TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN ... JOURNAL | UNAIR fullpapers

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik

Implementasi Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Puskesmas Ngrayun
(Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program
Jampersal di Puskesmas Ngrayun Kabupaten Ponorogo)
Isna Noer Fitrieana
(Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Airlangga Tahun Angkatan 2008)

ABSTRACT
Jampersal program is a program of health service coverage from the government that issued in 2011. It aims to improve
public access to pregnancy and childbirth health care through medical personnel and adequate health facilities. Discussion in this
study emphasizes on capability of jampersal program to be implemented to the society and focus on the factors that influence
implementation of Jampersal program in Ngrayun clinics. In general, the implementation of Jampersal program in Ngrayun clinics
have been conducted in the appropriate guidelines and specified instructions. The supporting factors in the implementation of
Jampersal program are the existence of a clear coordination between the implementing organization structures, there is a fairly high
disposition from the executive staff, and there are positive supports from the community to jampersal program.While the inhibits
factors are the socialization process to the community are not maximum yet and the funding system of medical cost additional must
be burdened by the jampersal participants own.
Keywords: implementation, program, jampersal

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan
bahwa “setiap warga negara berhak mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Berdasarkan
undang-undang tersebut, pemerintah bertanggung
jawab untuk menciptakan masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah guna mewujudkan tujuan
tersebut adalah dengan melakukan pembangunan
nasional. Pembangunan di Indonesia mencakup
pembangunan di segala bidang dan salah salah satu
yang paling penting adalah pembangunan di bidang
kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah bagian
integral dari pembangunan nasional yang bertujuan
agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan
kesehatan secara mudah, leluasa dan murah. UndangUndang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Peraturan perundangan tersebut
mengisyaratkan bahwa pelayanan kesehatan yang
bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima
serta terjangkau oleh seluruh lapisan perlu diupayakan
guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya bagi seluruh masyarakat termasuk
masyarakat miskin dan tidak mampu. Namun, faktanya
hingga saat ini upaya pemerataan pembangunan di
bidang kesehatan di negara-negara berkembang
termasuk di Indonesia masih menemui berbagai
kendala. Rendahnya derajat kesehatan masyarakat
Indonesia, salah satunya dapat dilihat dari tingginya
kematian ibu dan bayi yang terjadi. Berikut ini data
yang diperoleh dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2010 yang menunjukkan
perkembangan angka kematian ibu dan bayi di
Indonesia:

Tabel 1.1
Data Perkembangan Angka Kematian Ibu dan Bayi

di Indonesia
Tahun AKI per 100.000
AKB per 1000
kelahiran hidup
kelahiran hidup
1991
390
68
1994
390
57
1997
334
46
2002
307
45
2007
228
35

2010
214
33
Sumber data: Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

Data di atas menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia terus menunjukkan
perkembangan yang positif yakni angka kematian ibu
dan bayi selalu mengalami penurunan dari tahun 1991
hingga tahun 2010. Namun, angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia tersebut masih menjadi salah satu
yang tertinggi di wilayah Asia. Selain itu, AKI dan
AKB tersebut masih belum dapat mencapai target
Millenium Develoment Goals (MDG’s) 2000.
Berdasarkan
kesepakatan
global
(Millenium
Develoment Goals/MDG’s 2000), target angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia menurun dari angka

214 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia menurun dari angka 33 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2010 menjadi 23 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2015.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2010, penyebab langsung kematian ibu
hampir 90% terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan. Secara medis, kematian tersebut
sebanyak 90% disebabkan oleh komplikasi obstetri
yaitu perdarahan, infeksi, dan eklamsia. Komplikasi ini
tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan dapat
terjadi pada ibu hamil yang telah diidentifikasi normal.
Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi
akibat adanya faktor keterlambatan yang menjadi
penyebab tidak langsung kematian ibu yaitu, terlambat
mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk
terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai


Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan
terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh
tenaga kesehatan (www.depkes.go.id diakses pada
tanggal 26 Mei 2012).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah resiko kematian ibu dan bayi adalah dengan
melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terdidik di fasilitas kesehatan yang memadai.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) tahun
2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok
sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%.
Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%
(www.depkes.go.id diakses pada tanggal 26 Mei 2012).
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa salah
satu faktor yang menyebabkan tingginya angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia adalah rendahnya
cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang memadai.

Untuk itu, pemerintah berupaya menjamin dan
meningkatkan akses masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan
dan persalinan melalui tenaga medis dan fasilitas
kesehatan yang memadai dengan menyelenggarakan
program Jaminan Persalinan (Jampersal) pada tahun
2011. Program Jampersal diselenggarakan oleh
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
berdasarkan
peraturan
Nomor
631/Menkes/Per/III/2011.
Program
Jampersal
ditujukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas
serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan
kesehatan sendiri. Pelayanan kesehatan yang dapat

diperoleh peserta Jampersal meliputi: pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas
termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi
baru lahir.
Upaya penerapan pelayanan Jampersal sebagian
besar didapatkan masyarakat dari puskesmas yang
merupakan pusat pengembangan dan pelayanan
kesehatan terdepan. Puskesmas Ngrayun dan
jaringannya mempunyai wewenang dan tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan program Jampersal
kepada masyarakat di wilayah kecamatan Ngrayun.
Sebelum diselenggarakan program Jampersal, masih
terdapat sebagian masyarakat di kecamatan Ngrayun
yang kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan
dan persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai
guna menjamin kesehatan dan keselamatan ibu dan
bayi. Mereka lebih memilih menggunakan jasa-jasa
pengobatan tradisional daripada pergi ke puskesmas

