selanjutnya Sartono (1997) menyatakan ROA dipakai untuk mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
memperoleh
laba.
Rasio
ini
juga
menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi
biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. bahwa: “Return On Assets
(ROA) dapat diformulasikan sebagai berikut
Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan asset untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja
perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan semakin besar
15
Universitas Sumatera Utara
(Brigham dan Houston, 2007). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya
tarik investor kepada perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena dapat
memberikan keuntungan (return) yang besar bagi investor.
2.1.3
Return On Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah ukuran kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
ekuitas (shareholder’s equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Return on
Equity (ROE) merupakan salah satu alat utama investasi yang paling sering
digunakan dalam menilai sebuah perusahaan (Brigham dan Houston, 2007).
Semakin
tinggi
nilai
ROE
menunjukkan
semakin
meningkatnya
profitabilitas/kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih
dengan menggunakan modal sendiri (Hanafi, 2004). Dengan demikian
peningkatan ROE akan berdampak terhadap meningkatnya harga saham.
Secara teoritis ROE dapat dikatakan berpengaruh positif terhadap return
saham karena jika harga saham meningkat maka return saham juga akan
meningkat.
Return On Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan
perusahaan (emiten) dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan
modal sendiri, sehingga ROE sering disebut sebagai rentabilitas modal
sendiri secara umum Return on Equity (ROE) dihasilkan dari pembagian
laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal sendiri selama satu
16
Universitas Sumatera Utara
tahun terakhir. Return on Equity (ROE) yang tinggi mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi pula
bagi pemegang saham. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, maka semakin tinggi
keinginan investor untuk membeli saham tersebut. Dengan demikian maka
perubahan pada Return On Equity (ROE) akan mempengaruhi perubahan
harga saham.
Riyanto (1995) menyatakan bahwa: “Rasio rentabilitas modal
sendiri atau Return On Equity (ROE) merupakan perbandingan antara
jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal di satu pihak dengan modal
sendiri di pihak lain“. Kemudian Gitosudarmo (2001) mengatakan bahwa”
Return On Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan
kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan laba”. Rentabilitas ini
dapat juga dikatakan sebagai kemampuan untuk menghasilkan laba bagi
suatu
perusahaan
dengan
modal
sendirinya.
Syamsuddin
(1992)
menyebutkan bahwa: “Return On Equity (ROE) merupakan suatu
pengukuran dari penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan
(baik pemilik saham biasa maupun pemilik saham preferen) atas modal
yang mereka investasikan dalam perusahaan”.
Sementara Kartadinata (1993) menyatakan bahwa: “Return On
Equity (ROE) merupakan rasio laba bersih terhadap net worth untuk
mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman
modal yang dilakukan dalam perusahaan”. Secara umum rentabilitas modal
17
Universitas Sumatera Utara
sendiri menurut Gitosudarmo (2002) dapat dianalisis dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif.
Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri
untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham
biasa maupun saham preferen. Peningkatan harga saham perusahaan akan
memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal
ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan.
Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati
oleh investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar.
2.1.4
Economic Value Added (EVA)
O’Byrne (1996) menyebutkan bahwa Economic Value Added
(EVA), yang merupakan Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
dikurangi dengan biaya untuk seluruh modal yang di investasikan pada
kegiatan usaha, memberikan pengukuran kinerja operasi dan valuation
multiples yang kita perlukan untuk menghubungkan teori dengan praktek.
Puspitawati (2011) juga menjelaskan bahwa EVA mengukur perbedaan,
dalam perspektif keuangan, antara pengembalian atas modal perusahaan
dan biaya modal.Metode ini digunakan terutama disebabkan terdapat
beberapa kelemahan-kelemahan dan ketidakpastian dalam pengukuran
kinerja tradisional, sehingga dikembangkanlah EVA sebagai konsep baru
18
Universitas Sumatera Utara
dalam pengukuran kinerja.EVA merupakan suatu perangkat finansial
untuk mengukur keuntungan nyata operasi perusahaan (Singgih, 2012).
EVA berangkat dari konsep biaya modal, yakni resiko yang
dihadapi perusahaan dalam melakukan investasinya.Semakin tinggi
tingkat resiko investasi, semakin tinggi pula tingkat pengembalian (return)
yang dituntut oleh investor. Singgih (2012) menjelaskan bahwa 17 model
Return on Investment (ROI) atau Return on Equity (ROE) hanya berhenti
pada laba (return) yang diraih, sedangkan EVA mengurangi laba dengan
biaya modal, sehingga manajemen perusahaan dituntut untuk mampu
memilih investasi dengan tingkat pengembalian yang optimum namun
memiliki tingkat resiko minimum. Berdasarkan hal ini, maka dapat
diyakini bahwa perusahaan yang memiliki nilai EVA yang tinggi,
merupakan perusahaan yang dapat dipercaya oleh investor.
Lebih lanjut, O’Byrne (1996) menyebutkan bahwa parameter yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya proses penciptaan nilai suatu
perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Jika Economic Value Added (EVA) > 0, yaitu niai Economic
Value Added (EVA) positif, menunjukkan telah terjadi proses nilai
tambah pada perusahaan.
2. Jika Economic Value Added (EVA) = 0, yaitu nilai Economic
Value Added (EVA) menunjukkan posisi impas atau break event point,
berarti tidak ada nilai tambah ekonomis, tetapi perusahaan mampu
19
Universitas Sumatera Utara
membayarkan semua kewajibannya kepada para penyandang dana atau
kreditur.
