Perceraian dalam Perspektif Islam (1)
TALAK (PERCERAIAN) DALAM PERSPEKTIF ISLAM
diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam
dengan Dosen Pengampu Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd. dan Usup
Romli, M.Pd.
oleh:
Siti Napilah (1504827)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan
penerangan jalan bagi setiap kaum muslimin berupa Alquran dan Sunah Rasulullah
Saw. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan
kita yakni Nabi Muhammad Saw, yang telah mengajarkan suri tauladan yang baik,
bagaimana hidup beriringan dengan cahaya kebenaran. Semoga keselamatan
tercurahkan pula kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh kaum
muslimin hingga akhir zaman.
Atas berkat rahmat dan karunia Allah Swt, makalah tentang Talak
(Perceraian
Dalam
Perspektif
Islam
sebagai
Ujian
Akhir
Semester Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dapat
terselesaikan dengan baik.
Tersusunnya makalah ini tidak terlepas dari usaha penulis
dalam mengumpulkan berbagai sumber sebagai literatur, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Semoga
makalah
tentang
Talak
(Perceraian)
Dalam
Perspektif Islam ini dapat memberikan informasi bagi pembaca
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung, Desember 2017
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3
A. Hakikat Talak (Perceraian) dalam Perspektif Islam.......................................3
1.
Pengertian Talak (Perceraian)..................................................................3
2.
Dasar Hukum Talak (Perceraian)............................................................4
3.
Macam-macam Talak (Perceraian)..........................................................6
B. Talak (Perceraian) di Indonesia dalam Perspektif Islam................................8
1.
Alasan Talak (Perceraian)........................................................................8
2.
Contoh Kasus Talak (Perceraian) di Indonesia.......................................9
3.
Dampak Talak (Perceraian).....................................................................13
4.
Solusi Menghindari Perceraian...............................................................
BAB III PENUTUP ...................................................................................................25
A. Kesimpulan ...................................................................................................25
B. Saran ..............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................27
LAMPIRAN...............................................................................................................28
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Perceraian yang Diputus di Pengadilan Agama Tangerang...............17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang senantiasa mendambakan suasana lingkungan yang
kondusif, penuh kedamaian,
kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam
lingkunga di mana mereka tinggal. Tetapi hal yang selalu terlupakan untuk
menciptakan kondisi yang demikian adalah bagaimana menjaga dan melestarikan
iklim tersebut agar tetap harmonis, walaupun sedang dihadapkan dengan
berbagai
cobaan
kehidupan.kedamaian
1 akan senantiasa diperoleh jika
mengedepankan pemikiran yang jernih dengan tetap mempertahankan, menjaga,
dan memahami hak dan kewajiban manusia sebagai makhluk sosial dalam
lingkungan yang homogen.
Tidak terkecuali dalam kehidupan berumah tangga, baik suami, isteri, dan
anak-anak dituntut untuk menciptakan kondisi keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Untuk menciptakan kondisi demikian, tidak hanya
berada di pundak isteri (sebagai ibu rumah tangga) atau suami (sebagai kepala
rumah
tangga)
semata,
tetapi
secara
bersama-sama
berkesinambungan
membangun dan mempertahankan keutuhan pernikahan. Karena pernikahan
dalam Islam tidak semata-mata sebagai kontrak keperdataan biasa, tetapi
memiliki nilai ibadah.
Untuk menjaga kelanggengan sebuah pernikahan, setiap pasangan
berkewajiban memelihara prinsip pernikahan (sakinah, mawaddah, wa rahmah),
saling melengkapi dan melindungi. Dengan demikian, peran untuk membangun
dan mempertahankan keluarga bahagia menjadi kewajiban kolektif, suami, isteri,
dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.
Namun demikian, kehidupan pernikahan tidak selamanya berjalan
harmonis. Cobaan-cobaan kecil sebagai tanda adanya konflik setiap saat bisa
muncul. Pada kondisi tertentu bisa membuat suami isteri bertengkar, dan
1
2
akhirnya sampai pada suatu titik di mana keduanya tidak menemukan satu kata
sepakat untuk mempertahankan keluarganya. Ketika masing-masing pihak tetap
bersikeras pada pendiriannya untuk berpisah, dan upaya apapun gagal ditempuh,
maka perceraian tidak dapat dihindari sebagai jalan terakhir.
Namun permasalahan tidak berakhir setelah perceraian. Perceraian dapat
berakibat juga pada anak dari pihak-pihak yang bercerai. Bahkan kasus
perceraian di Indonesia sendiri banyak terjadi, mengingat dalam Islam perceraian
merupakan hal yang diperbolehkan namun dibenci oleh Allah Swt. Maka dari itu,
perceraian inilah yang dijadikan pembahasan penulis untuk dikaji dalam
perspektif islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
Bagaimana hakikat talak dalam perspektif Islam?
Bagaimana talak (perceraian) di Indonesia dalam perspektif Islam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
2.
Mengetahui hakikat talak dalam perspektif Islam
Mengetahui talak (perceraian) di Indonesia dalam perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Talak (Perceraian) Dalam Perspektif Islam
1.
Pengertian Talak (Perceraian)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perceraian berasal dari kata
cerai artinya pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Perceraian
artinya perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan.
Di dalam buku Fiqih Munakahat (Tihami dan Sahrani, 2009: 229)
Talak (perceraian) secara bahasa dan teks dalam nash yang bermakna talak
berawal dari kata tha-la-ka ( )طلقdengan bentuk masdar ( )طلقdengan
maksud ithlak ( )إطلقartinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan
berakhirnya hubungan perkawinan.
Perceraian (talak) menurut Fuqoha mempunyai makna istilah pada
dasarnya sama, akan tetapi penjabarannya berbeda, di antaranya:
a.
Sayyid Sabiq dalam kitab karangannya Fiqhus Sunnah mendefinisikan
talak dengan:
حلرابطة الزواج و إنهاء العلقة الزوجية
Melepas tali ikakatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
b.
Abu Ishaq Ibrahim dalam kitabnya Al-Muhadzzab Fi Fiqhi Imam AsSyafi’i memberikan definisi talak dengan:
حل عقد النكاح بلفظ الطلق و نحوه
Talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan semacamnya.
c.
