Aliran aliran dalam Fisafat Pendidikan S
Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan hasil pilir manusia tentang realitas,
pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan
pendidikan. Selain pengertian tersebut terdapat juga beberapa pengertian filsafat
pendidikan yang dikemukakan beberapa ahli :
1. Muhammad Labib al-Najihi.
Filsafat Pendidikan adalah Suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu
sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
2. Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan:
Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha. Berfilsafat adalah
memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu didalam
kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai
yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing
rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya
dalam kehidupan mereka.
3. John Dewey.
Memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emotional) menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai
teori umum pendidikan (Democracy and Education, P. 383)
4. Prof. Brameld berkata tentang filsafat pendidikan :
Kita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan pendidikan secara
efisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin.
5. Van Cleve Morris menyatakan :
“Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia
pada dasarnya, bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara
menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang
melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik
(Van Cleve Morris, Becamingan Education, P.57 dalam buku Filsafat Pendidikan
Islam, Prof HM. Arifin, Med, P. 3).
1
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran; sehubungan dengan itu maka dalam
flsafat pendidikan terdapapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam
filsafat. Berikut ini akan diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut.
1. Filsafat Pendidikan Ideallisme.
Memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik.
Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap.
Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang
dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi
ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael
Kant, David Hume, Al Ghazali.
Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang
tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok
ideallis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap
sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga
berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dengan
alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual,
karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
Aliran ideallisme kenyataan tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita.
Pertama : Yang nampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk
hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang
hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya.
Kedua : adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna
(ideall), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni
dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
nampak karena ideal merupakan wujud yang hakiki.
Prinsip aliran ideallisme mendasari semua yang ada dan yang nyata di alam
ini hanya ideal, duania ideal merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari ideall adalah archa yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia ideal dengan
tuhan, arce sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami.
2
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan
manusia, roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme
berusaha menerangkan secara alami pikirian yang keadaanya secara metafisis yang
baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk
menemukan hakikatyang mutlak dan murni pada kehidupan manusia, demikian juga
hasil adavtasi individu dengan individu lainnya oleh karena itu adanya hubungan
rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56).
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tinggi adalah alam pikiran (Ali,
1991), sehingga rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham
ini. Sebagaimana Phidom mengetengahkan dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan disini adalah jiwa atau sukma,
dengan demikian duniapun terbagi menjadi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak
nyata, dunia kelihatan dengan dunia tidak kelihatan, dan bagian ini menjadi sasaan
studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 1988).
Kelompok yang mengikuti pandangan ini cenderung menghormati kebudayaan
dan tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki
tingkat yang lebih tinggi dari sekadar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa
kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan.
Menurut paham idealisme, guru harus membbimbing atau mendiskusikan dengan
peserta
didik
bukan
prinsip-prinsip
eksternal,
melainkan
sebagai
kemungkinan-
kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan atau dijejalkan ke
dalam diri peserta didik (Uyoh, 2003). Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar
ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau
menkonstruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau
ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar sesesorang dapat membangun pengetahuan
dan pengalamannya sendiri.
2. Filsafat Pendidikan Realisme.
Dalam pemikiran filsafat, Realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah
terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam.
Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap
gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan,
realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari
realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan
3
didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari
observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa
kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat
diobservasi secara langsung.
Realisme menurut Kattsoff (1996: 126) menarik garis pemisah yang tajam
antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kea rah
dualism atau monism materialistik. Seorang pengikut materialism mengatakan bahwa
jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat jugasamasama dikatakan’’jiwa adalah materi”materi adalah jiwa”. Jika orang mengatakan “jiwa
adalah materi” dank arena materi tidak tidak mungkin mengandung maksud, maka
juga jiwa tidak mungkin mengandung maksud. Jika materi adalah jiwa, maka alam
semesta dapat dipahamkan sebagai sesuatu yang mengandung maksud atau dapat
dikatakan bersifat “teleologis”.
Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran
suatu gagasan mengenai bang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benarbenar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu sendiri
ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara apakah sesuatu itu yang
senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang sesuatu itu.
Salah satu tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal adalah Johan
Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa
manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa, pertama keselamatan
dan kebahagian hidup yang abadi dan kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera
dan damai. Tujuan yang pertama merupakan tujuan yang menyatu dalam hidup yang
merupakan kualitas hidup itu sendiri yang menuju kesempurnaan, sedngkan tujuan
yang kedua adalah kehidupan yang sejahtera dan damai yang menuntun hidup
kekehidupan keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi. Comenius dengan
bukunya “Didactica Magna” (Didaktik Besar) dan “Orbis Sensualtum Pictus” (Dunia
Pancaindera dengan Gambar-gambar) merupakan peletak dasar didaktik modern.
Beliau mengemukakan metode berpikir yang diawali dengan fakta-faktayang
merupakan metode berpikir ilmiah, yaitu metode induktif. Oleh karena itu dalam
pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan atau metode
peragaan merupakan suatu keharusan dalam suatu proses belajar mengajar, sehingga
beliau dijuluki sebagai bapak Keperagaan Dalam Belajar Mengajar.
4
Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh,2003)
adalah;
a.
Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik.
b.
Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line.
c.
Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan
informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
d.
Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya
peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar
yang diberikan/dilaksanakan.
e.
Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan
pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti
perkembangan pengetahuan secara terus menerus.
f.
Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya membantu
untuk mengembangkan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan
kepentingan yang praktis dari setiap sisitem nilai.
g.
Pelajaran dalam subjek yang sama yang diperuntukkan bagi semua peserta didik.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme.
Aliran materialism adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran
kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan
materialistis mementingkan kebendaan menurut materlialisme (Poerwadarminta,
1984:638). Aliran ini memberikan suatu pertanyaan bahwa segala sesuatu yang ada di
semua ala mini ialah yang dapat dilihat atau diobservasi, baik wujudnya maupun
gerakan-gerakannya serta peristiwa-peristiwanya. Menurut Jalaluddin dan Idi
(2002:53) maka realita semesta ini pastilah sebagaimana yang kita lihat yang Nampak
dihadapan
kita.
