Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Pedagang Sayur dan Buah terhadap Keberadaan Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan Kota Medan

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Teori Lokasi
Landasan dari lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi.
Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut. Dalam studi ruang, yang
menjadi perhatian adalah analisis atas dampak/keterkaitan antara lokasi dengan
berbagai kegiatan lain. Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan satu
kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing
kerana lokasi yang berdekatan/berjauhan tersebut. Teori lokasi adalah ilmu yang
menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang
menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta
hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam
usaha/kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2009).
Pada awalnya, teori lokasi hanya didominasi oleh pendekatan-pendekatan
geografis-lokasional atau karya-karya teori lokasi klasik. Sejak tahun 1950-an
teori lokasi berkembang dengan analogi-analogi ilmu ekonomi umum, dan
diperkaya oleh analisis-analisis kuantitatif standar ilmu ekonomi, khususnya
ekonometrika, dinamik model, dan model-model optimasi seiring berkembangnya

cabang ilmu sosial baru regional science (Rustiadi, dkk, 2009).
2.1.2 Pasar
Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau lebih jelasnya,
daerah, tempat, wilayah, area yang mengandung kekuatan permintaan dan

6
Universitas Sumatera Utara

7
penawaran yang saling bertemu dan membentuk harga. Faktor-faktor yang
menunjang terjadinya pasar, yakni : keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam
pembelian (Fuad, dkk, 2009).
Pasar merupakan tempat berkumpul para penjual yang menawarkan barang
ataupun jasa kepada para pembeli yang mempunyai keinginan dan kemampuan
untuk memiliki barang dan jasa tersebut, hingga terjadinya kesepakatan transaksi
atau transfer atas kepemilikan barang atau kenikmatan jasa (Johan, 2011).
Menurut Pracoyo (2005), istilah pasar secara lebih luas menggambarkan interaksi
permintaan dan penawaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi. Pasar
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :
a. Pasar barang dan jasa

Perusahaan adalah pihak yang menyediakan berbagai macam barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh konsumen. Sektor rumah tangga, pemerintah, dan luar
negeri sebagai konsumennya. Di pasar barang dan jasa juga terjadi jual-beli
antarperusahaan.
b. Pasar tenaga kerja
Sektor rumah tangga adalah pihak yang menjadi penyedia tenaga kerja. Yang
meminta tenaga kerja adalah perusahaan, pemerintah, dan luar negeri. Tenaga
kerja tidak hanya berupa kemampuan fisik, tetapi juga keterampilan, keahlian,
dan mental.
c. Pasar uang (pasar modal)
Individu dari sektor rumah tangga yang sudah mapan, mengalokasikan
pendapatannya tidak hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk ditabung dan

Universitas Sumatera Utara

8
spekulasi di pasar uang. Di pasar uang, rumah tangga dapat membeli saham
maupun obligasi dari perusahaan maupun pemerintah.
Di negara seperti Indonesia dengan proporsi populasi pertanian yang sangat besar,
sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi pertumbuhan pasar

dalam negeri, bagi sektor-sektor non-pertanian, khususnya industri. Pengeluaran
petani untuk produk-produk industri baik barang-barang konsumsi (pakaian,
meubel, alat-alat bangunan, dan peralatan rumah tangga), maupun barang-barang
produsen (pupuk, pestisida, mesin, dan inout-input lainnya) memperlihatkan
aspek yang sangat penting dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap
pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003).
Pemasaran meliputi segala kegiatan usaha yang diutamakan atau diperlukan agar
barang-barang hasil produksi dimungkinkan mengalir secara lancar ke sektor
konsumen. Dalam hal melancarkan penyampaian produk pertanian dari produsen
ke

konsumen,

peranan

lembaga-lembaga

perpasaran

sangatlah


penting

(Kartasapoetra, 1986).
Dalam pemasaran hasil-hasil pertanian, umumnya ada tiga tahap proses
penyampaian komoditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada
konsumen. Tahap-tahap proses tersebut adalah (1) proses konsentrasi, dimana
pedagang perantara mengumpulkan barang-barang dari produsen dan pedagang
besar mengumpulkan barang-barang dari pedagang pengumpul, (2) proses
equalisi, dimana pedagang besar menahan barangnya untuk sementara sebelum
dijual ke pasar, dan (3) proses diversi adalah proses penjualan barang dari

Universitas Sumatera Utara

9
pedagang besar kepada pedagang eceran, dan penjualan dari pedagang eceran
kepada konsumen (Ginting, 2006).
Menurut Kartasapoetra, dkk (1986), ada lima jenis pasaran produk pertanian,
yaitu:
a.