3. Jika Economic Value Added (EVA) < 0, yaitu nilai Economic
Value Added (EVA) negatif, yang menunjukkan tidak terjadi proses
nilai tambah pada perusahaan.
2.1.4.1 Perhitungan EVA
Menurut Brigham dan Houston (2007), untuk menghitung
Economic Value Added (EVA), diperlukan lima tahapan, yaitu
sebagai berikut :
1. Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan
setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya
keuangan (financial cost) dan non cash bookkeeping entries seperti
biaya penyusutan (Horne and Wachowicz, 2008)
NOPAT = EBIT (1 – T)
2. Menghitung Invested Capital
Invested Capital adalah jumlah ekuitas pemegang saham,
seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang
menanggung bunga hutang, dan kewajiban jangka panjang lainnya
(Horne and Wachowicz, 2008).
IC = Total Kewajiban & Ekuitas – Kewajiban Jangka Pendek
3. Menghitung Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
20
Universitas Sumatera Utara
WACC adalah jumlah biaya dari setiap komponen modal
hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan ekuitas
pemegang saham ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam
struktur modal perusahaan pada nilai pasar (Horne and Wachowicz,
2008).
WACC = {D x rd(1 – T)} + (E x re)
Dengan cara:
Menghitung Tingkat Modal dari Hutang (D)
Tingkat Hutang (D) = x 100%
Menghitung Biaya Hutang Jangka Pendek (rd)
Cost of Debt (rd) = x 100%
Menentukan Tingkat Pajak Penghasilan (T)
Tingkat Pajak (T) = x 100%
Menghitung Tingkat Modal dari Ekuitas (E)
Tingkat Modal (E) = x 100%
Menghitung Biaya Modal (re)
Cost of Equity (re) = x 100%
4. Menghitung Capital Charges
Capital Charges adalah aliran kas yang dibutuhkan untuk
mengganti para investor atas resiko usaha dari modal yang
ditanamkan (Horne and Wachowicz, 2008).
Capital Charges = WACC x Invested Capital
21
Universitas Sumatera Utara
5. Menghitung Economic Value Added
Economic Value Added (EVA) adalah laba yang tersisa
setelah
dikurangi
biaya
modal
yang
diinvestasikan
untuk
menghasilkan laba tersebut (Horne and Wachowicz, 2008).
EVA = NOPAT – Capital Charges
2.1.4.2 Keunggulan dan Kelemahan EVA
Sebagai penilai kinerja perusahaan Economic Value Added
(EVA) memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Mirza &
Imbuh, 1999):
1. Economic Value Added (EVA) dapat digunakan secara
mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti
standar
industri
atau
data
sebagaimana konsep penilaian
dari
perusahaann
dengan
lain,
menggunakan
analisis rasio.
2. Economic Value Added (EVA) memfokuskan penilaiannya
pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal
sebagai konsekuensi investasi.
3. Perhitungan Economic Value Added (EVA) relatif mudah
dilakukan,
hanya
yang
menjadi
persoalan
adalah
perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih
banyak dan analisis yang lebih mendalam.
22
Universitas Sumatera Utara
Namun tidak hanya kelebihan, Eva juga memeiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan EVA tersebut menurut
Mirza & Imbuh (1999) sebagai berikut:
1. Economic Value Added (EVA) hanya mengukur hasil akhir
(result), konsep ini tidak mengukur aktivtas-aktivtas
penentu lainnya, seperti loyalitas konsumen.
2. Economic Value Added (EVA) terlalu bertumpu pada
keyakinan
bahwa
investor
sangat
mengandalkan
pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu,
padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan.
3. Konsep ini sangat bergantung pada transparansi internal
dalam perhitungan Economic Value Added (EVA) secara
tepat dan akurat, tetapi dalam kenyataannya perusahaan
dalam prakteknya kurang transparan dalam mengemukakan
kondisi internal perusahaan. kinerja perusahaan EVA
memiliki beberapa keunggulan.
2.1.5
Market Value (MV)
Market Value (Nilai Pasar) adalah harga jual dari investor satu
dengan investor lainnya. Harga Terjadi setelah saham dicatat di Bursa.
Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi
tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukan
fluktuasi dari harga saham. Market value sangat dipengaruhi oleh hukum
23
Universitas Sumatera Utara
permintaan dan penawaran, harga suatu saham akan cenderung naik bila
suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika
terjadi kelebihan penawaran (Lubis, 2008). Perbedaan harga saham hanya
terjadi bila pasar saham adalah efisien semi kuat secara keputusan yaitu
investor dapat merespon secara tepat atas informasi yang tersedia secara
penuh di pasar modal. Perbedaan harga saham antara perusahaan yang
bertumbuh dan tidak bertumbuh sesuai dengan salah satu dasar
pembentukan harga saham yang yakin bahwa harga saham terjadi karena
aliran laba atau kas masa depan yang dinilai sekarang Perusahaan yang
tidak bertumbuh mempunyai kebijakan pendanaan yang bertolak belakang
dengan perusahaan yang bertumbuh, sehingga hal ini menjadi informasi
yang bersifat negatif bagi investor.
