Hubungan antara Pola Asuh Demokrasi deng

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRASI
ORANGTUA DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Kuantitatif
Dosen Pengampu : Dwi Wahyuningsih Ch, M. Psi

Disusun Oleh Kelompok 1 :
Dwi Septiani Nugraha ( 30701301274 )
Kin Ules Nate (30701301319)
Yasir Mubarok (30701301388)

Fakultas Psikologi
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2014

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A.


Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia

belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya
anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar
pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak. Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh
besar Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang
tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan
pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena
pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di
kemudian hari.
Dalam sebuah keluarga, orangtua memiliki peran yang sangat penting
untuk

membimbing

anak-anaknya


dalam

menjalani

setiap

tahap

perkembangannya. Sehingga apapun kondisi yang berkaitan dengan orangtua
menjadi begitu sangat signifikan dalam proses pembentukan perilaku anak.
Apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan baik, maka di sekolah
atau di lingkungan masyarakat anak itupun akan berperilaku baik pula. Tapi
sebaliknya apabila cara orang tua mendidik anaknya dirumah dengan kurang baik
seperti lebih banyak santai, bermain, dimanjakan, maka di sekolah atau di
lingkungan masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan di
keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak, nakal, kurang sopan
dan malas.
Saat ini bisa dikatakan bahwa perilaku prasosial dikalangan remaja mulai
berkurang. Tingkat kepedulian seseorang kepada orang lain sudah mulai menurun.
(Sarlito W. Sarwono, 2009) perilaku prasosial dipengaruhi oleh beberapa faktor

dari dalam diri, ada suasana hati, sifat, jenis kelamin, tempat tinggal juga faktor
dari lingkungan yang merupakan lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga dari faktor dari luar ini lebih berfokus pada gaya pola
asuh orangtua yang diterapkan untuk mendidik anaknya. Coles (1997)
menyatakan bahwa kuncinya adalah dengan mengajarkan anakuntuk menjadi
“baik” dan untuk berpikir mengenai oranglain selain dirinya.anak-anak akan
mengobservasi apa yang dilakukan dan dikatakan oangtuanya dalam kehidupan
sehari-hari.
Pola asuh yang diberikan oleh orangtua dapat diartikan berbeda-beda oleh
anak-anaknya. Pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu tersebut
merupakan proses dari persepsi. Persepsi dapat terbentuk dari pengalaman
masalalu, sehingga apa yang dipersepsikan pasa suatu waktu akan tergantung pada
stimulus, latar belakang dan keberadaan stimulus tersebut. Seperti pengalaman
terdahulu, perasaan pada waktu itu, prasangka-prasangka, sikap dan tujuan
(Mahmud, 1990). Dalam memberikan aturan-aturan dan nilai-nilai terhadap anakanaknya, orangtua akan menerapkan pola asuh yang berbeda-beda. Ada tiga
macam pola asuh yang berbeda, yaitu pola asuh permisif, pola asuh demokrasi,
dan pola asuh otoriter. Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh demokrasi
merupakan pola asuh yang dipandang dapat memingkatkan kemungkinan
berkembangnya perilaku psososial.

Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya
kecenderungan untuk anak tumbuh menjadi seseorang yang mau menolong, yaitu
melalui peran orang tua dalam menetapkan standar-standar ataupun contohcontohtingkah laku menolong (Bern, 1997). Pola asuh demokrasi juga dapat
membentuk adanya internal locus of control (Mashoedi, 2003), yang merupakan
salah sau sifat kepribadian altruistik (Baron, Byrne, Branscombe, 2006), dimana
seseorang yang suka menolong memiliki locus of control internal lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak suka menolong. Dalam penelitian Anna (2013)
yang bertujuan melihat hubungan antara pola asuh demokratis dan kecerdasan
emosional dengan perilaku prososial pada remaja menunjukan hasil yang
signifikan. Menurut hasil penelitian yang telah ia jalankan, dapat disimpulkan

bahwa pola asuh demokratis memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku prososial, yaitu sebanyak 70,7%.
Untuk itu penulis mengambil tema ini agar memberikan pemaparan yang
lebih jelas mengenai pola asuh mana yang dapat memberikan pengaruh besar
terhadap perilaku prasosial dikalangan remaja. Sehingga tingkat kepedulian para
remaja kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya dapat meningkat kembali.
B.

Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi pola asuh demokrasi orang tua

dengan perilaku prososial?
C.

Tujuan Masalah
Tujuan dari proposal ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku

prososial dengan pola asuh demokrasi orang tua, juga untuk mengetahui pola asuh
mana yang baik untuk diterapkan kepada anak agar dapat meningkatkan perilaku
prososial.
D.

Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam hal sebagai berikut :


Manfaat teoritis

:


Dapat

menambah

pengetahuan

mengenai



hubungan pola asuh demokrasi dengan perilaku prososial.
Manfaat praktis
: Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan pembelajaran. Agar para orang tua dapat memilih
pola asuh yang tepat secara teori dan hasil penelitian, untuk diterapkan
kepada anak-anak mereka.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Persepsi terhadap Pola Asuh Demokrasi Orangtua
1. Pengertian Persepsi
Persepsi memiliki berbagai pengertian menurut para ahli antara lain:
 Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002:94) adalah
proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh
informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran,
peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah


kesadaran atau kognisi.
Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008:105) adalah
seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan
dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimulus



lingkungan.
Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan
proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan

proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang
diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang

berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Kesimpulan : persepsi merupakan proses mencari informasi dengan
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
individu dari lingkungan melalui alat pengindraan (penglihatan, pendengaran,
peraba dan sebagainya)

2.

Pengertian Pola Asuh
Menurut Singgih D. Gunarsa (2000, h.55)

Pola asuh orang tua

merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua
menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak.
Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada
pola asuh yang diterapkan


Pola Asuh Demokratis
Definisi pola asuh demokratis menurut beberapa ahli yaitu :


Hurlock (2005) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola
asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk
berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman
dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi
pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.



Dariyo dalam Anisa (2005) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini,
di samping memiliki sisi positif dari anak, terdapat juga sisi negatifnya,
di mana anak cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua,
karena segala sesuatu itu harus dipertimbangkan oleh anak kepada orang
tua.

Kesimpulan : Pola asuh demokrasi memberikan efek yang baik pada

perkembangan anak. Karena orang tua memberikan kebebasan untuk anak
berpendapat tanpa menghilangkan kedisiplinan kepada anak. Orang tua lebih
fleksibel dalam menentukan sikapnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang
berlangsung saat itu.
3.

Pengertian Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua
Persepsi merupakan pengorganisasian dan penginterpretasian stumulus
berdasarkan pada pengalaman yang diperoleh individu melalui panca indra.
Pola asuh demokratis orangtua adalah tipe pola asuh yang lebih mendukung
pada otonomi dan minat anak. Serta memperhatikan pendapat dan cara
padang anak.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
pola asuh demokratis terhadap orangtua adalah pengorganisasian dan
penginterpretasian stumulus yang diperoleh melalui panca indra dan bersifat
individual mengenai tipe pola asuh demokratis yang diterapkan oleh
orangtua. Persepsi tersebut antaralain adalah interaksi yang mengutamakan

kepentingan anak seperti memperhatikan kebutuhan anak, mendengarkan
keluh kesah, membantu mencari solusi tentang kesulitan maupun masalah

yang dihadapi anak namun tidak ragu mengendalikan anak dengan cara
mencari kesepakatan dalam menentukan peraturan dan disiplin serta
konsekuensinya bersama-sama.

B. Perilaku Prososial
1.

Pengertian perilaku prososial
 Perilaku prososial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan


menguntungkan bagi orang lain yang ada di sekitar kita.
Perilaku prososial merupakan tindakan – tindakan yang direncanakan dan
tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara langsung atau tidak
langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain yang ada



disekelilingnya.
Perilaku perilaku prososial adalah tindakan individu untuk menolong
orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong (Baron,

2.

