T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap ibu hamil pasti menginginkan dapat melahirkan
secara normal, tetapi dalam kondisi tertentu dari faktor janin
(bayi terlalu besar, kelainan letak, ancaman gawat janin, janin
abnormal, kelainan tali pusat, dan bayi kembar), dan dari faktor
ibu (keadaan panggul, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah
dini, pre eklamsia), harus dilakukan operasi sectio caesarea
(Hutabalian, 2011).
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh World Health
Organization (WHO) sebagaimana dikutip Kasana (2014)
disebutkan bahwa pada tahun 2010, persalinan dengan operasi
sectio caesarea adalah sekitar 10-15 % dari semua proses
persalinan di Negara-negara berkembang. Sementara itu,
menurut Yuniar dkk (2010) bahwa angka kejadian sectio
caesarea di Indonesia adalah sekitar 5 %.
Setidaknya ada dua alasan utama mengapa persalinan
harus melalui operasi sectio caesarea seperti dikemukakan oleh
Elizabeth (dalam Sitepu, 2011). Pertama, kegagalan proses

persalinan karena ukuan kepala bayi terlalu besar untuk rongga

1

2
punggung ibu. Kedua, distress janin dan ibu janin yang
merespon kontraksi dan tekanan darah ibu tiba-tiba naik.
Bagi ibu yang melahirkan dengan tindakan sectio caesarea
tentunya dapat saja menimbulkan resiko, tidak saja resiko
medis tapi juga resiko psikologis. Resiko terhadap bayi
dilakukan sectio ceasarea yaitu kematian dengan gagal ASI,
gangguan paru-paru, gangguan sistem saluran cerna dan
kekebalan tubuh bagi alergi dan rentan stress. Sedangkan
resiko terhadap ibu yaitu infeksi yang didapat dari rumah sakit,
terutama setelah dilakukan sectio caesarea pada persalinan,
fenomenal tromboplebitis terutama pada multipara dengan
dengan parikositas, ileus terutama karena peritonitis dan kurang
sering karena dasar obstruksi (Iqbal, 2010)
Mengingat bahwa tindakan operasi atau pembedahan
memberikan ancaman potensial maupun aktual pada integritas

seseorang maka hal tersebut dapat membangkitkan reaksi
stress fisiologis maupun psikologis. Pembedahan merupakan
peristiwa

komplek

yang

menegangkan,

sehingga

selain

mengalami gangguan fisik akan memunculkan pula masalah
psikologis diantaranya adalah kecemasan. Pada penelitian
sebelumnya Ferlina (dalam Nurbiyanto, 2012) menyatakan
bahwa

sekitar


80%

dari

pasien

pembedahan mengalami kecemasan.

yang

akan

menjalani

3
Cemas merupakan pengalaman subjektif dari individu dan
tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan
keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Cemas berbeda
dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek

atau sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat
dijelaskan

oleh

individu.

Kecemasan

selalu

melibatkan

komponen psikis mencakup afektif, kognitif dan perilaku serta
komponen biologis yang mencakup somatik dan neurofisiologis
(Suliswati dalam Amri dan Saefudin, 2012).
Kecemasan pada masa preoperasi merupakan hal yang
wajar. Beberapa pernyataan yang biasanya terungkap adalah
ketakutan


munculnya

rasa

nyeri

setelah

pembedahan,

ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi secara normal), takut keganasan (bila diagnosa yang
ditegakkan belum pasti), takut/cemas mengalami kondisi yang
sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama,
takut memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah
dan petugas, takut mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan
apabila operasi akan mengalami kegagalan. Maka tidak heran
jika seringkali pasien menunjukan sikap yang berlebihan
dengan kecemasan yang dialami (Larasati, 2009).
Kecemasan yang dirasakan perlu diatasi, salah satu upaya

untuk

mengatasi

kecemasan

tersebut

adalah

melalui

4
komunikasi.

Seperti diketahui bahwa komunikasi merupakan

hal yang sangat penting bagi individu dalam melakukan
interaksi. Menurut Widjaja (2008) komunikasi adalah inti semua
hubungan sosial, apabila hubungan tetap sudah terbina, maka

sistem komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan
apakah sistem tersebut dapat mempererat atau mempersatukan
mereka, atau mengurangi ketegangan. Sementara itu, menurut
Effendy (2009), komunikasi adalah proses penyampaian suatu
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik
langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
Ada berbagai bentuk komunikasi, salah satunya yang
diaplikasikan dalam bidang keperawatan yaitu komunikasi
terapeutik.

Menurut

Purwaningsih

dan

Karlina

(2009),


komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Oleh karena tujuan komunikasi terapeutik
adalah kesembuhan pasien, maka penting bagi perawat
memiliki keterampilan berkomunikasi. Perawat yang memiliki
ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah

menjalin

hubungan

rasa

percaya

dengan

klien,


mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan

5
citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang
paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan

terhadap

sesama

manusia.