Berkaitan dengan bursa saham, bahwa nilai pasar merupakan harga
pasar riil dan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan
harga dari suatu saham perusahaan pada pasar yang sedang berlangsung
atau sudah tutup, berdasarkan bursa utama. Nilai pasar menunjukan
keadaan perusahaan berdasarkan persepsi investor yang teraktualisasi
melalui harga saham. Secara garis besar nilai pasar perusahaan merupakan
harga seluruh saham yang beredar (closing price). Dapat disimpulkan,
market value adalah harga saham yang paling mudah ditentukan karena
merupakan harga dari suatu saham perusahaan pada pasar yang sedang
berlangsung atau sudah tutup, yang didasarkan pada bursa utama oleh
pelaku pasar sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan
24
Universitas Sumatera Utara
pembeli saham, sehingga nilai pasar menunjukan fluktuasi dari harga
saham dimana harga saham sekarang mencerminkan sepenuhnya
informasi pada masa lampau, informasi yang dipublikasikan dan informasi
yang tidak dipublikasikan.
Market value dapat diukur dengan mengalikan jumlah saham
beredar dengan harga saham penutupan pada hari ke-t. Berdasarkan
besarnya jumlah saham yang beredar dan harga saham, dapat dilihat
ukuran suatu perusahaan. Semakin banyak jumlah saham yang beredar dan
semakin tingginya harga saham menunjukan semakin besar ukuran sebuah
perusahaan. Adapun untuk penyelesaian nilai market value ditunjukan
dalam persamaan sebagi berikut :
MV = harga pasar per lembar saham x jumlah lembar saham yang
beredar
Nilai pasar menunjukkan keadaan perusahaan berdasarkan persepsi
investor yang teraktualisasi dalam harga saham. Secara garis besar nilai
pasar perusahaan merupakan harga seluruh saham yang beredar (closing
price). Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari
posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar
menunjukkan fluktuasi dari harga saham. Harga saham adalah harga
penutupan (closing price) pada tanggal pelaporan. Jumlah lembar saham
yang beredar adalah jumlah lembar saham beredar yang dilaporkan dalam
laporan keuangan.
25
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
penulis :
Peneliti
Banz
(1980)
Mailani
(2010)
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Variabel
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian
The Relationship
Variabel
Stocks Returns menunjukkan
Between Return and
Independen:
pengaruh yang signifikan
Market Value of
Stocks Returns
terhadap Market Value pada
Common Stocks
firma-firma besar, namun
Stocks Returns tidak
menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap Market
Variabel
Value yang dimiliki oleh firmaDependen:
firma berukuran kecil dan
Total Market Value
menengah.
Analisis Pengaruh Book
Value, Economic Value
Added, Intellectual
Capital terhadap Market
Value (Studi pada
Emiten non Perbankan
Indeks LQ-45)
Analisis Pengaruh
Economic Value Added
(EVA), Momentum,
Market Value Added
(MVA), Net Profit
Margin (NPM), dan
Rindyantika Return on Asset
Terhadap Nilai
(2010)
Perusahaan (Studi Pada
Perusahaan Food &
Beverageyang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Tahun 2011-2013)
Variabel
Independen:
Book Value,
Economic Value
Added, Intellectual
Capital
Variabel
Dependen:
Market Value
Variabel
Independen:
Economic Value
Added, Momentun,
Market Value
Added, Net Profit
Margin, dan Return
on Asset
Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan maupun
parsial, variabel Book Value,
Economic Value Added, dan
Intellectual Capital
memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap Market
Value
Economic Value Added,
Momentum, Market Value
Added, dan Net Profit Margin
berpengaruh tidak signifikan
Nilai Perusahaan dan memiliki
arah hubungan positif.
Sedangkan Return on
Assetberpengaruh signifikan
terhadap Nilai Perusahaan dan
memiliki arah hubungan
negatif
Variabel
Dependen:
Nilai Perusahaan
26
Universitas Sumatera Utara
Putri
(2012)
Kowel
(2013)
Analisis Pengaruh Rasio
Profitabilitas Terhadap
Nilai Perusahaan
Manufaktur Sub-Sektor
Otomotif dan Komponen
di Bursa Efek Indonesia
Pengaruh Gross Profit
Margin dan Return on
Equity Terhadap Market
Value Pada Perusahaan
Food and Beverages
yang Terdaftar di BEI
Tahun 2008 - 2012
Variabel
Independen:
Net Profit Margin,
Earning per Share,
Return on Assets,
dan Return on
Equity
Variabel
Dependen:
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen:
Gross Profit
Margin, dan Return
on Equity
Variabel
Dependen:
Market Value
Penelitian ini menunjukkan
bahwa Net Profit Margin, dan
Return on Asset memiliki
pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan, sedangkan
Earning per Share dan Return
on Equity tidak berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap
Nilai perusahaan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel independen
Gross Profit Margin dan
Return on Equity berpengaruh
signifikan secara parsial dan
simultan terhadap variabel
dependen Market Value
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan
penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Return On Assets (ROA)
X1
Market Value (MV)
Y
Return On Equity (ROE)
X2
1
Economic Value Added (EVA)
X3
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
27
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, variable independen yang digunakan adalah Return
on assets (ROA), Return on equity (ROE) dan Economic Value Added (EVA).
Variable dependen yang digunakan adalah Market Value (MV).
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2007:51) “hipotesis dikembangkan dari telaah
teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pernyataan penelitian yang
memerlukan ujian secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari
penelitian yang akan dilakukan”. Hipotesis atau jawaban sementara atas
permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1.