Pasaran transit (pasaran penampung sementara)
Pasaran transit lazimnya dibentuk oleh individu yang bergerak secara
wiraswasta atau oleh suatu badan yang mempunyai inisiatif membantu para
petani atau produsen produk pertanian. Untuk penampungan produk-produk
pertanian tersebut lazimnya dimanfaatkan pula terminal-terminal, karenanya
sering dikenal pula terminal market, di terminal inilah wiraswastawan atau
badan tersebut melakukan beberapa pengolahan, sehingga di terminal ini
produk pertanian tersebut benar-benar dalam keadaan siap dipasarkan. Di
terminal ini pula wiraswastawan atau badan tersebut akan berhadapan dengan
para tengkulak atau pemborong, dan terjadinya transaksi.

b.

Pengembang pasar lokal/setempat
Orang-orang yang terlibat dalam pengembang pasar lokal ini adalah para
penampung atau pengumpul produk pertanian yang jumlahnya agak besar dan
seterusnya secara rasional akan diangkutnya ke kota-kota yang akan
dipasarkan melalui Pasar Induk, atau para pedagang besar yang ada di kotakota.


c.

Pasaran pusat distribusi/pasar induk
Di kota-kota besar, pihak pemerintah sangat memperhatikan tentang perlu dan
teraturnya tempat-tempat pertemuan antara pedagang besar dengan para
pedagang eceran serta memungkinkan pula para konsumen untuk secara

Universitas Sumatera Utara

10
langsung mengadakan transaksi jual beli, yaitu dengan dibangunnya Pasaran
Pusat Distribusi /Pasar Induk.
Pasar induk merupakan tempat penampungan dan pemasarn golongan
komoditi tertentu dalam berbagai jenis, biasanya dijual dalam skala tertentu
pula. Di pasar ini pembeli pada umumnya adalah pedagang pengecer atau
pedagang khusus. Contoh pasar induk antara lain adalah pasar induk sayur
dan buah, pasar induk beras, dan pasar induk bunga (Tim Penulis PS, 1998).
Pasar induk menyelenggarakan fungsi (1) mengatur usaha sortasi, seleksi,
standarisasi, dan pengepakan, (2) mengatur kegiatan angkutan, bongkar muat,
dan pergudangan, (3) menyediakan fasilitas umum, seperti bank, listrik, air,

perkantoran, pergudangan, dan fasilitas pendukung lainnya (Setiadi, 2008).
d.

Pasaran eceran
Pasaran produk yang khusus melayani kebutuhan para konsumen rumah
tangga akan produk-produk pertanian dan tersebar di kota dan sekitarnya.

e.

Pasaran dunia (pasaran ekspor dan impor)
Pasaran ekspor dan impor umumnya terletak di kota-kota yang memiliki
fasilitas-fasilitas pelabuhan yang memelihara hubungan dengan pasar dunia.
Pasaran dunia merupakan segenap hal ikhwal yang mengenai pertukaran atau
jual beli sesuatu produk pertanian yang berlangsung di antara negara-negara
di dunia.

2.1.3 Sayur dan Buah
Sayuran adalah tanaman hortikultura yang dibudidayakan untuk memproduksi
pangan yang dikonsumsi dalam bentuk segar atau setelah diolah secara minimal.


Universitas Sumatera Utara

11
Sedangkan buah adalah hasil pertumbuhan bunga atau rangkaian bunga
angiospermae atau merupakan perkembangan lanjutan dari bakal buah. Pada
beberapa spesies tumbuhan, yang disebut buah mencakup bakal buah yang telah
berkembang lanjut beserta dengan jaringan yang mengelilinginya. Sebagai
pelengkap menu, sayur dan buah mempunyai peran yang penting. Sayuran dan
buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral utama. Buah juga dikenal
sebagai

sumber

zat

berkhasiat,

antioksidan,

dan


serat

(Poerwanto dan Anas, 2014).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Persepsi
Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk
dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah pengindraan
(penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk
memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono, 2002).
Persepsi atau tanggapan adalah suatu proses mental yang terjadi pada diri manusia
yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan,
memberi, serta meraba (kerja indra) di sekitar kita. Persepsi merupakan suatu
pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indra, hasil
pengolahan otak dan ingatan (Widayatun, 1999).
Karena persepsi merupakan aktivitas yang terintegerasi dalam diri individu, maka
apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Persepsi dapat
dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman
individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi


Universitas Sumatera Utara

12
mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Persepsi itu
bersifat individual (Walgito, 2010).
Persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan,
penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan
informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi
kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda
serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. Dengan persepsi kita dapat
berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Adanya
persepsi ini adalah penting agar dapat menumbuhkan komunikasi yang aktif
(Anugerah, 2004).
Objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia. Karena sangat banyaknya objek yang dapat dipersepsi, maka
pada umumnya objek persepsi diklasifikasikan. Objek persepsi dapat dibedakan
atas objek yang nonmanusia dan manusia. Objek persepsi yang berwujud manusia
disebut social perception atau person perception, sedangkan persepsi yang
berobjekkan nonmanusia, hal ini sering disebut sebagai nonsocial perception atau
disebut juga sebagai things perception (Walgito, 2010).

Proses terjadinya persepsi adalah karena adanya objek/stimulus yang merangsang
untuk ditangkap oleh panca indra (objek tersebut menjadi perhatian panca indra),
kemudian stimulus tersebut dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya “kesan” atau
jawaban adanya stimulus berupa respon, dikembalikan ke indra berupa
“tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman hasil
pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena, dan yang

Universitas Sumatera Utara

13
terpenting fenomena dari persepsi ini adalah “perhatian”. Perhatian merupakan
suatu konsep yang diberikan pada proses persepsi yang menseleksi input-input
tertentu untuk diikutsertakan dalam suatu pengalaman yang disadari dalam suatu
waktu tertentu (Widayatun, 1999).
2.2.2 Teori lokasi
Menurut Tarigan (2009) dan Rustiadi, dkk (2009), terdapat beberapa teori lokasi
dalam studi ruang, yaitu :
a. Teori Pola Produksi Pertanian von Thunen
Perkembangan teori lokasi klasik diawali oleh analisis lokasi areal produksi
pertanian atau selama ini dikenal sebagai teori Lokasi von Thunen. Teori von
Thunen berusaha menghubungkan antara konsep ekonomi dengan lokasi
spasial. Secara garis besar asumsi-asumsi yang dibuatnya adalah sebagai
berikut :
• Pusat pasar kota sebagai kota pemasaran, lokasi di pusat suatu wilayah
homogen secara geografis, bagian pusat dilukiskan sebagai pusat
pemukiman, pusat industri yang sekaligus merupakan pusat pasar
• Biaya transportasi untuk mengangkut hasil dari tempat produksi ke kota
berbanding lurus dengan jarak. Setiap petani di kawasan sekeliling kota
akan menjual kelebihan hasil pertaniannya ke kota tersebut, dan biaya
transportasi ditanggung sendiri
• Petani

secara

rasional

cenderung

memilih

jenis

tanaman

yang

menghasilkan keuntungan maksimal

Universitas Sumatera Utara

14
b. Teori Lokasi Biaya Minimum Weber
Alferd Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul Uber den
Standart der Industrien pada tahun 1909. Apabila von Thunen menganalisis
lokasi kegiatan pertanian, maka Weber menganalisis lokasi kegiatan industri.
Weber mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas
prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri
tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan
keduanya harus minimum. Dalam perumusan modelnya, weber bertitik tolak
pada asumsi bahwa, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu
biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi atau
deaglomerasi.
c. Sistem K=3 dari Christaller
Walter Christaller pada tahun 1933 menulis buku yang diterjemahkan dalam
bahasa Inggris berjudul Central Places In Southern Germany. Dalam buku ini
Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,
jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini
merupakan suatu sistem geometri dimana angka 3 yang ditetapkan secara
arbiter memiliki peran yang sangat berarti. Itulah sebabnya disebut sistem
K=3 dari Christaller.
Christaller mengembangkan modelnya untuk suatu wilayah abstrak dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
• Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua adalah datar dan sama

• Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah

Universitas Sumatera Utara

15
• Penduduk memliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada
seluruh wilayah
• Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya
d. Teori Lokasi Pendekatan Pasar Losch
Apabila Weber melihat persoalan dari sisi produksi, August Losch melihat
persoalan dari sisi permintaan (pasar). Ia mengatakan bahwa lokasi penjual
sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin
jauh dari pasar, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi
untuk mendatangi tempat penjualan (pasar) semakin mahal. Produsen harus
memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan
penerimaan terbesar.
e. Teori Lokasi Memaksimumkan Laba
Teori Weber hanya melihat sisi produksi, sedangkan teori Losch hanya
melihat sisi permintaan. Kedua pandangan itu perlu digabung, yaitu dengan
mencari

lokasi

yang

memberikan

keuntungan

maksimal

setelah

memperhatikan lokasi yang menhasilkan ongkos terkecil dan lokasi yang
memberikan penerimaan terbesar. Permasalahan ini diselesaikan oleh D.M.
Smith dengan mengintrodusir konsep average cost (biaya rata-rata) dan
average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi.
2.2.3 Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan Memilih Lokasi Usaha
Faktor-faktor pemilihan lokasi perlu dipertimbangkan oleh pemilik usaha dalam
menentukan lokasi usahanya, karena lokasi usaha merupakan salah satu strategi
bisnis. Menurut Tjiptono (2007), ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan,
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

16
a.

Aksesibilitas
Lokasi usaha mudah dijangkau sarana transportasi umum. Beberapa jenis tata
guna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti
pasar induk atau pusat pasar. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas
pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda, sistem jaringan transportasi
di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik
dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan).

b.

Lalu lintas
Pembeli (konsumen) tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar. Banyaknya
pengunjung yang lalu-lalang di sekitar pasar bisa memberikan peluang besar
terhadap terjadinya buying, yaitu keputusan pembelian yang sering terjadi
spontan, tanpa perencanaan. Akan tetapi, kepadatan dan kemacetan lalu lintas
bisa juga menjadi hambatan.

c.

Kenyamanan
Nyaman adalah kondisi dimana seseorang merasa dirinya dihargai, merasa
aman, senang dan tidak ada beban pikiran. Kenyamanan perlu didapatkan
setiap orang dalam setiap kegiatannya, karena bila tidak nyaman, sesuatu
yang dikerjakan tidak akan menjadi maksimal hasilnya. Kenyamanan itulah
yang sebisa mungkin diberikan pihak pemerintah kota Medan kepada para
pedagang yang direlokasi agar pedagang merasa nyaman dan senang
berjualan di Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan sehingga
memberikan kinerja terbaik terhadap masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

17
d.

Persaingan
Persaingan dalam konteks pemasaran adalah keadaan dimana perusahaan
pada pasar produk atau jasa tertentu akan memperlihatkan keunggulannya
masing-masing, dengan atau tanpa terikat peraturan tertentu dalam rangka
meraih pelanggannya. Persaingan akan terjadi pada beberapa kelompok
pesaing yang tidak hanya pada produk atau jasa sejenis, dapat pada produk
atau jasa substitusi maupun persaingan pada hulu dan hilir.

e.

Peraturan pemerintah
Tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang
dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka
mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam
ketentuan

Undang-Undang

yang

bersangkutan. Peraturan

pemerintah

mengenai tata ruang dibuat dengan memperhatikan kesehatan, keselamatan,
pengendalian lingkungan, dan kesempatan yang sama. Pedagang cenderung
melihat peraturan pemerintah sebagai kendala pada kegiatan mereka.
Selain beberapa faktor di atas, ada juga faktor penyiasatan sistem kontrol. Sistem
kontrol atau pengawasan adalah adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk
mengendalikan, memerintah, mengawasi, dan mengatur keadaan dari suatu
sistem. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan dan untuk mencapai tujuan dari
pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan
pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan
berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah
(Anonymous, 2013).

Universitas Sumatera Utara

18
Seperti halnya penertiban pedagang di daerah Pusat Pasar Kota Medan agar tidak
berjualan lagi di daerah tersebut dan bersedia untuk direlokasi ke Pasar Induk
Sayur Mayur dan Buah Kota Medan, maka perlu adanya pengawasan oleh pihakpihak tertentu. Namun, sistem kontrol dapat disiasati, dengan kata lain, dapat
dihindari dengan berbagi cara, seperti menyelidiki, mencari informasi, dan
menggunakan suatu taktik untuk dapat menghindari pengawasan yang dilakukan
oleh pemerintah.
2.2.4 Skala Likert
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia
adalah masalah pengungkapan atau pengukuran sikap. Pengungkapan sikap
dengan menggunakan skala sangat popular di kalangan para ahli psikologi sosial
dan para peneliti. Hal ini dikarenakan selain praktis, skala sikap yang dirancang
dengan baik pada umumnya memiliki rehabilitas yang memuaskan. Skala sikap
berwujud kumpulan pernyataan-pernyataan sikap yang ditulis, disusun, dan
dianalisis sedemikian rupa seingga respon terhadap pernyataan tersebut dapat
diberi angka (skor) yang kemudian diinterpretasikan (Azwar, 2007).
Dalam operasionalisasi variabel yang diukur oleh instrumen pengukur dalam
bentuk kuesioner, memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala Likert. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2010).
Menurut Azwar (2007), metode rating yang dijumlahkan popular dengan nama
penskalaan Model Likert, yang merupakan metode penskalaan pernyataan sikap