atau bidan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor seperti, faktor kesulitan ekonomi, pendidikan
dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah, serta
faktor topografi wilayah yang sulit. Untuk itu, adanya
pelaksanaan program Jampersal diharapkan dapat
berperan untuk meningkatkan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan kehamilan hingga
pertolongan persalinan yang memadai dan berkualitas
di puskesmas Ngrayun dan jaringannya.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di
atas, fokus dan lokus yang diambil dalam penelitian ini
adalah implementasi program jaminan persalinan
(Jampersal) di puskesmas Ngrayun kabupaten
Ponorogo. Maka, penelitian ini akan dapat memberikan
penjelasan mengenai masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan program Jampersal serta faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi program Jampersal
di puskesmas Ngrayun dan jaringannya. Analisa
mengenai

faktor-faktor
yang
mempengaruhi
implementasi program Jampersal dilakukan dengan
menggunakan model-model implementasi sebagai
dasar analisis, sehingga akan dapat diketahui mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
program jampersal di puskesmas Ngrayun dan
jaringannya.
Kajian tentang implementasi dalam studi
Administrasi Negara merupakan suatu kajian yang
termasuk dalam kajian analisa kebijakan. Dengan
mempelajari tentang implemetasi kebijakan berarti
berusaha untuk memahami apa yang terjadi sesudah
suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni
peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiaran yang terjadi
setelah proses pengesahan atau legislasi kebijakan
publik,
baik
itu

usaha-usaha
untuk
mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk
memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun
peristiwa-peristiwa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat
implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya yang relevan secara teoritis. Secara
praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai pelaksanaan program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya sehingga dapat
menjadi sumbangan informasi kepada masyarakat serta
pihak-pihak yang terkait dalam hal ini khususnya
kepada pelaksana Jampersal di puskesmas Ngrayun
dan jaringannya agar dapat dijadikan sebagai masukan
dalam pelaksanaan jampersal sehingga dapat mencapai
tujuan dan tepat sasaran.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
implementasi
program
Jampersal di puskesmas Ngrayun Ponorogo?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi
program
Jampersal di
puskesmas Ngrayun Ponorogo?
1.3
Tinjauan Teori
1.3.1 Kebijakan Publik
Kebijakan berasal dari kata policy yang
pelaksanaannya mencakup peraturan-peraturan di
dalamnya yang sangat berkaitan dengan proses politik
(Islamy, 1997:13). George C.Edwards III dan Ira
Sharkansky (dalam Soesilowati, 2010: 12) berpendapat
bahwa kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan
dan dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah yang
dapat ditetapkan dalam peraturan-peraturan perundangundangan atau dalam policy statement yang berbentuk
pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat
politik dan pejabat pemerintah yang segera
ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan
pemerintah.

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
Kebijakan publik dalam penelitian ini dapat
diratikan sebagai segala sesuatu yang dinyatakan oleh
pemerintah secara formal ditetapkan dalam peraturanperaturan perundang-undangan dan diikuti dengan
adanya tindakan nyata berupa program-program dari
pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
dalam kepentingan publik.
1.3.2 Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Untuk mengimplementasikan kebijakan publik ada dua
pilihan langkah yang ada yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program atau
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari
kebijakan publik tersebut (Nugroho, 2003:158).
Pengertian lain dari implementasi kebijakan
adalah rangkaian tindakan tindak lanjut (setelah sebuah
program atau kebijaksanaan ditetapkan) yang terdiri
atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang
strategis maupun yang operasional yang ditempuh guna
mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi
kenyataan, untuk mencapai sasaran dari program yang
telah ditetapkan sejak semula (Syukur, 1988:11).
Dari definisi di atas, dapat dilihat bahwa
implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu
(Agustino, 2006:136):
1. adanya tujuan atau sasaran kebijakan
2. adanya aktivitas pencapaian tujuan
3. adanya hasil kegiatan
Selain itu terdapat hal pokok dalam
implementasi, yaitu (Agustino, 2006:136):
a. adanya kebijakan yang dilaksanakan
b. adanya target group/ kelompok sasaran yang
merupakan kelompok masyarakat yang diharapkan
menerima manfaat dari kebijakan.
c. adanya unsur pelaksana (implementor) baik
organisasi atau perorangan yang bertanggungjawab
dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan
dari proses implementasi
Maka, implementasi kebijakan dalam penelitian
ini dapat diartikan sebagai tindakan nyata atau
pelaksanaan dari program pemerintah yang dilakukan
oleh pihak-pihak atau badan-badan yang berwenang
dari pemerintah terhadap masyarakat yang menjadi
kelompok sasaran sesuai dengan ketentuan yang ada
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
program tersebut.
1.3.3 Kebijakan Nasional Jaminan Persalinan
(Jampersal)
Program menurut Bintoro Tjokroamidjojo
adalah suatu aktivitas sosial yang terorganisasi dengan
tujuan tertentu yang spesifik dalam ruang dan waktu
yang terbatas yang terdiri dari berbagai proyek yang
saling berhubungan dan biasanya terbatas pada satu
atau lebih organisasi atau aktivitas) (Tjokroamidjojo,
1990:195).
Dalam penelitian ini, program dapat diartikan
sebagai bentuk operasional dari suatu kebijakan yang
telah dibuat oleh pemerintah yang tersusun secara jelas
guna melaksanakan dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan di dalam kebijakan agar dapat tercapai
secara nyata. Merujuk pada pengertian tersebut, maka

