Pemanfaatan Lignin Isolat Bahan Pengikat Alami (Natural Binder) Dari Kayu Pinus (Pinus Merkusii Jungh Et De Vriese) Sebagai Penguat Aspal

24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Aspal

Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa
organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh pecahan
batu batuan. Setelah berjuta juta tahun material organisme dan lumpur terakumulasi
dalam lapisan-lapisan ratusan meter, beban dari beban teratas menekan lapisan yang
terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama - kelamaan menjadi
atau terproses menjadi minyak mentah yang menjadi senyawa dasar hydrocarbon.
Aspal biasanya berasal dari destilasi dari minyak mentah, namun aspal ditemukan juga
sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral ( Shell
Bitumen, 1990).
Aspal adalah sistem koloidal yang rumit dari material hydrocarbon yang
terbuat dari Asphaltenes, resin dan oil. Material Aspal berwarna coklat tua sampai

hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam
dengan penyulingan minyak.(Kreb,RD & Walker, RD.,1978)
Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat
agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Aspal adalah
material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis. Jadi,
aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali
membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).
Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal
yang terbentuk dari senyawa yang komplek seperti Asphaltenes, resin,saturate dan oil.
Asphlatenes material susunan pembentuk dari aspal dan resin mempengaruhi dari
sifat-sifat adesi dan daktilitas, oils berpengaruh terhadap viskositas dan flow (Hunter
RN, 1994).

Universitas Sumatera Utara

25

Soeprapto Totomihardjo (1994), aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan
carbon (C) yang terdiri dari paraffins, naphtene dan aromatics, bahan-bahan tersebur

membentuk :
a)

Asphaltenese : Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan
aromatics/ benzene structure serta berat molekul tinggi.

b)

Oils : Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltenese, tersusun
dari paraffins (waxy), cyclo paraffins (wax-free) dan aromatics serta
mempunyai berat molekul rendah.

c)

Resin : Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan
mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oils dan resin sering
disebut maltenese.

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam
bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi

kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke dalam campuran
(Crauss, J et al, 1981).
Anang Priambodo (2003) di dalam tesisnya mendefinisikan aspal juga
merupakan material yang bersifat visco-elastis dan mempunyai ciri-ciri beragam
mulai dari yang bersifat sangat melekat sampai dengan yang bersifat elastis. Diantara
sifat-sifat aspal yang lain adalah :
a)

Aspal mempunyai sifat Thrixotropy, yaitu dibiarkan tanpa mengalami
tegangan - tegangan aspal akan menjadi keras sesuai dengan jalannya waktu.

b)

Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan antara tegangan (stress) dan
regangan (strain) yang dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami
pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat
elastis, namun pembebanan yang terjadi cukup lama sifat aspal menjadi plastis
(viscous).

c)


Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensi atau viskositasnya
akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin
tinggi temperatur maka viskositasnya semakin rendah atau aspal akan semakin
encer, demikian pula sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

26

Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui durabilitas campuran aspal.
Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak
ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka pendek) dan
oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang).
Kedua proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal dan
selanjunya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat meningkatkan
ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan kemampuan menyebarkan
beban yang diterima, tetapi dilain pihak campuran aspal akan menjadi lebih getas
sehingga akan cepat retak dan akan menurunkan ketahanan terhadap beban berulang.


Gambar 2.1 Struktur Aspal
Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah

Universitas Sumatera Utara

27

2.1.1

Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses
pembentukannya adalah sebagai berikut :

a) Aspal Alamiah
Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan
Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat
anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung
kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak

bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

b) Aspal Batuan
Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang
diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di
Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan
lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada
daerah-daerah tertentu saja.

c) Aspal Minyak Bumi
Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk
perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal
dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio,
Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan
Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur
Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).
Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam
pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini,
mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :
1) Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi

1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi

Universitas Sumatera Utara

28

anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih banyak, yaitu
sebesar 85%).
2) Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses
fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing
(RC).
3) Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut angka
penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. Umumnya aspal
beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas beberapa
jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan Hot Mix Asphalt
Concrete (HMAC) merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam jalan
raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton
campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Aspal iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran.

Aspal jenis ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis
termasuk Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik
dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan
persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70
Sifat

Ukuran

Spesifikasi

Standart Pengujian

Densitas pada T 25 oC
Penetrasi pada T 25 oC
Titik leleh
Daktilitas pada T 25 oC
Kerugian pemanasan
Penurunan pada penetrasi setelah

pemanasan
Titik nyala
Kelarutan dalam CS2
Spot Test

K/m3
0,1 mm
o
C
Cm
%wt

1010 - 1060
60/70
49/56
Min. 100
Max. 0,2

ASTM-D71/3289
ASTM-D5

ASTM-D36
ASTM-D113
ASTM-D6

%

Max. 20

ASTM-D6&D5

Min. 250
Min. 99,5
Negatif

ASTM-D92
ASTM-D4
AASHO T102

o


C
%wt

Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah

Universitas Sumatera Utara

29

2.1.2

Sifat Kimiawi Aspal

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul
berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut
maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi
instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene. (Koninklijke, 1987).

Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari
paraffin, naften dan aromatis, bahan-bahan tersebut membentuk :
a) Asphaltene. Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur benzena
aromatis serta berat molekul tinggi.