Yaitu
sebagaimana
dikemukakan Noor
Syam,
(1986:162-
163)semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk
ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya
yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan
dengan sifat dan gerakan alamiah dan gerakan peristiwa alamiah yang terkait dengan
benda dan menjadi bagian dari hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian
dari pada hukum alam semesta dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan
menurut aturan yang mengikat dan terkait karena pada kenyataanya manusia tunduk
dan terlibat dengan peristiwa hokum alam karena adanya hukum sebab akibat
5
(kausalitas), hokum yang obyektif, dimana manusia bergerak oleh karena menerima
akibatr sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan manusia adanya benda yang
menimbulkan stimulus response.
Aliran materialisme sebagaimana ditegaskan Jalaluddin dan Idi (2002:53)
mengutamakan benda dan segala berawal dari benda demikian juga yang nyata hanya
dunia materi. Segala kenyataan ada itu berdasarkan zat-zat atau unsur dan jiwa, roh,
sukma (idea: idealisme) oleh aliran materialisme dianggap pula sejenis materi, tetapi
mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan dengan sifat materi karena jiwa, roh,
sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak dengan sendiri, sedangkan mempunyai
gerakan yang terbatas sehigga tidak bebas dan kaku,
Karl Marx, memberikan pandangan sesuatu bahwa kenyataan yang ada
adalah dunia materi, dan di dalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada
muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbauhkan ide serta teori
serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor
yang mempunyai peran untuk melahirkannya, yaitu adanya pendorong atau daya yang
dikatakan materi atau benda, dan pada perinsipnya kecenderungan manusia untuk
membuat
dan
bertindak
yang
disebabkan
oleh
dengan
Thomas
faktor
materi
yang
ada
disekitarnya (Hadijono, 1986:121).
Demikian
juga
dengan materialismus
halnya
monistis,
yaitu
Hobbes
menganggug-agunggkan
yang
disebut
materi
atau
kebendaan (Suryadipura, 1994: 130) pada kenyataanya isi pemikiran Hobbes banyak
diihami oleh proses alami, karena filsafatnya banyak yang dihubungkan dengan
kejadian-kejadian dalam proses interaksinya dengan manusia.
Filusuf Julian Offtray bagi Lemettrie (Prancis: 1709-1751) dalam filsafatnya,
ia mempunyai jalan tersendiri, bahwa alam dan manusia merupakan mesin, tetapi
manusia disebut mesin otomatis karena ia mampunyai gerakan didorong oleh materi,
dimana ia mamberikan suatu alasan yang masuk akal bahwa jiwa tanpa adanya badan
tidak mungkin ada, sedangkan badan tanpa adanya jiwa masih dapat begerak dan
bertindak (Ahmadi 1995:116). Demikian juga pendapat Herbert Spencer (1820-1903),
dimana manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan berkembang, sedangkan
materi itu berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang mengakibatkan adanya
bentuk baru.
6
Karakteristik umum materiakisme (Sadulloh 2003) berdasarkan suatu asumsi
bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami
perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut adalah:
a.
Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang
lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang dihubungkan secara kausal (sebab
akibat).
b. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami )
adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, system urat saraf, atau
organ-organ jasmani lainnya.
c.
Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, symbol
subyektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar dan mengajar, merupakan
kondisionalisasi lingkungan yakni perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik
melalui pembiasaan, seperti misalnya percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan
makanan dan air liur yang disertaidengan lonceng atau dengan bel. Setiap menyajikan
makanan pada anjing selalu disertai dengan bunyi bel, dilakukan beberapa kali, dan
pada suatu ketika, sesuai dengan waktu penyajian makanan yang sebelumnya
dilakukannya, bel dibunyikan tanpa ada makanan air liur anjing keluar. Hal ini
merupakan pembiasaan, perilaku anjing yakni air liur keluar hanya dengan bel tanpa
disertai makanan. Yang dimaksud denganperilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat
diamati dan dapat diukur. Hal ini mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan
(Proses pembelajaran) penting keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris
sebagai hasil kajian sains serta perilaku social sebagai hasil belajar. Disamping itu
didalam pendidikan sangat diperlukan adanya penguatan yang akan mengingatkan
hubungan antara stimulasi dan respon, aksi dan reaksi.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme.
Pragmatism berasal dari kata “pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat.
Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Manusia danlingkungannya
berdampingan, dan mempunyai tanggung jawab yanga sama terhadap realitas.
Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara indera. Peserta didik harus
selalu berhubungan dengan individu-individu lainnya, karena dalam hubungan yang
7
demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang. Mereka akan mempelajari hidup
dalam kominitas individu, bekerja sama, dan menyesuaikan dirinya secara cerdas
terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang selalu berubah dan berkembang.
Pendidik menurut pandangan pragmatism bukan merupakan suatu proses
pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatankekuatan laten dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses reorganisasi
dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu, yang berarti bahwa setiap
manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), pendidikan perlu didasarkan pada
tiga pokok pemikiran, yakni:
a.
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
b. Pendidikan sebagai pertumbuhan.
c.
Pendidikan sebagai fungsi sosial.
a.
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
Hidup selalu berubah menuju pembaharuan hidup, Karena itu pendidikan
adalah merupakan kebutuhan untuk hidup. Pendidikan berfungsi sebagai alat dan
sebagai pembaharuan hidup.
b.
Pendidikan sebagai pertumbuhan.
Menurut John Deway (Sadulloh, 2003), pertumbuhan merupakan suatu
perubahan tindakan yang berlangsusng terus menerus untuk mencapai hasil
selanjutnya. Pertumbuhan juga merupakan proses pematangan oleh karena peserta
didik memiliki potensi berupa kapasitas untuk berkembang atau bertumbuh menjadi
sesuatu dengan adanya pengaruh lingkungan.
c.
Pendidikan sebagai fungsi sosial.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), lingkungan merupakan syarat bagi
pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan salah satu proses membimbing dan
mengembangkan.
Sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan dan sekaligus sebagai alat
transmisi, memiliki tiga fungsi:
1. Menyederhanakan dan mengarahkan factor-faktor bawaan yang diharapkan untuk
berkembang.
2. Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan yang
diharapkan.
8
3. Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik lagi yang
diperuntukkan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka.
Dalam praktek pelaksanaan pendidikan sangat dianjurkan agar guru dalam
menghadapi peserta didik dalam kelas memperhatikan saran berikut ini:
1. Guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan minat dan
kemampuan peserta didik.
2. Peserta didik harus dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan mereka
merasakan adanya suatu masalah yang harus diselesaikan sehingga timbul minat
untuk menyelesaikannya.
3. Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka dalam
pembelajaran.
4. Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan kerjasama
antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru dan sebaliknya.
Dalam pembelajaran, guru harus member kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar sambil bekerja.
5.
Progressivisme
Pengertian dasar yang menjadi ciri dan aliran ini adalah progres, yang berarti
maju. Progressivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan, kurang
memperhatikan ke masa lalu. Aliran progressivisme memandang bahwa manusia
memiliki hak asasi yang bertumpu pada kebebaan mutlak (liberalisme) yang menuju
kearah kebudayaan (liberal road to culture). Aliran ini tidak mengaku suatu kemutlakan
kehidupan, sehingga nilai nlai yang dipegangi bersifat fleksibel terhadap perubahan, tidak
rigid, dan tidak terikat pada suatu nilai tertentu, toleran dan terbuka. (arifin 1987 : 183).
Ciri utama aliran progressivisme ialah bahwa aliran ini memandang manusia
sebagai subyek yang memiliki aturan untuk menhadapi dunia dan lingkungan hidupnya
dan lingkungan hidupnya yamg multi kompleks dengan keterampilan dan kekuasaan
tersendiri. Dan dengan kemampuan itu manusia mampu memecahkan semua
problemanya secara intelgen, dengan intelegensi aktif. Maka daam makna ini, maka arti
liberal diatas berartimenghormati martabat manusia sebagai subyek di dalam hidupnya.
Dalam arti demokrasi, pandanga pandangan progressivisme merupakan cara berfikir
liberal, yang memberi kemungkinan dan prasyarat bagi perkembangan tiap pribadi
manusia sebagaimana prestasi yang ada padanya.
Berikut ini dekemukakan beberapa pandangan progressivisme, yaitu :
9
1. Pandangan tentang realita (ontologi)
Progressivisme yang didukung pragmantisme, tidak mempu nyai
pendapat tentang realita umum. Merek tidak menggunakan istilah universe
(alam semesta) dalam arti kosmos, karna itu lebih menekankan prinsip esensi,
tetapi memaknai istilah dunia karna menekankan prinsip prinsip eksistensi
(keberdaan, wujud). Adapun yang dimaksud dengan aliran dunia disini adalah
dunia dimana kita hidup, yang berarti proses atau tata aturan dimana manusia
hidundi dalamnya.
2. Pandangan tentang pengetahuan (epistemologi)
Progressivisme membedakan tentang membedakan antara engetahuan
dan kebenaran. Pengetahuan dalah timbunan pesan pesan yang berasal dari
pengalaman dan penerangan yang terkumpul, yang siap digunakan. Kebenaran
adalah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahkan
beberapa segmen pengetahuan untuk menimbulkan petunjuk atau penyelesaian
pada situasi tertentu, yang mungkin keadaanya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang
kedudukannya sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan
nadanya hubungan antara manusia dengan lingkungan, baik terwujud sebagai
lingkungan fisik, kebudayaan atau manusia.
3. Pandanga tentang niali (axiologi)
Progresissvisme mengadakan pendekatan masalah nilai secara empiris
berdasarkan pengalaman real di dalam kehidupan manusia, khususnya
kehidupan sehari hari. Sebaliknya aliran ini tidak menaruh perhatian sama
sekali atas nilai nilai yang no empiris seperti nilai nilai supernatural, nilai nilai
universal, niali nilai agama.
Progressivisme mempunyai pendirian bahwa nilai itu bersifat intrisik
dan instrumental. Nilai intrisik ialah yang digambarkan sebagai melekat pada
objenya, atau kedaanya sendiri. Sedangkan nilai instrumental ialah niali yang
baru nampak adanya, bila dad hubungannya dengan yang lain.
4. Pandangan tentang belajar
Pandangan progrssivisme tentang belajar bertumpu pada pandangan
mengenai anak didik sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan makhluk makhluk lain. Di samping itu, menjadi
10
menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat menjadi landasan
pengembangan ide ide pendidikan progressivisme.
Menurut pro9gressivisme, belajar sesungguhnya bukan semata mata
terjadi didalam sekolah, belajar terjadi dalam semua kesempatan dan tempat,
jadi termasuk di dalam masyarakat dengan jalan mengimbangi kondisi
masyarakat dengn kondisi edukatif.
5. Pandangan tentang kurikulum
Menurut progressivisme, kurikulum yang baik adalah sebagai fungsi
suatu laboraturium. Ia selalu sebagai rentetan kontinu suatu eksperimen, dan semu
pelakunya, ialah guru bersama muridnya, yang dalam beberappa aspek melakukan
fungsi ilmuwam. Karna itu perlu dihi darkan kurikulum yang kaku, standar yan
mekanis, penyelesaian tradisional. Seperti juga metode metode eksperimental,
eksploratif, prograsi, berhasrat dan berinisiatif mencoba yang belum dicoba,
demikian pula sebaliknya materi kurikulum dan metode pengajaran. Kurikulum
progressivisme bergerak dinamis diatas prinsip ”liberal road to culture”. Tokoh
tokoh progressivisme yang terkenal diantarnya adalah William James (1842-1910)
dan John Dewey (1859-1952).
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Imam Barnadib, MA, Ph.D. Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai
Sistem dan Metode). Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP. 1984.
Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
James. Bandung, Remaja Rosda Karya. 1998.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat. Yogyakarta,Kanisius, 1996.
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila.Usaha Nasional. 1986.
H.B. Hamdani Ali MA, M.Ed. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta, Kota Kembang.
1987.
Amri, Amsal M. Pd. Studi Filsafat Pendidikan. Yayasan Pena Banda Aceh. 2009.