program Jaminan Persalinan (Jampersal) dapat
diartikan sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam
bidang pelayanan kesehatan yang dikeluarkan
kementerian kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2011 melalui peraturan Nomor 631/Menkes/Per/III/ .
Jampersal bertujuan untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan kehamilan
dan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan
dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui
jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.
Pelayanan Jampersal meliputi pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk
pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi
baru lahir.
1.3.4 Implementasi Program Jampersal
Dalam
pedoman
pelaksanaan
program
jampersal telah dijelaskan bahwa masyarakat yang
tercatat sebagai peserta jampersal akan mendapatkan
pelayanan persalinan di unit-unit penyedia pelayanan
kesehatan milik pemerintah seperti di puskesmas dan
jaringannya untuk pelayanan persalinan tingkat
pertama dan rumah sakit yang telah ditunjuk sebagai
rumah sakit rujukan pasien jampersal untuk pelayanan
tingkat lanjutan.
Sebagai salah satu puskesmas yang telah
ditunjuk sebagai pelaksana program jampersal,
puskesmas Ngrayun dan jaringannya memiliki tugas
untuk memberikan tindakan-tindakan medis yang
berkenaan dengan pelayanan jaminan persalinan
kepada peserta jampersal disertai dengan sarana dan
fasilitas yang mendukung akses dan mutu pelayanan
yang diberikan kepada pasien jampersal. Sehingga,
dalam penelitian ini implementasi program jampersal
dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan
pelayanan jampersal yang dilakukan oleh staf
pelaksana puskesmas Ngrayun dan jaringannya kepada
peserta jampersal dengan menggunakan sarana-sarana
yang dapat mendukung peningkatan akses dan mutu
layanan kepada peserta jampersal.
1.3.5 Model Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan berkaitan erat dengan
faktor-faktor lingkungan dimana kebijakan tersebut
diimplementasikan, misalnya, faktor manusia, faktor
sosial budaya, faktor politik, dan lain-lain. Guna lebih
memudahkan proses analisis dalam kebijakan
pemerintah, maka yang perlu dilakukan adalah
mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses
implementasi tersebut.
Dalam studi implementasi kebijakan, terdapat
tiga pendekatan model implementasi yaitu: kebijakan
yang berpola “dari atas ke bawah” (top-down), “dari
bawah ke atas” (bottom-up), dan pendekatan kombinasi
top-down dan bottom-up. Model “top-down” berupa
pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat,
dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi.
Sebaliknya, “bottom-up” bermakna meski kebijakan
dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh
rakyat (Nugroho, 2003:167).
Pendekatan model implementasi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi faktor dalam
implementasi program Jampersal adalah pendekatan

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
top-down. Hal ini dikarenakan program Jampersal
merupakan program yang berada di bawah
kewenangan pemerintah yakni kebijakan yang
dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat.
Dalam penelitian ini, model implementasi yang
digunakan adalah model implementasi George C.
Edwards III dan model implementasi Donald
P.Warwick. Model implementasi Edwards III (dalam
Subarsono, 2005:91) menjelaskan bahwa implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:
1. Komunikasi
Komunikasi adalah upaya untuk membentuk
kesamaan persepsi antar pelaksana dan pihak yang
terkait dengan kebijakan mengenai ide, gagasan dan
pandangan. Keberhasilan implementasi kebijakan
mensyaratkan agar implementor mengetahui apa
yang harus dilakukan.
2. Sumber Daya
Sumber daya dalam implementasi kebijakan dapat
berwujud manusia, yakni kompetensi implementor,
dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah
faktor penting untuk implementasi kebijakan agar
efektif. Tanpa sumber daya kebijakan akan tidak
terlaksana dan hanya menjadi dokumen saja.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang
dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,
kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik. Namun ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari
setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi
yang standar (standart operating procedures atau
SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementor dalam bertindak.
Sedangkan menurut Donald P.Warwick, dalam
tahap implementasi program terdapat dua kategori
faktor yang bekerja mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan proyek, yaitu: faktor pendorong
(facilitating condition) dan faktor penghambat
(impeding condition) (Wahab, 1997: 67).
Warwick (dalam Wahab, 1997: 67) menjelaskan
faktor pendorong dalam implementasi program
(facilitating condition) tersebut terdiri dari:
1. Komitmen pimpinan politik (commitment of
political leaders), yakni adanya komitmen dari
pimpinan pemerintahan dalam pelaksanaan suatu
proyek menjadi hal yang utama, karena pimpinan
politik adalah yang memiliki kekuasaan di daerah.
2. Kemampuan organisasi (organizational capacity).
3. Komitmen para pelaksana (the commitment of
implementors): if the generals are ready to move to
captain and toops will follow.
4. Dukungan kelompok kepentingan (interest group
support): pelaksanaan kebijkan lebih sering
mendapat dukungan dari kelompok kepentingan
dalam masyarakat, khususnya yang berkaitan
langsung dengan kebijakan.

Sedangkan beberapa faktor yang secara teoritik
dapat menimbulkan hambatan terhadap pelaksanaan
program (impeding condition) menurut Warwick
(dalam Wahab, 1997: 67) ialah:
1. Banyaknya aktor yang terlibat: semakin banyak
pihak yang terlibat dan turut mempengaruhi
pelaksanaan, maka semakin rumit komunikasi
dalam pengambilan keputusan dan semakin besar
kemungkinan terjadi hambatan dalam implementasi
proyek tersebut.
2. Terdapat komitmen atau loyalitas ganda: hal ini
disebabkan adanya tugas ganda yang dirangkai dan
dijabat oleh suatu organisasi sehingga perhatian
pelaksana menjadi terpecah.
3. Kerumitan yang melekat pada proyek-proyek itu
sendiri (intrinsic complexity): hambatan yang
biasanya melekat adalah disebabkan oleh faktorfaktor teknis, faktor ekonomi, pengadaan pangan
dan faktor perilaku pelaksana atau masyarakat.
4. Jenjang pengambilan keputusan yang terlalu
banyak: semakin banyak jenjang pengambilan
keputusan atau memiliki prosedur yang harus
disetujui oleh pihak yang berwenang, maka akan
memerlukan waktu lama dalam pelaksanaannya.
5. Faktor lain, yaitu waktu dan perubahan
kepemimpinan: perubahan kepemimpinan baik
pada tingkat pimpinan pelaksana maupun dalam
organisasi di daerah sedikit banyak mempunyai
pengaruh terhadap proyek atau program.
Dalam
penelitian
ini
peneliti
akan
mengelaborasi model implementasi George c. Edwards
III dan model Donald P. Warwick sebagai landasan
untuk mengetahui faktor-faktor yang yang berpengaruh
terhadap implementasi program jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya, dimana
penelitian ini akan menitikberatkan pada masalah
pelaksanaan program jampersal. Model George c.
Edwards III dan Donald P. Warwick dipilih sebagai
landasan karena dikaitkan dengan kesesuaian pada
permasalahan dan fenomena yang ada dalam
pelaksanaan program Jampersal. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
program jampersal tersebut, dilakukan identifikasi
melalui faktor-faktor yang ada dalam model
implementasi George c. Edwards III dan Donald P.
Warwick, yakni: faktor sumber daya, struktur birokrasi,
komunikasi, disposisi dan dukungan kelompok sasaran.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang
bertujuan untuk menggambarkan secara rinci dan
lengkap tentang implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun Ponorogo serta berusaha
menjelaskan peran beberapa variabel seperti
sumberdaya, komunikasi, disposisi pelaksana dan
struktur birokrasi dalam implementasi program
tersebut. Penentuan informan dilakukan dengan teknik
purposive pada key informan, lalu dilanjutkan dengan
teknik snowball yakni sebanyak 9 orang informan.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara mendalam, dokumentasi. Pemeriksaan
keabsahan dilakukan melalui triangulasi sumber data.