Gambar 2.2 Struktur Asphaltene

b) Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari
paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.
c) Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan mempunyai
berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering disebut maltene.

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut
agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan
mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke
dalam campuran (Rianung, 2007).

Universitas Sumatera Utara

30

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan
resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang
berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

Gambar 2.3 Struktur Saturate

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh
hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa
logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya.
Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%),
Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal :
a). Asphaltene
-

Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar,
merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 :1, berat molekul 1000 – 100000,
dan tidak larut dalam n-heptan.

-

Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan akan
rusak.

-

Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin
tinggi titik lembeknya, makin rendah harga penetrasinya.

b). Resin
1. Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H, dan
sedikit O, S, dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 - 1,4, berat molekul
500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.

Universitas Sumatera Utara

31

2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau peptisizer
dari asphaltene.
c). Aromatis
1. Berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di
dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000.
2. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.
d). Saturate
-

Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan
aromatis.

-

Tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan
aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.

Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur membentuk koloid
atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate. Dengan demikian maka aspal
atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam,
lengket, larut dalam karbon disulfida, dan disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis
hidrokarbon” yang sangat kompak. (Nuryanto, A. 2008).

2.1.3

Aspal Modifier

Aspal modifier adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer
alam atau polimer sintetis dengan aspal. Aspal modifier telah dikembangkan selama
beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer
(biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik
terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan
usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan
lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan (Polacco,
2005).
Penggunaan campuran aspal modifier merupakan trend yang semakin
meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan kualitas
aspal yang lebih baik dan tahan lama. Aspal modifier yang diperoleh dari interaksi
antara komponen aspal dengan bahan pengikat alami (Natural binder) atau aditif

Universitas Sumatera Utara

32

polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari aspal tersebut. Dalam hal ini terlihat
bahwa keterpaduan bahan pengikat alami (Natural binder) atau aditif polimer yang
sesuai dengan campuran aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk
memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir (Fei-Hung, 2000).

Dengan kemajuan teknologi pada saat ini banyak dihasilkan bahan tambah
atau modifier, sering juga disebut aditif, yaitu suatu bahan yang dapat dicampurkan
atau ditambahkan pada aspal atau batuan.

Untuk hal ini ada baiknya kalau dapat diketahui mengenai susunan rangkaian
dari atom yang ada pada aspal, menurut G.T Austin, ditinjau dari sudut kimia aspal
merupakan suatu rangkaian atom atau “polymer“. Polimer satu dengan polimer
satunya tidak berkaitan secara kuat karena adanya ikatan rangkap pada struktur
molekul tersebut atau biasa disebut “Co-polymer”. Sifat sifat Co-polymer tersebut
secara umum bersifat antara lain :
a. Stabilitas yang rendah
b. Kurangnya ketahanan terhadap suhu.
c. Mudahnya mengikat atom bebas.

Adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut para ahli berusaha
menemukan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimiawi dari aspal. Akhirnya
ditemukan berbagai macam bahan tambah yang berfungsi sebagai katalisator pada
reaksi kimia pada aspalnya. Lewat reaksi kimia katalisator ini mengubah ikatan
rangkap pada aspal menjadi ikatan – ikatan tunggal pada rantai panjang, yang lasim
disebut polimer, yang bertindak sebagai katalisator untuk memperbaiki struktur
molekul pada aspal (Rianung, 2007).
Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah pemakaian
bahan pengikat alami (Natural binder) atau aditif akan dapat merubah sifat-sifat
aspal antara lain :
a. Meningkatkan stabilitas.
b. Mengurangi kepekaan terhadap suhu.
c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.

Universitas Sumatera Utara

33

Untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan permukaan aspal, peneliti telah
memusatkan perhatian pada aditif yang diperoleh dengan memanfaatkan bahan
pengikat alami (Natural binder), seperti lignin isolat dari kayu pinus (pinus merkusii
jungh et de vriese). Untuk bahan-bahan polimer yang efektif digunakan jalan raya,
haruslah yang dapat meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih, mengurangi
cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu tinggi (King,
1986).

2.2

Bahan Pengikat Alami (Natural Binder)

Bahan pengikat alami (natural binder) aspal adalah suatu bahan yang dipakai untuk
ditambahkan pada aspal. Terrel & Epps (1988), penggunan bahan pengikat alami
(natural binder) atau aditif aspal merupakan bagian dari klasifikasi jenis aspal
modifier yang yang berunsur dari jenis karet alam, karet sintetis /buatan juga dari
karet yang sudah diolah (dari ban bekas), dan juga dari bahan plastic. Adapun
pengujian yang pernah dilakukan adalah :
a.

Badan Litbang Dep PU (2007), melakukan pengujian dengan menggunakan
bahan pengikat alami (natural binder) dengan menggunakan karet alam
(Lateks KKK.60) untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan berasapal
sebesar 3 % dari berat aspal minyak dengan hasil memperbaiki karakteristik
aspal konvensional, meningkatkan mutu perkerasan beraspal yang ditunjukkan
dengan peningkatan modulus resilien dan kecepatan deformasi, meningkatkan
umur konstruksi perkerasan jalan yang ditunjukkan percepatan terjadinya retak
dan alur .

b.

