PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUAN

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG SISI
LENGKUNG SISWA KELAS IX.A SMPN 24 KOTA BENGKULU
MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
Robiatul Audaya
SMP Negeri 24 Kota Bengkulu
robiatulaudaya@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran problem based
learning dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa dan
mengetahui apakah model pembelajaran problem based learning pada materi bangun ruang
sisi lengkung dapat meningkatkan keaktifan siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX.A
SMP Negeri 24 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 30 siswa, terdiri dari
14 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas
dengan langkah penelitian bersifat refleksi tindakan dengan pola “proses pengkajian berdaur
(siklus)” yang dilakukan berulang-ulang terdiri dari tindakan perencanaan-tindakanobservasi-refleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan lembar
observasi. Tes dilakukan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa pada
setiap siklus, sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui aktifitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
dengan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa
dengan nilai rata-rata pada siklus I 55,5 dengan ketuntasan belajar 53,3% dan pada siklus II
75,5 dengan ketuntasan belajar 76,7%. Pembelajaran matematika dengan model problem

based learning (PBL) juga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran
dimana hasil observasi menunjukkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran pada silkus I
68,87% dan siklus II 92,72%.
Kata kunci : problem based learning, konsep bangun ruang, aktifitas siswa

A. PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses dimana guru berupaya

semaksimal
mungkin melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar sehingga
terjadi proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan untuk mencapai
hasil yang sesuai dengan tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner yang
menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran partisifasi aktif setiap siswa sangat
penting (Kemdikbud, 2014:51). Kegiatan pembelajaran matematika diperlukan terkait
dengan penanaman konsep pada peserta didik. Penguasaan atau pemahaman konsep
merupakan kemampuan siswa untuk memahami makna matematika secara ilmiah,
baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga siswa dengan tingkat pemahaman konsep yang baik akan dapat
mengerjakan soal-soal dalam bentuk apapun dengan konsep yang sama. Berdasarkan
pengalaman guru, dalam proses belajar mengajar siswa sebagian besar tidak aktif,

terutama dalam bertanya, menjawab pertanyaan guru, tidak aktif dalam mengerjakan
soal-soal latihan, siswa kurang berani menyampaikan ide-ide atau pendapatnya, dan
siswa sebagian besar tidak memahami konsep matematika yang diajarkan di sekolah.
Hal ini didukung oleh data bahwa daya serap per indikator kompetensi dasar pada
materi bangun ruang sisi lengkung kurang dari 70% yang berarti kurang dari 70%
siswa yang memahami konsep bangun ruang sisi lengkung.
Pada umumnya guru dalam menyampaikan materi pelajaran sudah berusaha
menerapkan berbagai model dan strategi pembelajaran seperti ekspository, diskusi

kelompok, presentasi, tanya jawab, dan siswa mengerjakan soal ke depan. Namun
model pembelajaran ekspository masih lebih dominan dimana guru menjadi pusat
dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi pasif karena
siswa tidak diberdayakan sehingga pemahaman siswa terhadap konsep serta
kemampuan dalam mengkonstruksi pengetahuannya masih sangat kurang dan pada
akhirnya menjadi salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa tersebut.
Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa diperlukan sebuah model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan
secara aktif (student centered) sehingga diharapkan pemahaman konsep siswa
meningkat. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model
pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning/PBL). Sudarman (2007 :

69) mengemukakan bahwa:
Problem based learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
PBL merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahapan-tahapan sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah. Dengan penerapan PBL siswa diharapkan memiliki
keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah yang berimplikasi pada
peningkatan pemahaman konsep siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1) apakah model pembelajaran problem based learning
dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas
IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu. 2) Apakah model pembelajaran problem based
learning pada materi bangun ruang sisi lengkung dapat meningkatkan keaktifan siswa
kelas IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu?
B. KAJIAN PUSTAKA
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
PBL merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa

melakukan penyelidikan dan memecahkan suatu masalah nyata. Melalui PBL
dikembangkan strategi pemecahan dan keterampilan yang menuntut siswa berperan
aktif dalam pemecahan masalah yang diajukan guru. Problem based learning (PBL)
merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang penting dari
materi pelajaran. Diharapkan dengan menerapkan pembelajaran berdasarkan masalah
akan menjadikan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri untuk mendapatkan
informasi atau pengetahuan sedangkan guru hanya memberikan fasilitasi agar siswa
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 dikemukakan bahwa
problem based learning (PBL) adalah pembelajaran yang disusun sedemikian rupa
sehingga siswa mendapatkan pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta mampu
berpartisifasi dalam tim (Kemdikbud, 2014:55). Dalam kelas yang menerapkan
problem based learning siswa dihadapkan pada masalah kontekstual yang
merangsang mereka untuk belajar. Siswa bekerja secara berkelompok untuk mencari
solusi dari permasalahan. Menurut Kamdi (dalam www.sekolahdasar.net) Problem

based learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk

memecahkan masalah melalui tahapan-tahapan ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa problem
based learning adalah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahapan-tahapan sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah. Dengan penerapan problem based learning siswa
diharapkan memiliki keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah
yang berimplikasi pada peningkatan pemahaman konsep siswa.
Karakteristik problem based learning adalah sebagai berikut :
a. Belajar diawali dengan masalah
b. Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa
c. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah
d. Siswa diberikan tanggung jawab yang besar untuk melakukan pembelajaran
secara mandiri.
e. Menggunakan kelompok-kelompok
f. Siswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam
bentuk kinerja.


Langkah-langkah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based
learning)
Ada lima tahapan dalam model problem based learning dan prilaku yang
dibutuhkan oleh guru (Kemdikbud, 2014: 59) untuk masing-masing tahapnya
disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 1 Tahapan—Tahapan Model Problem Based Learning
Fase
Perilaku Guru
Fase 1. Memberikan orientasi  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
tentang permasalahan
menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan
kepada siswa
 Guru memotivasi siswa untuk terlibat aktif
dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2. Mengorganisasikan
 Guru membantu siswa mendefinisikan dan
siswa untuk belajar
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
terkait dengan permasalahannya
Fase 3. Membimbing

 Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
penyelidikan
secara
informasi
yang
tepat,
melaksanakan
individu dan kelompok
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah
Fase 4. Mengembangkan dan  Guru membantu siswa dalam merencanakan
menyajikan hasil karya
dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
Fase 5. Menganalisa
dan  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
mengevaluasi proses
yang dipelajari/meminta kelompok presentasi
pemecahan masalah
hasil kerjanya


Pemahaman Konsep

Soedjadi (2004:14) mengemukakan bahwa konsep adalah ide abstrak yang
dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek.
Selanjutnya Sodjadi menjelaskan bahwa dengan konsep yang ada sekumpulan objek
dapat digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. “Lingkaran” merupakan nama
suatu konsep abstrak, dengan konsep tersebut , sekumpulan objek dapat digolongkan
sebagai contoh lingkaran atau bukan contoh. “Tabung” adalah nama suatu konsep
yang lebih kompleks, karena tabung terdiri atas banyak konsep yang lebih sederhana,
diantaranya “lingkaran bidang alas, bidang selimut, garis tinggi, dan sebagainya.
Pemahaman konsep merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk
menafsirkan, menjelaskan, membedakan, maupun mengelompokkan sesuatu tentang
pengetahuan yang diperolehnya setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut
Duffin & Simpson dalam Kesumawati, N(2008:2 - 230) pemahaman konsep
merupakan kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, yang artinya siswa
mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah disampaikan kepadanya.
Contohnya ketika siswa belajar Bangun Ruang Sisi Lengkung (BRSL), siswa mampu
menyatakan ulang pengertian tabung, unsur-unsur tabung, pengertian kerucut dan
unsur-unsur kerucut, dst. (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi, contohnya

dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat untuk membuat 20 buah topi
ulang tahun dari karton berbentuk kerucut pada saat perayaan ulang tahunnya maka
siswa tersebut harus memikirkan berapa buah karton yang harus dibelinya? Berapa
uang yang harus dimiliki untuk membeli karton yang diinginkan? Untuk memikirkan
berapa karton yang harus dibelinya berarti siswa tersebut telah mengetahui konsep
luas bahan untuk membuat topi yang merupakan selimut kerucutnya dan konsep
aritmatika sosial. Dan (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep,
dapat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar.
Kilpatrick, Swafford, & Findell dalam Afrilianto, M (2012:196) menyatakan bahwa
pemahaman konsep (conceptual understanding) adalah kemampuan dalam
memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika. Adapun indikator dari
pemahaman konsep siswa adalah sebagai berikut:
a. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.
b. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya
persyaratan untuk membentuk konsep tersebut.
c. Menerapkan konsep secara algoritma.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi
matematika.
e. Mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika).