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
2. Penyajian Data, Analisis Data dan Interpretasi
Teoritik
2.1 Implementasi
Program
Jampersal
di
Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
Menurut ahli ilmu politik Harold-Lasswell dan
filosof Abraham Kaplan (dalam Thoha, 2003: 60),
kebijakan dapat dirumuskan sebagai suatu program
yang diproyeksikan dari tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan
praktika-praktika. Selanjutnya, George C.Edwards III
dan Ira Sharkansky (dalam Soesilowati, 2010: 12) juga
berpendapat bahwa kebijakan publik adalah apa yang
dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan
pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturanperaturan perundang-undangan atau dalam policy
statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana
yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat
pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan
program-program dan tindakan pemerintah. Perspektif
tersebut relevan dengan kebijakan program Jampersal
yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan melalui
peraturan Nomor 631/Menkes/Per/III/2011 bertujuan
untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
kesehatan kehamilan dan pertolongan persalinan
melalui tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang
memadai.
Dalam implementasi program Jampersal,
puskesmas Ngrayun dan jaringannya sebagai penyedia
pelayanan kesehatan milik pemerintah bertugas untuk
memberikan tindakan-tindakan medis yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan Jampersal kepada peserta
Jampersal yang membutuhkan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Secara umum, implementasi
program Jampersal di puskesmas Ngrayun dan
jaringannya dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan
petunjuk teknis pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dalam fenomena
dimana
masyarakat
yang
bermaksud
untuk
menggunakan pelayanan Jampersal harus memenuhi
persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan yakni
melampirkan fotocopy kartu tanda penduduk atau kartu
keluarga serta buku kesehatan ibu dan anak sebagai
proses administrasi. Persyaratan tersebut cukup mudah
sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan
mengakses pelayanan Jampersal.
Selanjutnya, George C. Edwards III (dalam
Subarsono, 2005: 91) juga menggambarkan sebuah
model yang menjelaskan bahwa terdapat empat faktor
yang dapat mempengaruhi implementasi sebuah
kebijakan, terdiri dari faktor sumber daya, komunikasi,
struktrur birokrasi serta disposisi. Sesuai dengan
pendapat tersebut, Donald P. Warwick (dalam Wahab,
1997:67) juga menyatakan bahwa dalam tahap
implementasi program terdapat dua kategori faktor
yang bekerja mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan
proyek, yaitu: faktor pendorong (facilitating condition)
dan faktor penghambat (impeding condition). Faktor
pendorong terdiri dari: komitmen pimpinan politik,
kemampuan organisasi, komitmen pelaksana, seta