PT. Tunas Mekar Adiperkasa (2005) dengan produknya aspal BituPlus®.
Aspal BituPlus® memakai polimer elastomerik atau dari bahan jenis karet.
Pengujian dilakukan dari penelitian penggunaan aspal tersebut pada jalan yang
telah dibangun. Hasil penelitian adalah dengan pemakaian aspal BituPlus®
menghasilkan aspal yang memiliki titik lembek tinggi, kelenturan yang lebih
baik serta penetrasi yang optimal daripada menggunakan aspal biasa serta
perkerasan jalan lebih tahan terhadap aging akibat pengaruh sinar ultraviolet
sehingga memperbaiki kinerja beton aspal.

Universitas Sumatera Utara

34

2.2.1

Lignin

Lignin berasal dari kata “lignum” yang berarti kayu. Lignin merupakan salah satu
komponen kayu baik kayu jarum (gymnospermae) maupun kayu daun (angiospermae)
di samping polisakarida dan ekstraktif (sarkanen dan ludwig, 1971). Ketiganya
merupakan komponenn polimer, bergabung satu sama lain membentuk suatu struktur
tiga dimensi yang sangat kompleks.
Lignin adalah bahan polimer alam kedua terbanyak setelah selulosa, lignin
berada pada dinding sel dan antar sel, membuat kayu keras dan mampu menahan
stress

mekanik. Lignin berada dengan

polisakarida kayu, seperti selulosa dan

liemilulosa yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap molekul air (hidrofobik) dan
berfungsi mengontrol penyerapan air oleh kayu. Lignin merupakan perekat alam,
suatu polimer kompleks penyusun kayu (Fengel dan wagener, 1985).
Jumlah dan sifat lignin kayu sangat bervariasi dan bergantung pada jenis kayu,
kayu daun jarum (softwood) atau kayu daun lebar (hard wood), lingkaran usia kayu.
Penelitian pada “Douglas-fir: menunjukkan bahwa kayu di bagian tengah batang
memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tepi batang.
Kayu daun tropis mempunyai kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan dengan
kayu daun dari daerah temperatur sedang. Kandungan lignin kayu jarum bervariasi
antara 24-33% dan kayu daun tropis 26-35%. Dalam tanaman bukan kayu kandungan
lignin umumnya antara 12-17% (Supri, 2000).

2.2.2

Gugus Fungsi Pada Lignin

Lignin mempunyai gugus fungsi antara lain metoksil, hidroksil fenolik, hidroksil non
fenolik, karbonil, eter, dan karbosilat (Dance, 1992). Analisis gugus fungsi lignin pada
prinsipnya merupakan analisis gugus fungsi organik yang sulit. Hal tersebut
disebabkan oleh sifat lignin yang khas suatu polimer alam dengan struktur rumit, sifat
polifungsi dan kelarutan sangat terbatas (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.3

Gugus Hidroksil Pada Lignin

Suatu monomer lignin mempunyai gugu hidroksil alifatik terminal pada C-γ pada
rantai samping selain gugus hidroksil fenolik pada C -4 cincin aromatik (Dance, 1992).

Universitas Sumatera Utara

35

Lignin kayu dan bambu mengandung hidroksil alifatik total lebih dari 1,1 mol/satuan
C -9 , sedangkan kandungan hidroksil fenolik total pada lignin kayu kurang dari 0,1 mol
persatuan C -9 . Gugus hidroksil fenolik sangat mempengaruhi stabilitas warna putih
pulp dan berperan penting dlam proses pulping dan pemucatan pulp karena
kemampuannya memecah ikatan eter yang dibantu oleh katalis basa dan degradasi
oksidatif lignin. Reaktivitas kimiawi lignin dalam berbagai proses modifikasi sangat
dipengaruhi kandungan hidroksil fenolik (reaksi dengan formaldehid untuk produksi
bahan perekat). Pengukuran kuantitatif gugus hidroksil fenolik memberikan informasi
penting tentang struktur dan reaktivitas lignin (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.4

Spektroskopi Infra Merah Pada Lignin

Spektrum lignin menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan
secara empiris bagi gugus-gugus struktural, berdasarkan hasil yang diperoleh dari
senyawa model lignin. Pita-pita FTIR khas dengan peruntukan saling mungkin
tercantum dalam tabel 2.2
Tabel 2.2 Pita Serapan Penting FTIR Lignin (menurut Hergert 1971).
Kedudukan (cm-1)

Pita Serapan Asal

3450-3400

Rentangan OH

2940-2820

Rentangan metil dan metilen

1715-1710

Rentangan C=O tak terkonjugasi

1675-1660

Rentangan C=O terkonjugasi

1605-1600

Vibrasi cincin aromatik

1515-1505

Vibrasi cincin aromatik

1470-1460

Deformasi C-H (asimetri)

1430-1425

Vibrasi cincin aromatik

1330-1325

Vibrasi cincin siringil

1270-1275

Vibrasi cincin quaiasil

1085-1030

Deformasi C-H2 C-O

Pita serpan infra merah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510
cm-1 dan 1600 cm-1 (vibrasi cincin aromatik). Daerah bilangan gelombang yang di