Universitas Sumatera Utara

19
yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya.
Prosedur penskalaan Likert didasari oleh dua asumsi, yaitu :
a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan
yang favorable atau pernyataan yang unfavorable
b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus
diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh
responden yang mempunyai sikap negatif.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak ukur
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Tabel 2. Skala penilaian untuk pernyataan positf dan negatif
Skor Negatif
No.
Kategori Jawaban
Skor Positif
1
Sangat Setuju (SS)
5
1
2

Setuju (S)

4

2

3

Ragu-Ragu (R)

3

3

4

Tidak Setuju (TS)

2

4

5

Sangat Tidak Setuju (STS)

1

5

Sumber : Sugiyono (2010)
Untuk mengukur skala Likert tersebut, digunakan rumus sebagai berikut
(Azwar, 2007):

Dimana :
T

= Skor Standar

X

= Skor Sampel
= Rata-rata Skor Kelompok

Universitas Sumatera Utara

20
S

= Deviasi Standar Kelompok

Kriteria uji, apabila :
T > 50

Persepsi Positif

T ≤ 50

Persepsi Negatif

2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai persepsi masyarakat terhadap keberadaan suatu
tempat yang baru adalah penelitian yang dilakukan oleh :
Freddy H Siburian (2010), dengan judul skripsi Persepsi Masyarakat Petani dan
Pedagang terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Harangan SiduaDua di Nagori Saribu Dolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.
Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis, antara lain: Analisis
Deskriptif untuk mengetahui bagaimana perkembangan serta harapan masyarakat
terhadap keberadaan STA di Nagori Saribu Dolok, Kecamatan Silimakuta,
Kabupaten Simalungun, dan Metode Sakal Likert untuk mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) perkembangan
Sub Terminal Agribisnis (STA) Harangan Sidua-Dua adalah berkembang relatif
lambat dengan kondisi STA yang belum berjalan sesuai fungsinya, (2) masyarakat
petani umumnya mempunyai persepsi negatif terhadap keberadaan STA Harangan
Sidua-Dua, dimana dari 86 sampel petani, 50 sampel di antaranya mempunyai
persepsi negatif terhadap keberadaan STA dan 36 sampel petani memiliki persepsi
negatif, (3) persepsi masyarakat pedagang terhadap keberadaan STA adalah raguragu dimana dari 10 sampel pedagang, sebanyak 5 sampel memiliki persepsi
negatif, dan 5 sampel lainnya memiliki persepsi positif terhadap keberadaan STA.

Universitas Sumatera Utara

21
Syobrian R. Mokoginta (2012), dengan judul skripsi Persepsi Masyarakat
terhadap Relokasi Pasar Tradisional di Kelurahan Genggulang Kecamatan
Kotamobagu Utara. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa relokasi pedagang yang ada di pasar lama ke
pasar baru belum terealisasi 100% karena mendapat penolakan dari masyarakat
sekitar, hal ini terlihat dari persentase masyarakat dan pedagang yang setuju dan
tidak setuju lebih besar yang tidak setuju. Dengan persentase dari 40 orang
pedagang yang terdata, peneliti mengambil sampel 17 responden atau 18%
pedagang di Pasar Genggulang mayoritas mengatakan setuju atas pembangunan
pasar dan relokasi pasar lama ke pasar baru, sedangkan masyarakat hasil
pembagian kuesioner di tiga kelurahan dan lima desa kecamatan Kotamobagu dari
80 responden atau 45% di antaranya tidak setuju.
I Wayan Sastrawan (2014) dengan judul skripsi Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima di Pantai
Penimbangan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Penelitian ini
mengunakan analisis regresi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa faktor yang
memepengaruhi pemilihan lokasi usaha PKL adalah aksesibilitas, visibilitas, lalu
lintas, tempat parkir, ekspansi, lingkungan, persaingan, dan peraturan pemerintah.
Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemilihan lokasi usaha PKL adalah
faktor aksesibilitas sebesar 56,331%.
2.4 Kerangka Pemikiran
Pembangunan pertanian melalui kegiatan agribisnisnya, membutuhkan fasilitas
yang mendukung dalam memperlancar kegiatan pemasaran hasil produksi
pertanian. Dalam hal melancarkan penyampaian dan memindahtangankan barang-