dukungan kelompok kepentingan. Sedangkan yang
dapat menjadi faktor penghambat adalah: banyaknya
aktor yang terlibat, terdapat loyalitas ganda, kerumitan
yang melekat dalam proyek/ program tersebut, jenjang
pengambilan keputusan yang terlalu banyak, serta
waktu dan perubahan kepemimpinan. Dalam penelitian
ini, peneliti mengelaborasi model implementasi George
c. Edwards III dan model Donald P. Warwick sebagai
landasan untuk mengetahui faktor-faktor yang yang
berpengaruh terhadap implementasi program jampersal
di puskesmas Ngrayun kabupaten Ponorogo,
diantaranya adalah: faktor sumber daya, struktur
birokrasi, komunikasi, disposisi dan dukungan
kelompok sasaran.
2.2 Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Implementasi
Program
Jampersal
di
Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
2.2.1 Faktor Sumber Daya dalam Implementasi
Program Jampersal
George Edward III mengemukakan bahwa
faktor sumber daya benar-benar signifikan terhadap
proses implementasi kebijakan. Menurutnya, faktor
sumber daya meliputi sumber daya fisik (fasilitas),
sumberdaya staf (jumlah dan kompetensinya),
sumberdaya informasi dan sumberdaya kewenangan
(Authority). Menurut Van Meter dan Van Horn, sumber
daya lain yang tidak kalah pentingnya lagi adalah
sumberdaya finansial (dana) dalam jumlah yang
mencukupi dan ketepatan dalam mengalokasikannya
serta sumber daya waktu.
Dikaitkan dengan penelitian ini, peneliti akan
mengambil beberapa pendapat dari Edward III dan Van
Meter dan Van Horn kemudian menggabungkannya.
Dalam implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya, faktor sumber daya yang
dapat digunakan yakni, sumber daya staf baik dilihat
dari jumlah maupun kompetensinya; sumber daya fisik
(fasilitas); sumberdaya finansial (dana). Berikut ini
merupakan tabel data yang akan menjelaskan mengenai
faktor sumber dalam implementasi program Jampersal
di puskesmas Ngrayun dan jaringannya:
Tabel 2.2.1.1
Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Data Mengenai
Sumber Daya dalam Implementasi Program
Jampersal di Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
Indikator
Implementasi
Dampak
Jampersal
Sumber
Sudah
Mampu memberikan
Daya Staf
mencukupi
pelayanan Jampersal
secara kuantitas yang berkualitas dan
dan kualitas
maksimal
Sumber
Sudah
Mampu untuk
Pendanaan mencukupi
memenuhi kebutuhan
(berasal dari
pendanaan pelayanan
APBN)
jampersal di
puskesmas Ngrayun
dan jaringannya
Sumber
Sudah memadai Memperlancar dan
Daya
secara kuantitas mempercepat proses
Fasilitas
dan kualitas
pelayanan Jampersal
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa
terdapat tiga aspek sumber daya yang berperan dalam
implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya yang terdiri dari sumber daya
staf, sumber daya pendanaan dan sumber daya fasilitas.
Untuk sumber daya staf, jika dilihat dari segi kuantitas
atau jumlah maupun kualitas dari staf pelaksana
jampersal di puskesmas Ngrayun sudah cukup
memenuhi. Meskipun di wilayah puskesmas Ngrayun
memiliki angka peserta Jampersal yang cukup tinggi
namun hal tersebut dapat ditangani dengan baik oleh
pihak puskesmas Ngrayun dan jaringannya sebagai
penyedia pelayanan kesehatan. Keberadaan jaringan
puskesmas seperti puskesmas pembantu dan bidanbidan praktek swasta sangat efektif membantu peserta
Jampersal, terutama ketika dalam keadaan darurat
untuk mendapatkan pelayanan Jampersal dengan lokasi
yang lebih dekat, sehingga mereka bisa segera
mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat. Jumlah
staf pelaksana yang mencukupi tersebut juga didukung
oleh kompetensi dan kemampuan yang cukup
memadai. Para staf memiliki tingkat pendidikan yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing,
memiliki keahlian dan kemampuan guna mendukung
dan menunjang tugasnya dalam pelaksanaan program
Jampersal tersebut.
Untuk sumberdaya pendanaan pelaksanaan
program Jampersal di puskesmas Ngrayun dan
jaringannya berasal dari pemerintah yang dimasukkan
ke dalam APBN. Peserta Jampersal dapat memperoleh
semua fasilitas pelayanan Jampersal, mulai dari
pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan pasca persalinan termasuk
pelayanan KB secara gratis. Dalam hal ini, pemerintah
telah menetapkan besaran tarif tertentu terhadap setiap
jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
peserta Jampersal.
Selanjutnya, puskesmas Ngrayun juga telah
memiliki dan menggunakan peralatan serta fasilitas
yang cukup memadai untuk mendukung kegiatan
pelayanan Jampersal kepada pasien. Puskesmas
Ngrayun dan jaringannya sudah memiliki sarana fisik
yang terdiri dari fasilitas medis dan fasilitas non medis
sebagai penunjang pelayanan dasar Jampersal bagi
masyarakat. Keberadaan sumber daya fisik tersebut
berperan untuk mendukung pelaksanaan Jampersal di
puskesmas Ngrayun dapat berjalan dengan baik, lancar
dan maksimal.
2.2.2 Faktor
Struktur
Birokrasi
dalam
Implementasi Program Jampersal
Strutur organisasi merupakan bagian yang
bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan. Salah
satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar
(SOP). Dengan menggunakan SOP, para pelaksana
dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat
berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan
pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar
luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang
besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan
peraturan (Thoha, 2003: 66).

Dikaitkan dengan implementasi program
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya, para
pelaksana dalam memberikan pelayanan kepada
peserta Jampersal harus sesuai dengan SOP yang ada
yakni pedoman dan petunjuk teknis Jampersal yang
telah ditetapkan kementerian kesehatan. Selanjutnya,
penjelasan mengenai struktur birokrasi dalam
implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya akan dijelaskan melalui tabel
berikut ini:
Tabel 2.2.2.1
Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Data Mengenai
Struktur Birokrasi dalam Implementasi Program
Jampersal di Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
Indikator
Implementasi
Dampak
Jampersal
Bentuk
Terdapat
Adanya pembagian
Struktur
struktur
fungsi dan tugas
Organisasi pelaksanaan
pelaksanaan secara
program
jelas diantara masingJampersal yang masing bagian
jelas
pelaksana program
SOP dan
Mengacu pada
Pelaksanaan program
mekanisme pedoman dan
Jampersal berjalan
petunjuk teknis baik dan lancar sesuai
pelaksanaan
dengan petunjuk serta
program
pedoman yang telah
Jampersal
ditentukan
Sumber: hasil pengolahan data

Struktur birokrasi dalam implementasi program
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya
melibatkan beberapa elemen atau bagian organisasi
pelaksana program. Setiap bagian dari pelaksana
tersebut memiliki fungsi dan tugas yang berbeda sesuai
dengan pedoman dan petunjuk pelaksanaan program
Jampersal yang telah ditetapkan. Perbedaan fungsi dan
tugas di antara berbagai elemen pelaksana tersebut
diintegrasikan ke dalam suatu koordinasi yang
dilakukan secara jelas, efektif dan efisien. Koordinasi
tersebut diperlukan untuk menciptakan kondisi kerja
sama yang baik dan selaras antara berbagai pihak
pelaksana program Jampersal sehingga pelaksanaan
program Jampersal dapat berjalan mengarah kepada
tujuan yang ingin dicapai.
2.2.3 Faktor Komunikasi dalam Implementasi
Program Jampersal
Komunikasi memiliki peran penting bagi
berlangsungnya koordinasi dalam implementasi suatu
kebijakan. Komunikasi merupakan proses koordinasi
dan integrasi dari berbagai fungsi yang ada dalam
setiap bagian dari struktur pelaksanaan kebijakan guna
mendapatkan kesamaan dan keselarasan tindakan serta
persepsi dari aparat pelaksana kebijakan agar sesuai
dengan ketentuan dan tujuan dari kebijakan tersebut.
Menurut Edward III, ada tiga indikator yang dapat
digunakan untuk mengkur keberhasilan variabel
komunikasi, yakni terdiri dari : transmisi atau
penyaluran komunikasi, kejelasan komunikasi serta
konsistensi dari komunikasi yang dilakukan. Dikaitkan
dengan implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun, berikut ini tabel yang akan menjelaskan
secara singkat mengenai proses komunikasi yang