Imam Taqiyuddin Abu Bakar dalam kitab Kifayataul Akhyar Fi Halli
Ghayatil Ikhtishar mengemukakan definisi talak dengan:
اسم لحل قيد النكاح
Sebutan yang dipakai untuk melepas ikatan perkawinan.
d.
Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah mendefinisikan
talak dengan:
الطلق إزالة النكاح أو نقصان حله بلفظ مخصوص
Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
2.
Dasar Hukum Talak (Perceraian)
a.
Hukum Islam
Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang
menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk
perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukannya.
Meskipun banyak ayat al-Qur’an yang mengatur talak tetapi isinya
hanya sekedar mengatur bila talak itu terjadi, meskipun dalam bentuk
suruhan atau larangan. Kalau mau mentalak seharusnya sewaktu istri itu
berbeda dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti
dalam firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 1:
نياأ ني نهنها الن نهبي هإنذا نطل نققتههم ال هن ننسآنء نفنطله نهقوهه نن لههع ندهتهه نن
“Hai Nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah dia sewaktu
masuk ke dalam iddahnya”.
Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 232:
قتم اَلنَسآَجء فجبل جغزن أ ججل جهن فجل ج تعضهلوُههن جأنَ ينَكح ج
وجإ ك ج
ن
ن أززجواَ ج
جز ه
ذاَ ط جل ن ز ه ه ن ج
جهه ن
ج ك ز ج
ن
ج ج ج ه ن
“Apabila kamu mentalak istrimu dan sampai masa iddahnya, maka
janganlah kamu enggan bila dia nikah suami yang lain”.
Meskipun tidak ada ayat al-Qur’an yang menyuruh atau
melarang melakukan talak yang mengandung arti hukumnya mubah,
namun talak itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Hal ini
mengandung arti perceraian itu hukumnya makruh. Adapun ketidak
senangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam hadisnya dari Ibnu
Umar. Menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan disahkan oleh
Hakim. Sabda Nabi:
حنلاهل هإنلى الل نهه تننعانلى ال نطنلاهق
أ نبقنغهض ال ق ن
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.
Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun
melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu
adalah sebagai berikut:
1) Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak
dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan
yang lebih banyak akan timbul;
2) Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi
perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan
perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya;
3) Wajib atau mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan
oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak
menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau
pula membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan
istrinya. Tindakan itu memudharatkan istrinya;
4) Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam
keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.
b. Hukum Positif di Indonesia
Undang-Undang yang mengatur kasus perceraian adalah
Undang-Undang No. 1 tahun 1974, Putusnya Perkawinan serta
akibatnya adalah sebagai berikut:
1) Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a)
Kematian,
b) Perceraian dan
c)
Atas keputusan Pengadilan.
2) Pasal 39
a)
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami isteri.
c)
Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
3) Pasal 40
a)
Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
b) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini
diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
4) Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a)
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anakanak, Pengadilan memberi keputusannya;
b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,
Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut;
c)
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
Undang-undang atau peraturan yang digunakan dalam proses
perceraian di pengadilan yaitu:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
yang mengatur tentang perceraian secara garis besar.
2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No. 1 Tahun 74 mengatur detail tentang
pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur
detail tentang tatacara perceraian secara praktik.
3) Undang-Undang No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagi seseorang yang mengalami
kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya.
3.
Macam-macam Talak (Perceraian)
Nunung dalam jurnalnya (2017: 4), Ditinjau dari segi tatacara
bercerai di Pengadilan Agama maka bentuk perceraian dibedakan menjadi 2
bagian yaitu:
a.
Cerai talak
Cerai talak ialah putusnya perkawinan atas kehendak suami
karena alasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan ucapan
tertentu. Tidak dapat dikatakan dengan lisan dan juga dengan tulisan,
sebab kekuatan penyampaian baik melalui ucapan maupun tulisan
adalah sama. Perbedaannya adalah jika talak disampaikan dengan
ucapan, maka talak itu diketahui setelah ucapan talak disampaikan
suami. Sedangkan penyampaian talak dengan lisan diketahui setelah
tulisan tersebut terbaca, pendapat ini disepekati oleh mayoritas ulama.
b.
Cerai Gugat
Cerai gugat ialah suatu gugatan yang diajukan oleh istri terhadap
suami kepada pengadilan dengan alasan-alasan serta meminta
pengadilan untuk membuka persidangan itu, dan perceraian atas dasar
cerai gugat ini terjadi karena adanya suatu putusan pengadilan. Adapun
prosedur cerai gugat telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9
tahun 1975 pasal 20 sampai pasal 36. Pasal 73 sampai pasal 83 Undang-
undang No. 7 tahun 1989. Dalam hukum Islam cerai gugat disebut
dengan khulu’. Khulu’ berasal dari kata khal’u al-s\aub, artinya melepas
pakaian, karena wanita adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki
adalah pelindung wanita. Para ahli fikih memberikan pengertian khulu’
yaitu perceraian dari pihak perempuan dengan tebusan yang diberikan
oleh istri kepada suami.
Seorang istri dibenarkan untuk menuntut perceraian pada
suaminya bila ia mempunyai alasan kuat. Ketentuan seperti ini termuat
dalam suatu hadits yang menyatakan:
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Isteri Tsabit bin Qais bin Syamas datang
kepada Nabi Muhammad, lalu ia berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku tidak mencela dia (suamiku) tentang akhlak dan
agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam. Kemudian
Rasulullah Saw. bertanya: Maukah engkau mengembalikan kebunmu
kepadanya? Ia menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda (kepada
Tsabit): Terimalah kebunmu itu dan talaklah dia sekali” [H.R. Bukhari
dan Nasa’i].
Adapun yang termasuk dalam cerai gugat dalam lingkungan
Pengadilan Agama itu ada beberapa macam, yaitu:
1) Fasakh;
2) Syiqaq;
3) Khulu’;
4) Ta'liq Thalaq
B. Talak (Perceraian) di Indonesia Dalam Perspektif Islam
1.
Alasan Talak (Perceraian)
Alasan-alasan untuk bercerai secara tegas telah diatur di dalam pasal
19 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang menyebutkan: Ayat 1,
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. Ayat 2, untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami
istri.
Alasan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975, pasal 19, menyebutkan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan
sebagai berikut:
a.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
di luar kemampuannya;
c.
Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat atau
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
f.