H1 : Return On Assets (ROA) berpengaruh signifikan terhadap Market Value
(MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
ROA merupakan rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat
mengukur kemampuan dana yang ditanamkan dalam asset yang digunakan
dalam operasi perusahaan untuk mendapatkan penghasilan. Dengan semakin
baik kondisi keuangan perusahaan maka investor akan menilai saham
dengan nilai yang tinggi .
2.
H2 : Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap Market Value
(MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
Semakin
tinggi
nilai
ROE
menunjukkan
semakin
meningkatnya
profitabilitas/kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih
dengan menggunakan modal sendiri, dengan demikian akan berdampak
pada kenaikan harga saham.
28
Universitas Sumatera Utara
3.
H3 : Economic Value Added (EVA) berpengaruh signifikan terhadap Market
Value (MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
EVA adalah alat ukur kinerja perusahaan yang mementingkan penggunaan
biaya atas modal yang digunakan perusahaan dalam operasional. Perusahaan
yang mempunyai nilai EVA positif menandakan bahwa perusahaan tersebut
mampu meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya karena menghasilkan
tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modalnya, maka akan
berpengaruh pada tingkat permintaan saham perusahaan tersebut, sehingga
akan meningkatkan harga sahamnya.
4.
H4 : Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Economic Value
Added (EVA) berpengaruh signifikan terhadap Market Value (MV) pada
perusahaan perbankan di BEI.
Ketiga rasio diatas merupakan rasio yang menunjukkan kinerja suatu
perusahaan. Pada prinsipnya semakin baik prestasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan, maka akan berpengaruh pula pada tingkat
permintaan saham tersebut, sehingga pada gilirannyaakan meningkatkan
harga saham perusahaan tersebut.
29
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Rasio Keuangan
2.1.1.1 Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan atau analisis rasio (ratio analysis)” merupakan
salah
satu
alat
analisis
keuangan
yang
populer
dan
banyak
digunakan”(Wild dan Subramanyam, 2010). Rasio keuangan perannya
penting dan dapat menjadi pedoman dalam mengevaluasi kegiatan
aktivitas perusahaan, selain itu membandingkan kinerja dan hasil yang
dicapai perusahaan antara periode tahun-tahun sebelumnya. Juga dapat
menjadi ukuran perbandingan dengan perusahaan lainnya.
Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap
kondisi yang mendasari. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat
mengidentifikasi area yang memerlukan investigasi yang lebih lanjut.
Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar
perbandingan dalam menemukan kondisi dan trend yang sulit untuk
dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk
rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio yang paling bermanfaat bila
orientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan faktor-faktor
yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa
depan.
9
Universitas Sumatera Utara
Rasio keuangan memiliki keunggulan, sehingga para pihak
pemakai laporan keuangan sering menggunakan rasio keuangan. Menurut
Harahap (2006) ada beberapa keunggulan rasio keuangan yaitu :
1.
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan.
2.
Rasio merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3.
Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
4.
Rasio sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score).
5.
Rasio menstandarisir size perusahaan.
6.
Dengan rasio lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan
perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara
periodik atau time series.
7.
Dengan rasio lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan
prediksi di masa yang akan datang.
2.1.1.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Secara umum, rasio yang digunakan untuk menganalisis
laporan keuangan suatu perusahaan diklasifikasikan menjadi empat
jenis yaitu :
10
Universitas Sumatera Utara
a.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi biasanya
dalam jangka pendek. Kewajiban jangka pendek adalah utang (debt)
yang mesti dibayar dalam periode waktu yang sama yang dipakai
dalam menentukan asset lancar. Pihak-pihak yang berkepentingan
dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor, seperti
pemasok dan bankir.
Kelikuiditasan
perusahaan
untuk
perusahaan
memenuhi
diukur
kewajiban
dari
kemampuan
jangka
pendeknya.
Perusahaan dapat dikatakan likuid bila perusahaan mampu untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya, seperti utang dagang, utang
gaji, utang pajak. Sebaliknya, perusahaan yang tidak mampu untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dikatakan illikuid atau tidak
likuid. Menurut Kasmir (2008) “jenis rasio likuiditas yang ada seperti
current ratio, quick ratio atau acid test ratio, cash ratio, rasio
perputaran kas, inventory to net working capital”.
b.
Rasio Solvabilitas
Pendanaan perusahaan bersumber dari dua pendanaan yaitu
dari kreditor jangka pendek seperti pemasok dan kreditor jangka
panjang seperti pemegang saham. Rasio solvabilitas menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban
jangka
panjangnya (Wild dan Subramanyam. 2010). Menurut Kasmir (2008)
11
Universitas Sumatera Utara
“beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan perusahaan
adalah debt to asset ratio, debt to equity ratio, long term debt to equity
ratio, tangible asset debt coverage, current liabilities to net worth,
time interest earned, dan fixed charge coverage”.
c.
Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan assetnya. Rasio
ini mengukur tingkat efisensi pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Rasio aktivitas atau pemanfaat asset menurut Wild dan Subramanyam
(2010) dapat dklasifikasikan menjadi “rasio perputaran kas (cash
turover), rasio perputaran piutang usaha (account receveible turnover),
rasio perputaran persediaan (inventory turnover), rasio perputaran
modal kerja (working capital turnover), rasio perputaran aset tetap
(PPE turnover), dan rasio perputaran total aset (total asset turnover).
d.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Rasio ini memberi
ukuran tingkat efektivitas manajemen perusahaan. Tujuan perusahaan
adalah mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk tetap bertahan
perusahaan harus mampu untuk menghasilkan laba. Bila perusahaan
rugi, pihak kreditor akan mempertimbangkan untuk tetap memberi
pinjaman atau menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
12
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kasmir (2008) rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan
menjadi 4 yaitu:
1.