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
dilakukan dalam implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya:
Tabel 2.2.3.1
Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Data Mengenai
Proses Komunikasi dalam Implementasi Program
Jampersal di Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
Indikator
Implementasi
Dampak
Jampersal
Media
Melalui rapat,
Memperjelas
Komunikasi seminar, surat
tugas dan fungsi
pemberitahuan dan
masing-masing,
laporan pelaksanaan
menciptakan
kegiatan.
koordinasi yang
Komunikasi antara
jelas dan teratur.
pelaksana dengan
Bagi peserta
peserta Jampersal
Jampersal perlu
dilakukan melalui
diadakan
komunikasi atau
sosialisasi lebih
pemberitahuan secara lanjut
langsung
Kejelasan
Cukup jelas, baik
Mempermudah
komunikasi
pada pelaksana
koordinasi yang
maupun peserta
dilakukan dalam
Jampersal
pelaksanaan
program
Jampersal
Konsistensi
Cukup konsisten,
Menciptakan
komunikasi
tidak terjadi
kesamaan
perubahan-perubahan persepsi dan
aturan dan petunjuk
pemahaman
pelaksanaan
diantara staf
Jampersal
pelaksana
Sumber: hasil pengolahan data

Dalam implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya, komunikasi yang
dilakukan antar staf pelaksana Jampersal sudah cukup
jelas dan kosisten dengan menggunakan beberapa
transmisi atau media komunikasi seperti, melalui suratsurat edaran atau pemberitahuan resmi, rapat,
pertemuan atau minilokakarya yang diikuti seluruh staf
puskesmas yang diselenggarakan secara rutin dalam
kurun waktu tertentu di puskesmas Ngrayun. Kegiatan
yang dilakukan dalam pertemuan atau rapat tersebut
meliputi pembahasan mengenai sosialisasi, pemberian
arahan, penjelasan mengenai pelaksanaan program,
serta pelaporan hasil pelaksanaan program Jampersal di
wilayah kerja masing-masing unit pelayanan Jampersal
di wilayah puskesmas Ngrayun dan jaringannya.
Dengan adanya komunikasi tersebut, aparat pelaksana
dapat memahami tentang pedoman dan petunjuk
pelaksanaan program jampersal serta melaksanakan
tugas dan fungsi yang harus dilakukan oleh masingmasing pihak.
Selanjutnya, komunikasi yang dilakukan antara
aparat pelaksana dengan masyarakat sebagai target
sasaran program Jampersal lebih cenderung berupa
komunikasi atau pemberitahuan secara langsung tanpa
dilakukan sosialisasi ataupun penyuluhan secara
khusus. Proses yang dilakukan biasanya hanya berupa
pemberitahuan program secara langsung kepada
kepada pasien yang mendatangi puskesmas dan
jaringannya pada saat melakukan pemeriksaan

kehamilan atau persalinan. Komunikasi yang dilakukan
pihak puskesmas ini tentunya kurang maksimal, karena
pengenalan program Jampersal kepada masyarakat
dilakukan melalui sosialisasi atau penyuluhan yang
diadakan secara menyeluruh untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman secara jelas dan
mengenai pelaksanaan program Jampersal. Sehingga,
diperlukan sebuah komunikasi atau sosialisasi secara
menyeluruh terhadap masyarakat di wilayah puskesmas
Ngrayun dan jaringannya guna memperluas
pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai
pelaksanaan program Jampersal.
2.2.4 Faktor Disposisi dalam Implementasi
Program Jampersal
Disposisi atau komitmen merupakan faktor yang
berasal dari dalam diri pribadi setiap staf pelaksana
program yang berupa kesediaan atau kemauan staf
pelaksana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
dalam pelaksanaan program dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang telah
ditetapkan. Apabila implementor memiliki disposisi
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Namun ketika implementor memiliki sikap
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga
menjadi tidak efektif (Subarsono, 2005: 91).
Kesediaan dan kemauan para pelaksana ini
dipengaruhi oleh tiga unsur sebagai berikut: pertama
adalah kognisi (tingkat pengetahuan dan pemahaman)
mereka akan kebijakan; kedua, arah respon mereka
terhadap kebijakan; ketiga, intensitas respon mereka
terhadap kebijakan tersebut. Jika ketiga hal tersebut
menunjukkan arah positif makan tingkat kesediaan
untuk melaksanakan kebijakan akan tinggi, dan begitu
pula sebaliknya (Agustino, 2006: 152).
Dikaitkan dengan implementasi program
Jampersal di puskesmas Ngrayun, berikut ini akan
dijelaskan hasil rekapitulasi data mengenai disposisi
pelaksana program Jampersal di puskemas Ngrayun:
Tabel 2.2.4.1
Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Data mengenai
Disposisi Pelaksana dalam Implementasi Program
Jampersal di Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
Indikator
Implementasi
Dampak
Jampersal
Pengetahuan Staf pelaksana
Menimbulkan
dan
memahami maksud, respon dan
pemahaman tujuan dan
dukungan positif,
pelaksanaan
pelaksana dapat
program Jampersal
menjalankan
dengan jelas
program
Jampersal dengan
baik
Komitmen
Memiliki komitmen Pelaksanaan
dan
cukup tinggi, patuh
program
pelaksana
dan bertanggung
Jampersal dapat
jawab terhadap
dilakukan dengan
tugas
maksimal
Sumber: hasil pengolahan data

Staf pelaksana Jampersal di puskesmas Ngrayun
memiliki disposisi yang cukup tinggi yakni dilihat dari