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Sedangkan
di
dalam
Kompilasi
Hukum
Islam
menambahkan 2 alasan lagi selain yang disebutkan di atas:
a.
Suami melanggar ta'liq talaq;
pasal
116,
b.
Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
harmonisan dalam rumah tangga.
2.
Contoh Kasus Talak (Perceraian) di Indonesia
Menurut Departemen Agama RI dalam bukunya (2007: 44 - 45)
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Pengadilan Agama Kota Tangerang
(21/05/04) bahwa jumlah cerai gugat sejak ditetapkannya menjadi hukum
positif di Indonesia melalui Undang-Undang No. 1 tentang Perkawinan
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam meningkat terus melebihi jumlah
cerai talak. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Data Perceraian yang Diputus di Pengadilan Agama Tangerang
DATA KEADAAN PERCERAIAN YANG DIPUTUS
DI PENGADILAN AGAMA TANGERANG
TAHUN 2004ý
Januari
No
Kecamatan
Talak
Februari
Ta’liq
Talak
Talak
Maret
Ta’liq
Talak
Talak
Ta’liq
Talak
1
Ciledug
1
3
2
4
3
5
2
Larangan
2
1
1
-
1
2
3
Karang Tengah
2
5
2
3
3
-
4
Cipondoh
3
4
2
5
1
3
5
Pinang
2
4
1
-
1
-
6
Tangerang
4
7
3
6
2
3
7
Karawaci
2
4
2
3
2
6
8
Cibodas
4
6
1
3
5
7
9
Jatiuwung
1
3
1
-
-
1
10
Periuk
1
-
-
1
1
-
11
Neglasari
2
1
2
1
2
4
12
Batuceper
4
2
1
2
1
-
13
Benda
1
1
-
1
2
4
29
41
18
29
24
35
38,30%
61,70%
40,68%
59,32%
Jumlah
Sumber: Pengadilan
Agama Tangerang,
11 Mei 2004
Presentase
41,43%
58,57%
Berdasarkan data tersebut, jumlah yang melakukan cerai gugat di
Pengadilan Agama Tangerang setiap bulan rata-rata 35 orang (33,33%).
Sedangkan usia penggugat bervariasi, mulai dari 19 hingga 60 tahun. Hal
yang melatarbelakangi perceraian secara umum diajukan penggugat adalah:
a.
Karena sudah dibolehkan untuk mengajukan cerai gugat oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, karena sudah ditinggalkan suami
selama 3 bulan, 6 bulan atau 7 tahun secara berturut-turut tanpa
memberikan nafkah
b.
Suami galak, isteri sudah diperlakukan dengan berbagai bentuk
kekerasan dan penindasan
c.
Suami sudah menikah lagi tanpa izin isteri
Contoh lengkapnya seperti yang dialami Sukesih (Batu Ceper,
26/5/04), dia mengajukan cerai gugat ke Pengadilan Agama karena suaminya
sudah menikah lagi tanpa izin sang isteri, dan pernikahannya sudah berjalan
7 tahun baru diketahui. Dalam kondisi demikian, dia tidak mampu menerima
kenyataan itu, apalagi suaminya hanya tukang becak, yang kerjanya berjudi,
mabuk, dan tidak taat menjalankan ajaran agamanya. Selama 7 tahun
pernikahannya dia dikaruniai 1 orang anak, dia tidak pernah merasakan yang
namanya kebahagiaan dan ketenangan hidup dalam keluarga, dia hanya
tersiksa denga berbagai kekerasan yang dialami, bahkan ketidakmampuan
suami memenuhi nafkah keluarganya, sehingga sang isteri mencari sendiri
biaya makan dan sekolah anaknya. Sehingga jalan terbaik adalah memohon
perceraian ke Pengadilan Agama, itupun dia tidak tahu ada hak isteri untuk
melakukan cerai gugat.
3.
Dampak Talak (Perceraian)
Di antara dampak perceraian menurut Departemen Agama RI dalam
bukunya (2007: 59) terdapat dampak positif dan negatif, yakni sebagai
berikut:
a.
Perceraian dapat membebaskan isteri dari segala tekanan dan kekerasan
b.
Perlu waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri setelah perceraian
terjadi
c.
Mengubah status isteri yang semula menurut UU Perkawinan adalah ibu
rumah tangga, tetapi pasca perceraian statusnya berubah menjadi kepala
keluarga dan bertindak sebagai orang tua tunggal (single parent) bagi
anak-anaknya
d.
Dapat melahirkan traumatis pada anak, terutama karena anak-anak
menyaksikan konflik terbuka antara ayah dan ibunya yang terjadi
sebelum perceraian
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975 sebagai Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang No 1/1974) tidak
disebutkan atau tidak diatur tentang akibat perceraian ini. Hanya dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 41 disebutkan bahwa akibat
putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a.
Baik ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan
keputusannya;
b.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memberikan kewajiban tersebut, pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas
istri-istri.
4.
Solusi Menghindari Perceraian
Konsekuensi dari sebuah pernikahan adalah mewujudkan rumah
tangga dan damai, indah, tenang, harmonis, dan menghindari hal-hal yang
merujuk pada perceraian. Berikut ini merupakan solusi efektif untuk
mencegah sekaligus menghindari terjadinya perceraian dalam rumah tangga:
a.
Cukupi kebutuhan lahir
Kebutuhan lahir bisa meliputi finansial, pangan, rumah,
perabotan, dan beberapa kebutuhan sekunder lainnya. Semua kebutuhan
lahir akan bisa didapatkan jika ekonomi rumah tangga dalam keadaan
yang cukup. Pastikan Anda mempunyai pekerjaan yang layak sebelum
menikah dan bisa mencukupi kebutuhan lahir rumah tangga, khususnya
bagi seorang suami.
b.
Cukupi kebutuhan batin
Salah satu penyebab terjadinya perceraian adalah karena
kebutuhan batin tidak tercukupi. Anda mungkin lebih sering mendengar
kebutuhan batin dengan sebutan sex. Ini penting karena salah satu tujuan
utama pernikahan adalah untuk memenuhi hasrat sex secara halal.
c.
Pastikan komunikasi aktif
Komunikasi adalah hal yang sangat pokok dalam sebuah rumah
tangga. Komunikasi pasif antara suami istri bisa menimbulkan berbagai
masalah yang menyebabkan terjadinya perceraian. Pastikan Anda lebih
mengenal pasangan Anda untuk menumbuhkan komunikasi aktif.
d.