Universitas Sumatera Utara

36

sebut pertama miskin dalam pita-pita tambahan dan karena itu dapat digunakan untuk
mengkaji adanya lignin dalam sedian-sedian yang tak diketahui.
Hubungan yang berbeda antara intentitas pita-pita serapan pada 1510 cm-1dan
1600 cm-1 dapat digunakan untuk membedakan lignin kayu lunak dan kayu keras.
Dalam senyawa model siringil tak terkonjugasi dan lignin kayu keras. Intentitas pitapita serapan tersebut hampir sama, sedangkan dalam senyawa quaiasil tak
terkonjugasi dan lignin kayu lunak intentitas pita-pita serapan 1510 cm-1 jauh lebih
tinggi lagi. Serapan quaiasil dan siringil masing-masing terdapat pada sekitar 1270
cm-1 dan 1330 cm-1 (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.5

Isolasi Lignin

Disebabkan oleh sifat-sifat lignin yang dihasilkan dari struktur molekul dan
terdapatnya di dalam dinding sel, maka isolasi dalam bentuk yang tidak berubah dan
penentuannya secara pasti hingga sekarang belum dimungkinkan. Semua metoda
isolasi mempunyai kerugian yaitu mengubah struktur alami lignin secara mendasar
atau hanya melepaskan sebagian lignin yang relatif tidak berubah. Metoda isolasi
lignin pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:


Metoda yang menghasilkan lignin sebagai sisa.



Metoda yang melarutkan lignin tanpa bereaksi dengan pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi atau dengan pembentukan turunan yang larut.

Sebelum isolasi lignin, ektraktif harus dihilangkan terlebih dahulu untuk mencegah
pembentukan hasil-hasil kondensasi dengan lignin selama proses isolasi. Dengan
alasan yang sama, terutama jika asam mineral kuat digunakan dalam isolasi pelarut
seperti alkohol atau aseton harus dihilangkan dengan sempurna dari kayu yang
diekstraksi. Metoda isolasi kelompok pertama menghasilkan lignin asam dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida, campuran asam-asam tersebut atau
mineral lain. Dalam hal lignin asam sulfat konsentrasi asam yang digunakan untuk
tahap hidrolisis pertama adalah antara 68% dan 78% (kebanyakan 72%) kemudian
dilanjutkan dengan tahap pengenceran dan untuk menyempurnakan hidrolisis
polisakarida digunakan asam dengan konsentrasi rendah. Lignin asam klorida yang

Universitas Sumatera Utara

37

diperoleh dengan mereaksikan kayu dengan asam klorida lewat jenuh dikatakan
kurang terkondensasi bila dibandingkan dengan lignin asam sulfat. Semua lignin
yang diperoleh dengan hidrolisis asam berubah struktur dan sifat-sifatnya terutama
karena reaksi kondensasi (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.6

Penentuan Lignin

Penentuan kandungan lignin adalah penting untuk analisis kayu maupun untuk
karakteristik pulp. Metoda-metoda penentuan lignin secara kuantitatif dapat dibagi
sebagai berikut :
1.

Metoda langsung , yaitu lignin ditentukan sebagai sisa.

2.

Metoda tidak langsung, dimana kandungan lignin dihitung sesudah penetuan
polisakarida, dihitung dengan metoda spektrofotometri, merupakan hasil
reaksi lignin dengan kimia pengoksidasi.

Lazim pada semua metoda penentuan lignin adalah munculnya persoalan senyawa
penggangu (senyawa ekstraktif hasil degradasi polisakarida).
Metoda langsung didasarkan pada prinsip isolasi dan penentuan secara
gravimetri lignin yang tidak larut dalam asam. Metoda yang paling mantap adalah
penentuan lignin menurut Klason. Hidrolisis dilakukan dengan perlakuan kayu yang
sudah diekstraksi lebih dahulu atau pulp tak dikelantang dengan asam sulfat 72%
dan langkah terakhir hidrolisis dengan asam sulfat 3% pada kondisi tertentu (Fengel
dan wagener, 1985).

2.3

Perekat

2.3.1

Isosianat

Perekat isosianat merupakan bahan reaktif yang kuat rekatannya pada logam, karet,
plastik, gelas, kulit, kain. Yang terpenting ialah dipoli-isosianat, yang gugus-gugus
fungsinya efektif berikatan dengan gugus-gugus berkandungan hidrogen aktif (seperti
amino, imino, karboksil, sulfonat, hidroksil).

Universitas Sumatera Utara

38

Penggunaannya dapat tersendiri atau dicampur larutan elastromer (perekat karet
ke logam atau kain), zat pengubah sifat perekat basis karet (serba guna), sebagai
reaktan dengan poliester atau polieter menghasilkan poliuretan untuk maksud khusus.
Perekat isosianat misalnya difenilmetan diisosianat dalam khlorobenzen baik
untuk merekatkan logam-elastromer yang tahan panas, pelarut pukulan dan awet
(tidak mengalami fatigue/kelelahan). Larutan 2% isosianat dalam hidrokarbon
aromatik meningkatkan adhesi antara kain dengan karet apabila dipakai sebagai
primer.
Bila dipoli-isosianat dicampur dengan perekat basis karet (sampai 20% berat,
bebas pelarut), dioleskan ke substrat, dikeringkan, lalu curing, terhasil rekatan yang
baik. Difenildiisosianat modifikasi, yakni dengan karet (alam/sintetik) dalam pelarut
aromatik, baik untuk primer karet ke kain. Diisosianat juga baik untuk meningkatkan
adhesi antara serat poliester dengan karet, yaitu dengan dimasukkan ke karet saat
pemrosesan. Diisosianat juga memperbaiki rekatan karet-logam dengan perbandingan
tertentu.
Perekat isosianat-poliester metan juga banyak dipergunakan. Isosianat
polifungsi direaksikan dengan senyawa polihidroksi (poliester tak jenuh atau fenol)
membentuk poliuretan bergugus isosianat bebas, yang dapat bereaksi dengan
permukaan substrat. Reaksinya dapat sempurna atau parsial selama curing
(Hartomo,A.J., 1996).