11
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme.
Filsafat ini mempokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksitensi
adalah cara manuasi ada di dunia (Sadulloh, 2003). Cara berada manusia berbeda
dengan cara beradanya benda-benda materi. Cara beradana manusia adalah hidup
bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi dan dengan penuh
kesadaran, sedangkan benda-benda materi keberadaanya berdasarkan ketidak sadaran
akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Ada beberapa pandangan penganut filsafat sehubungan dengan eksistensi,
yakni :
a.
Ekstensi adalah cara manusia berada.
b. Bereksistensi tidak satis tapi dinamis.
c.
Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka serta
realitas.
Sikun
Pribadi,
1971
(Sadulloh,
2003),
mengemukakan
bahwa
eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena keduanya samasama membahas masalah yang samayakni manusia, hubungan antara manusia, hidup,
hakikat kepribadian, dan kebebasan.
Pendidikan, proses, pembelajaran, harus berlangsung sesuai dengan minat
dan pebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksan penguasaan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, melainkan ditawarkan.
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme.
Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan aliran filsafat yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan
pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa
kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang keterampilan. Oleh karena itu, peserta
didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka
harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Yang penting adalah bahwa guru atau pendidik harus memfasilitasi peserata
didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau kooperatif di
dalam kelompok, memecahkan masalah yang dipandang penting oleh kelompok
12
bukan oleh guru, dalam kelompoknya. Progresivisme pengikut Dewey (Sadulloh,
2003), mendasarkan pada asumsi berikut:
a.
Minat-minat peserta didik sebagai dasar menentukan muatan kurikulum, bukan
disiplin ilmu atau akademik.
b. Pengajaran efektif adalah apabila memperlakukan peserta didik sebagai keseluruhan
dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dengan bidang kognitif, efektif dan
psikomotor.
c.
Pembelajaran harus aktif.
d. Pendidikan bertujuan untuk membina peserta didik berpikir rasional sehingga
menjadi manusia yang cerdas yang berkontribusi pada masyarakat.
e.
Peserta didik mempelajari nilai-nilai personal dan sosial di sekolah.
f.
Individu berada pada suatu keadaan yang selalu berubah secara terus menerus.
Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknyadiberikan kesempatan
yang
seluas-luasnya
pada
peserta
didik
untuk
menemukan
pengalaman-
pengalamanyang tepatdalam belajar seperti: kunjungan lapangan, proyek kelompok
kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi internet, dan aktifitas lainnya yang dapat
menimbuilkan pengalaman yang berharga pada peserta didik yang dapat digunakan
pada masa yang akan datang.
7. Filsafat Pendidikan Perenialisme.
Perenialisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan
kekacauan dan ketidak pastian, dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan
kehidupan moral, intelektual dan sosio-kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini
adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah
menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu dan pada abad pertengahan.
Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman
yang membututhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan
lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yanga akan berlayar, memerlukan
pangkalan dan arah tujuan yang jelas.
Prinsip-prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam
sejarah. Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme (Sadulloh, 2003),
sebagai berikut:
a.
Pada hakekatnya masnusia adalah sama di manapun dan kapan pun ia berada, yang
walaupun lingkungannya berbeda.
13
b. Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yang paling tinggi.
c.
Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang
pasti dan abadi.
d. Pendidikan adalah persiapan untuk hidup bukan peniruan untuk hidup.
e.
Pesesrta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literature yang
menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme.
Penganup faham ini berpendafat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial
dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan.
Esensi (Essence) ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari
sesuatu sebagai satuan yang konseptual dan akali. Esensi (essentia) adalah apa yang
membuat sesuatu menjadi apa adanya.
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang
dapat berkembang dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh
semangat dan motivasi dalam aktivitas pembelajaran. Dalam diri peserta didik perlu
ditanamkan dan dibina disiplin, kerja keras dan rasa hormat. Pendidikan disekolah
harus bersifat logis dan praktis guna dapat mempersiapkan mereka hidup dalam
masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan
peserta didik untuk hidup.
Penganut faham esensialisme mengemukakan beberapa prinsip pendidikan
(Sadulloh, 2003), sebagai berikut :
a.
Pendidikan dilakukan dengan usaha keras, tidak timbul dengan sendirinya dari dalam
diri peserta didik.
b. Inisyatif pelaksanaan pendidikan datang dari guru bukan peserta didik.
c.
Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.
d. Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode
yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah.
e.
Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteran atau kebahagian sesuai
dengan tuntutan demokrasi.
9. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme.
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir
didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresifisme hanya memikirkan dan
14
melibatkan
diri
dengan
masalah-masalah
maupun
pengalaman-pengalaman
masyarakat yang ada sekarang.
Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan
masalah-masalah social, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya
nasional, regional, akan tetapi juga secara global. Peserta didik juga harus dibekali
dengan kemampuan untuk dapat memecahkan masalah-masalah tersebut.
Brameld (Sadulloh,
2003),
mengemukakan
toeri
pendidikan
rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis, yakni :
a.
Pendidikan berlangsung saat ini untuk menciptakan tata social baru yang akan
mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan yang mendasar kekuatankekuatan ekonomi, dan social masyarakat modern.
b. Demokrasi sejati merupakan dasar dari kehidupan masyarakat baru.
c.
Anak, sekolah dan pendidikan diatur oleh kekuatan budaya dan social.
d. Guru memegang peranan penting dalam pendidikan di sekolah atan tetapi dalam
pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur yang demokratis.
e.
Tujuan
pendidikan
adalah
untuk
menemukan
kebutuhan-kebutuhan
yang
berhubungan dengan krisis budaya, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
social yaitu nilai-nilai yang universal.
f.
Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan
cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan
teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Imam Barnadib, MA, Ph.D. Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai
Sistem dan Metode). Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP. 1984.
Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
James. Bandung, Remaja Rosda Karya. 1998.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat. Yogyakarta,Kanisius, 1996.
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila.Usaha Nasional. 1986.
H.B. Hamdani Ali MA, M.Ed. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta, Kota Kembang.
1987.
Amri, Amsal M. Pd. Studi Filsafat Pendidikan. Yayasan Pena Banda Aceh. 2009.