Byrne, Branscombe, 2006
Teori Prososial
a. Teori Evolusi : Menurut teori ini, inti dari kehidupan adalah
kelangsungan hidup gen.
 Perlindungan kerabat (kin protection) : kedekatan gen-gen secara
biologis membuat manusia secara alami lebih terdorong untuk


menolong kerabatnya.
Timbal-balik Biologik (biological reciprocity) : seseorang akan
menolong karena berharap orang yang telah ia tolong akan
menolongnya dilain waktu (Sarwono, 2002).

b.

Teori Belajar



Teori Belajar Sosial (social learning theory)
Seseorang dapat menolong karna sudah melalui proses belajar
melalui proses modeling dari keluargannya, lingkungan sekolah,



lingkungan sekitarnya ataupun media.
Teori Pertukaran Sosial (social exchange theory)
Kebanyakan dari seseorang yang menolong

adalah

ingin

mendapatkan imbalan yang setimpal dari apa yang telah ia tolong.
Seseorang akan berfikir terlebih dahulu untuk melakukan perilaku
menolong, apa keuntungan dan kerugian yang dapet ia jika ia
c.

melakukan pertolongan.
Teori Empati
Teori ini menyebutkan bahwa egoisme dan simpati berfungsi
bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme, perilaku
menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri, sedangkan dari segi
simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi penderitaan orang lain.
sehingga dapat dikatakan bahwa empati berarti ikut merasakan
penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri. apa yang
oranglain rasakan
 Hipotesis empati-altruisme
Empati dapat membuat seseorang termotivasi untuk menolong
oranglain,

dan

memiliki

dorongan

untuk

bisa

mengurangi



penderitaan orang lain
Model mengurangi perasaan negatif
Perasaan ingin menolong timbul karena adanya ketidak nyamanan



seseorang ketika melihat orang lain dalam kesulitan.
Hipotesis Kesenangan Empatik
Seseorang akan merasa bahagia ketika bisa menolong orang
kesulitan disekitarnya. Ketika seseorang melihat orang lain
mengalami

kesulitan,

ia

cenderung

akan

menolong

ketika

pertolongannya akan membawa dampak positif pada dirinya saat ia
sudah menolong.

d.

Teori Perkembangan Kognisi Sosial

Menurut teori ini tingkat perkembangan kognitif (dari Piaget) akan
berpengaruh pada perilaku menolong. Pada anak-anak perilaku menolong
lebih didasarkan kepada pertimbangan hasil. Semakin dewasa anak itu,
semakin tinggi kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu
ia untuk mempertimbangkan usaha yang harus ia korbankan untuk
perilaku menolong itu. Pada anak usia 3-4 tahun, meraka cenderung
menunjukan pertolongan yang spontan dan tak terduga tanpa memikirkan
untung dan rugi dari pertolongan yang diberikan (Fujisawa, dkk., 2008).
Sedangkan pada anak usia 5-11 tahun mereka akan lebih mengutamakan
efek positif atau negatif yang timbul dari perilaku menolong mereka
(Lourenco 1993, dalam Sarwono 2002). Artinya menurut teori kognitif,
perilaku

menolong

akan

semakin

meningkat

seiring

dengan

perkembangan kognitif itu sendiri.
e.

Teori Norma Sosial
Seseorang tidak akan memikirkan keuntungan ataupun kerugian
yang didapatkan dari perilaku menolongnya. Mereka akan menolong
karena merasa memiliki kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan
norma dalam masyarakat


Norma Timbal-Balik (The Reciprocity norm)
Seseorang memiliki kewajiban untuk menolong orang yang terlebih
dahulu

sudah

menolongnya.

Norma

ini

menuntut

adanya

keseimbangan antara yang memberi dan yang menerima (Myers,
1996; dalam Sarwono, 2002)


Norma Tanggung Jawab (The Social-Responsibility norm)
Dalam norma tanggung jawab seseorang harus menolong orang yang
lebih lemah dari dirinya tanpa harus meminta balasan atau balas budi
(Schwartz, 1975 dalam Sarwono 2002).

3.

Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial
Menurut Wortman dkk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam memberikan perilaku prososial kepada orang lain, yaitu:
1.
Suasana hati. Jika suasana hati sedang enak, orang juga akan terdorong
untuk memberikan pertolongan lebih banyak. Menurut penelitian
Carlson, Charlin & Miller, asalkan lingkungannya baik, keinginan
untuk menolong meningkat pada orang yang tidak bahagia. Pada
dasarnya orang yang tidak bahagia mencari cara untuk keluar dari
2.

keadaan itu, dan menolong orang lain merupakan pilihannya.
Sifat. Orang yang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), ia akan
mempunyai kecenderungan mudah menolong (Karremans, dkk., 2005).
Orang yang mempunyai pemantauan diri (self monitoring) yang tinggi
juga cenderung lebih penolong, karena dengan menjadi penolong, ia
akan memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi (White &

3.

Geirstein, 1987, dalam Sarwono, 2002).
Jenis Kelamin. Pada penelitian Deaux, Dane, Wrightsman tahun 1993
menyatakan bahwa laki-laki lebih mau terlibat dalam aktivitas
menolong pada situasi darat yang membahayakan. Sementara
perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi

4.

dukungan emosi, merawat dan mengasuh.
Tempat Tinggal. Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung
lebih penolong daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini
dapat dijelaskan melalui urban overload hypotesis, yaitu orang-orang
yang tinggal di perkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi dari

5.

lingkungan.
Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi
adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang mau
menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan standarstandar atupun contoh-contoh tingkah laku menolong (Bern, 1997).
Pola asuh orang tua yang demokratis juga turut mendukung

terbentuknya internal locus of control.
Kesimpulan : Perilaku prososial adalah perilaku positif yang sangat berguna
dan menguntungkan bagi orang lain yang ada di sekitar kita. Perilaku

menolong atau perilaku sosial merupakan tindakan – tindakan yang
direncanakan dan tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara
langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain yang
ada disekeliling kita.
C. Aspek-aspek
1. Persepsi
Menurut Walgito (2003) persepsi terdiri dari tiga aspek, yaitu :
a. Aspek kognisi
: menyangkut pengharapan, cara mendapatkan
pengetahuan atau cara berfikir dan pengalaman masalalu.
b. Aspek konasi
: menyangkut sikap, perilaku, aktifitas dan motif.
c. Aspek afeksi
: menyangkut emosi dan individu.
2. Persepsi Pola Asuh Demokratis
Persepsi pola asuh demokratis menurut Zahara Idris (dalam Shochib, 1998)
memiliki beberapa aspek, yaitu :
a. Musyawarah dalam keluarga

:

pola

asuh

demokratis

selalu

memberikakan kesempatan kepada keluarga dalam hal ini anak untuk
membicarakan dan menyepakati peraturan keluarga, membicarakan
kegiatan kegiatan yang akan dilakukan, bersama keluarga, serta
b.

memecahkan masalah yang dihadapi keluarga.
Kebebasan yang terkendali : orang tua dengan pola asuh demoktratis
selalu memberikan kebebasan dalam berpendapat kepada anak, dalam
menyampaikan keinginan anak, serta berusaha mendengarkan keluhan

c.

anak, juga penjelasan dangan segala pertimbangan yang bijaksana.
Pengarahan dari orang tua : melalui pengarah akan termuat penjelasan
penjelasan mengenai nilai nilai hidup, moral, norma yang baik, dan

d.

penting dalam kehidupan.
Bimbingan dan perhatian : memberikan mengenai kebutuhan anak dari
hal kecil sampai hal besar, misalnya kebutuhan pokok sekolah,
kebutuhan bermain, namun tidak lepas dari bimbingan yang

e.

mengarahkan kepencapaian masa depan anak.
Saling menghormati sesama anggota keluarga : dalam pengasuan
ditekankan sikan saling menghormati dan menghargai antar ganggota
keluarga, baik dalam sikap, atau tutur kata agar tercipta keharmonisan
dalam keluarga.

f.

Komunikasi dua arah : bentuk komunikasi dua arah antara orantua
dengan anak sangat dihargai dan diterapkan pada pola asuh ini. Karena
komunikasi yang baik adalah bila adanya pihak yang ngutarakan dan
mendengarkan pendapat baik dalam masalah maupun keinginan.

