T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Deskripsi Tipe Kesalahan Siswa Kelas VII Berdasarkan Kategori Newman dan Pemberian Scaffolding pada Soal Cerita Persamaan Linear Satu Variabel T1 Full text

DESKRIPSI TIPE KESALAHAN SISWA KELAS VII BERDASARKAN
KATEGORI NEWMAN DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING PADA
SOAL CERITA PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

JURNAL
Disusun untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :
Maria Imas Andreana
202013080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

DESKRIPSI TIPE KESALAHAN SISWA KELAS VII
BERDASARKAN KATEGORI NEWMAN DAN PEMBERIAN
SCAFFOLDING PADA SOAL CERITA PERSAMAAN LINEAR
SATU VARIABEL


Maria Imas Andreana, Sutriyono
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
e-mail : 202013080@student.uksw.edu

PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah
satu mata pelajaran yang penting untuk
diajarkan kepada siswa. Matematika
memiliki peranan dalam menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku
ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri
(Depdiknas, 2006). Matematika dengan
karakteristik objeknya yang bersifat
abstrak (Soedjadi, 2000: 13), yaitu
berupa fakta, konsep, operasi, dan
prinsip, memiliki keterkaitan satu sama
lain. Keterkaitan tidak hanya berlaku
antara

konsep-konsep
matematika
namun juga antara suatu konsep
matematika dengan disiplin ilmu lain
dan masalah dalam kehidupan seharihari yang direpresentasikan dalam
bentuk soal cerita.
Bentuk soal cerita tidak hanya
digunakan
dalam
pembelajaran
matematika namun juga dalam evaluasi
hasil belajar yaitu Ujian Nasional.
Bentuk soal cerita dianggap dapat
melatih siswa berpikir dan berperilaku
ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri
dibanding soal-soal dalam bentuk
operasi hitung biasa. Hal ini karena
untuk dapat memperoleh penyelesaian
soal cerita, siswa harus terlebih dahulu
memahami isi soal cerita tersebut,

setelah itu menarik kesimpulan objekobjek yang harus diselesaikan dan
memisalkannya dengan simbol-simbol
matematika, sampai pada tahap akhir
yaitu penyelesaian (Rindyana, dkk.,
2013).

Mulai berkembangnya bentuk
soal operasi hitung biasa menjadi soal
cerita ternyata menjadi kendala
tersendiri bagi siswa kelas VII B SMP
Pangudi Luhur Salatiga. Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara kepada
guru mata pelajaran matematika yang
mengajar di kelas VII B, kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita
tergolong rendah. Siswa yang terbiasa
menyelesaikan soal prosedural, sering
melakukan
kesalahan
dalam

menyelesaikan soal cerita khususnya
materi persamaan linear satu variabel.
Siswa sering melakukan kesalahan
dalam memahami maksud soal serta
membuat pemodelan matematika yang
tepat. Selain membuat pencapaian nilai
ulangan harian kurang maksimal,
kesalahan ini juga mengindikasi bahwa
siswa kesulitan untuk menyelesaikan
soal. Kesulitan ini perlu ditindaklanjuti
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi
kesalahan yang dilakukan siswa.
Identifikasi
kesalahan
dilakukan
melalui
analisis
kesalahan
menggunakan kategori Newman yang
membagi tipe kesalahan menjadi 6

(Clements, 1980) yaitu kesalahan
membaca (reading error), kesalahan
memahami masalah (comprehension
error),
kesalahan
transformasi
(transformation
error),
kesalahan
keterampilan proses (process skill
error), kesalahan penulisan jawaban
(encoding
error)
dan kesalahan
kecerobohan (careless error ).

Melalui
analisis
kesalahan
diperoleh

gambaran
yang
jelas
mengenai bentuk-bentuk dan penyebab
kesalahan yang dilakukan siswa.
Gambaran ini berguna sebagai umpanbalik bagi perencanaan bantuan yang
akan diberikan kepada siswa untuk
mengatasi
kesalahannya
tersebut.
Upaya pemberian bantuan belajar sering
disebut sebagai scaffolding. Scaffolding
dalam pembelajaran diartikan sebagai
bantuan belajar bagi siswa yang
dilakukan oleh orang yang lebih ahli
agar
siswa
tersebut
dapat
menyelesaikan tugas-tugas (Sutiarso,

2009). Menurut Anghileri (2006: 39),
terdapat tiga tingkatan dalam pemberian
scaffolding
yaitu:
tingkat
1
environmental provisions, tingkat 2
explaining,
reviewing
and
restructuring, dan tingkat 3 developing
conceptual thinking.
Penelitian mengenai pemberian
scaffolding sebagai upaya mengatasi
kesalahan siswa pernah dilakukan oleh
Rahmawati (2012) yang berjudul
penelusuran kesalahan siswa dan
pemberian
scaffolding
dalam

menyelesaikan
bentuk
aljabar.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa kesalahan yang dilakukan siswa
dalam menyelesaikan operasi bentuk
aljabar berupa kesalahan konseptual dan
kesalahan prosedural serta scaffolding
yang diberikan berada pada level 2
yaitu explaining, reviewing, dan
restructuring.
Sementara
Hanifah
(2014) dalam penelitiannya yang
berjudul penggunaan scaffolding untuk
mengatasi kesalahan siswa kelas VII H
SMP Negeri 2 Mojokerto dalam
menyelesaikan soal cerita pada materi
persamaan
linear

satu
variabel,
memberikan hasil bahwa bahwa letak
kesalahan siswa antara lain menentukan
kondisi awal dan membuat model
matematika, dan scaffolding yang
digunakan di antaranya: reviewing,
restructuring, explaining dan making
connection.

