Pengaruh Latihan Menelan terhadap Status Fungsi Menelan Pasien Stroke dengan Disfagia di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa stroke merupakan

suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal atau
global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (Rasyid & Soertidewi, 2007).
Menurut Smeltzer (2002), stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak karena berhentinya suplai darah ke bagian otak, yang
mengakibatkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Stroke merupakan masalah neurologik primer di Amerika Serikat dan di
dunia. Meskipun telah dilakukan upaya pencegahan yang telah menyebabkan
teradinya penurunan pada insiden stroke dalam beberapa tahun terakhir, stroke
tetap menjadi peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18%
sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya.
Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai
kecacatan, dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (Smeltzer, 2002).
Indonesia menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah pasien stroke

terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70%
dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011, dan pada tahun 2013 telah
terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia menjadi 12,1 per 1.000
penduduk (WHO, 2011 dalam Riskesdas, 2013). Angka kematian akibat stroke di

1
Universitas Sumatera Utara

2

Indonesia juga terus meningkat. Kejadian terbanyak penyebab kematian utama
hampir di seluruh RS di Indonesia karena penyakit stroke, terdapat sekitar
550.000 pasien stroke baru setiap tahunnya, dan kematian stroke meningkat
sekitar 15,4% yaitu dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001
dan terus meningkat menjadi 59,5% atau setara dengan 8,3 per 1000 penduduk di
tahun 2007 (Riskesdas, 2007).
Salah satu masalah kesehatan yang timbul akibat stroke adalah gangguan
menelan atau disfagia. Gangguan ini menyerang sekitar sepertiga hingga
duapertiga pasien stroke fase akut, dan dapat menjadi penyebab terjadinya
dehidrasi, malnutrisi, aspirasi, dan infeksi paru (Collin and Botell 2005, dalam

Squires, 2006). Menurut Lees, Sharpe, dan Edwards (2006), kejadian disfagia
pada tiga hari pertama pasca stroke dihubungkan dengan lima hingga sepuluh kali
lipat meningkatnya risiko infeksi paru dalam minggu pertama pasca stroke.
Disfagia adalah kesulitan dalam menelan cairan dan atau makanan yang
disebabkan karena adanya gangguan pada proses menelan (Werner, 2005 dalam
Mulyatsih, 2009). Ditemukan sekitar 29%-64% pasien mengalami disfagia setelah
serangan stroke akut. Setelah dilakukan rehabilitasi pasca stroke, kejadian disfagia
dilaporkan menurun dari 47% dalam 2-3 minggu menjadi 17% dalam 2-4 bulan
(Finestone & Finestone, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilkins et al (2007),
angka kejadian disfagia pada pasien stroke sebesar 29%-64%, sedangkan menurut
Massey & Jedlicka (2002), angka kejadian disfagia pada pasien stroke sebesar
50%. Smithard (2014) mengatakan bahwa hampir 70% dari semua pasien stroke

Universitas Sumatera Utara

3

mengalami disfagia. Dari total pasien stroke yang mengalami disfagia sebanyak
40%-70% dilaporkan mengalami aspirasi yang berlanjut menjadi pneumonia

sebanyak 20% (Massey & Jedlicka, 2002). Pneumonia akan terjadi segera setelah
2 jam mengalami aspirasi, keadaan ini dapat menyebabkan kegagalan pernafasan
dan merupakan penyebab kedua kematian pada pasien stroke dalam bulan pertama
setelah serangan stroke (Massey & Jedlicka, 2002).
Pasien stroke yang mengalami disfagia rentan mengalami malnutrisi
(Feigin, 2006). Agustari (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Status Nutrisi
pada Pasein Stroke dengan Disfagia di RSUP Haji Adam Malik Medan,
mengatakan bahwa disfagia sangat sering dijumpai pada penderita stroke, dimana
hampir 65% penderita stroke mengalami gangguan pada proses menelannya. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke yang mengalami
disfagia mengalami kekurangan nutrisi yaitu kurus sebanyak 60%, berat badan
normal 13,3%, dan berat badan gemuk sebanyak 26,7%. Hal ini dapat berkaitan
dengan proses metabolisme menjadi meningkat, dan kesulitan pasien untuk
menelan makanannya.
Pasien disfagia seringkali tidak ditangani secara tepat. Akibatnya intake
nutrisi dan cairan tidak adekuat sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi dan
malnutrisi. Dampak lain yang membahayakan adalah terjadinya aspirasi
pneumonia, yang dapat menyebabkan infeksi paru bahkan kematian, sehingga
lama rawat pasien di rumah sakit menjadi memanjang dan biaya rawat juga
meningkat. Sangat penting bagi perawat untuk dapat mengidentifikasi dan