Profit margin ( profit margin on sales) yang terdiri dari
a.
Gross Profit margin
b.
Net Profit Margin
2.
Return on Investment (ROI)
3.
Return on Equity (ROE)
4.
Laba Per Lembar Saham
5.
Rasio Ukuran Pasar
Rasio ini disebut juga market meansure (Wild dan
Subramanyam, 2010). Analisis rasio keuangan yang menjadi obyek
penelitian bagi peneliti adalah rasio ukuran pasar. Rasio ini adalah
rasio yang paling sering dipergunakan oleh pihak investor di bursa
efek. Rasio ini menggambarkan kondisi atau keadaan prestasi
perusahaan di pasar modal. Indikator ini biasanya dipakai investor
untuk mengukur tingkat ketertarikan terhadap harga saham tertentu.
Rasio ini menunjukan perbandingan harga saham dipasar dengan nilai
buku saham tersebut yang di gambarkan di Neraca. Semakin tinggi
rasio yang didapat, maka semakin tinggi pula minat investor untuk
membeli saham tersebut. Yang berdampak naiknya harga pasar saham
di pasar modal.
2.1.2
Return On assets (ROA)
13
Universitas Sumatera Utara
Return On Asset (ROA) merupakan perkalian antara faktor margin
laba dengan perputaran total aktiva. Margin laba menunjukkan kemampuan
memperoleh laba bersih dari setiap penjualan yang diciptakan oleh
perusahaan, sedangkan perputaran total aktiva menunjukkan seberapa jauh
perusahaan mampu menciptakan penjualan dari total aktiva yang dimilikinya
(Brigham dan Houston, 2007). Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu
keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba berdasarkan assetnya
maupun modal sendiri. Return On Asset (ROA) mengukur seberapa banyak
laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh asset yang dimiliki dan
ditanamkan ke dalam sebuah perusahaan (efisiensi asset). Return On Asset
(ROA) merupakan rasio antara laba bersih terhadap total asset. Return on
Asset
(ROA)
menggambarkan
kinerja
keuangan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba bersih dari asset yang digunakan untuk operasional
perusahaan. Semakin tinggi ROA menunjukkan perusahaan dalam keadaan
bagus
dan
semakin
efektif
dalam
memanfaatkan
assetnya
untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak, dengan semakin meningkatnya ROA
maka profitabilitas perusahaan semakin baik. Oleh karena itu, perusahaan
selalu berupaya untuk meningkatkan ROA.
Hasibuan (2002) menyimpulkan bahwa: “ return on assets (ROA)
adalah perbandingan (rasio) laba sebelum pajak (earning before tax/EBT)
selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang
sama”. Husnan dan Pudjiastuti (2004) menyebutkan bahwa: “Return On
Assets (ROA) adalah rasio untuk mengukur kemampuan asset perusahaan
14
Universitas Sumatera Utara
memperoleh laba dari operasi perusahaan”. Selanjutnya Sartono dalam
arixsthecoolest.blogspot.com menyatakan bahwa return on asset adalah
perbandingan antara laba bersih dengan total asset yang tertanam dalam
perusahaan.
Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba. Laba bersih yang digunakan disini adalah
laba bersih setelah bunga dan pajak. Semakin besar ROA suatu bank maka
semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank
dari segi penggunaan asset. Return on asset adalah rasio yang digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen
bank
dalam
memperoleh
keuntungan secara keseluruhan. Sawir (2003) dan Munawir (1995)
menyebutkan bahwa: “Return On Assets (ROA) dapat dianalisis dengan
menggunakan rasio pengukuran return on assets sebagai berikut”:
Selanjutnya Sartono (1997) menyatakan ROA dipakai untuk mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
memperoleh
laba.
Rasio
ini
juga
menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi
biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. bahwa: “Return On Assets
(ROA) dapat diformulasikan sebagai berikut
Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan asset untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja
perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan semakin besar
15
Universitas Sumatera Utara
(Brigham dan Houston, 2007). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya
tarik investor kepada perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena dapat
memberikan keuntungan (return) yang besar bagi investor.
2.1.3
Return On Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah ukuran kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
ekuitas (shareholder’s equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Return on
Equity (ROE) merupakan salah satu alat utama investasi yang paling sering
digunakan dalam menilai sebuah perusahaan (Brigham dan Houston, 2007).
Semakin
tinggi
nilai
ROE
menunjukkan
semakin
meningkatnya
profitabilitas/kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih
dengan menggunakan modal sendiri (Hanafi, 2004). Dengan demikian
peningkatan ROE akan berdampak terhadap meningkatnya harga saham.
Secara teoritis ROE dapat dikatakan berpengaruh positif terhadap return
saham karena jika harga saham meningkat maka return saham juga akan
meningkat.
Return On Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan
perusahaan (emiten) dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan
modal sendiri, sehingga ROE sering disebut sebagai rentabilitas modal
sendiri secara umum Return on Equity (ROE) dihasilkan dari pembagian
laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal sendiri selama satu
16
Universitas Sumatera Utara
tahun terakhir. Return on Equity (ROE) yang tinggi mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi pula
bagi pemegang saham. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, maka semakin tinggi
keinginan investor untuk membeli saham tersebut. Dengan demikian maka
perubahan pada Return On Equity (ROE) akan mempengaruhi perubahan
harga saham.