Untuk

mampu

berkomunikasi terapeutik diperlukan ilmu dari pengalaman yang

baik.
Komunikasi terapeutik diharapkan mampu memperjelas dan
mengurangi

beban

pikiran

serta

kecemasan (Mulyani dkk, 2008).

dapat

menghilangkan

Oleh karena itu, perawat

sebagai komponen penting dalam proses keperawatan dan
orang yang terdekat dengan pasien diharapkan mampu

berkomunikasi terapeutik melalui perkataan, perbuatan atau
ekspresi, yang memfasilitasi penyembuhan pasien.
Sejumlah penelitian sebelumnya telah dilakukan.

Seperti

misalnya penelitian yang dilakukan oleh Siswanti dkk (2013)
menemukan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik bidan
dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea
di Ruang Eva RS Mardi Rahayu Kudus. Pengaruh yang
ditunjukkan adalah pengaruh negatif yang berarti bahwa
semakin baik komunikasi terapeutik oleh bidan maka hal
tersebut mengakibatkan rendahnya kecemasan pasien pre
operasi sectio caesarea di Ruang Eva RS Mardi Rahayu Kudus.
Penelitian Lenggana (2011) menemukan bahwa komunikas
terapeutik mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecemasan

6
pasien pre operasi di Rumah Sakit Haji Medan. Pengaruh yang
ditunjukkan adalah pengaruh negatif yang berarti bahwa
semakin baik komunikasi terapeutik maka kecemasan pasien
pre operasi di Rumah Sakit Haji Medan menjadi semakin
rendah. Penelitian Setiawan dan Tanjung (2009) menemukan
bahwa komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh signifikan
terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi. Pengaruh yang
ditunjukkan adalah pengaruh negatif yang berarti bahwa
semakin baik komunikasi terapeutik maka kecemasan pasien
pre operasi menjadi semakin
temuan

penelitian

rendah. Mengacu pada ketiga

sebelumnya

tersebut

maka

dapat

disimpulkan bahwa dengan melakukan komunikasi terapeutik
yang baik maka dapat mengurangi kecemasan pasien pre
operasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik
terhadap tingkat kecemasan pasien pre Sectio Caesarea.
Sebagai obyek penelitian, dipilih RS Panti Wilasa Dr Cipto
Semarang.

Pemilihan rumah sakit ini dengan beberapa

pertimbangan yaitu: (1) rumah sakit ini melayani pasien yang
menjalani proses persalinan secara sectio caesarea, (2)
berdasarkan

informasi

dari

pihak

rumah

sakit

bahwa

sebelumnya cukup banyak pasien yang menjalani sectio

7
caesarea di RS Panti Wilasa Dr Cipto Semarang. Dengan
demikian diharapkan nantinya akan memudahkan peneliti
dalam

mengumpulkan

dilakukan
kemudahan

pengujian

minimum
statistik

perijinanan

yang

sampel

atas

hasil

diberikan

penelitian

guna

penelitian,
kepada

(3)

peneliti

sehingga bisa melakukan penelitian di RS Panti Wilasa Dr Cipto
Semarang.

1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh
komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien pre section
caesarea. Oleh karena itu peneliti membatasi masalah pada
amatan komunikasi terapeutik, kecemasan pasien pre sectio
caesarea serta pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
kecemasan pasien pre sectio caesarea. Pada penelitian ini
tingkat kecemasan tidak diukur.

1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien
pre sectio caesarea?.

8
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh
komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien pre sectio
caesarea.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1

Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya
pengetahuan tentang komunikasi terapeutik yang dapat
mengurangi

kecemasan

pada

pasien

pre

sectio

caesarea.

1.5.2

Manfaat praktis
a. Bagi Perawat
Dapat memberi masukan dalam mengoptimalkan
fungsi

perawat

yaitu

melaksanakan

asuhan

keperawatan kepada pasien sehingga operasi dapat
berjalan dengan lancar.
b. Bagi Rumah Sakit Panti Wilasa Dr Cipto Semarang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
mengevaluasi dalam meningkatkan perhatian ke
pasien dengan komunikasi terapeutik.

9
c. Bagi pasien yang menghadapi pre sectio caesarea
Dengan melakukan komunikasi terapeutik bersama
perawat dan dengan dukungan keluarga, pasien
lebih tenang, tidak cemas dan lebih siap untuk
menjalankan operasi.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan
referensi untuk penelitian lebih lanjut menyangkut
pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat
kecemasan

pasien

dalam

menghadapi

proses

operasi, khususnya pada kasus operasi lainnya
selain sectio caesarea.

Dokumen yang terkait

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26