Berdasarkan hasil observasi dan
hasil penelitian-penelitian terdahulu
dirasa perlu dilakukan penelitian untuk
mendeskripsikan tipe kesalahan siswa
dan pemberian scaffolding siswa kelas
VII B SMP Pangudi Luhur Salatiga pada
soal cerita persamaan linear satu variabel.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sarana untuk mengetahui tipe kesalahan
siswa serta deskripsinya sehingga dapat

menjadi
pertimbangan
dalam
memberikan
bantuan.
Scaffolding
diharapkan mampu membantu siswa
menyelesaikan soal cerita persamaan
linear satu variabel sehingga dapat
meminimalkan terjadinya kesalahan
dalam penyelesaian soal-soal cerita.
KAJIAN TEORI
Tipe Kesalahan Menurut Kategori
Newman
Menurut Newman kesalahan yang
dilakukan siswa dalam mengerjakan soal
cerita terdiri dari enam tipe (Clements:
1980), meliputi : (1) kesalahan membaca
(reading error), disebabkan siswa tidak
bisa membaca/mengerti simbol-simbol

dan kata kunci yang terdapat pada soal;
(2) kesalahan memahami masalah
(comprehension error), disebabkan siswa
tidak bisa memahami arti keseluruhan
dari suatu soal meliputi informasi yang
diketahui dan ditanyakan; (3) kesalahan
transformasi (transformation error),
disebabkan siswa tidak bisa menentukan
rumus atau operasi matematika untuk
menyelesaikan permasalahan dalam soal
dengan tepat; (4) kesalahan keterampilan
proses (process skill error), disebabkan
siswa tidak bisa menyelesaikan proses
perhitungan meskipun sudah dengan
tepat; (5) kesalahan penulisan jawaban
(encoding error), disebabkan siswa salah
menuliskan jawaban yang tepat; dan (6)
kesalahan kecerobohan (careless error ),
disebabkan siswa tidak cermat atau tidak
teliti.

Scaffolding
Scaffolding
pertama
kali
dikemukakan oleh Lev Vygotsky dan
diartikan
sebagai
bantuan
yang
disediakan oleh teman yang lebih
berkompeten atau orang dewasa kepada
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas
yang tidak dapat dikerjakan siswa
tersebut secara mandiri (Slavin, 2011:
59). Guru dalam hal ini sebagai orang
yang lebih dewasa memiliki peran
penting membantu siswa menuntaskan
tugas atau konsep yang awalnya tidak
dapat dicapai siswa secara mandiri. Peran
guru fokus memberikan bantuan berupa
teknik/keterampilan tertentu dari tugastugas yang diluar batas kemampuan
siswa sehingga diharapkan siswa mampu
menyelesaikan tugas-tugasnya. Menurut
Anghileri (2006: 39), tingkatan dalam
pemberian
scaffolding
merupakan
strategi pengajaran yang efektif yaitu: (1)
Tingkat 1: environmental provisions,
pemberian scaffolding pada tingkat ini
berupa penataan lingkungan belajar yang
memungkinkan
berlangsung
tanpa
intervensi langsung dari guru. Penataan
lingkungan belajar dengan membentuk
kelompok belajar, memberikan tugas
terstruktur, dan menyediakan alat bantu
belajar pada siswa bertujuan membangun
pemahaman dari masalah yang diberikan;
(2) Tingkat 2: explaining, reviewing and
restructuring, kegiatan pada pemberian
scaffolding tingkat 2 yaitu memberikan
penjelasan, peninjauan kembali, dan
penguatan pemahaman pada siswa.
Interaksi guru dimaksudkan untuk
semakin dapat mengarahkan siswa
menemukan masalah dengan benar,
meminta siswa menemukan kesalahan
yang
dilakukan,
meminta
siswa
memperbaiki pekerjaannya, memberikan
bantuan belajar pada siswa dengan
memfokuskan aspek yang masih kurang
dikuasai siswa, dan meminta siswa
menyusun kembali jawaban yang tepat
untuk memperbaiki masalah; (3) Tingkat
3: developing conceptual thinking yaitu
mengembangkan
konsep
berpikir,

dimana pada tingkatan ini interaksi guru
diarahkan untuk mengembangkan konsep
yang sebelumnya sudah dikuasai siswa
dengan cara meminta siswa menemukan
alternatif
jawaban
lain
untuk
menyelesaikan masalah.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggunakan data berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Data hasil
penelitian ini dideskripsikan untuk
memberikan gambaran mengenai tipe
kesalahan yang dilakukan siswa selama
menyelesaikan
soal
cerita
serta
pemberian scaffolding sebagai upaya
untuk mengatasi kesalahan tersebut.
Subjek dalam penelitian ini adalah 3
siswa kelas VII B SMP Pangudi Luhur
Salatiga. Subjek dipilih menggunakan
teknik purposive sampling dari 26 siswa
di kelas tersebut. Pengambilan subjek
berdasarkan nilai ulangan harian siswa
pada materi persamaan linear satu
variabel yang diurutkan dari nilai
tertinggi
hingga
terendah
dan
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu
tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian
diambil 1 subjek dari masing-masing
kategori berdasarkan saran dari guru
mata pelajaran matematika kelas VII B.
Teknik pengambilan data yang
digunakan adalah tes tertulis dan
wawancara. Tes tertulis menggunakan
instrumen soal tes yang terdiri dari 3 soal
cerita materi persamaan linear satu
variabel. Kisi-kisi instrumen soal tes
dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Soal Tes
Tertulis
Indikator
Soal
Menyelesai
kan soal
cerita
mengenai
suatu