Riyanto (1995) menyatakan bahwa: “Rasio rentabilitas modal
sendiri atau Return On Equity (ROE) merupakan perbandingan antara
jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal di satu pihak dengan modal
sendiri di pihak lain“. Kemudian Gitosudarmo (2001) mengatakan bahwa”
Return On Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan
kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan laba”. Rentabilitas ini
dapat juga dikatakan sebagai kemampuan untuk menghasilkan laba bagi
suatu
perusahaan
dengan
modal
sendirinya.
Syamsuddin
(1992)
menyebutkan bahwa: “Return On Equity (ROE) merupakan suatu
pengukuran dari penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan
(baik pemilik saham biasa maupun pemilik saham preferen) atas modal
yang mereka investasikan dalam perusahaan”.
Sementara Kartadinata (1993) menyatakan bahwa: “Return On
Equity (ROE) merupakan rasio laba bersih terhadap net worth untuk
mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman
modal yang dilakukan dalam perusahaan”. Secara umum rentabilitas modal
17
Universitas Sumatera Utara
sendiri menurut Gitosudarmo (2002) dapat dianalisis dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif.
Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri
untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham
biasa maupun saham preferen. Peningkatan harga saham perusahaan akan
memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal
ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan.
Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati
oleh investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar.
2.1.4
Economic Value Added (EVA)
O’Byrne (1996) menyebutkan bahwa Economic Value Added
(EVA), yang merupakan Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
dikurangi dengan biaya untuk seluruh modal yang di investasikan pada
kegiatan usaha, memberikan pengukuran kinerja operasi dan valuation
multiples yang kita perlukan untuk menghubungkan teori dengan praktek.
Puspitawati (2011) juga menjelaskan bahwa EVA mengukur perbedaan,
dalam perspektif keuangan, antara pengembalian atas modal perusahaan
dan biaya modal.Metode ini digunakan terutama disebabkan terdapat
beberapa kelemahan-kelemahan dan ketidakpastian dalam pengukuran
kinerja tradisional, sehingga dikembangkanlah EVA sebagai konsep baru
18
Universitas Sumatera Utara
dalam pengukuran kinerja.EVA merupakan suatu perangkat finansial
untuk mengukur keuntungan nyata operasi perusahaan (Singgih, 2012).
EVA berangkat dari konsep biaya modal, yakni resiko yang
dihadapi perusahaan dalam melakukan investasinya.Semakin tinggi
tingkat resiko investasi, semakin tinggi pula tingkat pengembalian (return)
yang dituntut oleh investor. Singgih (2012) menjelaskan bahwa 17 model
Return on Investment (ROI) atau Return on Equity (ROE) hanya berhenti
pada laba (return) yang diraih, sedangkan EVA mengurangi laba dengan
biaya modal, sehingga manajemen perusahaan dituntut untuk mampu
memilih investasi dengan tingkat pengembalian yang optimum namun
memiliki tingkat resiko minimum. Berdasarkan hal ini, maka dapat
diyakini bahwa perusahaan yang memiliki nilai EVA yang tinggi,
merupakan perusahaan yang dapat dipercaya oleh investor.
Lebih lanjut, O’Byrne (1996) menyebutkan bahwa parameter yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya proses penciptaan nilai suatu
perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Jika Economic Value Added (EVA) > 0, yaitu niai Economic
Value Added (EVA) positif, menunjukkan telah terjadi proses nilai
tambah pada perusahaan.
2. Jika Economic Value Added (EVA) = 0, yaitu nilai Economic
Value Added (EVA) menunjukkan posisi impas atau break event point,
berarti tidak ada nilai tambah ekonomis, tetapi perusahaan mampu
19
Universitas Sumatera Utara
membayarkan semua kewajibannya kepada para penyandang dana atau
kreditur.
3. Jika Economic Value Added (EVA) < 0, yaitu nilai Economic
Value Added (EVA) negatif, yang menunjukkan tidak terjadi proses
nilai tambah pada perusahaan.
2.1.4.1 Perhitungan EVA
Menurut Brigham dan Houston (2007), untuk menghitung
Economic Value Added (EVA), diperlukan lima tahapan, yaitu
sebagai berikut :
1. Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan
setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya
keuangan (financial cost) dan non cash bookkeeping entries seperti
biaya penyusutan (Horne and Wachowicz, 2008)
NOPAT = EBIT (1 – T)
2. Menghitung Invested Capital
Invested Capital adalah jumlah ekuitas pemegang saham,
seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang
menanggung bunga hutang, dan kewajiban jangka panjang lainnya
(Horne and Wachowicz, 2008).
IC = Total Kewajiban & Ekuitas – Kewajiban Jangka Pendek
3. Menghitung Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
20
Universitas Sumatera Utara
WACC adalah jumlah biaya dari setiap komponen modal
hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan ekuitas
pemegang saham ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam
struktur modal perusahaan pada nilai pasar (Horne and Wachowicz,
2008).
WACC = {D x rd(1 – T)} + (E x re)
Dengan cara:
Menghitung Tingkat Modal dari Hutang (D)
Tingkat Hutang (D) = x 100%
Menghitung Biaya Hutang Jangka Pendek (rd)
Cost of Debt (rd) = x 100%
Menentukan Tingkat Pajak Penghasilan (T)
Tingkat Pajak (T) = x 100%
Menghitung Tingkat Modal dari Ekuitas (E)
Tingkat Modal (E) = x 100%
Menghitung Biaya Modal (re)
Cost of Equity (re) = x 100%
4. Menghitung Capital Charges
Capital Charges adalah aliran kas yang dibutuhkan untuk
mengganti para investor atas resiko usaha dari modal yang
ditanamkan (Horne and Wachowicz, 2008).