Universitas Sumatera Utara

22
barang dari produsennya ke pasar (konsumen), peranan lembaga-lembaga
perpasaran demikian besar. Pihak pemerintah sangat memperhatikan tentang perlu
dan teraturnya tempat-tempat pertemuan antara pedagang besar dengan para
pedagang eceran serta memungkinkan pula para konsumen untuk secara langsung
mengadakan transaksi jual beli, yaitu dengan dibangunnya Pasaran Pusat
Distribusi /Pasar Induk.
Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan merupakan salah satu pusat pasar
terbesar yang ada di Kota Medan, yang dibangun di atas lahan 12 Ha. Sebelumnya
kota Medan sudah memiliki pusat pasar yang terletak di Kelurahan Pandau Hilir
Kecamatan Medan Kota yang resmi dibuka pada 1 Maret 1933, namun seiring
berjalannya waktu, meningkatnya jumlah pedagang membuat tata letak pasar ini
tidak teratur lagi dan terlihat kumuh. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah
merelokasi pedagang yang sebelumnya berdagang di Pusat Pasar Kota Medan
untuk berdagang di Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan. Namun, tidak
semua pedagang bersedia untuk direlokasi ke Pasar Induk Sayur Mayur dan BuahBuahan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan pedagang sayur
mayur dan buah-buahan untuk tetap bertahan di Pusat Pasar Kota Medan atau
bersedia direlokasi ke Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan Kota Medan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pedagang
sayur dan buah yang direlokasi dari Pusat Pasar Kota Medan terhadap keberadaan
Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan dengan menggunakan skala Likert
serta untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perspsi pedagang sayur
dan buah terhadap keberadaan Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan Kota
Medan.

Universitas Sumatera Utara

23
Pedagang memiliki persepsi positif atau negatif terhadap keberadaan Pasar Induk
Sayur Mayur dan Buah-Buahan Kota Medan dapat diukur dari penilaian antara
pedagang yang sudah beraktivitas di Pasar Induk Sayur Mayur dan Buah-Buahan
Kota Medan dan pedagang yang masih menetap di Pusat Pasar Kota Medan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
dalam skema berikut yang terdapat pada gambar 1 :

Universitas Sumatera Utara

24

Pasar Induk Sayur Mayur dan
Buah-Buahan Kota Medan

Pedagang Sayur dan Buah

Tetap Bertahan di Pusat
Pasar Kota Medan

Faktor:
- Aksesibilitas
- Lalu Lintas
- Kenyamanan
- Persaingan
- Peraturan
Pemerintah
- Pensiasatan
Sistem Kontrol

Persepsi Pedagang Sayur
dan Buah
Skala Likert

Positif

Keterangan

Bersedia direlokasi ke Pasar
Induk Sayur Mayur dan
Buah-Buahan Kota Medan

Negatif

:
: Menyatakan hubungan
: Menyatakan pengaruh
: Menyatakan dievaluasi dengan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

25
2.5 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Persepsi pedagang sayur dan buah terhadap keberadaan Pasar Induk Sayur
Mayur dan Buah-Buahan adalah positif.
2. Terdapat hubungan yang nyata antara aksesibilitas, lalu lintas, kenyamanan,
persaingan, peraturan pemerintah, dan pensiasatan sistem kontrol dengan
persepsi pedagang sayur dan buah dalam keputusan untuk bertahan di Pusat
Pasar Kota Medan
3. Terdapat hubungan yang nyata antara aksesibilitas, lalu lintas, kenyamanan,
persaingan, dan peraturan pemerintah dengan persepsi pedagang sayur dan
buah dalam keputusan untuk bersedia direlokasi ke Pasar Induk Sayur Mayur
dan Buah-Buahan
4. Terdapat hubungan yang nyata antara persepsi pedagang sayur dan buah
dengan keputusan pemilihan lokasi

Universitas Sumatera Utara