Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan

Nasional

yang

sedang

dilaksanakan

bertujuan

untuk

mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata, materil dan spiritual
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai hal tersebut, maka
pembangunan dilaksanakan disegala bidang antara lain: politik, ekonomi, sosial,

budaya, pertahanan dan keamanan, dengan memerlukan kerja sama disemua pihak,
bukan hanya pemerintah sebagai pelaksana, melainkan juga semua lapisan
masyarakat.
Sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan dasar berupa sandang,
pangan dan papan, warga negara Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945
dalam memenuhi penghidupan yang layak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak, sesungguhnya
manusia telah melakukan suatu perjanjian, yaitu suatu hubungan yang menimbulkan
suatu peristiwa atau akibat hukum dengan pihak lain, dan hal itu dapat menyangkut
berbagai macam aspek kehidupan dalam masyarakat, baik dalam bentuk lisan
maupun dengan bentuk tulisan, seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli,
misalnya, terhadap: tanah, gedung, rumah, apartemen, kondominium, toko, ruangan,

1

Universitas Sumatera Utara

2


kenderaan bermotor seperti mobil dan sepeda motor, perabot rumah tangga, dan lain
sebagainya.
Perjanjian yang dimaksud dalam tulisan ini, adalah perjanjian menurut Pasal
1313 KUHPerdata Buku Ketiga Bab Kedua, yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.”
Manusia (person) dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung
hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak dan mampu melakukan
perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan
adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan hukum. Dimana Ada
dua macam subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu antara lain:
1. Natuurlijke persoon (natural person), yaitu manusia pribadi (Pasal 1329
KUHPerdata).
2. Rechtspersoon (legal entity), yaitu badan atau perkumpulan yang didirikan
dengan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata (Pasal
1654 KUHPerdata).
Badan hukum merupakan subjek hukum, sama halnya seperti manusia pribadi.
Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan
kewajiban. Ia menambahkan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realitas

konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba. Sedangkan Pengertian badan hukum
sebagai subjek hukum mencakup unsur-unsur atau kriteria (materil) sebagai berikut:
a. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi).
b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubunganhubungan hukum (rechtsbetrekking).
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri.
d. Mempunyai pengurus.
e. Mempunyai hak dan kewajiban.
f. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. 1
Disamping unsur-unsur diatas, terdapat pendapat lain yang menyebutkan
bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai badan hukum jika memenuhi unsur-unsur
kriteria formil sebagai berikut :
1

Mulhadi, Hukum Perusahaan dan Bentuk-bentuk badan Usaha di Indonesia, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hal. 73-74.

Universitas Sumatera Utara

3


a. Dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang yang
mengaturnya.
b. Dinyatakan secara tegas di dalam akta pendiriannya.
c. Dalam prosedur pendiriannya diperlukan campur tangan pemerintah seperti
kewajiban adanya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
d. Di dalam praktek kebiasaan diakui sebagai badan hukum.
e. Ditegaskan dalam yurisprudensi.2
PT. Indomobil Bintan Corpora (IBC) Cabang Medan sebagai subjek hukum
yang berbentuk badan hukum, didirikan pada tahun 1987 oleh Indomobil Group
untuk mengembangkan bisnis penjualan mobil bekas, penyewaan kendaraan,
penjualan spare part, dan Workshop (perbengkelan).
PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan untuk pengembangan bisnis
usahanya tersebut, telah menjalin kerjasama usaha dengan berbagai pihak di medan
dan sekitarnya salah satunya menjalin kerjasama dengan Perseroan Terbatas (P.T)
Angkasa Pura Persero yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
terletak di Bandara Udara Polonia Medan.
Kerjasama antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT.
(Persero) Angkasa Pura II terjalin dalam bentuk perjanjian sewa menyewa ruangan
dan konsesi usaha. PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan yang dalam
aktivitas usahanya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa sewa menyewa

mobil dan jasa lainnya menyewa tempat dan bagi hasil atas usahanya kepada pihak
PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan, sebagai pihak yang menyewakan dengan
membuat surat perjanjian sewa menyewa yang telah disepakati oleh kedua
perusahaan tersebut.
2

Ibid, hal. 75.