Capital Charges = WACC x Invested Capital
21
Universitas Sumatera Utara
5. Menghitung Economic Value Added
Economic Value Added (EVA) adalah laba yang tersisa
setelah
dikurangi
biaya
modal
yang
diinvestasikan
untuk
menghasilkan laba tersebut (Horne and Wachowicz, 2008).
EVA = NOPAT – Capital Charges
2.1.4.2 Keunggulan dan Kelemahan EVA
Sebagai penilai kinerja perusahaan Economic Value Added
(EVA) memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Mirza &
Imbuh, 1999):
1. Economic Value Added (EVA) dapat digunakan secara
mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti
standar
industri
atau
data
sebagaimana konsep penilaian
dari
perusahaann
dengan
lain,
menggunakan
analisis rasio.
2. Economic Value Added (EVA) memfokuskan penilaiannya
pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal
sebagai konsekuensi investasi.
3. Perhitungan Economic Value Added (EVA) relatif mudah
dilakukan,
hanya
yang
menjadi
persoalan
adalah
perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih
banyak dan analisis yang lebih mendalam.
22
Universitas Sumatera Utara
Namun tidak hanya kelebihan, Eva juga memeiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan EVA tersebut menurut
Mirza & Imbuh (1999) sebagai berikut:
1. Economic Value Added (EVA) hanya mengukur hasil akhir
(result), konsep ini tidak mengukur aktivtas-aktivtas
penentu lainnya, seperti loyalitas konsumen.
2. Economic Value Added (EVA) terlalu bertumpu pada
keyakinan
bahwa
investor
sangat
mengandalkan
pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu,
padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan.
3. Konsep ini sangat bergantung pada transparansi internal
dalam perhitungan Economic Value Added (EVA) secara
tepat dan akurat, tetapi dalam kenyataannya perusahaan
dalam prakteknya kurang transparan dalam mengemukakan
kondisi internal perusahaan. kinerja perusahaan EVA
memiliki beberapa keunggulan.
2.1.5
Market Value (MV)
Market Value (Nilai Pasar) adalah harga jual dari investor satu
dengan investor lainnya. Harga Terjadi setelah saham dicatat di Bursa.
Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi
tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukan
fluktuasi dari harga saham. Market value sangat dipengaruhi oleh hukum
23
Universitas Sumatera Utara
permintaan dan penawaran, harga suatu saham akan cenderung naik bila
suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika
terjadi kelebihan penawaran (Lubis, 2008). Perbedaan harga saham hanya
terjadi bila pasar saham adalah efisien semi kuat secara keputusan yaitu
investor dapat merespon secara tepat atas informasi yang tersedia secara
penuh di pasar modal. Perbedaan harga saham antara perusahaan yang
bertumbuh dan tidak bertumbuh sesuai dengan salah satu dasar
pembentukan harga saham yang yakin bahwa harga saham terjadi karena
aliran laba atau kas masa depan yang dinilai sekarang Perusahaan yang
tidak bertumbuh mempunyai kebijakan pendanaan yang bertolak belakang
dengan perusahaan yang bertumbuh, sehingga hal ini menjadi informasi
yang bersifat negatif bagi investor.
Berkaitan dengan bursa saham, bahwa nilai pasar merupakan harga
pasar riil dan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan
harga dari suatu saham perusahaan pada pasar yang sedang berlangsung
atau sudah tutup, berdasarkan bursa utama. Nilai pasar menunjukan
keadaan perusahaan berdasarkan persepsi investor yang teraktualisasi
melalui harga saham. Secara garis besar nilai pasar perusahaan merupakan
harga seluruh saham yang beredar (closing price). Dapat disimpulkan,
market value adalah harga saham yang paling mudah ditentukan karena
merupakan harga dari suatu saham perusahaan pada pasar yang sedang
berlangsung atau sudah tutup, yang didasarkan pada bursa utama oleh
pelaku pasar sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan
24
Universitas Sumatera Utara
pembeli saham, sehingga nilai pasar menunjukan fluktuasi dari harga
saham dimana harga saham sekarang mencerminkan sepenuhnya
informasi pada masa lampau, informasi yang dipublikasikan dan informasi
yang tidak dipublikasikan.
Market value dapat diukur dengan mengalikan jumlah saham
beredar dengan harga saham penutupan pada hari ke-t. Berdasarkan
besarnya jumlah saham yang beredar dan harga saham, dapat dilihat
ukuran suatu perusahaan. Semakin banyak jumlah saham yang beredar dan
semakin tingginya harga saham menunjukan semakin besar ukuran sebuah
perusahaan. Adapun untuk penyelesaian nilai market value ditunjukan
dalam persamaan sebagi berikut :
MV = harga pasar per lembar saham x jumlah lembar saham yang
beredar
Nilai pasar menunjukkan keadaan perusahaan berdasarkan persepsi
investor yang teraktualisasi dalam harga saham. Secara garis besar nilai
pasar perusahaan merupakan harga seluruh saham yang beredar (closing
price). Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari
posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar
menunjukkan fluktuasi dari harga saham. Harga saham adalah harga
penutupan (closing price) pada tanggal pelaporan. Jumlah lembar saham
yang beredar adalah jumlah lembar saham beredar yang dilaporkan dalam
laporan keuangan.