Bersikaplah terbuka
Bersikap terbuka bisa berarti Anda mendiskusikan setiap
masalah rumah tangga kepada pasangan Anda. Apapun masalah yang
datang dalam rumah tangga adalah tanggung jawab kedua pasangan,
jadi jangan menyimpan dan memendam masalah itu sendiri. Selain itu,
masing-masing psangan harus mengetahui semua hal tentang rumah
tangga, misalkan penghasilan uang, pengeluaran uang, dan hal-hal
lainnya.
e.
Hindari diskriminasi
Pastikan Anda tidak mempermasalahkan perbedaan status
keluarga dengan pasangan Anda. Kaya, miskin, bentuk rupa dan fisik
adalah sama, hanya hati yang membedakan Anda dengan pasangan
Anda dihadapan Tuhan. Anda masih membutuhkan pasangan Anda
dalam kehidupan rumah tangga tanpa harus mengungkit masalah status
keluarga.
f.
Hindari fanatik tentang perbedaan ide
Setiap manusia mempunyai ide, pendapat, prinsip, keyakinan,
dan pemikiran yang berbeda dengan lainnya. Jika terjadi perbedaan ide
dan pemikiran, maka jadikan perbedaan itu untuk memahami kondisi
satu dengan lainnya dan mencari solusi. Anda tidak perlu fanatik dan
mempermasalahkan perbedaan ide karena hal ini dapat menyebabkan
masalah lebih besar dan berujung pada perceraian.
g.
Berikan perhatian untuk pasangan Anda
Seperti ketika berpacaran, tetaplah memberikan perhatian kepada
pasangan Anda. Anda tidak boleh membiarkan cinta dan kasih sayang
kepada pasangan Anda layu termakan oleh waktu begitu saja. Saya bisa
mengatakan seperti ini karena secara umum cinta dan kasih sayang
kepada pasangan akan menurun sepanjang berjalannya waktu.
h.
Luangkan waktu untuk keluarga
Salah satu perhatian yang harus Anda berikan kepada pasangan
Anda adalah dengan meluangkan waktu untuk keluarga. Jangan biarkan
kesibukan bekerja menjadi jurang yang memisahkan. Tentu saja Anda
berpikir bahwa tertawa bersama dengan pasangan Anda akan lebih
menyenangkan daripada menguras tenaga dan pikiran siang malam
hanya untuk mencari uang.
i.
Hindari pertengkaran
Awal mula dari sebuah perceraian adalah karena sebuah
pertengkaran. Tentu, pertengkaran adalah hal yang pasti terjadi dalam
rumah tangga. Tetapi, Anda harus bersikap bijaksana dalm masalah ini,
pastikan Anda mengalah dan tidak membiarkan pertengkaran menjadi
masalah baru yang lebih besar.
j.
Positif thinking dan hindari curiga berlebihan
Sebaiknya, Anda juga jangan mencurigai pasangan Anda secara
berlebihan, berpikirlah positif tentangnya. Mencurigai itu boleh selama
Anda tidak berlebihan, karena curiga berlebihan berlebihan akan
memancing pertengkaran.
k.
Saling intropeksi diri
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, apalagi dalam
interaksi berumah tangga. Hal yang terbaik adalah mengoreksi diri,
saling meminta maaf, dan memaafkan. Jika kedua pasangan bisa saling
intropeksi diri, maka akan sangat mudah bagi keduanya untuk
melupakan kesalahan yang telah dilakukan.
l.
Hindari intimidasi dan tindak kekerasan
Tindak kekerasan dan intimidasi (perkataan kotor) yang Anda
lontarkan kepada pasangan Anda akan membuatnya terluka dalam dan
membekas. Hal ini tentunya akan membuat pasangan Anda merasa tidak
betah di rumah. Pastikan Anda bersikap lemah lembut dan tidak
membiarkan emosi Anda meluap.
m. Putuskan hubungan dengan pihak ketiga
Mencintai orang lain selain pasangan Anda apalagi sampai
melakukan perselingkuhan berarti Anda telah menghianati konsekuensi
pernikahan, tidak ada seorang pun yang rela jika dihianati. Hal yang
terbaik bagi keutuhan rumah tangga Anda adalah memutuskan
hubungan dengan pihak ketiga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam buku Fiqih Munakahat (Tihami dan Sahrani, 2009: 229) Talak
(perceraian) secara bahasa dan teks dalam nash yang bermakna talak berawal dari
kata tha-la-ka ( )طلقdengan bentuk masdar ( )طلقdengan maksud ithlak ()إطلق
artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan.
Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Firman
Allah dalam surat At-Thalaq ayat 1:
نياأ ني نهنها الن نهبي هإنذا نطل نققتههم ال هن ننسآنء نفنطله نهقوهه نن لههع ندهتهه نن
“Hai Nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah dia sewaktu masuk ke
dalam iddahnya”.
Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 232:
قتم اَلنَسآَجء فجبل جغزن أ ججل جهن فجل ج تعضهلوُههن جأنَ ينَكح ج
وجإ ك ج
ن
ن أززجواَ ج
جز ه
ذاَ ط جل ن ز ه ه ن ج
جهه ن
ج ك ز ج
ن
ج ج ج ه ن
“Apabila kamu mentalak istrimu dan sampai masa iddahnya, maka janganlah
kamu enggan bila dia nikah suami yang lain”.
Ditinjau dari segi tatacara bercerai di Pengadilan Agama maka bentuk
perceraian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu cerai talak dan cerai gugat.
B. Saran
1.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2014). 13 Tips Menghindari dan Mencegah Terjadinya Perceraian Dalam
Rumah
Tangga.
[Online]
diakses
dari
laman
web
http://www.pelangiblog.com/2014/12/13-tips-menghindari-danmencegah.html
Aplikasi. (2016). Buku Saku: Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Departemen Agama Republik Indonesia. (2007). Perempuan dalam Sistem
Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas dan Adat. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama.
Tihami dan Sohari Sahrani. (2009). Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perceraian.