15
Filsafat pendidikan merupakan hasil pilir manusia tentang realitas,
pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan
pendidikan. Selain pengertian tersebut terdapat juga beberapa pengertian filsafat
pendidikan yang dikemukakan beberapa ahli :
1. Muhammad Labib al-Najihi.
Filsafat Pendidikan adalah Suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu
sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
2. Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan:
Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha. Berfilsafat adalah
memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu didalam
kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai
yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing
rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya
dalam kehidupan mereka.
3. John Dewey.
Memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emotional) menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai
teori umum pendidikan (Democracy and Education, P. 383)
4. Prof. Brameld berkata tentang filsafat pendidikan :
Kita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan pendidikan secara
efisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin.
5. Van Cleve Morris menyatakan :
“Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia
pada dasarnya, bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara
menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang
melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik
(Van Cleve Morris, Becamingan Education, P.57 dalam buku Filsafat Pendidikan
Islam, Prof HM. Arifin, Med, P. 3).
1
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran; sehubungan dengan itu maka dalam
flsafat pendidikan terdapapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam
filsafat. Berikut ini akan diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut.
1. Filsafat Pendidikan Ideallisme.
Memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik.
Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap.
Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang
dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi
ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael
Kant, David Hume, Al Ghazali.
Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang
tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok
ideallis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap
sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga
berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dengan
alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual,
karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
Aliran ideallisme kenyataan tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita.
Pertama : Yang nampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk
hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang
hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya.
Kedua : adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna
(ideall), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni
dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
nampak karena ideal merupakan wujud yang hakiki.
Prinsip aliran ideallisme mendasari semua yang ada dan yang nyata di alam
ini hanya ideal, duania ideal merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari ideall adalah archa yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia ideal dengan
tuhan, arce sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami.
2
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan
manusia, roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme
berusaha menerangkan secara alami pikirian yang keadaanya secara metafisis yang
baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk
menemukan hakikatyang mutlak dan murni pada kehidupan manusia, demikian juga
hasil adavtasi individu dengan individu lainnya oleh karena itu adanya hubungan
rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56).
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tinggi adalah alam pikiran (Ali,
1991), sehingga rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham
ini. Sebagaimana Phidom mengetengahkan dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan disini adalah jiwa atau sukma,
dengan demikian duniapun terbagi menjadi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak
nyata, dunia kelihatan dengan dunia tidak kelihatan, dan bagian ini menjadi sasaan
studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 1988).
Kelompok yang mengikuti pandangan ini cenderung menghormati kebudayaan
dan tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki
tingkat yang lebih tinggi dari sekadar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa
kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan.
Menurut paham idealisme, guru harus membbimbing atau mendiskusikan dengan
peserta
didik
bukan
prinsip-prinsip
eksternal,
melainkan
sebagai
kemungkinan-
kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan atau dijejalkan ke
dalam diri peserta didik (Uyoh, 2003). Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar
ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau
menkonstruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau
ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar sesesorang dapat membangun pengetahuan
dan pengalamannya sendiri.
2. Filsafat Pendidikan Realisme.
Dalam pemikiran filsafat, Realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah
terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam.
Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap
gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan,
realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari
realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan
3
didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari
observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa
kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat
diobservasi secara langsung.
Realisme menurut Kattsoff (1996: 126) menarik garis pemisah yang tajam
antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kea rah
dualism atau monism materialistik. Seorang pengikut materialism mengatakan bahwa
jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat jugasamasama dikatakan’’jiwa adalah materi”materi adalah jiwa”. Jika orang mengatakan “jiwa
adalah materi” dank arena materi tidak tidak mungkin mengandung maksud, maka
juga jiwa tidak mungkin mengandung maksud. Jika materi adalah jiwa, maka alam
semesta dapat dipahamkan sebagai sesuatu yang mengandung maksud atau dapat
dikatakan bersifat “teleologis”.
Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran
suatu gagasan mengenai bang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benarbenar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu sendiri
ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara apakah sesuatu itu yang
senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang sesuatu itu.
Salah satu tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal adalah Johan
Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa
manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa, pertama keselamatan
dan kebahagian hidup yang abadi dan kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera
dan damai. Tujuan yang pertama merupakan tujuan yang menyatu dalam hidup yang
merupakan kualitas hidup itu sendiri yang menuju kesempurnaan, sedngkan tujuan
yang kedua adalah kehidupan yang sejahtera dan damai yang menuntun hidup
kekehidupan keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi. Comenius dengan
bukunya “Didactica Magna” (Didaktik Besar) dan “Orbis Sensualtum Pictus” (Dunia
Pancaindera dengan Gambar-gambar) merupakan peletak dasar didaktik modern.
Beliau mengemukakan metode berpikir yang diawali dengan fakta-faktayang
merupakan metode berpikir ilmiah, yaitu metode induktif. Oleh karena itu dalam
pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan atau metode
peragaan merupakan suatu keharusan dalam suatu proses belajar mengajar, sehingga
beliau dijuluki sebagai bapak Keperagaan Dalam Belajar Mengajar.
4
Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh,2003)
adalah;
a.
Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik.
b.
Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line.
c.
Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan
informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
d.
Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya
peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar
yang diberikan/dilaksanakan.
e.
Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan
pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti
perkembangan pengetahuan secara terus menerus.
f.
Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya membantu
untuk mengembangkan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan
kepentingan yang praktis dari setiap sisitem nilai.
g.
Pelajaran dalam subjek yang sama yang diperuntukkan bagi semua peserta didik.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme.
Aliran materialism adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran
kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan
materialistis mementingkan kebendaan menurut materlialisme (Poerwadarminta,
1984:638). Aliran ini memberikan suatu pertanyaan bahwa segala sesuatu yang ada di
semua ala mini ialah yang dapat dilihat atau diobservasi, baik wujudnya maupun
gerakan-gerakannya serta peristiwa-peristiwanya. Menurut Jalaluddin dan Idi
(2002:53) maka realita semesta ini pastilah sebagaimana yang kita lihat yang Nampak
dihadapan
kita.