3.

Perilaku Prososial
Aspek aspek perilaku prososial menurut Eisenberg dan Mussen, dalam Yulia
(2012) :
a.

Berbagi (sharing)
Kesedian berbagi perasaan dengan oranglain dalam suasana suka dan
duka. Sharing diberikan bila penerima menunjukan kesukaran dan
tindakan melalui dukungan. Perilaku berbagi dapat ditunjukan pula
dengan

b.

perilaku

saling

bercerita

tentang

pengalaman

hidup,

mencurahkan isi hati.
Kerjasama (Kooperatif)
Kesedian untuk bekerja bersama sama dengan oranglain demi
tercapainya suatu tujuan. Kooperatif biasanya saling menguntungkan,

c.

saling memberi dan atau saling menyenangkan.
Menyumbang (donating)
Kesediaan berderma, memberi secara sukarela sebagian barang
miliknya untuk orang yang membutuhkan dan dapat juga ditunjukan
dengan

perbuatan

memberikan

sesuatu

kepada

otang

yang

membutuhkan.
d.

Menolong (helping)
Kesediaan untuk berbuat kepada oranglain yang sedang dalam kesulitan
meliputi, membagi dengan oranglain, memberitahu, menawarkan
bantuan terhadap oranglain atau menawarkan sesuatu yang menunjang,

e.

berlangsungnya kegiatan oranglain.
Kejujuran (honesty)
Kesediaan untuk berkata, bersikap apa adanya serta menunjukan
keadaan yang setulus hati.

f.

Kedermawanan (generosity)
Kesediaan memberi secara

sukarela

untuk

oranglain

yang

membutuhkan.
D. Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh dengan Perilaku Prososial
Perilaku prososial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan
menguntungkan bagi oranglain. Perilaku prososial adalah tindakan tindakan
yang tidak direncanakan oleh seseorang untuk membantu orang lain. Faktor
dalam diri yang dapat mempengaruhi perilaku prososial diantaranya adalah
pola asuh. Dalam teori perilaku prososial pun ada beberapa teori yang ada
kaitannya dengan pola asuh keluarga.
 Kebebasan yang terkendali dalam aspek pola asuh demokratis dapat
mengembangkan kontrol diri terhadap perilaku sendiri dengan hal-hal
yang dapat diterima dimasyarakat. Hal ini dapat membantu anak untuk
berdiri sendiri, yakin juga bertanggung jawab dengan apa yang akan
dilakukan. Untuk itu daya kreativitasnya akan berkembang baik karena
orangtua selalu merangsang anaknya untuk mempu berinisiatif baik


dalam perilaku prososial.
Teknik pola asuh demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan
kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan prososial.
Dengan adanya musyawarah bersama dalam keluarga juga kebebasan
yang terkendali dan komunikasi dua arah, akan membentuk
kepercayaan diri anak dan membuatnya tumbuh menjadi anak yang
mandiri dalam mengambil keputusan. Sikap itu akan memunculkan



tingkah lalu mandiri yang bertanggung jawab.
Salah satu aspek perilaku prososial adalah kejujuran. Dan kejujuran
akan sangat timbul dalam pola asuh demokrasi. Arena di pola asuh ini
antara anak dan orangtua akan membuat sebuah aturan-aturan yang
harus disepakati dan dilaksanakan. Anak diberikan kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginan. Jadi akan terjalin
komunikasi yang baik antar keduanya. Secara tidak langsung orangtua
mengembangkan cara berpikir anaknya agar dapat menilai situasi dan

bertindak dengan tepat. Bukan dengan mengatur dan menyuruh anak


bertindak semau orangtuanya.
Dalam teori belajar telah dijelaskan bahwa seseorang akan membantu
ketika ia sudah melalui proses beajar dengan modeling dari
keluarganya, lingkungan sekolah dan sekitarnya. Peran yang paling
penting dalam teori belajar jelas adalah lingkungan keluarga. Karena
keluarga merupakan lingkungan belajar pertama semenjak kelahiran
anak. Apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh keluarganya adalah
pembelajaran utama untuknya agar anak dapat menerapkannya saat