Yushar, Nunung. (2017). Perceraian Dalam Islam (Fiqhi). [Online] diaksed dari
laman http://www.academia.edu/9376983/Perceraian_Dalam_Islam_Fiqhi_.
diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam
dengan Dosen Pengampu Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd. dan Usup
Romli, M.Pd.
oleh:
Siti Napilah (1504827)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan
penerangan jalan bagi setiap kaum muslimin berupa Alquran dan Sunah Rasulullah
Saw. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan
kita yakni Nabi Muhammad Saw, yang telah mengajarkan suri tauladan yang baik,
bagaimana hidup beriringan dengan cahaya kebenaran. Semoga keselamatan
tercurahkan pula kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh kaum
muslimin hingga akhir zaman.
Atas berkat rahmat dan karunia Allah Swt, makalah tentang Talak
(Perceraian
Dalam
Perspektif
Islam
sebagai
Ujian
Akhir
Semester Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dapat
terselesaikan dengan baik.
Tersusunnya makalah ini tidak terlepas dari usaha penulis
dalam mengumpulkan berbagai sumber sebagai literatur, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Semoga
makalah
tentang
Talak
(Perceraian)
Dalam
Perspektif Islam ini dapat memberikan informasi bagi pembaca
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung, Desember 2017
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3
A. Hakikat Talak (Perceraian) dalam Perspektif Islam.......................................3
1.
Pengertian Talak (Perceraian)..................................................................3
2.
Dasar Hukum Talak (Perceraian)............................................................4
3.
Macam-macam Talak (Perceraian)..........................................................6
B. Talak (Perceraian) di Indonesia dalam Perspektif Islam................................8
1.
Alasan Talak (Perceraian)........................................................................8
2.
Contoh Kasus Talak (Perceraian) di Indonesia.......................................9
3.
Dampak Talak (Perceraian).....................................................................13
4.
Solusi Menghindari Perceraian...............................................................
BAB III PENUTUP ...................................................................................................25
A. Kesimpulan ...................................................................................................25
B. Saran ..............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................27
LAMPIRAN...............................................................................................................28
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Perceraian yang Diputus di Pengadilan Agama Tangerang...............17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang senantiasa mendambakan suasana lingkungan yang
kondusif, penuh kedamaian,
kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam
lingkunga di mana mereka tinggal. Tetapi hal yang selalu terlupakan untuk
menciptakan kondisi yang demikian adalah bagaimana menjaga dan melestarikan
iklim tersebut agar tetap harmonis, walaupun sedang dihadapkan dengan
berbagai
cobaan
kehidupan.kedamaian
1 akan senantiasa diperoleh jika
mengedepankan pemikiran yang jernih dengan tetap mempertahankan, menjaga,
dan memahami hak dan kewajiban manusia sebagai makhluk sosial dalam
lingkungan yang homogen.
Tidak terkecuali dalam kehidupan berumah tangga, baik suami, isteri, dan
anak-anak dituntut untuk menciptakan kondisi keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Untuk menciptakan kondisi demikian, tidak hanya
berada di pundak isteri (sebagai ibu rumah tangga) atau suami (sebagai kepala
rumah
tangga)
semata,
tetapi
secara
bersama-sama
berkesinambungan
membangun dan mempertahankan keutuhan pernikahan. Karena pernikahan
dalam Islam tidak semata-mata sebagai kontrak keperdataan biasa, tetapi
memiliki nilai ibadah.
Untuk menjaga kelanggengan sebuah pernikahan, setiap pasangan
berkewajiban memelihara prinsip pernikahan (sakinah, mawaddah, wa rahmah),
saling melengkapi dan melindungi. Dengan demikian, peran untuk membangun
dan mempertahankan keluarga bahagia menjadi kewajiban kolektif, suami, isteri,
dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.
Namun demikian, kehidupan pernikahan tidak selamanya berjalan
harmonis. Cobaan-cobaan kecil sebagai tanda adanya konflik setiap saat bisa
muncul. Pada kondisi tertentu bisa membuat suami isteri bertengkar, dan
1
2
akhirnya sampai pada suatu titik di mana keduanya tidak menemukan satu kata
sepakat untuk mempertahankan keluarganya. Ketika masing-masing pihak tetap
bersikeras pada pendiriannya untuk berpisah, dan upaya apapun gagal ditempuh,
maka perceraian tidak dapat dihindari sebagai jalan terakhir.
Namun permasalahan tidak berakhir setelah perceraian. Perceraian dapat
berakibat juga pada anak dari pihak-pihak yang bercerai. Bahkan kasus
perceraian di Indonesia sendiri banyak terjadi, mengingat dalam Islam perceraian
merupakan hal yang diperbolehkan namun dibenci oleh Allah Swt. Maka dari itu,
perceraian inilah yang dijadikan pembahasan penulis untuk dikaji dalam
perspektif islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
Bagaimana hakikat talak dalam perspektif Islam?
Bagaimana talak (perceraian) di Indonesia dalam perspektif Islam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
2.
Mengetahui hakikat talak dalam perspektif Islam
Mengetahui talak (perceraian) di Indonesia dalam perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Talak (Perceraian) Dalam Perspektif Islam
1.
Pengertian Talak (Perceraian)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perceraian berasal dari kata
cerai artinya pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Perceraian
artinya perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan.
Di dalam buku Fiqih Munakahat (Tihami dan Sahrani, 2009: 229)
Talak (perceraian) secara bahasa dan teks dalam nash yang bermakna talak
berawal dari kata tha-la-ka ( )طلقdengan bentuk masdar ( )طلقdengan
maksud ithlak ( )إطلقartinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan
berakhirnya hubungan perkawinan.
Perceraian (talak) menurut Fuqoha mempunyai makna istilah pada
dasarnya sama, akan tetapi penjabarannya berbeda, di antaranya:
a.
Sayyid Sabiq dalam kitab karangannya Fiqhus Sunnah mendefinisikan
talak dengan:
حلرابطة الزواج و إنهاء العلقة الزوجية
Melepas tali ikakatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
b.
Abu Ishaq Ibrahim dalam kitabnya Al-Muhadzzab Fi Fiqhi Imam AsSyafi’i memberikan definisi talak dengan:
حل عقد النكاح بلفظ الطلق و نحوه
Talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan semacamnya.
c.