Universitas Sumatera Utara

4

Sebagai mitra usaha PT. Angkasa Pura Persero yang merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) pada awal tahun 1992 sebagai sebuah BUMN yang berstatus
Perum dialihkan dan ditetapkan pemerintah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1992, tanggal 17 Maret 1992
ditetapkan sebagai pengelola Bandar Udara Polonia Medan. Dengan akta Notaris
Muhani Salim, SH Nomor 3 Tahun 1993 tanggal 2 Januari 1993 didirikan Perseroan
Terbatas (Persero) Angkasa Pura II, disingkat dengan nama PT. (Persero) Angkasa
Pura II.

“Selanjutnya mulai Januari 1994, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30
Tahun 1995, Pengelolaan Bandar Udara Polonia Medan diserahkan kepada PT.
(Persero) Angkasa Pura II”.3
Berkaitan dengan kerjasama sewa menyewa antara PT. Indomobil Bintan
Corpora Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan, bentuk
kesepakatan perjanjian sewa menyewa sebagaimana yang diatur dalam pasal 1548
KUHPerdata yakni, “Sewa menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari
sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga,
yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya”. 4
“Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
3
http://nembers.bumn-ri.com/angkasa pura2.com/corporate-profile.html, dalam Syafrida
Waty Tarigan NIM: 057011087, Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Penerbangan pada PT. Angkasa
Pura II Bandara Udara Polonia Medan dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang
Medan, Tesis MKN USU, 2007, hal. 2.
4
Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 10, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 39.

Universitas Sumatera Utara


5

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai UndangUndang bagi para pihak”.5
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian dikatakan sah apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Jika terdapat unsur paksaan, kekhilafan, penipuan, ataupun penyalahgunaan
keadaan maka perjanjian dinyatakan tidak berlaku.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Cakap menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya.
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang dinyatakan tidak cakap
menurut hukum adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa.
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UndangUndang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963
menyatakan bahwa perempuan yang bersuami tidak lagi digolongkan sebagai
yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan

atau izin dari suaminya.

5

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 44.

Universitas Sumatera Utara

6

Selain itu, terdapat subjek hukum yang dilarang undang-undang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, diantaranya adalah:
a. Orang-orang dewasa yang dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan.
b. Badan hukum yang dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan.
c. Seseorang untuk waktu yang pendek maupun untuk waktu yang lama
meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia tidak memberikan
kuasa kepada orang lain untuk mewakili dirinya dan mengurus harta
kekayaannya.6
3. Mengenai suatu hal tertentu.
Artinya suatu perjanjian harus mempunyai sesuatu yang dijadikan sebagai

objek dalam perjanjian tersebut. Objek perjanjian dapat berupa benda ataupun
suatu kepentingan yang melekat pada benda. Apa saja yang menjadi objek
dari yang diperjanjikan harus disebut secara jelas.
4. Suatu sebab yang halal.
Mengenai suatu sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata bukanlah
sebab dalam arti yang menyebabkan/yang mendorong orang untuk membuat
perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai tidak bertentangan dengan UndangUndang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Keempat syarat di atas mutlak harus ada atau mutlak harus dipenuhi dalam
suatu perjanjian, oleh karenanya tanpa salah satu syarat tersebut di atas perjanjian
tidak dapat dilaksanakan.
Sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha tidak diatur secara khusus di dalam
6

Erza Putri, Subjek Hukum Dalam Perjanjian, http://erzaputri.blogspot.com, diakses tanggal
16 September 2011.

Universitas Sumatera Utara

7


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, maka bagi pihak yang
ingin membuat hubungan hukum mengenai sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha
ini, dibuat ketentuan-ketentuan sendiri oleh para pihak sepanjang tidak melanggar
ketentuan-ketentuan umum dan kaedah-kaedah yang memaksa.
Walaupun tidak diatur secara khusus, dapat dipergunakan ketentuan dalam
Buku III KUHPerdata, khususnya Pasal 1338 tentang Azas Kebebasan Berkontrak
atau Azas Terbuka. Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.”
Sehubungan dengan ketentuan tersebut peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
seberapa jauh kebebasan berkontrak tersebut di atas dalam perjanjian sewa menyewa
ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan
dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan.
Perjanjian sewa-menyewa antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang
Medan dengan PT. (Persero ) Angkasa Pura II Medan adalah penyewaan ruangan yang
mempunyai fungsi sebagai tempat kegiatan usaha PT. Indomobil Bintan Corpora
Cabang Medan dalam usaha bisnis rental mobil sebagai sarana transportasi darat.
Dilihat dari objeknya, yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa tersebut
sangat jarang dijumpai dalam masyarakat umum. Oleh karena itu menarik untuk

diteliti lebih lanjut, dengan melihat hak dan kewajiban masing-masing pihak dan
bagaimana penyelesaiannya bila terjadi perselisihan atau suatu masalah dalam
mengadakan dan melaksanakan perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha

Universitas Sumatera Utara

8

tersebut, dengan judul tesis: “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa
Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang
Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan.”
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana bentuk klausula pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ruangan dan
konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT.
(Persero) Angkasa Pura II Medan?