2.3.1.1 Jenis Perekat Isosianat
Isosianat merupakan bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, ia
mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khusnya dengan reaktan nukleofilik.
Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat posistif dari atom C dalamn ikatan
rangkap yang terdiri dari pada N, C, dan O.
Dalam pembentukan poliuretan adalah sangat perlu memilih isosianat yang
sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhir, seperti
terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretana, dan alfanat. Banyak peneliti telah
memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang
diinginkan. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan contohnya :

Universitas Sumatera Utara

39

a).

Difenilmetana diisosianat (MDI)
MDI adalah turunan dari aniline, reaksi dasarnya yaitu
NH2
CH2O

H2N

CH2

NH2

4,4 - diaminodippenylmethane
COCl2
OCN

CH

2

NCO

Diphenylmethane 4,4 - diisosianat

Dalam tahap pertama, aniline bersama dengan formaldehid pada konsentrasi
yang ada. Asam klorida sebagai katalis, produknya campuran dari amine, yang
disusun terutama dari 4,4 – diamino difenilmetana dengan jumlah 2,4 – isomer dan
macam-macam poliamina lebih kurang 6 kelompok amino setiap molekul. Poliamina
mempunyai struktur sebagai berikut;
CH

HN
2

CH
2
CH

2

2

CH2

Komposisi yang tepat dari campuran terutama tergantung perbandingan aniline
formaldehid yang digunakan, ia akan bertambah jumlahnya karena aniline

yang

diberikan pada susunan dari diamino difenilmetana. Kadang-kadang campuran amin
adalah fraksi bersih yang diberikan 4,4, - diamino difenilmetana yang mana
selanjutnya melalui tahap phosgenasi dari difenilmetana 4,4 diisosianat.
Difenilmetana diisosianat berwujud padat, dengan titik leleh 37 – 38 oC
disamping itu polimer difenilmetana diisosianat juga ada berwujud cair, keduaduanya produk yang mempunyai tekanan uap rendah disbanding dengan toluene
diidosianat telah digunakan dalam pembuatan elastomer dalam skala pabrik dan
polimer difenilmetana yang paling luas dalam pemakaiannya terutama untuk produk
rigid foam.

Universitas Sumatera Utara

40

b).

Toluen Diisosianat (TDI)
Toluene adalah bahan pertama dari produksi toluene diisosianat (TDI).

Prosesnya boleh bervariasi supaya memberikan hasil dari turunan ispmer yang
dikehendaki.

Pada

proses

phosgenasi

biasanya

mempertimbangkan

untuk

mengikutsertakan pada pembentukan dari karbonil klorida didalam keadaan dingin
dan produk ini dalam keadaan panas.
R – NH2 + COCl 2
R – NHCOCl

R – NHCOCl + HCl
R – NCO + HCl

Isomer toluene diisosianat adalah campuran cair dalam batas suhu 5 – 15

0

C dan

karena itu biasanya dijumpai sebagai cairan tolilen 2,4 – diisosianat, dan jika dijumpai
dalam padatan biasanya dengan titik leleh 22 oC.
Toluen diisosianat dapat menimbulkan iritasi pada pernapasan dan sangat
diperhatikan dalam pengguanaannya. Produknya bermacam-macam lebih dari 80 : 20
campuran isomer yang sangat luas penggunaanya, terutama dalam produksi dari
fleksibel foam. 4 – isosianat adalah kelompok paling banyak digunakan yang lebih
reaktif disbanding 2 atau 6 – isosianat.
c).

Nafialena 1,5 – diisosianat (NDI)
Naftalena 1,5 – diisosianat adalah turunan dari naftalena
NH2

NO2

[H]

HNO3 H SO
3 4
0
80 – 100 C
NO2
Naphthalene
1,5 - diamine

1,5 - dinitronaphthalene

NH2
Napthalene

COCI 2
NCO

NCO
Napthalene 1,5 - diidosianat

Universitas Sumatera Utara

41

Naftalena 1,5 – diisosianat adalah berwujud padat dengan titik leleh 128

0

C dan

mempunyai tekanan uap rendah dari pada toluen diisosianat dan bersifat kurang toksit
dalam penggunaannya, tetapi ia mempunyai sifat yang sensitive. Naftalenen 1,5 –
diisosianat digunakan tertama dalam produk elastomer.

d).

HDI (Hexametilen diisosianat)

Hexametilen diisosianat (HDI) dihasilkan melalui phosgenasi hexametilendiamin
COCl 2
H2 N – (CH2 ) 6 – NH2

OCN – (CH2 ) 6 – NCO

Hexametilen diisosianat merupakan cairan yang tekanan penguapannya hampir
sama dengan TDI juga bersifat mengganggu pernafasan dan dapat menimbulkan efek
yang berbahaya terhadap kulit dan mata. HDI merupakan salah satu diisosianat yang
pertama sekali digunakan dalam pembuatan PU dalam hal ini dalam pembuatan fiber
(Hepburn, C., 1991).