Imam Taqiyuddin Abu Bakar dalam kitab Kifayataul Akhyar Fi Halli
Ghayatil Ikhtishar mengemukakan definisi talak dengan:
اسم لحل قيد النكاح
Sebutan yang dipakai untuk melepas ikatan perkawinan.
d.
Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah mendefinisikan
talak dengan:
الطلق إزالة النكاح أو نقصان حله بلفظ مخصوص
Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
2.
Dasar Hukum Talak (Perceraian)
a.
Hukum Islam
Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang
menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk
perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukannya.
Meskipun banyak ayat al-Qur’an yang mengatur talak tetapi isinya
hanya sekedar mengatur bila talak itu terjadi, meskipun dalam bentuk
suruhan atau larangan. Kalau mau mentalak seharusnya sewaktu istri itu
berbeda dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti
dalam firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 1:
نياأ ني نهنها الن نهبي هإنذا نطل نققتههم ال هن ننسآنء نفنطله نهقوهه نن لههع ندهتهه نن
“Hai Nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah dia sewaktu
masuk ke dalam iddahnya”.
Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 232:
قتم اَلنَسآَجء فجبل جغزن أ ججل جهن فجل ج تعضهلوُههن جأنَ ينَكح ج
وجإ ك ج
ن
ن أززجواَ ج
جز ه
ذاَ ط جل ن ز ه ه ن ج
جهه ن
ج ك ز ج
ن
ج ج ج ه ن
“Apabila kamu mentalak istrimu dan sampai masa iddahnya, maka
janganlah kamu enggan bila dia nikah suami yang lain”.
Meskipun tidak ada ayat al-Qur’an yang menyuruh atau
melarang melakukan talak yang mengandung arti hukumnya mubah,
namun talak itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Hal ini
mengandung arti perceraian itu hukumnya makruh. Adapun ketidak
senangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam hadisnya dari Ibnu
Umar. Menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan disahkan oleh
Hakim. Sabda Nabi:
حنلاهل هإنلى الل نهه تننعانلى ال نطنلاهق
أ نبقنغهض ال ق ن
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.
Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun
melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu
adalah sebagai berikut:
1) Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak
dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan
yang lebih banyak akan timbul;
2) Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi
perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan
perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya;
3) Wajib atau mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan
oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak
menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau
pula membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan
istrinya. Tindakan itu memudharatkan istrinya;
4) Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam
keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.
b. Hukum Positif di Indonesia
Undang-Undang yang mengatur kasus perceraian adalah
Undang-Undang No. 1 tahun 1974, Putusnya Perkawinan serta
akibatnya adalah sebagai berikut:
1) Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a)
Kematian,
b) Perceraian dan
c)
Atas keputusan Pengadilan.
2) Pasal 39
a)
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami isteri.
c)
Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
3) Pasal 40
a)
Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
b) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini
diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
4) Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a)
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anakanak, Pengadilan memberi keputusannya;
b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,
Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut;
c)
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
Undang-undang atau peraturan yang digunakan dalam proses
perceraian di pengadilan yaitu:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
yang mengatur tentang perceraian secara garis besar.
2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No. 1 Tahun 74 mengatur detail tentang
pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur
detail tentang tatacara perceraian secara praktik.
3) Undang-Undang No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagi seseorang yang mengalami
kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya.
3.
Macam-macam Talak (Perceraian)
Nunung dalam jurnalnya (2017: 4), Ditinjau dari segi tatacara
bercerai di Pengadilan Agama maka bentuk perceraian dibedakan menjadi 2
bagian yaitu:
a.
Cerai talak
Cerai talak ialah putusnya perkawinan atas kehendak suami
karena alasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan ucapan
tertentu. Tidak dapat dikatakan dengan lisan dan juga dengan tulisan,
sebab kekuatan penyampaian baik melalui ucapan maupun tulisan
adalah sama. Perbedaannya adalah jika talak disampaikan dengan
ucapan, maka talak itu diketahui setelah ucapan talak disampaikan
suami. Sedangkan penyampaian talak dengan lisan diketahui setelah
tulisan tersebut terbaca, pendapat ini disepekati oleh mayoritas ulama.
b.
Cerai Gugat
Cerai gugat ialah suatu gugatan yang diajukan oleh istri terhadap
suami kepada pengadilan dengan alasan-alasan serta meminta
pengadilan untuk membuka persidangan itu, dan perceraian atas dasar
cerai gugat ini terjadi karena adanya suatu putusan pengadilan. Adapun
prosedur cerai gugat telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9
tahun 1975 pasal 20 sampai pasal 36. Pasal 73 sampai pasal 83 Undang-
undang No. 7 tahun 1989. Dalam hukum Islam cerai gugat disebut
dengan khulu’. Khulu’ berasal dari kata khal’u al-s\aub, artinya melepas
pakaian, karena wanita adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki
adalah pelindung wanita. Para ahli fikih memberikan pengertian khulu’
yaitu perceraian dari pihak perempuan dengan tebusan yang diberikan
oleh istri kepada suami.
Seorang istri dibenarkan untuk menuntut perceraian pada
suaminya bila ia mempunyai alasan kuat. Ketentuan seperti ini termuat
dalam suatu hadits yang menyatakan:
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Isteri Tsabit bin Qais bin Syamas datang
kepada Nabi Muhammad, lalu ia berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku tidak mencela dia (suamiku) tentang akhlak dan
agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam. Kemudian
Rasulullah Saw. bertanya: Maukah engkau mengembalikan kebunmu
kepadanya? Ia menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda (kepada
Tsabit): Terimalah kebunmu itu dan talaklah dia sekali” [H.R. Bukhari
dan Nasa’i].
Adapun yang termasuk dalam cerai gugat dalam lingkungan
Pengadilan Agama itu ada beberapa macam, yaitu:
1) Fasakh;
2) Syiqaq;
3) Khulu’;
4) Ta'liq Thalaq
B. Talak (Perceraian) di Indonesia Dalam Perspektif Islam
1.
Alasan Talak (Perceraian)
Alasan-alasan untuk bercerai secara tegas telah diatur di dalam pasal
19 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang menyebutkan: Ayat 1,
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. Ayat 2, untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami
istri.
Alasan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975, pasal 19, menyebutkan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan
sebagai berikut:
a.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
di luar kemampuannya;
c.
Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat atau
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
f.