2.

Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa menyewa
ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan
dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan?

3.

Upaya apa yang dilakukan dalam penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul
terhadap pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha
antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT. (Persero)
Angkasa Pura II Medan?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan adalah:
1.

Untuk mengetahui bentuk klausula pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan
dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan.

2.

Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa
menyewa ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora

Universitas Sumatera Utara

9

Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan.
3.

Untuk mengetahui cara menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul dalam
pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha antara PT.
Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II
Medan.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu:
1.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
masukan serta sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang
ilmu hukum, khususnya dalam perjanjian sewa-menyewa.

2.

Secara praktis, Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran dan pemasukan bagi para pihak baik itu masyarakat pada umumnya
dan kalangan bisnis khususnya, ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan
sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya pada lingkungan Sekolah
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, penelitian
mengenai “Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT.
Indomobil Bintan Corpora Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan” belum
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah
asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun ada

Universitas Sumatera Utara

10

peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah
perjanjian sewa menyewa, namun menyangkut judul dan substansi pokok
permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang
berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa tersebut yaitu:
1.

“Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Penerbangan pada PT. Angkasa Pura II
Bandara Udara Polonia Medan dengan Perusahaan penerbangan Mandala airlines
Cabang Medan” oleh Syafrida waty Tarigan, NIM: 057011087, dengan
permasalahan yang dibahas:
a. Bagaimana pelaksanaan terjadinya perjanjian sewa menyewa ruangan bandara
udara yang dilakukan oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara
Polonia Medan dengan Perusahaan Penerbangan PT. Mandala Airlines
Cabang Medan?
b Bagaimana hak dan kewajiban PT. (Persero) Angkasa Pura II dengan PT.
Mandala Airlines dalam perjanjian sewa menyewa yang dilakukan?
c. Bagaimana penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul dalam perjanjian
sewa menyewa ruangan bandara udara?

2.

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa gedung antara Dinas Pendapatan
Daerah dengan Plaza Medan Fair” oleh: Reny Aswati Sianturi NIM: 087011105,
dengan permasalahan yang dibahas:
a. Bagaimanakah hubungan hukum para pihak dalam perjanjian sewa menyewa
gedung yang dilakukan penyewa (Safaruddin, SH) dengan PT. Anugerah
Prima sebagai pemilik Gedung Plaza Medan Fair?

Universitas Sumatera Utara

11

b. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
gedung yang dilakukan penyewa (Safaruddin, SH) dengan PT. Anugerah
Prima sebagai pemilik Gedung Plaza Medan Fair?
c. Bagaimanakah penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi dalam
perjanjian sewa menyewa gedung yang dilakukan penyewa (Safaruddin, SH)
dengan PT. Anugerah Prima sebagai pemilik Gedung Plaza Medan Fair?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah “kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”. 7
Teori bermanfaat untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa: “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain
bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat
ditentukan oleh teori.”8

7
8

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

12

Berikut ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran, butir-butir pendapat serta
teori yang akan menjadi dasar kerangka bagi penelitian ini menurut Teori Positivisme
hukum dan Teori perjanjan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi dengan
mengutip pendapat John Austin mengartikan hukum positif yang analitis yaitu:
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undangundang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan
tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem
yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara
tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik
buruk.9
Hukum positif merupakan aliran yang berpandangan bahwa studi tentang
wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar
terdapat dalam sistem hukum dan bukan hukum yang seyogianya ada dalam
norma-norma moral. John Austin, eksponen terbaik dari aliran ini,
mendefinisikan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam
masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang
diarahkan oleh otoritas yang berdaulat, yang mengharuskan orang atau orangorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Perintah itu bersandar karena
adanya ancaman kejahatan, yang akan dipaksakan berlakunya jika perintah itu
tidak ditaati.10
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari John Austin dalam
menganalisis tesis ini, juga cenderung digunakan teori sistem yang digunakan
Mariam Darus Badrulzaman, bahwa "sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang
terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum".11
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sunaryati Hartono, "bahwa sistem

9

Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 55.