Pada materi bangun ruang sisi lengkung sekolah menengah pertama kompetensi
dasar yang diharapkan adalah mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut, dan
bola, menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola, memecahkan
masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut, dan bola. Dari standar kompetensi
tersebut disusunlah indikatornya, yaitu :
1. Menyebutkan unsur-unsur: jari-jari/diameter, tinggi, sisi, alas dari tabung,
kerucut dan bola
2. Menghitung luas selimut dan volum tabung, kerucut, dan bola
3. Menghitung unsur-unsur tabung, kerucut dan bola jika volumenya
diketahui
4. Menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah
yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola.
Kelima indikator di atas tercakup dalam indikator pemahaman konsep yang
diungkapkan oleh Kilpatrick,dkk dalam Afrilianto, M(2012:196). Dimana indikator 1
merupakan bagian dari menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari
dan mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan

untuk membentuk konsep tersebut. Indikator 2 bagian dari menerapkan konsep secara
algoritma. Indikator 3 bagian dari menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk
representasi matematika. Indikator 4 bagian dari mengaitkan berbagai konsep

(internal dan eksternal matematika).
Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk menafsirkan,
menjelaskan, membedakan, maupun mengelompokkan sesuatu tentang pengetahuan
yang diperolehnya setelah kegiatan pembelajaran berlangsung.
Agar siswa mampu memahami konsep dari materi yang diajarkan pada kegiatan
pembelajaran sebaiknya siswa diberi kesempatan untuk menemukan suatu konsep
baik sendiri maupun secara berkelompok melalui kegiatan memanipulasi alat
peraga/benda nyata. Menurut Suherman (1995:141), mengajarkan suatu konsep
harus dikaitkan dengan konsep lain yang mendasarinya yang tingkatnya lebih rendah.
Dengan kata lain, siswa dapat memahami konsep dari kegiatan pembelajaran jika
proses pembelajaran yang mereka lakukan menuntut mereka untuk aktif menemukan
konsep baik sendiri maupun secara berkelompok dengan bimbingan guru secara
bertahap dari konsep yang paling sederhana dimana konsep-konsep yang mereka
pelajari saling berkaitan. Dalam proses penemuan tersebut siswa dapat terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran, seperti dengan melakukan diskusi kelompok, diskusi
kelas, penggunaan alat peraga yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based
learning(PBL) diduga akan dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang
sisi lengkung siswa SMP Negeri 24 Kota Bengkulu
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan langkah penelitian
bersifat refleksi tindakan dengan pola “proses pengkajian berdaur (siklus)”. Langkah
ini dilakukan berulang-ulang yang terdiri dari tindakan perencanaan-tindakanobservasi-refleksi. Menurut Jean McNiff (Kesuma A. T, 2013: 3) penelitian tindakan
dalam pendidikan merupakan sebuah metode penelitian kualitatif yang mendorong
para praktisi (pengajar/guru) menjadi reflektif dalam praktik mengajar, dengan tujuan
lebih meningkatkan/memperbaiki sistem mengajarnya.
Langkah kegiatan dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan September 2014 hingga
minggu kedua bulan Oktober 2014 dengan subjek penelitian ini adalah siswa kelas
IX.A SMP negeri 24 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015. Teknik pengumpulan
data penelitian ini dengan menggunakan tes dan lembar observasi. Tes yang
dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman
konsep bangun ruang sisi lengkung siswa yang disusun berdasarkan indikator
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk
mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan melakukan
pengamatan langsung oleh pengamat terhadap kegiatan pembelajaran. Teknik analisis
data dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara deskriptif kualitatif yang
dilakukan dengan metode alir. Menurut Milles dan Huberman (Sutriari dkk, 2011:19),
alir yang dilalui meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Data hasil tes siswa dianalisis dengan menggunakan nilai rata-rata kelas,
ketuntasan belajar klasikal dan daya serap per indikator kompetensi dasar. Indikator
keberhasilan dalam penelitian ini adalah:
1) Minimal 70% siswa memperoleh nilai ≥ KKM
2) Nilai rata-rata kelas minimal 70
3) KKM individu sebesar 70
4) Daya serap per indikator kompetensi dasar ≥70