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Sedangkan
di
dalam
Kompilasi
Hukum
Islam
menambahkan 2 alasan lagi selain yang disebutkan di atas:
a.
Suami melanggar ta'liq talaq;
pasal
116,
b.
Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
harmonisan dalam rumah tangga.
2.
Contoh Kasus Talak (Perceraian) di Indonesia
Menurut Departemen Agama RI dalam bukunya (2007: 44 - 45)
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Pengadilan Agama Kota Tangerang
(21/05/04) bahwa jumlah cerai gugat sejak ditetapkannya menjadi hukum
positif di Indonesia melalui Undang-Undang No. 1 tentang Perkawinan
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam meningkat terus melebihi jumlah
cerai talak. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Data Perceraian yang Diputus di Pengadilan Agama Tangerang
DATA KEADAAN PERCERAIAN YANG DIPUTUS
DI PENGADILAN AGAMA TANGERANG
TAHUN 2004ý
Januari
No
Kecamatan
Talak
Februari
Ta’liq
Talak
Talak
Maret
Ta’liq
Talak
Talak
Ta’liq
Talak
1
Ciledug
1
3
2
4
3
5
2
Larangan
2
1
1
-
1
2
3
Karang Tengah
2
5
2
3
3
-
4
Cipondoh
3
4
2
5
1
3
5
Pinang
2
4
1
-
1
-
6
Tangerang
4
7
3
6
2
3
7
Karawaci
2
4
2
3
2
6
8
Cibodas
4
6
1
3
5
7
9
Jatiuwung
1
3
1
-
-
1
10
Periuk
1
-
-
1
1
-
11
Neglasari
2
1
2
1
2
4
12
Batuceper
4
2
1
2
1
-
13
Benda
1
1
-
1
2
4
29
41
18
29
24
35
38,30%
61,70%
40,68%
59,32%
Jumlah
Sumber: Pengadilan
Agama Tangerang,
11 Mei 2004
Presentase
41,43%
58,57%
Berdasarkan data tersebut, jumlah yang melakukan cerai gugat di
Pengadilan Agama Tangerang setiap bulan rata-rata 35 orang (33,33%).
Sedangkan usia penggugat bervariasi, mulai dari 19 hingga 60 tahun. Hal
yang melatarbelakangi perceraian secara umum diajukan penggugat adalah:
a.
Karena sudah dibolehkan untuk mengajukan cerai gugat oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, karena sudah ditinggalkan suami
selama 3 bulan, 6 bulan atau 7 tahun secara berturut-turut tanpa
memberikan nafkah
b.
Suami galak, isteri sudah diperlakukan dengan berbagai bentuk
kekerasan dan penindasan
c.
Suami sudah menikah lagi tanpa izin isteri
Contoh lengkapnya seperti yang dialami Sukesih (Batu Ceper,
26/5/04), dia mengajukan cerai gugat ke Pengadilan Agama karena suaminya
sudah menikah lagi tanpa izin sang isteri, dan pernikahannya sudah berjalan
7 tahun baru diketahui. Dalam kondisi demikian, dia tidak mampu menerima
kenyataan itu, apalagi suaminya hanya tukang becak, yang kerjanya berjudi,
mabuk, dan tidak taat menjalankan ajaran agamanya. Selama 7 tahun
pernikahannya dia dikaruniai 1 orang anak, dia tidak pernah merasakan yang
namanya kebahagiaan dan ketenangan hidup dalam keluarga, dia hanya
tersiksa denga berbagai kekerasan yang dialami, bahkan ketidakmampuan
suami memenuhi nafkah keluarganya, sehingga sang isteri mencari sendiri
biaya makan dan sekolah anaknya. Sehingga jalan terbaik adalah memohon
perceraian ke Pengadilan Agama, itupun dia tidak tahu ada hak isteri untuk
melakukan cerai gugat.
3.
Dampak Talak (Perceraian)
Di antara dampak perceraian menurut Departemen Agama RI dalam
bukunya (2007: 59) terdapat dampak positif dan negatif, yakni sebagai
berikut:
a.
Perceraian dapat membebaskan isteri dari segala tekanan dan kekerasan
b.
Perlu waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri setelah perceraian
terjadi
c.
Mengubah status isteri yang semula menurut UU Perkawinan adalah ibu
rumah tangga, tetapi pasca perceraian statusnya berubah menjadi kepala
keluarga dan bertindak sebagai orang tua tunggal (single parent) bagi
anak-anaknya
d.
Dapat melahirkan traumatis pada anak, terutama karena anak-anak
menyaksikan konflik terbuka antara ayah dan ibunya yang terjadi
sebelum perceraian
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975 sebagai Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang No 1/1974) tidak
disebutkan atau tidak diatur tentang akibat perceraian ini. Hanya dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 41 disebutkan bahwa akibat
putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a.
Baik ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan
keputusannya;
b.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memberikan kewajiban tersebut, pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas
istri-istri.
4.
Solusi Menghindari Perceraian
Konsekuensi dari sebuah pernikahan adalah mewujudkan rumah
tangga dan damai, indah, tenang, harmonis, dan menghindari hal-hal yang
merujuk pada perceraian. Berikut ini merupakan solusi efektif untuk
mencegah sekaligus menghindari terjadinya perceraian dalam rumah tangga:
a.
Cukupi kebutuhan lahir
Kebutuhan lahir bisa meliputi finansial, pangan, rumah,
perabotan, dan beberapa kebutuhan sekunder lainnya. Semua kebutuhan
lahir akan bisa didapatkan jika ekonomi rumah tangga dalam keadaan
yang cukup. Pastikan Anda mempunyai pekerjaan yang layak sebelum
menikah dan bisa mencukupi kebutuhan lahir rumah tangga, khususnya
bagi seorang suami.
b.
Cukupi kebutuhan batin
Salah satu penyebab terjadinya perceraian adalah karena
kebutuhan batin tidak tercukupi. Anda mungkin lebih sering mendengar
kebutuhan batin dengan sebutan sex. Ini penting karena salah satu tujuan
utama pernikahan adalah untuk memenuhi hasrat sex secara halal.
c.
Pastikan komunikasi aktif
Komunikasi adalah hal yang sangat pokok dalam sebuah rumah
tangga. Komunikasi pasif antara suami istri bisa menimbulkan berbagai
masalah yang menyebabkan terjadinya perceraian. Pastikan Anda lebih
mengenal pasangan Anda untuk menumbuhkan komunikasi aktif.
d.