10

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986, hal. 48.
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung,
1983, hal. 15.
11

Universitas Sumatera Utara

13

adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh
mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas". 12 Jadi, dalam
sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi tonggak dasar dalam
pembentukan seperangkat norma hukum dalam suatu perundang-undangan.
Dengan demikian, "pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus
berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut".13 Oleh
sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangat penting dalam menganalisa
sejauh mana asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan
dengan PT. Angkasa Pura Persero Medan. Dengan demikian maka analisa masalah
yang diajukan lebih berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai
substansi hukum, yakni dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
perjanjian sewa menyewa.
Pengertian perjanjian telah diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata, yaitu:
"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. "Abdulkadir Muhammad,
memberikan pengertian tentang perjanjian bahwa: “suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam
lapangan harta kekayaan”.14

12

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik hukum Menuju satu sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, hal. 56.
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 15.
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

14

Perjanjian harus dibedakan dengan perikatan. Dalam istilah hukum perjanjian
disebut dengan “overeenkomst” dan perikatan disebut dengan “verbintenis”. Namun
demikian, M. Yahya Harahap menyamakan antara perjanjian dengan perikatan dan
memberi pengertian sebagai berikut: “Perjanjian mengandung pengertian suatu
hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang
memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.15
Mengenai pengertian perikatan itu sendiri para pembuat undang-undang tidak
memberikan

defenisi mengenai perikatan, namun demikian batasan mengenai

perikatan itu dapat diketahui melalui definisi yang diberikan oleh para ahli hukum.
Menurut J. Satrio, perikatan dapat dirumuskan sebagai : “Hubungan hukum antara dua
pihak dimana di satu pihak ada hak di lain pihak ada kewajiban. Perikatan merupakan
isi

dari

perjanjian.

Sebenarnya

yang

dinamakan

perjanjian

adalah

sekelompok/sekumpulan perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian
tersebut”.16
Selanjutnya inti dari suatu perjanjian adanya prestasi yang harus dipenuhi
sebagaimana yang diatur dalam pasal 1234 KUHPerdata, yaitu: “Tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat
sesuatu.” Dari perkataan sesuatu inilah yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk menentukan isi perjanjian yang dikenal dengan asas kebebasan
15

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.
J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Citra Aditya Bakti, Bandung,
1992, hal. 4.
16

Universitas Sumatera Utara

15

berkontrak. Namun kebebasan dalam membuat perjanjian boleh dilakukan asal saja
tidak bertentangan dengan norma hukum, ketertiban dan kesusilaan karena ini sangat
menentukan keabsahan dari perjanjian tersebut.
Prof. Subekti, S.H., mendefenisikan perjanjian adalah “sebagai suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.17 Suatu perjanjian
dinamakan juga persetujuan, karena kedua belah pihak tersebut setuju untuk
melaksanakan sesuatu hal tertentu. Dengan adanya persetujuan antara para pihak
yang membuat perjanjian, maka terjadi saling mengikatkan antara satu pihak dengan
pihak lainnya.
Kemudian R. Setiawan, SH., memberikan perbaikan mengenai definisi yang
ada dalam Pasal 1313 KUHPerdata yakni:
1. “Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata”.18
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa perjanjian merupakan
perhubungan hukum

antara dua orang atau lebih, dan perjanjian menimbulkan

ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan kata lain
perjanjian berisi perikatan.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka karena diberikan kebebasan

17

18

Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 25, Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 1.
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet. 2, Binacipta, Bandung, 1979, hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

16

kepada para pihak yang membuat perjanjian untuk membuat ketentuan-ketentuan
sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Dengan syarat
perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu, tidak bertentangan dengan undangundang, nilai-nilai kesusilaan dan ketertiban umum.
Sistem terbuka ini juga disebut asas kebebasan berkontrak, yang tercermin
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa “perjanjian baku adalah
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”.19 Perjanjian
baku dibuat secara tertulis dan tidak mungkin dibuat secara lisan.
Perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya. Istilah sah menunjukkan bahwa perjanjian harus sesuai menurut hukum
dan harus dilakukan dengan iktikad yang baik.
Dari berbagai seminar yang diadakan mengenai Asas Hukum Nasional, maka
disepakati sejumlah asas dalam hukum perjanjian. Secara garis besar maksud masingmasing asas itu sebagaimana dipaparkan oleh Mariam Darus Badrulzaman adalah
sebagai berikut:
1.