menangani disfagia sedini mungkin guna menghindari komplikasi yang lebih

Universitas Sumatera Utara

4

berat (Massey & Jedlicka, 2002). Dengan asuhan keperawatan yang baik,
sebagian besar (83%) disfagia yang terjadi pada pasien stroke dapat dipulihkan
dalam satu minggu perawatan (Wright, 2007). Sampai saat ini, belum ada tatalaksana yang baku dalam menangani pasien stroke dengan disfagia di Indonesia.
Sebagian besar masih bersifat konvensional dengan tidak melakukan teknik
pengaturan posisi, teknik kompensatori atau modifikasi diet. Pasien terpasang
NGT dengan ukuran diameter relatif besar atau bahkan pasien dipuasakan dan
diberi nutrisi parenteral karena pasien dianggap mengalami gangguan saluran
cerna (Mulyatsih, 2009).
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 31
Agustus 2015 di ruang Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan, peneliti
mendapatkan data bahwa pada periode Juni sampai dengan Agustus 2015 jumlah
pasien yang mengalami disfagia adalah sebanyak 22 orang, hal ini ditandai oleh
adanya gangguan pada saraf IX (glosofaringeus), X (vagus), XII (hipoglosus), dan
pasien terpasang NGT (naso grastric tube). Tetapi hingga saat ini belum pernah

dilakukan penelitian, apakah latihan makan dan menelan pada pasien disfagia di
RSUP Haji Adam Malik Medan mampu memperbaiki fungsi menelan pasien.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
tentang pengaruh latihan menelan terhadap status fungsi menelan pasien stroke
dengan disfagia menggunakan parameter RAPIDS.

Universitas Sumatera Utara

5

1.2 Rumusan Masalah
Masalah disfagia masih terabaikan dan jarang menjadi perhatian saat
proses pemberian asuhan keperawatan. Penanganan keperawatan yang tepat sejak
awal, khususnya intervensi latihan menelan atau swallowing therapy dapat
mencegah komplikasi disfagia, sehingga lama rawat pasien dan biaya rawat di
rumah sakit menjadi menurun. Banyak studi yang membahas tentang skrining
disfagia yang dilakukan oleh perawat di berbagai negara, tetapi masih sedikit
penelitian tentang latihan menelan pada pasien disfagia, baik yang dilakukan oleh
perawat maupun oleh profesi kesehatan lain. Di Indonesia sendiri hasil penelitian
tentang pengaruh latihan menelan ini sangat jarang ditemukan. Berdasarkan hal di

atas, peneliti tertarik untuk mengetahui “adakah pengaruh latihan menelan
terhadap status fungsi menelan pada pasien stroke dengan disfagia di RSUP Haji
Adam Malik Medan?”.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengidentifikasi pengaruh latihan menelan terhadap status fungsi
menelan pada pasien stroke dengan disfagia di RSUP Haji Adam Malik
Medan.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi status fungsi menelan pasien stroke dengan
disfagia sebelum latihan menelan.

Universitas Sumatera Utara

6

b. Mengidentifikiasi status fungsi menelan pasien stroke dengan
disfagia sesudah latihan menelan.
c. Membandingkan status fungsi menelan pasien stroke dengan disfagia

sebelum dan sesudah latihan menelan.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, yaitu:
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klinik perawat dalam
melakukan latihan menelan pada pasien stroke dengan disfagia dan
mampu memperbaiki kualitas latihan menelan pada pasien stroke dengan
disfagia yang telah ada.

b. Bagi Pendidikan Keperawatan.
Menambah data hasil penelitian keperawatan tentang pengaruh intervensi
keperawatan latihan menelan pada pasien stroke dengan disfagia. Selain
itu membantu meningkatkan pemahaman dan pengembangan kualitas
tindakan keperawatan dalam bidang spesialisasi keperawatan medikal
bedah.

Universitas Sumatera Utara


7

c. Bagi Penelitian Keperawatan.
Bagi penelitian keperawatan, penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya tentang disfagia dengan berbagai
modifikasi.

d. Bagi Pasien Stroke dengan Disfagia
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan pasien stroke dengan
disfagia tentang latihan menelan untuk meningkatkan fungsi menelannya.

Universitas Sumatera Utara