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
unsur pengetahuan dan pemahaman terhadap program
Jampersal serta komitmen yang diberikan terhadap
pelaksanaan program Jampersal. Disposisi tersebut
terwujud dengan adanya para staf pelaksana yang telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jelas dan
memadai mengenai isi, maksud serta tujuan dari
implementasi program Jampersal. Mereka memahami
bahwa program Jampersal ini merupakan program
bantuan sosial dari pemerintah di bidang kesehatan
yang sangat membantu dan meringankan beban
masyarakat dalam hal pembiayaan kesehatan
kehamilan, persalinan serta pelayanan pasca persalinan.
Banyaknya manfaat dari program Jampersal tersebut
menimbulkan munculnya penilaian dan dukungan
positif dari staf pelaksana terhadap pelaksanaan
program Jampersal. Munculnya dukungan tersebut juga
dipengaruhi oleh pelaksanaan program Jampersal di
puskesmas Ngrayun yang sejauh ini berjalan cukup
baik, lancar serta tidak ada kendala bagi para staf
pelaksana program. Sikap penilaian positif ini yang
kemudian mendorong tumbuhnya kesadaran serta
komitmen dari para staf pelaksana tersebut untuk dapat
melaksanakan fungsi dan tugas masing-masing, penuh
dengan rasa kepatuhan dan tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan Jampersal kepada masyarakat.
2.2.5 Faktor Sumber Dukungan Kelompok
Sasaran dalam Implementasi Program
Jampersal
Salah satu tujuan dari suatu kebijakan adalah
untuk merubah kondisi suatu kelompok masyarakat
yang menjadi sasaran perubahan dari kebijakan
tersebut. Kebijakan tersebut harus didukung oleh
kelompok sasaran kebijakan agar kebijakan yang telah
dirumuskan dapat diterapkan atau dipatuhi oleh
kelompok sasaran pada saat kebijakan tersebut
diimplementasikan.
Secara umum dukungan kelompok sasaran pada
kebijakan publik disebabkan dari dua hal yaitu
lingkungan kebijakan dan permasalahan dalam
implementasi kebijakan. Lingkungan kebijakan dapat
memberikan input yang berupa dukungan dan tututan
terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor
dalam sistem politik akan memproses atau
mengonversi input tersebut menjadi output yang
berwujud kebijakan. Kebijakan tersebut akan diterima
oleh masyarakat, selanjutnya masyarakat akan
memberikan umpan balik dalam bentuk dukungan atau
bahkan penolakan kebijakan tersebut. Apabila
kebijakan tersebut memberikan insentif, maka
masyarakat akan mendukung kebijakan tersebut akan
tetapi jika kebijakan tersebut tidak memberikan insentif
atau bahkan disinsentif maka akan ada penolakan
terhadap kebijakan tersebut (Subarsono, 2005: 17).
Dengan demikian maka dukungan kelompok
sasaran pada kebijakan publik dapat dilihat dari
sebarapa besar manfaat kebijakan untuk kelompok
sasaran. Dikaitkan dengan penelitian ini, dukungan
kelompok sasaran dapat diartikan persepsi masyarakat
mengenai lingkungan dan permasalahan yang terdapat
dalam implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya yang kemudian menimbulkan
sikap penerimaan serta dukungan atau penolakan dari

masyarakat terhadap pelaksanaan program Jampersal.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai dukungan
kelompok sasaran terhadap implementasi program
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya:
Tabel 2.2.5.1
Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Data Mengenai
Dukungan Kelompok Sasaran dalam Implementasi
Program Jampersal di Puskesmas Ngrayun dan
Jaringannya
Indikator
Implementasi
Dampak
Jampersal
Pemahaman
Kelompok
Mendorong
mengenai
sasaran
timbulnya
lingkungan
mengetahui dan penerimaan
organisasi
memahami
masyarakat terhadap
mengenai
pelaksanaan
program
program Jampersal
jampersal,
termasuk tujuan
dan manfaat
program
Pemahaman
Tidak ada
Menimbulkan
mengenai
kendala yang
kemudahan dan
permasalahan menghambat
kepuasan peserta
dalam
peserta dalam
Jampersal terhadap
implementasi
memperoleh
pelayanan Jampersal
program
pelayanan
yang diterima
Jampersal
Jampersal
Sikap dan
Merasa terbantu Meningkatkan
tindakan
dan mendukung pencapaian tujuan
ke arah positif
dan sasaran serta
terhadap
mendorong
pelaksanaan
keberlangsungan
program
dan keberlanjutan
Jampersal
program Jampersal
Sumber: hasil pengolahan data

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa
implementasi program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya dapat diterima secara positif
oleh masyarakat sebagai kelompok sasaran program.
Masyarakat menilai bahwa tujuan dan sasaran dari
program Jampersal tersebut memberikan manfaat yang
besar. Masyarakat bisa menggunakan pelayanan
Jampersal seperti, pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan pasca persalinan secara gratis
dengan memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah
ditetapkan. Kondisi tersebut sangat membantu
meringankan beban pembiayaan kesehatan yang harus
ditanggung oleh masyarakat yang membutuhkan
pelayanan Jampersal. Besarnya manfaat dari program
Jampersal tersebut menimbulkan penilaian positif dari
masyarakat. Penilaian positif tersebut juga dipengaruhi
karena adanya kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan Jampersal yang diberikan staf pelaksana
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya.
Peserta Jampersal melewati proses yang cukup mudah
dan lancar terkait dengan persyaratan dan prosedur
yang harus dipenuhi serta tidak mengalami kesulitan
dalam mengakses pelayanan Jampersal. Sikap dan
tindakan positif dari masyarakat tersebut menimbulkan
adanya dukungan dari masyarakat yang selanjutnya
dapat dijadikan sebagai umpan balik positif terhadap