Asas Konsensualisme.
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam
Pasal 1320 KUHPerdata penyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338
KUHPerdata didalamnya ditemukan istilah “semua”. Kata-kata “semua”
menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan
keinginannya ( will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini
19

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standar), Perkembangannya di Indonesia,
Alumni, Bandung, 1981, hal. 96.

Universitas Sumatera Utara

17

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau asas
kebebasan berkontrak.
Asas Kepercayaan.
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak bahwa satu sama lain akan
memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka
perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan
ini kedua pihak mengikatkan dirinya oleh perjanjian yang mempunyai kekuatan
mengikat sebagai Undang-Undang.
Asas Kekuatan Mengikat.
Dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para
pihak pada apa yang diperjanjikan, dan juga terhadap beberapa unsur lain
sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan, akan mengikat para pihak.
Asas Persamaan Hak.
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada
perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa kepercayaan, kekuasaan,
jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini
dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai
manusia ciptaan Tuhan.
Asas Keseimbangan.
Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian
itu. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut perlunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur
yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur seimbang.
Asas Moral.
Suatu perbuatan sukarela dari seorang tidak menimbulkan hak baginya untuk
menggugat kontraprestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam
zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan
sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk
meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas ini terdapat dalam Pasal 1339
KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan
untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada “Kesusilaan”
(Moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.
Asas Kepatutan.
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas kepatutan disini
berkaitan dengan ketentuan mengenai hal perjanjian. Asas kepatutan ini harus
dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga
oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
Asas Kebiasaan.
Asas ini diatur di dalam Pasal 1339 Jo. 1347 KUHPerdata yang dipandang
sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-

Universitas Sumatera Utara

18

9.

hal yang diatur secara tegas, juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang
diikuti.
Asas Kepastian Hukum.
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai
Undang-Undang bagi para pihak.20
Pengertian hubungan sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548 KUHPerdata

yaitu: “Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari
suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang
oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.”
Dalam hal perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha antara PT.
Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II
Medan dibuat berdasarkan kontrak klausula yang disepakati bersama oleh kedua
perusahaan tersebut. Dimana PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan sebagai pihak
yang menyewakan dan PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan sebagai pihak
penyewa, yang juga dikenakan konsesi atau kompensasi (fee) dari hasil usaha yang
diperolehnya tersebut.
“Perjanjian sewa menyewa tidak memberikan suatu hak kebendaan, tetapi
hanya memberi suatu hak perseorangan, terhadap orang yang menyewakan ada hak
“persoonlijk” terhadap pemilik, akan tetapi hak orang yang menyewakan ini mengenai
juga suatu benda, yaitu barang yang disewakan”.21
Dari uraian diatas, dapatlah dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam
20

Ibid., hal. 42-44.

21

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, cet. 8, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 36.

Universitas Sumatera Utara

19

perjanjian sewa-menyewa adalah:
a. Adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa;
b. Adanya konsensus antara kedua belah pihak;
c. Adanya objek sewa-menyewa, yaitu barang, baik barang bergerak maupun
tidak bergerak;
d. Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan
kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda; dan
e. Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran
kepada pihak yang menyewakan.
Adapun hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang
telah ditentukan. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan, yaitu:
a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada sipenyewa (Pasal 1550 ayat (1)
KUHPerdata);
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai
untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUHPerdata);
c. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan
(Pasal 1550 ayat (3) KUHPerdata);
d. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUHPerdata);
e. Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUHPerdata).
Sedangkan hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan
dalam keadaan baik, dan kewajiban penyewa adalah:
a. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik,
artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya sendiri;
b. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560
KUHPerdata). 22
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum badan
hukum juga dapat berperan sebagai subjek hukum. Sudikno Mertokusumo
menyatakan : “Disamping orang dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia yang
disebut badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang
mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban”.23
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek perjanjian adalah sewa ruangan dan
22

Salim HS., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
2003, hal. 59-62.
23
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1999,
hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