25
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
penulis :
Peneliti
Banz
(1980)
Mailani
(2010)
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Variabel
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian
The Relationship
Variabel
Stocks Returns menunjukkan
Between Return and
Independen:
pengaruh yang signifikan
Market Value of
Stocks Returns
terhadap Market Value pada
Common Stocks
firma-firma besar, namun
Stocks Returns tidak
menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap Market
Variabel
Value yang dimiliki oleh firmaDependen:
firma berukuran kecil dan
Total Market Value
menengah.
Analisis Pengaruh Book
Value, Economic Value
Added, Intellectual
Capital terhadap Market
Value (Studi pada
Emiten non Perbankan
Indeks LQ-45)
Analisis Pengaruh
Economic Value Added
(EVA), Momentum,
Market Value Added
(MVA), Net Profit
Margin (NPM), dan
Rindyantika Return on Asset
Terhadap Nilai
(2010)
Perusahaan (Studi Pada
Perusahaan Food &
Beverageyang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Tahun 2011-2013)
Variabel
Independen:
Book Value,
Economic Value
Added, Intellectual
Capital
Variabel
Dependen:
Market Value
Variabel
Independen:
Economic Value
Added, Momentun,
Market Value
Added, Net Profit
Margin, dan Return
on Asset
Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan maupun
parsial, variabel Book Value,
Economic Value Added, dan
Intellectual Capital
memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap Market
Value
Economic Value Added,
Momentum, Market Value
Added, dan Net Profit Margin
berpengaruh tidak signifikan
Nilai Perusahaan dan memiliki
arah hubungan positif.
Sedangkan Return on
Assetberpengaruh signifikan
terhadap Nilai Perusahaan dan
memiliki arah hubungan
negatif
Variabel
Dependen:
Nilai Perusahaan
26
Universitas Sumatera Utara
Putri
(2012)
Kowel
(2013)
Analisis Pengaruh Rasio
Profitabilitas Terhadap
Nilai Perusahaan
Manufaktur Sub-Sektor
Otomotif dan Komponen
di Bursa Efek Indonesia
Pengaruh Gross Profit
Margin dan Return on
Equity Terhadap Market
Value Pada Perusahaan
Food and Beverages
yang Terdaftar di BEI
Tahun 2008 - 2012
Variabel
Independen:
Net Profit Margin,
Earning per Share,
Return on Assets,
dan Return on
Equity
Variabel
Dependen:
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen:
Gross Profit
Margin, dan Return
on Equity
Variabel
Dependen:
Market Value
Penelitian ini menunjukkan
bahwa Net Profit Margin, dan
Return on Asset memiliki
pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan, sedangkan
Earning per Share dan Return
on Equity tidak berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap
Nilai perusahaan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel independen
Gross Profit Margin dan
Return on Equity berpengaruh
signifikan secara parsial dan
simultan terhadap variabel
dependen Market Value
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan
penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Return On Assets (ROA)
X1
Market Value (MV)
Y
Return On Equity (ROE)
X2
1
Economic Value Added (EVA)
X3
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
27
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, variable independen yang digunakan adalah Return
on assets (ROA), Return on equity (ROE) dan Economic Value Added (EVA).
Variable dependen yang digunakan adalah Market Value (MV).
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2007:51) “hipotesis dikembangkan dari telaah
teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pernyataan penelitian yang
memerlukan ujian secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari
penelitian yang akan dilakukan”. Hipotesis atau jawaban sementara atas
permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1.
H1 : Return On Assets (ROA) berpengaruh signifikan terhadap Market Value
(MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
ROA merupakan rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat
mengukur kemampuan dana yang ditanamkan dalam asset yang digunakan
dalam operasi perusahaan untuk mendapatkan penghasilan. Dengan semakin
baik kondisi keuangan perusahaan maka investor akan menilai saham
dengan nilai yang tinggi .
2.
H2 : Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap Market Value
(MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
Semakin
tinggi
nilai
ROE
menunjukkan
semakin
meningkatnya
profitabilitas/kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih
dengan menggunakan modal sendiri, dengan demikian akan berdampak
pada kenaikan harga saham.
28
Universitas Sumatera Utara
3.
H3 : Economic Value Added (EVA) berpengaruh signifikan terhadap Market
Value (MV) pada perusahaan perbankan di BEI.
EVA adalah alat ukur kinerja perusahaan yang mementingkan penggunaan
biaya atas modal yang digunakan perusahaan dalam operasional. Perusahaan
yang mempunyai nilai EVA positif menandakan bahwa perusahaan tersebut
mampu meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya karena menghasilkan
tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modalnya, maka akan
berpengaruh pada tingkat permintaan saham perusahaan tersebut, sehingga
akan meningkatkan harga sahamnya.
4.
H4 : Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Economic Value
Added (EVA) berpengaruh signifikan terhadap Market Value (MV) pada
perusahaan perbankan di BEI.
Ketiga rasio diatas merupakan rasio yang menunjukkan kinerja suatu
perusahaan. Pada prinsipnya semakin baik prestasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan, maka akan berpengaruh pula pada tingkat
permintaan saham tersebut, sehingga pada gilirannyaakan meningkatkan
harga saham perusahaan tersebut.
29
Universitas Sumatera Utara