mulai terjun dalam lingkungan sekitar.
Teori perkembangan kognisi sosial dapat mempengaruhi perilaku
prososial. Karena semakin tinggi perkembangan kognitif maka semakin
meningkat pula perilaku prososialnya. Dan perkembangan kognitif
yang baik akan tumbuh jika dalam lingkungan keluarga menerapkan



pola asuh yang tepat.
Teori norma sosial juga sangat berpengaruh dengan pola asuh orang tua.
Karena pada dasarnya keluarga merupakan lembaga pendidikan utama
untuk anak belajar bagaimana berperilaku yang baik dalam lingkungan
sekitarnya. Misalkan dalam norma timbal-balik, seseorang merasa
memiliki kewajiban untuk membalas kebaikan orang yang terlebih
dahulu telah berbuat baik padanya. Orangtua yang menerapkan
kedisiplinan kepada anaknya sejak kecil, maka ia akan lebih menyadari
mengenai kewajibannya, termasuk kewajiban untuk membantu
seseorang yang telah membantunya lebih awal. Begitupun norma
tanggung – jawab, jika sejak awal masa pertumbuhan anak telah
diajarkan bagaimana caranya bertanggung jawab oleh orang tuanya,
makan setelah tumbuh dewasa anak akan memiliki rasa tanggung jawab
yang lebih tinggi, sehingga tingkat perilaku prososialnya pun akan
meningkat.

Dari pernyataan – pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh
yang diterapkan orangtua merupakan faktor yang penting dalam proses
terbentuknya perilaku prososial.
Hipotesis : Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Hipotesis alternatif (Ha) : Ada hubungan antara pola asuh dengan perilaku
prososial yang diterapkan orang tua.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel
Variabel – variabel yang digunakan adalah :
1. Variabel bebas

: Persepsi Pola Asuh Demokrasi Orangtua

2. Variabel tergantung

: Perilaku Prososial

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis
Persepsi terhadap pola asuh demokratis terhadap orangtua adalah
pengorganisasian dan penginterpretasian stumulus yang diperoleh melalui
panca indra dan bersifat individual mengenai tipe pola asuh demokratis
yang diterapkan oleh orangtua. Persepsi tersebut antaralain adalah
interaksi yang mengutamakan kepentingan anak seperti memperhatikan
kebutuhan anak, mendengarkan keluh kesah, membantu mencari solusi
tentang kesulitan maupun masalah yang dihadapi anak namun tidak ragu
mengendalikan anak dengan cara mencari kesepakatan dalam menentukan
peraturan dan disiplin serta konsekuensinya bersama-sama.
2. Perilaku Prososial
Perilaku sosial adalah perilaku positif yang sangat berguna dan
menguntungkan bagi orang lain yang ada di sekitar kita. Perilaku
menolong atau perilaku sosial merupakan tindakan – tindakan yang
direncanakan dan tidak direncanakan yang sangat spontan baik secara
langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain
yang ada disekeliling kita.

C. Subjek Penelitian
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2010). Dalam penelitian ini populasi yang kami ambil adalah SMA
3 Sultan Agung Semarang. Kami mengambil subjek penelitianan remaja,
karena remaja sedang berada difase perkembangan dimana salah satu tugas
perkembangan tersulitnya adalah yang berhubungan dengan pencapaian
tingkah laku sosial yang bertanggung jawab (Hurlock, 2006).
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan Cluster Random Sampling, yaitu suatu teknik
sampling dengan cara sebelum diambil sampling, populasi dibagi menjadi
beberapa cluster yang kemudian secara acak diambil satu cluster dari
populasi untuk dijadikan sampel (Hadi, 2000). Cara pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA 3 Sultan Agung yang dibagi
menjadi beberapa cluster berdasarkan angkatan yaitu 2012, 2013, 2014.
Kemudian dilakukan pengundian dari 3 angkatan tersebut, dengan
menuliskan masing-masing nama angkatan, lalu secara acak diambil satu
kertas undian. Nama angkatan yang tertulis dikertas yang telah diambil secara
acak digunakan sebagai sampel penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan
menggunakan metode skala, yaitu suatu metode pengambilan data di mana
data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui pernyataan atau
pertanyaan tertulis yang diajukan responden mengenai suatu hal yang
disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua skala yaitu skala pola
asuh dengan prososial.
1. Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis
Skala ini terdapat empat tingkatan jawaban, dimana setiap jawaban
mempunyai skor yang berbeda-beda. Penilaian berdasarkan skala yang
terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable dengan menyediakan