20

konsesi usaha yang telah diberikan oleh PT. Angkasa Pura Persero Medan. Dengan
demikian terjalin hubungan mitra usaha antara perusahaan pengelola PT. (Persero)
Angkasa Pura II Medan dengan PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan sebagai
pihak penyewa.
Menurut Sudikno Mertokusumo: “Setiap hubungan hukum yang diciptakan
oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang di pihak
lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa
hak”. 24
Selanjutnya inti dari suatu perjanjian adalah adanya prestasi yang harus
dipenuhi. Pada umumnya literatur yang ada membagi prestasi ke dalam tiga macam,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu: “Menyerahkan
sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.”
Namun, Ahmadi Miru, tidak sependapat dengan pembagian tersebut karena,
melakukan prestasi tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara yaitu:
a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya adalah dengan
menyerahkan sesuatu (barang);
b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya adalah dengan berbuat
sesuatu;
c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara pelaksanaannya adalah
dengan bersikap pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang dilarang dalam
perjanjian.25
Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam
kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan,
24

Ibid, hal. 29.
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2007, hal. 69-70.
25

Universitas Sumatera Utara

21

kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, “Prestasi yang harus dilakukan oleh
para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan,
kepatutan atau undang-undang, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah
terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi ”.26
Dalam perjanjian sewa menyewa juga dikenal adanya wanprestasi, dan yang
dimaksud dengan “Wanprestasi adalah apabila seorang debitur tidak melakukan
prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan
prestasi, maka dalam hal-hal yang demikian inilah yang disebut seorang debitur
melakukan wanprestasi”.27
Wanprestasi dapat timbul dari dua hal :
a.

“Kesengajaan, maksudnya perbuatan itu memang diketahui atau dikehendaki oleh
debitur.

b.

Kelalaian, maksudnya debitur tidak mengetahui adanya kemungkinan bahwa
akibat itu akan timbul”.28

2.

Kerangka Konsepsi
Suatu konsep merupakan “abstraksi mengenai suatu fenomena yang

dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan,
kelompok atau individu tertentu”.29
“Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan
26

Ibid., hal.71.
A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 26.
28
Ibid, hal. 29.
29
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19.
27

Universitas Sumatera Utara

22

suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan
konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta
tersebut”.30 “Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan
konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat
keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan”.31
Selain itu, kerangka konsep dipergunakan juga untuk memberikan pegangan
pada proses penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian pengertian yang dimaksud
dalam tulisan ini, berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi
usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT. Angkasa Pura
Persero Medan, antara lain:
a. Perseroan Terbatas: Pasal 1 angka 7 UUPT adalah “Perseroan publik atau
Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.32
b. Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh
Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.

30

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 124.
M. Solly Lubis, Loc.Cit.
32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
Fokusmedia, Bandung, 2010, hal. 3.
31

Universitas Sumatera Utara

23

c. PT. Corporatama (CSM) sebagai badan hukum didirikan pada tahun 1987
oleh Indomobil Group untuk mengembangkan bisnis penjualan mobil bekas,
penyewaan mobil, dan perbengkelan belakangan dikenal dengan nama PT.
Indomobil Bintan Corpora yang diteliti dalam penelitian ini adalah Cabang
Medan.
d. PT. Angkasa Pura II Persero adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Yang ditetapkan pemerintah dalam hal pengelolaan Bandar Udara Polonia
Medan, pada awal tahun 1992, Angkasa Pura II sebagai sebuah BUMN yang
berstatus Perum dialihkan dan ditetapkan pemerintah menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1992,
tanggal 17 Maret 1992. Selanjutnya dengan Akta Notaris Muhani Salim, SH
Nomor 3 Tahun 1993 tanggal 2 Januari 1993 didirikan Perseroan Terbatas
(Persero) Angkasa Pura II, yang dalam penelitian ini adalah terletak di Kota
Medan.
e. Pihak Penyewa adalah orang atau badan hukum yang mendapatkan
kenikmatan atas suatu, barang selama jangka waktu tertentu dan untuk itu ia
berkewajiban untuk membayar harga sewa. Dalam perianjian sewa-menyewa,
pihak yang nenyewakan hanya rnenyerahkan pemakaian dan pemungutan
hasil dari barang kepada penyewa sedangkan hak milik tetap berada pada
tangan yang menyerahkan.33

33

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 46.