Bersikaplah terbuka
Bersikap terbuka bisa berarti Anda mendiskusikan setiap
masalah rumah tangga kepada pasangan Anda. Apapun masalah yang
datang dalam rumah tangga adalah tanggung jawab kedua pasangan,
jadi jangan menyimpan dan memendam masalah itu sendiri. Selain itu,
masing-masing psangan harus mengetahui semua hal tentang rumah
tangga, misalkan penghasilan uang, pengeluaran uang, dan hal-hal
lainnya.
e.
Hindari diskriminasi
Pastikan Anda tidak mempermasalahkan perbedaan status
keluarga dengan pasangan Anda. Kaya, miskin, bentuk rupa dan fisik
adalah sama, hanya hati yang membedakan Anda dengan pasangan
Anda dihadapan Tuhan. Anda masih membutuhkan pasangan Anda
dalam kehidupan rumah tangga tanpa harus mengungkit masalah status
keluarga.
f.
Hindari fanatik tentang perbedaan ide
Setiap manusia mempunyai ide, pendapat, prinsip, keyakinan,
dan pemikiran yang berbeda dengan lainnya. Jika terjadi perbedaan ide
dan pemikiran, maka jadikan perbedaan itu untuk memahami kondisi
satu dengan lainnya dan mencari solusi. Anda tidak perlu fanatik dan
mempermasalahkan perbedaan ide karena hal ini dapat menyebabkan
masalah lebih besar dan berujung pada perceraian.
g.
Berikan perhatian untuk pasangan Anda
Seperti ketika berpacaran, tetaplah memberikan perhatian kepada
pasangan Anda. Anda tidak boleh membiarkan cinta dan kasih sayang
kepada pasangan Anda layu termakan oleh waktu begitu saja. Saya bisa
mengatakan seperti ini karena secara umum cinta dan kasih sayang
kepada pasangan akan menurun sepanjang berjalannya waktu.
h.
Luangkan waktu untuk keluarga
Salah satu perhatian yang harus Anda berikan kepada pasangan
Anda adalah dengan meluangkan waktu untuk keluarga. Jangan biarkan
kesibukan bekerja menjadi jurang yang memisahkan. Tentu saja Anda
berpikir bahwa tertawa bersama dengan pasangan Anda akan lebih
menyenangkan daripada menguras tenaga dan pikiran siang malam
hanya untuk mencari uang.
i.
Hindari pertengkaran
Awal mula dari sebuah perceraian adalah karena sebuah
pertengkaran. Tentu, pertengkaran adalah hal yang pasti terjadi dalam
rumah tangga. Tetapi, Anda harus bersikap bijaksana dalm masalah ini,
pastikan Anda mengalah dan tidak membiarkan pertengkaran menjadi
masalah baru yang lebih besar.
j.
Positif thinking dan hindari curiga berlebihan
Sebaiknya, Anda juga jangan mencurigai pasangan Anda secara
berlebihan, berpikirlah positif tentangnya. Mencurigai itu boleh selama
Anda tidak berlebihan, karena curiga berlebihan berlebihan akan
memancing pertengkaran.
k.
Saling intropeksi diri
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, apalagi dalam
interaksi berumah tangga. Hal yang terbaik adalah mengoreksi diri,
saling meminta maaf, dan memaafkan. Jika kedua pasangan bisa saling
intropeksi diri, maka akan sangat mudah bagi keduanya untuk
melupakan kesalahan yang telah dilakukan.
l.
Hindari intimidasi dan tindak kekerasan
Tindak kekerasan dan intimidasi (perkataan kotor) yang Anda
lontarkan kepada pasangan Anda akan membuatnya terluka dalam dan
membekas. Hal ini tentunya akan membuat pasangan Anda merasa tidak
betah di rumah. Pastikan Anda bersikap lemah lembut dan tidak
membiarkan emosi Anda meluap.
m. Putuskan hubungan dengan pihak ketiga
Mencintai orang lain selain pasangan Anda apalagi sampai
melakukan perselingkuhan berarti Anda telah menghianati konsekuensi
pernikahan, tidak ada seorang pun yang rela jika dihianati. Hal yang
terbaik bagi keutuhan rumah tangga Anda adalah memutuskan
hubungan dengan pihak ketiga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam buku Fiqih Munakahat (Tihami dan Sahrani, 2009: 229) Talak
(perceraian) secara bahasa dan teks dalam nash yang bermakna talak berawal dari
kata tha-la-ka ( )طلقdengan bentuk masdar ( )طلقdengan maksud ithlak ()إطلق
artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan.
Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Firman
Allah dalam surat At-Thalaq ayat 1:
نياأ ني نهنها الن نهبي هإنذا نطل نققتههم ال هن ننسآنء نفنطله نهقوهه نن لههع ندهتهه نن
“Hai Nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah dia sewaktu masuk ke
dalam iddahnya”.
Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 232:
قتم اَلنَسآَجء فجبل جغزن أ ججل جهن فجل ج تعضهلوُههن جأنَ ينَكح ج
وجإ ك ج
ن
ن أززجواَ ج
جز ه
ذاَ ط جل ن ز ه ه ن ج
جهه ن
ج ك ز ج
ن
ج ج ج ه ن
“Apabila kamu mentalak istrimu dan sampai masa iddahnya, maka janganlah
kamu enggan bila dia nikah suami yang lain”.
Ditinjau dari segi tatacara bercerai di Pengadilan Agama maka bentuk
perceraian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu cerai talak dan cerai gugat.
B. Saran
1.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2014). 13 Tips Menghindari dan Mencegah Terjadinya Perceraian Dalam
Rumah
Tangga.
[Online]
diakses
dari
laman
web
http://www.pelangiblog.com/2014/12/13-tips-menghindari-danmencegah.html
Aplikasi. (2016). Buku Saku: Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Departemen Agama Republik Indonesia. (2007). Perempuan dalam Sistem
Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas dan Adat. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama.
Tihami dan Sohari Sahrani. (2009). Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perceraian.
Yushar, Nunung. (2017). Perceraian Dalam Islam (Fiqhi). [Online] diaksed dari
laman http://www.academia.edu/9376983/Perceraian_Dalam_Islam_Fiqhi_.