empat alternatif jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak
Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Untuk jawaban tersebut terhadap item yang tergolong favorable
subjem memperoleh nilai empat setiap ternyataan sangat sesuai (SS), nilai
tiga jika pernyataan sesuai (S), nilai dua jika pernyataan tidak sesuai (TS),
dan nilai satu jika pernyataan sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan item
yang tergolong unfavorable, subjek memperoleh nilai satu jika pernyataan
sangat sesuai (SS), nilai dua jika pernyataan sesuai (S), nilai tiga jika
pernyataan tidak sesuai (TS), nilai empat jika pernyataan sangat tidak
sesuai (STS).
Aspek Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua

No

Aspek

Indikator
Mengikut

Musyawarah
1.

dalam
keluarga

sertakan

Total
anak

dalam

membuat peraturan keluarga
Mengajak anak-anak berunding untuk
menetapkan kelanjutan sekolah
Musyawarah dalam memecahkan
problem-problem yang dihadapi anak

Kebebasan
2.

yang
terkendali

3.

Pengarahan

maupun keluaraga
Mendengar pendapat anak
Mempertimbangkan keinginan anak
Memperhatikan
penjelasan
anak
ketika melakukan kesalahan
Anak meminta ijin jika hendak keluar
dari rumah
Memberikan ijin bersyarat dalam hal
bergaul dengan teman-temannya
Bertanya kepada anak tentang

dari orang tua kegiatan sehari-hari
Memberikan
penjelasan
perbuatan yang baik
Memberikan penjelasan

tentang
perbuatan

Bobot

yang tidak baik
Memberikan pujian

atau

hadiah

kepada anak bila berperilaku benar

4.

Bimbingan
dan perhatian

Saling
menghormati
5.

sesama
anggota
keluarga

atau baik
Memberikan teguran kepada anak jika
salah atau berperilaku buruk
Memenuhi kebutuhan sekolah anak
sesuai dengan kemampuan
Mengurus keperluan anak sehari-hari
Mengingatkan anak untuk belajar
Terdapat tutur kata yang baik anatar
anggota keluarga
Tolong menolong Dalam bekerja
Saling memhargai antara yang satu
dengan yang lainnya
Bersikap adil terhadap setiap anak
dalam pemberian tugas
Memberikan kesempatan kepada anak
untuk

6.

Komunikasi
dua arah

bertanya

atau

berpendapat

tentang suatu hal
Menjelaskan

alasan

ditetapkannya

suatu peraturan
Membicarakan segala persoalan yang
timbul dalam keluarga
Jumlah

2. Skala Prososial
Skala yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah skala yang
mencakup variabel yang akan diteliti, yaitu skala perilaku prososial. Skala
perilaku prososial bertujuan unutk mengukur tinggi rendahnya perilaku
prososial pada remaja yang diberikan pola asuh permisif, otoriter dan
demokrasi.
Skala ini merupakan skala tertutup yang menggunakan item tipe
pilihan dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat sering (SS), Sering

(S), Jarang (J), Tidak pernah (TP), berupa pernyataan berbentuk favorable
dan unfavorable. Penilaian yang diberikan untuk pernyataan favorable,
yaitu sangat sering (SS) diberi skor empat, sering (S) diberi skor tiga, jarang
(J) diberi skor dua, tidak pernah (TP) diberi skor satu. Untuk pernyataan
unfavorable, yaitu sangat sering (SS) memperoleh skor satu, sering (S)
memperoleh nilai dua, jarang (J) memperoleh nilai tiga, dan tidak pernah
(TP) memperoleh skor empat.
Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala perilaku prososial
berarti semakin tinggi pula perilaku prososial mahasiswa, dan semakin
rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pula perilaku prososial
mahasiswa.
Aspek Perilaku Prosoaial

No

Aspek

Indikator
Kesediaan untuk memecahkan

1.