Fokus Soal
Menyelesaikan soal
cerita mengenai suatu
masalah sehari-hari
yang berbentuk
persamaan linear satu

No.
Soal

1

masalah
sehari-hari
yang
berbentuk
persamaan
linear satu
variabel.

variabel yang
berkaitan dengan suatu
operasi hitung.
Menyelesaikan soal
cerita mengenai suatu
masalah sehari-hari
yang berbentuk
persamaan linear satu
variabel yang
berkaitan dengan
lebih dari satu operasi
hitung.
Menyelesaikan soal
cerita mengenai suatu
masalah sehari-hari
yang berbentuk
persamaan linear satu
variabel yang
berkaitan dengan
konsep keliling
persegi/persegi
panjang/segitiga.

Newman dan pemberian scaffolding
berdasarkan tingkatan Anghileri.

2

3

Selain tes tertulis, data juga
diperoleh
melalui
wawancara,
pengamatan,
dan
dokumentasi.
Pengamatan dilakukan selama tes tertulis
dan wawancara berlangsung. Sementara
data yang terkumpul dari hasil tes
tertulis, wawancara, pengamatan maupun
dokumentasi dianalisis menggunakan
teknik analisis data deskriptif kualitatif
(Sugiyono, 2010: 337-345) meliputi: (1)
reduksi data; (2) penyajian data; (3)
penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi
data dilakukan dengan menganalisis hasil
tes tertulis dan wawancara untuk
mendeskripsikan tipe-tipe kesalahan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita
berdasarkan kategori Newman untuk
kemudian menjadi bahan pertimbangan
dalam pemberian scaffolding berdasarkan
tingkatan Anghileri. Penyajian data
dilakukan dengan menyajikan deskripsi
tipe kesalahan dan pemberian scaffolding
berdasarkan kesalahan yang dilakukan
subjek. Penarikan kesimpulan/verifikasi
diperoleh dari hasil tes tertulis dan
wawancara
pemberian
scaffolding.
Identifikasi tipe kesalahan dikategorikan
berdasarkan tipe kesalahan menurut

HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh
dari hasil tes tertulis dan wawancara
yaitu berupa deskripsi tipe kesalahan
siswa kelas VII B SMP Pangudi Luhur
Salatiga. Subjek melakukan 5 tipe
kesalahan dari 6 tipe kesalahan menurut
kategori Newman dalam menyelesaikan
soal cerita materi persamaan linear satu
variabel, seperti yang ditunjukkan Tabel
2 dan Tabel 3:
Tabel 2. Tipe Kesalahan Subjek pada
Setiap Soal
No.
soal
1
2
3

Tinggi
(S1)
prc skll
comp,
care

Subjek
Sedang
(S2)
Trans
prc skll

Rendah
(S3)
Trans
Trans

read,
comp, prc
skll,

read,
comp, prc
skll

Tabel 3. Jumlah Kesalahan Menurut
Kategori Newman pada Soal Cerita PLSV
Banyak Subjek yang Melakukan Kesalahan
No.
Prc
Soal Read Comp Trans
Enco Care ∑
skll
1
2
2
2
1
2
3
3
2
3
2
1
8
Jml
2
3
3
4
0
1
13
100
0%
8%
% 15% 23% 23% 31%
%
Keterangan:
Read = Reading Error
Comp = Comprehension Error
Trans = Transformation Error

Prc Skll = Process Skill Error
Enco
= Encoding Error
Care
= Careless Error

Berdasarkan Tabel 3, 5 tipe kesalahan
menurut kategori Newman dilakukan
oleh subjek penelitian dengan persentase
sebagai berikut: kesalahan membaca
(reading
error )
15%,
kesalahan
memahami masalah (comprehension
error ) 23%, kesalahan transformasi

(transformation error ) 23%, kesalahan
keterampilan proses (process skill error )
31%, dan kesalahan kecerobohan
(careless error ) 8%. Deskripsi tipe
kesalahan yang dilakukan subjek
menunjukkan bahwa subjek tidak dapat
menyelesaikan soal cerita PLSV secara
tepat. Bentuk kesalahan yang dilakukan
subjek antara lain salah memaknai
informasi penting dalam soal yaitu
keliling
persegi
panjang,
tidak
memahami
apa
yang sebenarnya
ditanyakan pada soal, serta salah dalam
melakukan operasi hitung aljabar.
a. Kesalahan
Membaca
(Reading
Error)
Kesalahan membaca (reading error)
adalah kesalahan yang disebabkan karena
siswa salah dalam membaca/memaknai
simbol-simbol, istilah, kata kunci, serta
informasi penting yang terdapat pada
soal. Kesalahan membaca dalam
menyelesaikan
soal
cerita
PLSV
dilakukan oleh subjek Sedang (S2) dan
subjek Rendah (S3) pada soal nomor 3.
Deskripsi kesalahaan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Deskripsi kesalahan membaca
(reading error) subjek sedang (S2) dan
subjek rendah (S3)
No.
soal

Menurut subjek sedang (S2) keliling
persegi panjang dapat diperoleh dengan
menjumlahkan panjang dan lebarnya.
Sementara subjek rendah (S3) beranggapan
keliling persegi panjang dapat diperoleh
dengan mengalikan panjang dan lebarnya.