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik
pelaksanaan program Jampersal. Hal tersebut
diharapkan dapat dijadikan sebagai pendorong bagi
keberlanjutan implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya.
3. Kesimpulan
3.1 Implementasi Program Jaminan Persalinan
(Jampersal) di Puskesmas Ngrayun dan
Jaringannya
Secara
umum,
pelaksanaan
prosedur
kepesertaan, pemberian pelayanan dan pelaporan hasil
kegiatan dalam pelaksanaan program Jampersal sudah
dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan petunjuk
yang ditetapkan. Persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjadi peserta Jampersal adalah fotocopy KTP
atau KK. Namun dalam keadaan darurat, masyarakat
bisa mendapatkan pelayanan Jampersal terlebih dahulu
dan baru melampirkan persyaratan pendaftarannya di
kemudian hari dengan tujuan mengutamakan
keselamatan pasien Jampersal. Dalam pelaksanaan
Jampersal di puskesmas Ngrayun terdapat fenomena
dimana masyarakat yang awalnya belum mengetahui
program Jampersal kemudian menjadi peserta
Jampersal setelah mendatangi puskesmas Ngrayun dan
mendapat pemberitahuan serta pengarahan dari para
staf pelaksana mengenai adanya pelaksanaan program
Jampersal. Namun, implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya belum
dilaksanakan secara sempurna, seperti pada proses
sosialisasi
program
Jampersal
yang
belum
dilaksanakan secara maksimal, efektif dan menyeluruh
terhadap masyarakat sebagai kelompok sasaran
program.
3.2 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Implementasi
Program
Jampersal
di
Puskesmas Ngrayun dan Jaringannya
1) Sumber daya manusia sebagai pelaksana dan
sumber daya fisik yang berupa fasilitas pendukung
pelaksanaan program Jampersal sudah cukup
memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas
sehingga dapat mendukung secara positif bagi
pelaksanaan program Jampersal di puskesmas
Ngrayun dan jaringannya. Untuk sumber daya
pendanaan Jampersal, jaminan pemerintah hanya
terbatas pada pelayanan Jampersal dan tidak
menjamin keperluan obat-obatan tambahan yang
dibutuhkan oleh pasien Jampersal. Meskipun
demikian, peserta Jampersal tidak merasa keberatan
untuk biaya perobatan karena mereka menilai
bahwa program Jampersal sudah memberikan
manfaat yang besar melalui pelayanan Jampersal
gratis.
2) Struktur birokrasi terdiri dari beberapa bagian
organisasi pelaksana yang saling berkoordinasi
dalam implementasi program Jampersal di
puskesmas Ngrayun dan jaringannya. Tindakan
implementor dalam memberikan pelayanan
Jampersal sudah sesuai dengan SOP yang telah
ditetapkan. Kepatuhan aparat pelaksana terhadap
SOP tersebut sangat penting untuk mendukung
mekanisme pelaksanan Jampersal agar dapat
berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.

3) Proses komunikasi yang dilakukan melalui
koordinasi antar bagian struktur organisasi
pelaksana dalam implementasi program Jampersal
sudah dilakukan dengan cukup jelas, efektif dan
efisien melalui berbagai media dan metode
komunikasi, seperti rapat atau pertemuan, seminar,
surat edaran/ pemberitahuan, instruksi secara
langsung, laporan hasil kegiatan, dan lain-lain.
Dengan adanya komunikasi tersebut, setiap bagian
pelaksana dapat memiliki kesamaan persepsi serta
pemahaman mengenai sasaran, tujuan dan prosedur
pelaksanaan
program
Jampersal
sehingga
mempermudah masing-masing bagian dalam
menjalankan fungsi dan tugas pelaksanaan program
Jampersal.
4) Staf pelaksana Jampersal di puskesmas Ngrayun
dan jaringannya memiliki disposisi yang cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari adanya para staf
pelaksana yang telah memiliki pengetahuan dan
pemahaman serta memiliki kepatuhan untuk
melaksanakan fungsi dan tugas masing-masing
pihak sesuai pedoman dan petunjuk yang telah
ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
respon staf pelaksana mengarah pada dukungan
yang positif terhadap implementasi program
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya.
5) Masyarakat sebagai kelompok sasaran memberikan
dukungan positif terhadap pelaksanaan program
Jampersal karena masyarakat menilai bahwa
program Jampersal memberikan manfaat besar
yakni mengurangi hambatan finansial bagi
masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan
seperti pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan dan pelayanan pasca persalinan yang
berkualitas dan memadai. Pelaksanaan program
Jampersal di puskesmas Ngrayun dan jaringannya
juga berhasil mengubah pola tindakan masyarakat
yang dulu masih sering menggunakan jasa dukun
melahirkan
atau
pengobatan
tradisioanal
dikarenakan faktor biaya yang lebih terjangkau.
Sekarang dengan adanya program Jampersal,
masyarakat lebih memilih untuk menjadi peserta
Jampersal sehingga bisa mendapatkan pelayanan
medis yang berkualitas dan memadai secara gratis.

Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik

Daftar Pustaka
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Islamy, Irfan. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan
Kebijakan Negara.Jakarta: Bina Aksara.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi,
Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Soesilowati, Novie. 2010. Implementasi Program
Jamkesmas di Puskesmas Plandaan Jombang.
Surabaya: Skripsi Universitas Airlangga.
Subarsono, Ag. 2005. Analisis Kebijakan Publik:
Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Syukur, Abdullah M. 1988. Perkembangan dan
Penerapan Studi Implementasi. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara RI.
Thoha, Miftah. 2003.Dimensi-Dimensi Prima Ilmu
Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tjokroamidjojo,
Bintoro.
1990.
Perencanaan
Pembangunan. Jakarta: CV Masagung.
Wahab, Solichin Abdul. 1997. Evaluasi Kebijakan
Publik. Malang: Penerbit FIA Unibraw dan
IKIP.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang pasal 28 H ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 631/Menkes/Per/III/2011
www.depkes.go.id diakses pada tanggal 26 Mei 2012