Berbagi
(sharing)

masalah orang lain
Kesediaan meluangkan waktu
untuk orang lain
Kesediaan mendengarkan cerita
atau curahanhati teman
Menunjukkan kemauan untuk
bekerja sama dengan orang lain

2.

Kerjasama

dalam menyelesaikan tugas

(Kooperatif)

kebersamaan
Adanya situasi saling
menguntungkan satu sama lain
Memberikan sesuatu barang tanpa

3.

Menyumbang

memandang latar belakang suku

(donating)

atau agama atau ras
Kesediaan memberi dengan ikhlas

4.

Menolong

Kesediaan menolong dengan tulus

(helping)

Kesediaan untuk mengupayakan

Total

Bobot

apa saja demi meringankan beban

5.

Kejujuran

orang lain
Kesediaan dengan tulus ketika

(honesty)

menolong orang lain
Kesediaan untuk memberi sesuatu

6.

Kedermawanan

dengan suka rela

(generosity)

Bersedia memberi atau menolong
tanpa ada syarat-syarat tertentu

Jumlah

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalani fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000). Validitas
yang digunakan untuk jenis skala dalam penelitian ini adalah validitas ini
(content validity). Validitas ini menunjukan sejauh mana aitem-aitem dalam
tesmencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes tersebut
(Azwar, 2000). Cara unutk mengetahui validitas alat ukur adalah mengukur
korelasi nilai yang diperoleh dari setiap aitem dengan skor total, dan untuk
memperoleh koefisien korelasi dengan skor total digunakan teknik korelasi
2.

poduct moment dari Pearson.
Reliabilitas
Azwar (2000), menyatakan bahwa reliabilitas menunjukan sejauh mana
pengukuran ini dapat memberikan hasil yang konsisten dan dapat dipercaya.
Pengujian reliabilitas aitem-aitem valid dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis varians Alpha Cronbach (Azwar, 2000).

F.

METODE ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan diolah dengan
menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis yang diajukan, karena
data yang duperolej berwujud angka-angka dan metode statistik dapat
memberikan hasil yang objektif.

DAFTAR PUSTAKA
Anisa, Siti. (2005). Kontribusi pola asuh orangtua terhadap kemandirian siswa
kelas II SMA Negeri 1 Balapulang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran
2004/2005. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Diunduh
pada tanggal 11 November 2014
Azwar, S. (2000). Tes prestasi: Fungsi pengembangan pengukuran prestasi
belajar. Yogyakarta: Sigma Alpa.
Azwar, S. (2005). Reliabilitas dan Validitas (edisi 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baron, R. A dan Byrne, D, (2005). Psikologi Sosial (edisi Kesepuluh, jilid 2).
Jakarta: Erlangga
Gunarsa, Y. S. D. (2000). Psikologi perkembangan anak remaja. Jakarta : PT.
BPK Gunung Mulia.
Hurlock, Elisabeth. (2006). Psikologi perkembangan edisi kelima. Jakarta :
Erlangga
Sarwono, Sarlito. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajawali Press
Shochib, M. (1998). Pola asuh orangtua untuk membantu anak mengembangkan
disiplin diri. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Stenberg, J Robert. (2008). Psikologi kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung. Alfa Beta.
Utomo, Dailinar. (2014). Intensi perilaku prososial anak ditinjau dari gaya
pengasuhan. Jurnal Psikologi. Malang: Fakultas Psikologi, Universetas
Muhammadiyah Malang. Vol.02, No.1. Diundah pada tanggal 22
Novermber 2014.
Walgito, Bimo. (2003). Psikologi sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset
Warih Her Wulandari, Yulia. (2012). Empati dan pola asuh demokratis sebagai
prediktor perilaku prososial remaja PPA Solo. Tesis. Salatiga: Program
Pascasarjana Magister Sains Psikologi Univeristas Kristen Satya Wacana.
Diunduh pada tanggal 8 Novermber 2014.