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
subjek sedang (S2) dan subjek rendah
(S3) melakukan kesalahan membaca
(reading error ) menurut kategori
Newman karena subjek salah dalam
memaknai informasi penting pada soal
yaitu keliling persegi panjang.
b. Kesalahan Memahami Masalah
(Comprehension Error)
Kesalahan
memahami
masalah
(comprehension error) yaitu kesalahan
yang disebabkan siswa tidak bisa
memahami arti keseluruhan dari suatu
soal meliputi informasi yang diketahui
dan ditanyakan. Kesalahan ini dilakukan
oleh semua subjek pada soal nomor 3.
Deskripsi kesalahan yang dilakukan
subjek dapat dilihat pada Tabel 5:
Tabel 5. Deskripsi kesalahan memahami
masalah (comprehension error) subjek
tinggi (S1), subjek sedang (S2) dan subjek
rendah (S3)
No.
soal

Subjek
Subjek Tinggi (S1)

Subjek

3

Subjek Sedang (S2)
3

3
Subjek Rendah (S3)
3

Subjek Sedang (S2)
P :Jika sudah diperoleh x=6,
apakah Anda sudah dapat
menentukan panjang dan lebar
kolam?
S2: Belum.
P : Belum bisa?
S2: (subjek mengangguk)
P : diperoleh x=6, lalu pada soal
diketahui panjang kolam Ibu
Sari itu berapa?
S2: 2x meter. Lebar (x-4)

P : (x-4). Tadi diperoleh x=6,
berarti Anda sudah dapat
mencari panjangnya belum?
S2: (subjek terlihat berpikir) belum.
Subjek Rendah (S3)
3
P : Tentukan ukuran panjang dan
lebar kolam yang sebenarnya,
padahal di soal sudah ada
panjang=2x meter dan lebar=(x4) meter. Maksud
pertanyaannya itu apa?
S3: Kan ada (subjek terlihat
berpikir), kan diminta mencari
kelilingnya. Eh jika kelilingnya
28 meter.
P : Kelilingnya 28 meter, berarti
keliling kolamnya sudah
diketahui belum?
S3: Yang ini yang 2x ini?
P : Yang pada kolam itu, keliling
kolamnya sudah tahu atau
belum?
S3: Belum.
P : Belum? Lalu 28 itu sebagai
apa?
S3: (subjek diam dan terlihat
berpikir)
Subjek tinggi (S1) dapat memahami bahwa
ia harus mencari fungsi keliling
berdasarkan informasi yang diketahui, lalu
mencari nilai variabel � yang memenuhi.
Namun nilai variabel � yang telah
diperoleh digunakan oleh subjek S1
sebagai ukuran lebar kolam, lalu ukuran
panjang kolam diperoleh dengan cara
membagi 2 hasil dari pengurangan keliling
persegi panjang dengan 2 kali lebar
kolam/2 kali nilai variabel � yang telah
diperoleh. Sementara itu subjek sedang
(S2) dan subjek rendah (S3) dapat
menyebutkan dan menuliskan informasiinformasi yang diketahui dan ditanyakan
pada soal, namun subjek tidak benar-benar
memahami
apa
yang
sebenarnya
ditanyakan pada soal sehingga subjek tidak
tahu apa yang harus dilakukan untuk
menjawab pertanyaan soal nomor 3.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat semua
subjek melakukan kesalahan memahami
masalah (comprehension error ) menurut
kategori Newman pada soal nomor 3
karena subjek tidak memahami dengan
benar maksud pertanyaan pada soal.

c. Kesalahan
Transformasi
(Transformation Error)
Kesalahan transformasi (transformation
error) yaitu kesalahan karena siswa tidak
bisa menentukan rumus atau operasi
matematika
untuk
menyelesaikan
permasalahan dalam soal dengan tepat.
Kesalahan ini dilakukan oleh subjek
sedang (S2) pada soal nomor 1, subjek
rendah (S3) pada soal nomor 1 dan 2.
Bentuk kesalahan dapat dilihat pada
Tabel 6:
Tabel 6. Deskripsi kesalahan transformasi
(transformation error) pada subjek sedang
(S2) dan subjek rendah (S3)
No.
Subjek
soal
Subjek Sedang (S2)
1

Subjek Rendah (S3)
1

2

Subjek sedang (S2) dan subjek rendah (S3)
salah dalam menggunakan tanda operasi
hitung untuk menyelesaikan soal nomor 1.
Sementara subjek rendah (S3) gagal
mengubah informasi pada soal nomor 2
menjadi bentuk model matematika yang
benar.