2.3.2

Poliuretan

Poliuretan (Polyurethanes) merupakan polimer buatan yang multiguna dari sekian
banyak polimer yang ada. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu
contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Poliuretan
dihasilkan dari reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol
digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut
poliurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut
Poliuretan juga (karena poliurea tidak begitu terkenal). Poliuretan dapat berikatan
dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena
itu, poliuretan sering digunakan untuk co-polymer blok buatan dengan sifat elastis
yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat termo-plastik
elastomers.
Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang diproduksi
melalui reaksi senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat. Sifat-sifat fisika dari

Universitas Sumatera Utara

42

poliuretan yang dihasilkan bergantung pada struktur dan fungsional dari senyawa
hidroksil dan isosianat yang membentuknya.
Elastomer poliuretan digunakan sebagai perekat kontak yang dihasilkan melalui
reaksi antara poliester diol dengan 4,4’-difenil-imetan-diisosianat yang menghasilkan
suatu polimmer linier yang cabangnya dapat diabaikan. Poliester ini akan
menyumbangkan sifat kristalinitas pada produk akhir poliuretan. Polimer ini
dihasilkan melalui suatu proses polimerisasi dengan temperatur reaksi 100-140oC
(umumnya 120oC) dan waktu reaksinya sekita 0,5-24 jam (umumnya adalah sekitar 12 jam). Massa molarnya dapat dihitung dengan mengukur viskositas spesifiknya.
Untuk menghasilkan sifat-sifat larutan yang baik, maka perbandingan molar
isosianat dengan hidroksil, biasanya berkisar antara 0,97:1,0 dan 0,99:1,0 yang dapat
menghasilkan suatu polimer dengan gugus hidroksil terminal.
Walaupun ada sejumlah reaksi yang merumuskan pembentukan poliuretan,
tetapi hanya satu bentuk umum yang paling penting: yaitu reaksi antara suatu isosianat
dengan suatu alkohol. Untuk menghasilkan polimer ini, maka paling tidak harus
mengandung dua gugus fungsional :
n OCNRNCO + n HOR’OH → n OCN(RNHCOOR’)OH
(Wake,W.C.,1987)
Ketahanan terhadap air dan bahan kimia, ozon sampai radiasi dan cuaca,
cukup baik. Berfungsi baik pada suhu -200oC sampai 177oC bila formulasi baik.
Pemakaian untuk non-struktural, beban sedang. Dapat dipergunakan untuk
merekatkan logam, karet, kayu, kertas, gelas, keramik, dan plastik, kecuali polisulfida
dan fluorokarbon. Bbagus untuk polivinil klorida. Baik untuk menggatur sifat perekat
basis karet (Hartomo,A.J., 1996).

Poliuretan merupakan hasil dari reaksi campuran yang meliputi epoxies,
unsaturated polyesters, dan phenolics. Suatu ikatan uretan dihasilkan dengan
bereaksinya suatu isocyanate, -N=C=O dengan suatu hidroksil (alcohol), -OH.
Poliuretan diperoleh dari reaksi polyaddition dari suatu polyisocyanate dengan suatu
polialkohol (polyol) dengan suatu katalisator dan zat tambahan lain. Dalam hal ini,

Universitas Sumatera Utara

43

suatu poliisosianat adalah suatu molekul dengan dua atau lebih isosianat fungsional
dan suatu poliol (suatu molekul dengan dua atau lebih gugus fungsional hidroksil).

Produk reaksinya adalah suatu polymer berisi ikatan uretan, -RNHCOOR’-.
Isosianat-isosianat akan bereaksi dengan molekul apapun yang memiliki suatu
hidrogen yang aktif. Isosianat bereaksi dengan air untuk membentuk suatu ikatan urea
dan gas-gas asam-arang; serta bereaksi dengan poli(ether)amines untuk membentuk
poliurea. Secara komersial, Poliuretan diproduksi dengan bereaksi suatu cairan
isosianat dengan suatu campuran cairan dari poliols, katalisator, dan aditif lain. Dua
komponen ini adalah dikenal sebagai sebagai sistem poliuretan. Isosianat biasanya
dikenal sebagai A-Side atau iso. Campuran dari poliols dan lain aditif biasanya
dikenal sebagai B-Side atau sebagai poli. Campuran ini juga disebut sebagai campuran
damar. Resin/damar meliputi/digunakan untuk rantai extenders, cross linkers,
surfactants, retardants, pigmen, dan pengisi.
Komponen utama yang penting dari suatu Poliuretan adalah isosianat yang
molekulnya berisi dua isosianat (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagai
monomers

atau

monomer

unit.