Yaitu
sebagaimana
dikemukakan Noor
Syam,
(1986:162-
163)semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk
ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya
yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan
dengan sifat dan gerakan alamiah dan gerakan peristiwa alamiah yang terkait dengan
benda dan menjadi bagian dari hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian
dari pada hukum alam semesta dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan
menurut aturan yang mengikat dan terkait karena pada kenyataanya manusia tunduk
dan terlibat dengan peristiwa hokum alam karena adanya hukum sebab akibat
5
(kausalitas), hokum yang obyektif, dimana manusia bergerak oleh karena menerima
akibatr sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan manusia adanya benda yang
menimbulkan stimulus response.
Aliran materialisme sebagaimana ditegaskan Jalaluddin dan Idi (2002:53)
mengutamakan benda dan segala berawal dari benda demikian juga yang nyata hanya
dunia materi. Segala kenyataan ada itu berdasarkan zat-zat atau unsur dan jiwa, roh,
sukma (idea: idealisme) oleh aliran materialisme dianggap pula sejenis materi, tetapi
mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan dengan sifat materi karena jiwa, roh,
sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak dengan sendiri, sedangkan mempunyai
gerakan yang terbatas sehigga tidak bebas dan kaku,
Karl Marx, memberikan pandangan sesuatu bahwa kenyataan yang ada
adalah dunia materi, dan di dalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada
muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbauhkan ide serta teori
serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor
yang mempunyai peran untuk melahirkannya, yaitu adanya pendorong atau daya yang
dikatakan materi atau benda, dan pada perinsipnya kecenderungan manusia untuk
membuat
dan
bertindak
yang
disebabkan
oleh
dengan
Thomas
faktor
materi
yang
ada
disekitarnya (Hadijono, 1986:121).
Demikian
juga
dengan materialismus
halnya
monistis,
yaitu
Hobbes
menganggug-agunggkan
yang
disebut
materi
atau
kebendaan (Suryadipura, 1994: 130) pada kenyataanya isi pemikiran Hobbes banyak
diihami oleh proses alami, karena filsafatnya banyak yang dihubungkan dengan
kejadian-kejadian dalam proses interaksinya dengan manusia.
Filusuf Julian Offtray bagi Lemettrie (Prancis: 1709-1751) dalam filsafatnya,
ia mempunyai jalan tersendiri, bahwa alam dan manusia merupakan mesin, tetapi
manusia disebut mesin otomatis karena ia mampunyai gerakan didorong oleh materi,
dimana ia mamberikan suatu alasan yang masuk akal bahwa jiwa tanpa adanya badan
tidak mungkin ada, sedangkan badan tanpa adanya jiwa masih dapat begerak dan
bertindak (Ahmadi 1995:116). Demikian juga pendapat Herbert Spencer (1820-1903),
dimana manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan berkembang, sedangkan
materi itu berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang mengakibatkan adanya
bentuk baru.
6
Karakteristik umum materiakisme (Sadulloh 2003) berdasarkan suatu asumsi
bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami
perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut adalah:
a.
Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang
lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang dihubungkan secara kausal (sebab
akibat).
b. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami )
adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, system urat saraf, atau
organ-organ jasmani lainnya.
c.
Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, symbol
subyektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar dan mengajar, merupakan
kondisionalisasi lingkungan yakni perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik
melalui pembiasaan, seperti misalnya percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan
makanan dan air liur yang disertaidengan lonceng atau dengan bel. Setiap menyajikan
makanan pada anjing selalu disertai dengan bunyi bel, dilakukan beberapa kali, dan
pada suatu ketika, sesuai dengan waktu penyajian makanan yang sebelumnya
dilakukannya, bel dibunyikan tanpa ada makanan air liur anjing keluar. Hal ini
merupakan pembiasaan, perilaku anjing yakni air liur keluar hanya dengan bel tanpa
disertai makanan. Yang dimaksud denganperilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat
diamati dan dapat diukur. Hal ini mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan
(Proses pembelajaran) penting keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris
sebagai hasil kajian sains serta perilaku social sebagai hasil belajar. Disamping itu
didalam pendidikan sangat diperlukan adanya penguatan yang akan mengingatkan
hubungan antara stimulasi dan respon, aksi dan reaksi.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme.
Pragmatism berasal dari kata “pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat.
Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Manusia danlingkungannya
berdampingan, dan mempunyai tanggung jawab yanga sama terhadap realitas.
Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara indera. Peserta didik harus
selalu berhubungan dengan individu-individu lainnya, karena dalam hubungan yang
7
demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang. Mereka akan mempelajari hidup
dalam kominitas individu, bekerja sama, dan menyesuaikan dirinya secara cerdas
terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang selalu berubah dan berkembang.
Pendidik menurut pandangan pragmatism bukan merupakan suatu proses
pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatankekuatan laten dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses reorganisasi
dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu, yang berarti bahwa setiap
manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), pendidikan perlu didasarkan pada
tiga pokok pemikiran, yakni:
a.
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
b. Pendidikan sebagai pertumbuhan.
c.
Pendidikan sebagai fungsi sosial.
a.
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
Hidup selalu berubah menuju pembaharuan hidup, Karena itu pendidikan
adalah merupakan kebutuhan untuk hidup. Pendidikan berfungsi sebagai alat dan
sebagai pembaharuan hidup.
b.
Pendidikan sebagai pertumbuhan.
Menurut John Deway (Sadulloh, 2003), pertumbuhan merupakan suatu
perubahan tindakan yang berlangsusng terus menerus untuk mencapai hasil
selanjutnya. Pertumbuhan juga merupakan proses pematangan oleh karena peserta
didik memiliki potensi berupa kapasitas untuk berkembang atau bertumbuh menjadi
sesuatu dengan adanya pengaruh lingkungan.
c.
Pendidikan sebagai fungsi sosial.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), lingkungan merupakan syarat bagi
pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan salah satu proses membimbing dan
mengembangkan.
Sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan dan sekaligus sebagai alat
transmisi, memiliki tiga fungsi:
1. Menyederhanakan dan mengarahkan factor-faktor bawaan yang diharapkan untuk
berkembang.
2. Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan yang
diharapkan.
8
3. Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik lagi yang
diperuntukkan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka.
Dalam praktek pelaksanaan pendidikan sangat dianjurkan agar guru dalam
menghadapi peserta didik dalam kelas memperhatikan saran berikut ini:
1. Guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan minat dan
kemampuan peserta didik.
2. Peserta didik harus dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan mereka
merasakan adanya suatu masalah yang harus diselesaikan sehingga timbul minat
untuk menyelesaikannya.
3. Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka dalam
pembelajaran.
4. Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan kerjasama
antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru dan sebaliknya.
Dalam pembelajaran, guru harus member kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar sambil bekerja.
5.
Progressivisme
Pengertian dasar yang menjadi ciri dan aliran ini adalah progres, yang berarti
maju. Progressivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan, kurang
memperhatikan ke masa lalu. Aliran progressivisme memandang bahwa manusia
memiliki hak asasi yang bertumpu pada kebebaan mutlak (liberalisme) yang menuju
kearah kebudayaan (liberal road to culture). Aliran ini tidak mengaku suatu kemutlakan
kehidupan, sehingga nilai nlai yang dipegangi bersifat fleksibel terhadap perubahan, tidak
rigid, dan tidak terikat pada suatu nilai tertentu, toleran dan terbuka. (arifin 1987 : 183).
Ciri utama aliran progressivisme ialah bahwa aliran ini memandang manusia
sebagai subyek yang memiliki aturan untuk menhadapi dunia dan lingkungan hidupnya
dan lingkungan hidupnya yamg multi kompleks dengan keterampilan dan kekuasaan
tersendiri. Dan dengan kemampuan itu manusia mampu memecahkan semua
problemanya secara intelgen, dengan intelegensi aktif. Maka daam makna ini, maka arti
liberal diatas berartimenghormati martabat manusia sebagai subyek di dalam hidupnya.
Dalam arti demokrasi, pandanga pandangan progressivisme merupakan cara berfikir
liberal, yang memberi kemungkinan dan prasyarat bagi perkembangan tiap pribadi
manusia sebagaimana prestasi yang ada padanya.
Berikut ini dekemukakan beberapa pandangan progressivisme, yaitu :
9
1. Pandangan tentang realita (ontologi)
Progressivisme yang didukung pragmantisme, tidak mempu nyai
pendapat tentang realita umum. Merek tidak menggunakan istilah universe
(alam semesta) dalam arti kosmos, karna itu lebih menekankan prinsip esensi,
tetapi memaknai istilah dunia karna menekankan prinsip prinsip eksistensi
(keberdaan, wujud). Adapun yang dimaksud dengan aliran dunia disini adalah
dunia dimana kita hidup, yang berarti proses atau tata aturan dimana manusia
hidundi dalamnya.
2. Pandangan tentang pengetahuan (epistemologi)
Progressivisme membedakan tentang membedakan antara engetahuan
dan kebenaran. Pengetahuan dalah timbunan pesan pesan yang berasal dari
pengalaman dan penerangan yang terkumpul, yang siap digunakan. Kebenaran
adalah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahkan
beberapa segmen pengetahuan untuk menimbulkan petunjuk atau penyelesaian
pada situasi tertentu, yang mungkin keadaanya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang
kedudukannya sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan
nadanya hubungan antara manusia dengan lingkungan, baik terwujud sebagai
lingkungan fisik, kebudayaan atau manusia.
3. Pandanga tentang niali (axiologi)
Progresissvisme mengadakan pendekatan masalah nilai secara empiris
berdasarkan pengalaman real di dalam kehidupan manusia, khususnya
kehidupan sehari hari. Sebaliknya aliran ini tidak menaruh perhatian sama
sekali atas nilai nilai yang no empiris seperti nilai nilai supernatural, nilai nilai
universal, niali nilai agama.
Progressivisme mempunyai pendirian bahwa nilai itu bersifat intrisik
dan instrumental. Nilai intrisik ialah yang digambarkan sebagai melekat pada
objenya, atau kedaanya sendiri. Sedangkan nilai instrumental ialah niali yang
baru nampak adanya, bila dad hubungannya dengan yang lain.
4. Pandangan tentang belajar
Pandangan progrssivisme tentang belajar bertumpu pada pandangan
mengenai anak didik sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan makhluk makhluk lain. Di samping itu, menjadi
10
menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat menjadi landasan
pengembangan ide ide pendidikan progressivisme.
Menurut pro9gressivisme, belajar sesungguhnya bukan semata mata
terjadi didalam sekolah, belajar terjadi dalam semua kesempatan dan tempat,
jadi termasuk di dalam masyarakat dengan jalan mengimbangi kondisi
masyarakat dengn kondisi edukatif.
5. Pandangan tentang kurikulum
Menurut progressivisme, kurikulum yang baik adalah sebagai fungsi
suatu laboraturium. Ia selalu sebagai rentetan kontinu suatu eksperimen, dan semu
pelakunya, ialah guru bersama muridnya, yang dalam beberappa aspek melakukan
fungsi ilmuwam. Karna itu perlu dihi darkan kurikulum yang kaku, standar yan
mekanis, penyelesaian tradisional. Seperti juga metode metode eksperimental,
eksploratif, prograsi, berhasrat dan berinisiatif mencoba yang belum dicoba,
demikian pula sebaliknya materi kurikulum dan metode pengajaran. Kurikulum
progressivisme bergerak dinamis diatas prinsip ”liberal road to culture”. Tokoh
tokoh progressivisme yang terkenal diantarnya adalah William James (1842-1910)
dan John Dewey (1859-1952).
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Imam Barnadib, MA, Ph.D. Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai
Sistem dan Metode). Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP. 1984.
Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
James. Bandung, Remaja Rosda Karya. 1998.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat. Yogyakarta,Kanisius, 1996.
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila.Usaha Nasional. 1986.
H.B. Hamdani Ali MA, M.Ed. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta, Kota Kembang.
1987.
Amri, Amsal M. Pd. Studi Filsafat Pendidikan. Yayasan Pena Banda Aceh. 2009.
11
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme.