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa
subjek sedang (S2) dan subjek rendah
(S3) melakukan kesalahan transformasi
(transformasi error ) menurut kategori
Newman karena subjek salah dalam
menggunakan tanda operasi hitung dan

gagal dalam mengubah informasi pada
soal menjadi bentuk model matematika
yang benar.
d. Kesalahan Keterampilan Proses
(Process Skill Error)
Kesalahan keterampilan proses (process
skill error) yaitu kesalahan yang
disebabkan
siswa
tidak
bisa
menyelesaikan
proses
perhitungan
meskipun sudah menentukan operasi
matematika atau rumus dengan tepat.
Kesalahan ini dilakukan oleh subjek
tinggi (S1) pada soal nomor 2, subjek
sedang (S2) pada soal nomor 2 dan
nomor 3, serta subjek rendah (S3) pada
soal nomor 3. Bentuk kesalahan tersebut
dapat dilihat pada tabel 7:
Tabel 7. Deskripsi kesalahan keterampilan
proses (process skill error) pada subjek
tinggi (S1), subjek sedang (S2) dan subjek
rendah (S3)
No.
Subjek
soal
Subjek Tinggi (S1)
2

Subjek Sedang (S2)
2

3

Subjek tinggi (S1) salah dalam proses
perhitungan untuk menentukan nilai
variabel �. Subjek sedang (S2) juga salah
dalam
proses
perhitungan
untuk
menentukan nilai variabel � pada soal
nomor 2, serta salah dalam melakukan
operasi penjumlahan aljabar pada soal
nomor 3.Subjek rendah (S3) dalam
menentukan hasil operasi perkalian pada
soal nomor 3.

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa
subjek tinggi (S1), subjek sedang (S2)
dan subjek rendah (S3) melakukan
kesalahan keterampilan proses (process
skill error ) menurut kategori Newman
karena subjek salah dalam perhitungan
atau
komputasi
selama
proses
penyelesaian soal.
e. Kesalahan Kecerobohan (Careless
Error)
Kesalahan kecerobohan (careless error )
yaitu kesalahan yang disebabkan siswa
tidak cermat atau tidak teliti. Kesalahan
ini dilakukan oleh subjek tinggi (S1)
pada soal nomor 3. Deskripsi kesalahan
dapat dilihat pada Tabel 8:
Tabel 8. Deskripsi kesalahan kecerobohan
(careless error) pada subjek tinggi (S1)
No.
Subjek
soal
Subjek Tinggi (S1)
3

3

Subjek Rendah (S3)

Subjek S1 tidak tepat dalam mensubtitusi
nilai keliling persegi panjang. Selain itu
subjek S1 juga tidak teliti dalam melakukan
perkalian aljabar.

Berdasarkan deskripsi di atas terlihat
bahwa subjek tinggi (S1) tidak teliti
dalam mensubstitusi maupun melakukan
perkalian aljabar, karena itu subjek S1
melakukan
kesalahan
kecerobohan
(careless error ) menurut kategori
Newman.
Praktik Pemberian Scaffolding
a. Pemberian Scaffolding untuk
Kesalahan Membaca (Reading
Error)
Pemberian scaffolding untuk tipe
kesalahan membaca (reading error )
adalah tingkat 2 menurut Anghileri
(2006) yaitu explaining, reviewing, and
restructuring,
berupa
memberikan
penjelasan, peninjauan kembali, dan
penguatan pemahaman pada siswa.
Bantuan scaffolding diberikan kepada
subjek sedang (S2) dan subjek rendah
(S3) karena keduanya melakukan bentuk
kesalahan membaca yang sama pada
penyelesaian soal nomor 3. Informasi
penting pada soal nomor 3 yaitu keliling
persegi panjang, tidak dapat dimaknai
subjek secara tepat. Subjek sedang (S2)
memaknai keliling persegi panjang
sebagai hasil penjumlahan panjang dan
lebarnya. Sementara subjek rendah (S3)
memaknai keliling persegi panjang
sebagai hasil perkalian panjang dan
lebarnya.
Praktik
pemberian
scaffolding
sebagai upaya mengatasi kesalahan
membaca yang dilakukan subjek sedang
(S2) dan subjek rendah (S3) adalah
sebagai berikut: (1) subjek diajak untuk
mengamati konsep keliling persegi
panjang melalui ilustrasi yang lebih
sederhana (keliling meja); (2) subjek
diarahkan untuk menemukan kesalahan
yang dilakukan dengan meminta subjek
memeriksa kembali jawabannya apakah
keliling persegi panjang sudah dimaknai
dengan tepat; (3) subjek diminta
menuliskan jawaban yang tepat; (4)
subjek diberikan arahan untuk lebih teliti
lagi dalam mengerjakan soal dengan
meminta subjek menjelaskan konsep
keliling persegi panjang yang benar.