Isosianate

dapat

berbau

harum,

seperti

diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanate (TDI); atau alifatik,
seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate (IPDI). Suatu
contoh dari suatu isosianat yang polimerik adalah diphenylmethane diisocyanate ,
yang merupakan suatu campuran dari molekul dengan dua, tiga, dan empat atau lebih
isosianat yang dapat dimodifikasi lebih lanjut oleh suatu poliol untuk membentuk
suatu prepolimer (bereaksi secara parsial).
Suatu quasi-prepolimer dibentuk saat perbandingan stoikiometri tentang
isosianat ke dalam gugus hidroksit lebih besar dari 2:1. Suatu prepolimer dibentuk
ketika perbandingan stoikiometri-nya memadai atau sama dengan 2:1. Ciri terpenting
dari isosianat adalah memiliki peran penting dalam kerangka dasar serta kemampuan
dan sifat merekatnya.
Komponen kedua yang juga tidak kalah penting dari suatu poliuretan polimer
adalah poliol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3
kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, poliols dibedakan dari rantai yang
pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene

Universitas Sumatera Utara

44

glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Polyols dibentuk oleh
pembebasan dan penambahan radikal tentang propylene oksida (PO), ethylene oksida
(EO) ke suatu hidroksil atau amina atau oleh polyesterification dari suatu di-acid,
seperti asam adipin; dengan glikol, seperti etilen glikol atau dipropilen glikol (DPG).
Poliols yang diperluas dengan PO atau EO nantinya disebut poleter poliols (Poliol
yang dibentuk oleh poliesterifikasi). Pemilihan dari poliol sangat mempengaruhi status
fisiknya, dan sifat fisis dari Poliuretan polimer (seperti bobot molekular).

Poliuretan yang utama diproduksi dari reaksi antara suatu diisosianat (jenis
alifatik dan berbau harum) dan suatu poliol, secara khas suatu polipropilen glikol atau
poliester poliol, dengan katalisator dan bahan-bahan yang mampu mengendalikan
struktur sel (surfactants). Poliuretan dapat dibuat bervariasi dari kepadatan dan
kekerasan dengan bermacam-macam jenis monomer yang digunakan dan ditambahkan
kedalam unsur lain untuk memodifikasi karakteristik mereka, khususnya kepadatan.
Pilihan dari diisosianat juga mempengaruhi stabilitas dari poliuretan atas
pengaruh terhadap cahaya. Poliuretan yang dihasilkan lebih lembut, elastis, dan lebih
fleksibel ketika difunctional polietilen glikol segmen yang linier, biasanya disebut
polieter poliols, digunakan untuk menciptakan uretan. Strategi ini digunakan untuk
membuat karet lunak dan serat spandex yang elastomeric, seperti halnya karet busa.
Produk yang lebih keras dihasilkan jika polifunctional poliols digunakan
dengan suatu struktur tiga-dimensi yang cross-linked-nya didapat dalam wujud suatu
low-densas juga dapat dibuat dengan penggunaan dari trimerisasi katalisator khusus
yang menciptakan struktur siklis di dalam acuan/matriks busa, sehingga memberi
kekerasan lebih yang berhubungan dengan panas struktur yang yang stabil.
Saat ini, aplikasi poliuretan paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai bahan
busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis.
Pembuatan busa dari poliuretan dimungkinkan dengan menggunakan agen
pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi
sehingga poliuretan dapat membentuk busa. Jika poliuretan yang digunakan bersifat
lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan
jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding,
insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa poliuretan bersifat ulet dan tidak

Universitas Sumatera Utara

45

mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, poliuretan juga dapat dibuat
menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen. Sifat poliuretan yang dapat
terdegradasi oleh sinar ultraviolet dari matahari dapat diatasi dengan menambahkan
aditif UV stabilizer (Nazarudin, 2007).
Aplikasi yang tak kalah penting adalah sebagai elastomer untuk menggantikan
karet alam. Di sini, sifat poliuretan yang elastis, kuat, tahan gores, dan tahan terhadap
minyak sangat berguna. Bahan elastomer digunakan untuk melapisi bahan yang
terkena tekanan mekanik terus-menerus, seperti roda gigi, pelapis rol, dan sol sepatu.
Misalnya sebagai pelapis rol pada mesin pembuat kertas, di mana poliuretan akan
mengalami tekanan hingga 5.3 MPa dan diputar dengan kecepatan sampai 600 rpm
(Kibbie, 2000).

2.3.2.1 Pembentukan Ikatan Silang Poliuretan
Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan silang poliuretan, yaitu:
1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua
atau lebih gugus hidroksi per molekulnya. Dimana tingkat

ikatan silang

tergantung pada dasar struktur, fungsi dari kandungan polihidroksinya, dan
variasi kandungan hidroksi.
2. Poliuretan liniear direaksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat
yang mempunyai dua gugus fungsi.

Poliuretan elastis pertama kali disintesis oleh O, Bayer (1962) dengan dua tahap, yaitu
pengeringan dan berat molekul rendah. Poliester atau polieter yang memiliki gugus
hidroksi akan direaksikan dengan isosianat berlebih. Kira-kira 2 atau 3 molekul dioal
linear berikatan secara bersama-sama sehingga dapat memperpanjang rantai rantai
yang lurus serta mengandung beberapa gugus uretan (Eisenbach and Hartmuth, 1990).