Filsafat ini mempokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksitensi
adalah cara manuasi ada di dunia (Sadulloh, 2003). Cara berada manusia berbeda
dengan cara beradanya benda-benda materi. Cara beradana manusia adalah hidup
bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi dan dengan penuh
kesadaran, sedangkan benda-benda materi keberadaanya berdasarkan ketidak sadaran
akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Ada beberapa pandangan penganut filsafat sehubungan dengan eksistensi,
yakni :
a.
Ekstensi adalah cara manusia berada.
b. Bereksistensi tidak satis tapi dinamis.
c.
Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka serta
realitas.
Sikun
Pribadi,
1971
(Sadulloh,
2003),
mengemukakan
bahwa
eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena keduanya samasama membahas masalah yang samayakni manusia, hubungan antara manusia, hidup,
hakikat kepribadian, dan kebebasan.
Pendidikan, proses, pembelajaran, harus berlangsung sesuai dengan minat
dan pebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksan penguasaan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, melainkan ditawarkan.
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme.
Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan aliran filsafat yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan
pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa
kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang keterampilan. Oleh karena itu, peserta
didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka
harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Yang penting adalah bahwa guru atau pendidik harus memfasilitasi peserata
didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau kooperatif di
dalam kelompok, memecahkan masalah yang dipandang penting oleh kelompok
12
bukan oleh guru, dalam kelompoknya. Progresivisme pengikut Dewey (Sadulloh,
2003), mendasarkan pada asumsi berikut:
a.
Minat-minat peserta didik sebagai dasar menentukan muatan kurikulum, bukan
disiplin ilmu atau akademik.
b. Pengajaran efektif adalah apabila memperlakukan peserta didik sebagai keseluruhan
dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dengan bidang kognitif, efektif dan
psikomotor.
c.
Pembelajaran harus aktif.
d. Pendidikan bertujuan untuk membina peserta didik berpikir rasional sehingga
menjadi manusia yang cerdas yang berkontribusi pada masyarakat.
e.
Peserta didik mempelajari nilai-nilai personal dan sosial di sekolah.
f.
Individu berada pada suatu keadaan yang selalu berubah secara terus menerus.
Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknyadiberikan kesempatan
yang
seluas-luasnya
pada
peserta
didik
untuk
menemukan
pengalaman-
pengalamanyang tepatdalam belajar seperti: kunjungan lapangan, proyek kelompok
kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi internet, dan aktifitas lainnya yang dapat
menimbuilkan pengalaman yang berharga pada peserta didik yang dapat digunakan
pada masa yang akan datang.
7. Filsafat Pendidikan Perenialisme.
Perenialisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan
kekacauan dan ketidak pastian, dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan
kehidupan moral, intelektual dan sosio-kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini
adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah
menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu dan pada abad pertengahan.
Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman
yang membututhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan
lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yanga akan berlayar, memerlukan
pangkalan dan arah tujuan yang jelas.
Prinsip-prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam
sejarah. Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme (Sadulloh, 2003),
sebagai berikut:
a.
Pada hakekatnya masnusia adalah sama di manapun dan kapan pun ia berada, yang
walaupun lingkungannya berbeda.
13
b. Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yang paling tinggi.
c.
Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang
pasti dan abadi.
d. Pendidikan adalah persiapan untuk hidup bukan peniruan untuk hidup.
e.
Pesesrta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literature yang
menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme.
Penganup faham ini berpendafat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial
dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan.
Esensi (Essence) ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari
sesuatu sebagai satuan yang konseptual dan akali. Esensi (essentia) adalah apa yang
membuat sesuatu menjadi apa adanya.
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang
dapat berkembang dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh
semangat dan motivasi dalam aktivitas pembelajaran. Dalam diri peserta didik perlu
ditanamkan dan dibina disiplin, kerja keras dan rasa hormat. Pendidikan disekolah
harus bersifat logis dan praktis guna dapat mempersiapkan mereka hidup dalam
masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan
peserta didik untuk hidup.
Penganut faham esensialisme mengemukakan beberapa prinsip pendidikan
(Sadulloh, 2003), sebagai berikut :
a.
Pendidikan dilakukan dengan usaha keras, tidak timbul dengan sendirinya dari dalam
diri peserta didik.
b. Inisyatif pelaksanaan pendidikan datang dari guru bukan peserta didik.
c.
Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.
d. Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode
yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah.
e.
Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteran atau kebahagian sesuai
dengan tuntutan demokrasi.
9. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme.
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir
didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresifisme hanya memikirkan dan
14
melibatkan
diri
dengan
masalah-masalah
maupun
pengalaman-pengalaman
masyarakat yang ada sekarang.
Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan
masalah-masalah social, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya
nasional, regional, akan tetapi juga secara global. Peserta didik juga harus dibekali
dengan kemampuan untuk dapat memecahkan masalah-masalah tersebut.
Brameld (Sadulloh,
2003),
mengemukakan
toeri
pendidikan
rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis, yakni :
a.
Pendidikan berlangsung saat ini untuk menciptakan tata social baru yang akan
mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan yang mendasar kekuatankekuatan ekonomi, dan social masyarakat modern.
b. Demokrasi sejati merupakan dasar dari kehidupan masyarakat baru.
c.
Anak, sekolah dan pendidikan diatur oleh kekuatan budaya dan social.
d. Guru memegang peranan penting dalam pendidikan di sekolah atan tetapi dalam
pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur yang demokratis.
e.
Tujuan
pendidikan
adalah
untuk
menemukan
kebutuhan-kebutuhan
yang
berhubungan dengan krisis budaya, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
social yaitu nilai-nilai yang universal.
f.
Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan
cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan
teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Imam Barnadib, MA, Ph.D. Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai
Sistem dan Metode). Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP. 1984.
Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
James. Bandung, Remaja Rosda Karya. 1998.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat. Yogyakarta,Kanisius, 1996.
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila.Usaha Nasional. 1986.
H.B. Hamdani Ali MA, M.Ed. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta, Kota Kembang.
1987.
Amri, Amsal M. Pd. Studi Filsafat Pendidikan. Yayasan Pena Banda Aceh. 2009.
15