Setelah
pemberian
scaffolding
selesai,
subjek
diminta
untuk
mengerjakan soal tes dengan materi dan
indikator soal yang sama, namun dengan
angka-angka yang berbeda. Pekerjaan
subjek setelah diberikan scaffolding
dapat dilihat pada Gambar 1:
Gambar 1. Hasil pekerjaan subjek setelah
pemberian scaffolding untuk kesalahan
membaca

Berdasarkan hasil pekerjaan subjek
setelah diberi scaffolding, kesalahan
dalam memaknai keliling sudah tidak
terlihat lagi. Subjek sudah mampu
memaknai keliling sebuah bangun datar
secara tepat dan dapat menyelesaikan
soal dengan benar. Maka pemberian
scaffolding pada subjek untuk kesalahan
membaca (reading error ) dianggap sudah
selesai.
b. Pemberian Scaffolding untuk
Kesalahan Memahami Masalah
(Comprehension Error)
Kesalahan
memahami
masalah
dilakukan oleh semua subjek pada soal
nomor 3. Bentuk kesalahan yang
dilakukan subjek tinggi (S1) dalam
menyelesaikan soal nomor 3 adalah
menggunakan nilai variabel � sebagai
ukuran lebar kolam. Sehingga subjek S1
diberikan scaffolding tingkat 2 menurut
Anghileri (2006), explaining, reviewing
and restructuring, yaitu memberikan
penjelasan, peninjauan kembali, dan
penguatan pemahaman pada siswa.
Scaffolding berupa: (1) subjek diminta
menyebutkan nilai variabel � yang telah
diperolehnya dan menyebutkan fungsi
panjang dan lebar yang diketahui pada
soal; (2) peneliti mengulang jawaban
subjek dengan memberi penekanan dan
intonasi suara yang berbeda pada kata-

kata kunci; (3) setelah diberi arahan
untuk meninjau kembali jawabannya dan
infomasi pada soal, subjek menyadari
kesalahan yang dilakukannya; (4) subjek
diminta menuliskan jawaban yang tepat;
(5) subjek diberikan arahan untuk lebih
teliti lagi dalam memahami maksud dan
informasi-informasi yang diketahui pada
soal. Sementara itu subjek sedang (2) dan
subjek rendah (S3) pada soal nomor 3
dapat menyebutkan informasi-informasi
yang diketahui dan ditanyakan, namun
keduanya tidak benar-benar memahami
maksud soal dan bagaimana cara
menyelesaikannya. Kesalahan memahami
ini juga diatasi dengan memberikan
scaffolding tingkat 2 menurut Anghileri
(2006), explaining, reviewing and
restructuring, dengan langkah-langkah
sebagai berikut: (1) subjek diberikan
ilustrasi
sederhana
mengenai
permasalahan dalam soal; (2) subjek
diminta mengamati informasi-informasi
penting pada ilustrasi tersebut agar lebih
memahami
permasalahannya
dan
membandingkannya pada permasalahan
dalam soal; (3) berdasarkan hasil
pemahamannya subjek ditanya apa yang
harus dilakukan untuk dapat menjawab
permasalahan dalam soal.
Setelah diberikan scaffolding subjek
diminta untuk mengerjakan tes dengan
materi yang sama seperti yang telah
dilakukan, namun dengan angka-angka
yang berbeda. Pekerjaan subjek setelah
diberikan scaffolding dapat dilihat pada
Gambar 2:
Gambar 2. Hasil pekerjaan subjek setelah
pemberian scaffolding untuk kesalahan
memahami masalah

Berdasarkan hasil pekerjaan subjek
setelah diberi scaffolding, subjek sudah
mampu menyelesaikan soal dengan
indikator menyelesaikan soal cerita
mengenai suatu masalah sehari-hari yang
berbentuk persamaan linear satu variabel
yang berkaitan dengan konsep keliling
persegi/persegi panjang/segitiga, tanpa
melakukan kesalahan dalam memahami
maksud soal seperti pada soal cerita tes
sebelumnya. Subjek sudah paham akan
maksud pertanyaan dari soal cerita
berupa
informasi-informasi
yang
diketahui dan ditanyakan, sehingga
subjek dapat menyelesaikan soal dengan
benar. Maka pemberian scaffolding pada
subjek yang mengalami kesalahan
memahami masalah (comprehension
error ) dianggap sudah selesai.
c. Pemberian Scaffolding untuk
Kesalahan Transformasi
(Transformation Error)
Kesalahan
transformasi
(transformation error ) dilakukan oleh
subjek sedang (S2) pada soal nomor 1
dan subjek rendah (S3) pada soal nomor
1 dan 2. Subjek sedang (S2) dan subjek
rendah (S3) melakukan bentuk kesalahan
transformasi yang sama pada soal nomor
1 yaitu salah dalam menggunakan tanda
operasi hitung untuk menyelesaikan soal.
Kesalahan ini diatasi dengan memberikan
scaffolding tingkat 1 menurut Anghileri
(2006), environmental provision, berupa
penataan lingkungan belajar yang
memungkinkan
berlangsung
tanpa
intervensi langsung dari guru. Jadi subjek
diminta untuk mengerjakan kembali soal
nomor 1. Alat-alat tulis dan lingkungan
belajar disiapkan secara kondusif
sehingga subjek lebih fokus dalam
mengerjakan soal. Sementara pada soal
nomor 2 subjek rendah (S3) gagal
mengubah informasi pada soal menjadi
model matematika yang benar. Sehingga
scaffolding yang diberikan yaitu tingkat 2
menurut Anghileri (2006), explaining,
reviewing and restructuring , yaitu
memberikan penjelasan, peninjauan
kembali, dan penguatan pemahaman pada