Universitas Sumatera Utara

24

f. Objek perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga. Untuk barang
bergerak maupun tidak bergerak, yang ditetapkan dalam perjanjian sewa
menyewa diantara kedua pihak merupakan objek perjanjian sewa menyewa
sepanjang barang itu dikuasai oleh pihak yang menyewakan dan dikehendaki
oleh penyewa untuk dinikmati kegunaannya. Dengan syarat barang yang
diserahkan adalah barang yang halal, artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban dan kesusilaan. Dalam penelitian ini objek
perjanjian sewa menyewa dimaksud adalah Ruangan dan Konsesi Usaha di
PT. Angkasa Pura Persero Medan.
g. Konsesi Usaha adalah ijin kesempatan berusaha di daerah/tempat wilayah
bandar udara untuk mengadakan kegiatan usaha dalam hal ini PT. Indomobil
Bintan Corpora Cabang Medan di bidang rental mobil, yang dikenakan
pungutan atau kompensasi (fee) oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan
selaku pemilik tempat (pihak yang menyewakan), sesuai kesepakatan bersama
antara pihak yang menyewakan tempat dengan pihak penyewa untuk jangka
waktu tertentu.
G. Metode Penelitian
1.

Spesifikasi Penelitian
“Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara cermat sistematis
dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan di antara unsur-

Universitas Sumatera Utara

25

unsur yang ada atau suatu fenomena tertentu”.34 Dalam hal ini yaitu untuk
melukiskan tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ruangan dan
konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT.
(Persero) Angkasa Pura II Medan.
2.

Metode Pendekatan
“Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan juridis normatif”.35 Dengan

melakukan pengkajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa khususnya, perjanjian
sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha antara PT. Indomobil Bintan Corpora
Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan.
3.

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data

primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melihat dan meneliti klausula
perjanjian sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha yang dilakukan oleh PT.
Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II
Medan, serta dengan melalui hasil wawancara dengan responden atau informan yang
kompeten menyangkut penelitian ini.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari :
1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari:
34

35

Kaelan MS., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta, 2005, hal. 58.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

26

a. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1992 Angkasa Pura II sebagai sebuah
BUMN yang berstatus Perum, dialihkan pemerintah menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero), selanjutnya Nomor 3 Tahun 1993, tanggal 2 Januari 1993
didirikan Perseroan Terbatas (Persero) Angkasa Pura II, dengan Akte Notaris
Muhani Salim, SH. Yang disingkat dengan nama PT. Persero Angkasa Pura II,
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
d. KUHDagang,
e. KUHPerdata.
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi
dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah”36 dan kontrak klausula
perjanjian yang mengatur tata tertib sewa menyewa ruangan dan konsesi usaha.
3. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
atau bahan hukum penunjang terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar
dan internet.
36

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005, hal. 141.

Universitas Sumatera Utara

27

4.

Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga

apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil
penelitian

yang objektif

dan

dapat

dibuktikan

kebenarannya serta dapat

dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat
pengumpulan data.
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, dipergunakan
alat pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Dokumen.
Studi dokumen yaitu dengan cara menelaah dan mempelajari peraturan
perundang-undangan, buku hukum atau karya ilmiah, majalah, internet, teori
dan dokumen-dokumen kontrak perjanjian sewa menyewa yang berhubungan
dengan permasalahan yang akan diteliti.
b. Pedoman Wawancara.
Penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang menggunakan pedoman
wawancara

(interview).

Dengan

beberapa

informan

seperti,

Kepala

Perwakilan PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan, Kepala Cabang
PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan Pegawai atau karyawan kedua
perusahaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

28

5.

Analisis Data
“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.37
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang
diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul
dipisah-pisahkan, diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan relevansinya
menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk
mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode berfikir
deduktif, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian
yang menggambarkan permasalahan dan hasil analisis tersebut diharapkan dapat
menjawab permasalahan yang diteliti.

37

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 56 124

Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Antara Dinas Pendapatan Daerah Dengan Plaza Medan Fair

0 47 118

Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pada PT (Persero) Angkasa Pura II Medan

0 28 79

Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.(PERSERO)Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan

4 57 126

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUANGAN DAN KONSESI USAHA ANTARA PT PERSERO ANGKASA PURA II CABANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU DENGAN MITRA USAHA.

0 3 7

Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan

0 0 15

Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan

0 0 2

Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan

0 0 33

Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa menyewa Ruangan dan Konsesi Usaha Antara PT. Indomobil Bintan Corpora Cabang Medan Dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Medan

0 0 5

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pemberian Pinjaman Bantuan Modal Bagi Usaha Kecil Dalam Program Kemitraan pada PT. Angkasa Pura II (Persero)

0 4 13