Universitas Sumatera Utara

46

2.4

Agregat

Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun
komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan
(manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang
digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan.
Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No. 76/KPTs/Db/1999. Pedoman
Teknik Perencanan Campuran beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak
Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan,
agregat dibedakan dalam beberapa kelompok yaitu :

a) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas
batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas
untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih
ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.
b) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan
saringan No. 200 (0.075 mm) terdiri dari hasil pemecahan batu atau pasir alam.
Fungsi utama dari agregat halus adalah untuk mendukung stabilitas dan
mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan dan gesekan antar
partikel, berkenaan dengan itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup
dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan
bahan organik.
c) Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm)
tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.(SK. SNI M-02- 1994-03). Fungsi dari
Filler adalah untuk meningkatan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan
terhadap temperatur. Hasil penelitian umumnya menunjukan bahwa meningkatnya
jumlah bahan pengisi (filler) cenderung akan meningkatkan stabilitas dan
mengurangi rongga dalam campuran. Adapun persyaratan untuk agregat dan
standar uji serta batasan batasan tercamtum dalam Tabel 2.3 (Rianung, 2007).

Universitas Sumatera Utara

47

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat
No

Karakteristik

Standar Pengujian

Persyaratan

A. Agregat Kasar
1
2
3
4
5
6

Penyerapan air
Berat Jenis
Abrasi dengan mesin Los Angeles
Kelekatan agregat terhadap aspal
Partikel pipih
Partikel Lonjong

SNI 03-1969-1990
SNI 03-1970-1990
SNI 03-2417-1991
SNI 03-2439-1991
ASTM D-4791
ASTM D-4791

maks. 3%
min. 2.5 g/cc
maks. 40%
min. 95%
maks. 25%
maks. 10%

SNI 03-1969-1990
SNI 03-1970-1990
AASHO T-176

maks. 3%
min. 2.5 g/cc
min. 50%

SNI M-02-1994-03

min. 70%

B. Agregat Halus
1
2
3

Penyerapan air
Berat Jenis
Nilai setara pasir

C. Filler
1

2.4.1

Material lolos saringan no.200

Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat
dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical
sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas :
pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai
(Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal,
sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut
PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut :
-

Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi
endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak
kurang dari 70%.

-

Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari
5% berat.

Universitas Sumatera Utara

48

-

Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai
rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315
mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3
mm minimal 15% berat.

-

Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal.
Untuk itu bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak
boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.

-

Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10%
berat.

-

Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali
harus negatif (Setyawan, 2006)
Senyawa kimia silikon dioksida, juga yang dikenal dengan silika (dari bahasa

latin silex), adalah oksida dari silikon dengan rumus kimia SiO 2 dan telah dikenal
sejak dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebagai pasir
atau kuarsa, serta di dinding sel diatom.

2.5

Karakterisasi Aspal Modifier

Karakteristik dari aspal modifier yang diukur meliputi Analisa Sifat Ketahanan
Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test) mengacu pada ASTM
C 20-00-2005, Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh
Test) mengacu pada ASTM D 1559-76, analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning
Electron Microscopy (SEM), analisa Sifat Thermal dengan Uji Differential Scanning
Calorimeter (DSC), analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR), analisa Kristalinitas dengan X-Ray Diffraction (XRD).

2.5.1

Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water
Absorption Test)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal modifier, dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

49

WA =

(M j − M k )
Mk

Dengan :

2.5.2

x100%

..................................................................

WA

= Penyerapan air

Mk

= Massa sampel kering

Mj

= Massa jenuh air

(2.1)

Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh Test)

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan
tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada
mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu
pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal modifier dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

P =
Dengan :

F
A

............................................................................

P

= Kuat tekan, N/m2

F

= gaya maksimum dari mesin tekan, N

A

= Luas penampang yang diberi tekanan, m2

(2.2)

(Butarbutar, 2009).

Universitas Sumatera Utara

50

2.5.3

Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron MicroscopyEnergy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen.
Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu
hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari
lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang
diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada
permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh
detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat
dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam
suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan
perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi Rafli, 2008).

2.5.4

Analisa Sifat Termal dengan Uji Differential Scanning Calorimeter
(DSC)

Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan teknik analisa termal yang dapat
digunakan untuk mempelajari temperatur transisi, kalor transisi, entalpi reaksi, kalor
spesifik dari material padat. Analisa termal dapat diartikan sebagai pengukuran sifatsifat fisik maupun kimia suatu material sebagai fungsi dari temperatur. Pada awal data
diplot kemudian dianalisa untuk menentukan nilai Tg, Tm, Entalpi reaksi baik
eksoterm maupun endotermik dan lain-lain (Haines, P.J., 1995).

Universitas Sumatera Utara

51

Peralatan DSC dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengukur
perbedaan energi yang diberikan pada substansi dan material referensi sebagai fungsi
dari temperatur atau waktu. Dalam bidang polimer peralatan ini banyak digunakan
untuk menentukan

temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur leleh (Tm).

Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan temperatur dimana terjadi perubahan sifatsifat fisik polimer dari bentuk kaku (glassy) menjadi bersifat elastik (lunak).
Temperatur transisi gelas sendiri bersfat spesifik untuk setiap material padat yang
dianalisa.
Untuk material yang kristalin atau semikristralin, puncak-puncak tersebut akan
tampak tajam (jelas), sedangkan untuk material yang amorf, puncak-puncak tersebut
tampak sebagai lereng (slope) atau bahkan tidak tampak sama sekali (Bandrup, 1985).
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang
perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam
bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (T g ) sangat
penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran
beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak
T g (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T g campuran biasanya
berada diantara T g dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen
digunakan untuk menurunkan T g , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.
Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur
bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer
heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T g , karena disamping masing-masing
komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan
T g yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk
menentukan parameter interaksi, yang merup