siswa. Pemberian scaffolding sebagai
berikut: (1) subjek diminta menyebutkan
informasi yang diketahui pada soal; (2)
peneliti mengulang jawaban subjek
dengan memberi penekanan dan intonasi
suara yang berbeda pada kata-kata kunci;
(3) subjek diminta menuliskan kembali
informasi
yang
diketahui
dan
menggantinya dengan angka maupun
simbol operasi matematika yang sesuai;
(4) subjek diberikan arahan untuk lebih
teliti lagi dalam mengubah informasiinformasi yang diketahui pada soal
menjadi model matematika.
Setelah diberikan scaffolding subjek
diminta untuk mengerjakan tes dengan
materi yang sama seperti yang telah
dilakukan, namun dengan angka-angka
yang berbeda. Pekerjaan subjek setelah
diberikan scaffolding dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Hasil pekerjaan subjek setelah
pemberian scaffolding untuk kesalahan
transformasi

Berdasarkan hasil pekerjaan subjek
setelah diberi scaffolding, subjek sudah
mampu menyelesaikan soal tanpa
melakukan
kesalahan
transformasi.
Subjek sudah tidak melakukan kesalahan
dalam menggunakan tanda operasi hitung
untuk menyelesaikan soal dan dapat
mengubah informasi-informasi yang
diketahui pada soal menjadi model
matematika yang benar. Maka pemberian
scaffolding pada subjek yang mengalami
kesalahan
memahami
transformasi
(transformation error ) dianggap sudah
selesai.

d. Pemberian Scaffolding untuk
Kesalahan Keterampilan Proses
(Process Skill Error)
Kesalahan
keterampilan
proses
(process skill error ) dilakukan oleh
subjek tinggi (S1) pada soal nomor 2,
subjek sedang (S2) pada soal nomor 2
dan 3, serta subjek rendah (S3) pada soal
nomor 3. Bentuk kesalahan yang
dilakukan ketiga subjek sama yaitu salah
dalam melakukan operasi hitung aljabar
dan menentukan nilai suatu variabel.
Pemberian scaffolding untuk kesalahan
tipe ini adalah tingkat 2 menurut
Anghileri (2006), explaining, reviewing
and restructuring, yaitu memberikan
penjelasan, peninjauan kembali, dan
penguatan pemahaman pada siswa.
Pemberian scaffolding sebagai berikut:
(1) subjek diminta mengingat kembali
cara melakukan penjumlahan dan
perkalian aljabar; (2) subjek diajak untuk
menerapkan cara tersebut pada soal yang
sedang dikerjakan; (3) dengan penerapan
tersebut subjek menyadari kesalahannya
dan diminta menuliskan kembali jawaban
yang tepat; (4) subjek diberikan arahan
untuk lebih teliti lagi dalam melakukan
operasi hitung aljabar. Namun terdapat
perbedaan dalam pemberian scaffolding
bagi subjek sedang (S2) untuk mengatasi
kesalahan keterampilan prosesnya pada
soal nomor 2 yaitu salah menentukan
nilai variabel. Scaffolding yang diberikan
tingkat 1 menurut Anghileri (2006),
environmental provision. Pemberian
scaffolding pada tingkat ini berupa
penataan lingkungan belajar yang
memungkinkan
berlangsung
tanpa
intervensi langsung dari guru. Scaffolding
diberikan dengan cara meminta subjek
untuk mengerjakan kembali soal nomor 2
dengan lingkungan belajar yang dibuat
kondusif sehingga subjek lebih fokus
dalam mengerjakan soal.
Setelah diberikan scaffolding
subjek diminta untuk mengerjakan tes
dengan materi yang sama seperti yang
telah dilakukan, namun dengan angkaangka yang berbeda. Pekerjaan subjek

setelah diberikan scaffolding dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil pekerjaan subjek setelah
pemberian scaffolding untuk kesalahan
keterampilan proses

Berdasarkan hasil pekerjaan subjek
setelah diberi scaffolding, subjek sudah
dapat melakukan operasi hitung aljabar
secara benar dan dapat menentukan nilai
suatu variabel. Subjek sudah tidak
melakukan kesalahan seperti pada
penyelesaian soal sebelumnya. Maka
pemberian scaffolding pada subjek yang
mengalami
kesalahan
keterampilan
proses (proses skill error ) dianggap
sudah selesai.
e. Pemberian Scaffolding untuk
Kesalahan Kecerobohan (Careless
Error)
Kesalahan kecerobohan (careless
error ) dilakukan oleh subjek tinggi (S1)
pada soal nomor 3. Bentuk kesalahannya
yaitu tidak teliti saat mensubstitusikan
nilai keliling persegi panjang ke dalam
fungsi kelilingnya. Selain itu subjek juga
tidak teliti dalam melakukan perkalian
aljabar. Kesalahan subjek S1 dalam
mensubstitusikan nilai keliling persegi
panjang diatasi dengan memberikan
scaffolding tingkat 1 menurut Anghileri
(2006), environmental provision berupa
penataan lingkungan belajar yang
memungkinkan
berlangsung
tanpa
intervensi langsung dari guru. Scaffolding
diberikan dengan cara meminta subjek
untuk mengerjakan kembali soal nomor 3
dengan lingkungan belajar yang dibuat
kondusif sehingga subjek lebih fokus
dalam mengerjakan soal. Sementara itu
pemberian scaffolding untuk kesalahan
dalam melakukan perkalian aljabar
adalah tingkat 2 menurut Anghileri
(2006), explaining, reviewing and
restructuring,
yaitu
memberikan
penjelasan, peninjauan kembali, dan

penguatan pemahaman pada siswa.
Pemberian scaffolding sebagai berikut:
(1) subjek diminta menjelaskan kembali
langkah apa yang ia lakukan untuk
membuat fungsi keliling; (2) subjek
diminta
mengingat
kembali
cara
melakukan perkalian aljabar hingga
akhirnya subjek menyadari kesalahannya
dan diminta menuliskan kembali jawaban
yang tepat; (3) subjek diberikan arahan
untuk lebih teliti lagi dalam melakukan
operasi hitung aljabar.
Setelah diberikan scaffolding subjek
diminta untuk mengerjakan tes dengan
materi yang sama seperti yang telah
dilakukan, namun dengan angka-angka
yang berbeda. Pekerjaan subjek setelah
diberikan scaffolding dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Hasil pekerjaan subjek setelah
pemberian scaffolding untuk kesalahan
kecerobohan

Berdasarkan hasil pekerjaan subjek
setelah diberi scaffolding, subjek sudah
tidak melakukan kesalahan seperti pada
penyelesaian soal sebelumnya. Subjek
sudah lebih teliti dalam mensubstitusikan
informasi-informasi
yang
diketahui
maupun dalam melakukan operasi
aljabar. Maka pemberian scaffolding
pada subjek yang mengalami kesalahan
kecerobohan (careless error ) dianggap
sudah selesai.
PENUTUP
Berdasarkan analisis data hasil
penelitian dan pembahasan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa hampir semua
tipe kesalahan menurut kategori Newman
dilakukan oleh subjek kecuali kesalahan
penulisan jawaban (encoding error ). Tipe
kesalahan yang paling banyak terjadi
adalah kesalahan keterampilan proses

(process skill error ), dengan persentase
kesalahan 31% dan terjadi sebanyak 4
kali dengan bentuk-bentuk kesalahan
meliputi kesalahan dalam melakukan
operasi hitung aljabar dan kesalahan
dalam menentukan nilai suatu variabel.
Kesalahan yang paling sedikit terjadi
adalah kesalahan kecerobohan (careless
error ), dengan persentase kesalahan 8%
dan terjadi satu kali, kesalahan yang
dilakukan subjek adalah tidak teliti dalam
mensubstitusikan nilai dari informasiinformasi penting yang diketahui pada
soal dan tidak teliti dalam melakukan
operasi aljabar. Pemberian scaffolding
tingkat 1 dan tingkat 2 berdasarkan
Anghileri yaitu environmental provision
dan
explaining,
reviewing,
and
restructuring pada tipe-tipe kesalahan
yang dilakukan subjek penelitian
menunjukkan hasil yang memuaskan, hal
ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya
pengulangan kesalahan yang dilakukan
subjek saat diberikan soal tes dengan
materi yang sama setelah pemberian
scaffolding.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka dapat disampaikan masukan
kepada sekolah, guru, siswa, dan peneliti
lain.
Kepada
sekolah,
perlunya
penanaman konsep yang kuat kepada
siswa terutama pada materi yang menjadi
materi prasyarat untuk materi berikutnya.
Kepada guru dan siswa, peneliti
menyarankan untuk setiap tipe kesalahan
diberikan perhatian khusus, dengan
memberi bimbingan pada siswa mulai
dari materi prasyarat dan konsep dasar
persamaan linear satu variabel. Selain itu
disarankan pula kepada guru untuk
memperbanyak latihan soal berbentuk
soal cerita guna mengasah kemampuan
siswa menyelesaikan soal cerita secara
benar.
Bagi
peneliti
selanjutnya
disarankan untuk meneliti metode
pembelajaran
yang
tepat
untuk
keterampilan proses siswa dalam
penyelesaian soal, khususnya soal cerita.

DAFTAR PUSTAKA
Anghileri, Julia. 2006. Scaffolding
Practices That Enhance Mathematics
Learning. Journal of Mathematics
Teacher Education. Volume 9. 33–52.
Clements, M, N. 1980. Analyzing
Children’s
Errors
on
Written
Mathematical
Tasks.
Educational
Studies in Mathematics. Vol. 11. 1-21.
Depdiknas. 2006. Permendiknas No 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk
Satuan
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah. Jakarta.
Hanifah,
Agustina
Nur.
2014.
Penggunaan
Scaffolding
untuk
Mengatasi Kesalahan Siswa Kelas VII H
SMP Negeri 2 Mojokerto dalam
Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi
Persamaan Linear Satu Variabel. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika. Volume
3 No. 3.
Pratamasari, Ria Rahmawati. 2012.
Penelusuran Kesalahan Siswa dan
Pemberian
Scaffolding
dalam
Menyelesaikan Bentuk Aljabar. Jurnal.
Universitas Negeri Malang.
Ridyana, Bunga, dkk. 2013. Analisis
Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel
Berdasarkan Analisis Newman. Jurnal.
Universitas Negeri Malang.
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi
Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta:
PT Indeks.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia . Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sutiarso, Sugeng. 2009. Scaffolding
dalam
Pembelajaran
Matematika.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan, dan Penerapan MIPA.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24