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tes kemampuan awal dilaksanakan pada tanggal 11 September 2014. Hasil tes
awal menunjukkan bahwa rata-rata nilai 34,33, banyaknya siswa yang mendapatkan
nilai lebih dari atau sama dengan KKM sebanyak 1 orang dengan ketuntasan belajar
3,33%.
Siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan dari tanggal 15 September s.d 25
September 2014. Siswa bekerja dalam kelompok dengan anggota setiap kelompok 6
siswa. Setelah selesai setiap kelompok memajang hasil kerja kelompoknya kemudian
secara acak kelompok siswa ditunjuk untuk melakukan presentasi sedangkan
kelompok lain menanggapi. Berdasarkan hasil tes dan pengamatan siklus I diperoleh
Nilai rata-rata siswa 55,5 dan yang mendapat nilai ≥70 meningkat menjadi 16
orang dengan ketuntasan belajar 53,3%. Daya serap siswa per indikator kompetensi
dasar yang menunjukkan pemahaman konsep siswa terhadap materi tabung masih
kurang dari 70%. Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan model PBL
hal ini terlihat dari hasil observasi siklus I yang menunjukkan bahwa hanya 68,87%
siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Siklus II dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan dari tanggal 29 September s.d 16
oktober 2014. Siswa bekerja dalam kelompok dengan anggota setiap kelompok 3-4
siswa. Setelah selesai setiap kelompok memajang hasil kerja kelompoknya kemudian
secara acak kelompok siswa ditunjuk untuk melakukan presentasi sedangkan
kelompok lain menanggapi. Berdasarkan hasil tes dan pengamatan siklus II diperoleh
Nilai rata-rata siswa 75,5 dan yang mendapat nilai ≥70 meningkat menjadi 23
orang dengan ketuntasan belajar 76,7%. Daya serap siswa per indikator kompetensi
dasar yang menunjukkan pemahaman konsep siswa terhadap materi tabung lebih dari
70%. Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan model PBL hal ini
terlihat dari hasil observasi siklus II yang menunjukkan bahwa hanya 92,72% siswa
terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Peningkatan pemahaman konsep siswa terhadap materi bangun ruang sisi
lengkung tiap siklus terlihat pada tabel dan gambar grafik di bawah ini :
Tabel 2 Nilai dan ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II

No
1.
2.
3.
4.

Kategori
Tes Awal
Nilai tertinggi
70
Nilai terendah
10
Nilai rata-rata
34,3
Ketuntasan belajar
3,33%

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

N

Siklus I Siklus II
100
100
10
15
55,5
75,5
53,3%
76,7%

Tes Awal
siklus I
siklus II
i
gg
n
ti
er
T
i
ila

N

h
da
n
re
Te
i
ila

ta
ra
ta
Ra
Gambar 2 Grafik nilai

siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II

Gambar 3 Grafik ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II

Ketuntasan belajar (%)
80
60
40
20
0
s
Te

Ketuntasan belajar (%)

aw

al
Si

us
kl

I
k
Si

s
lu

II

Grafik pada gambar 2 dan 3 menunjukkan adanya peningkatan pemahaman
konsep siswa terlihat dari adanya peningkatan rata-rata dan ketuntasan belajar siswa
pada tes awal, siklus I, dan siklus II. Pada tes awal rata-rata 34,3 dengan ketuntasan
3,33%. Di siklus I terjadi peningkatan dimana rata-rata menjadi 55,5 dengan
ketuntasan 53,3% dan siklus II juga terjadi peningkatan dengan rata-rata 75,5 dan
ketuntasan 76,7%.
Dilihat dari daya serap per indikator kompetensi dasar, diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel 3 Daya serap per indikator kompetensi dasar tes awal, siklus I dan siklus II

No

Kompetensi Dasar/Indikator

Daya serap
Siklus I Siklus II

2.
1

Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan
bola
2.1.1 Menyebutkan unsur-unsur: jari-jari/diameter,
tinggi, sisi, alas dari tabung, kerucut dan bola

2.
2

100%

59,6%

78,7%

54,2%

70,7%

34,6%

70,4%

Menghitung luas selimut dan volume tabung,
kerucut, dan bola
2.2.1 menghitung luas selimut
tabung, kerucut, dan bola

2.
3

98,3%

dan

volumee

2.2.3 menghitung unsur tabung, kerucut dan bola
jika volumenya diketahui
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
tabung, kerucut, dan bola
2.3.1 menggunakan rumus luas selimut dan
volume untuk memecahkan masalah yang
berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola.

Dari tabel diatas dapat dibuat grafik daya serap per indikator kompetensi dasar
siklus I dan siklus II sebagai berikut :

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Tes
Awal
Siklus I
Siklus II

Gambar 4 Grafik
daya serap per indikator kompetensi dasar pada tes awal, siklus I dan siklus II

Dari grafik pada gambar 4 di atas terlihat adanya peningkatan kemampuan
siswa kelas IX.A dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung, yaitu sebelum
penelitian 40%, setelah siklus I menjadi 98,3%, dan setelah siklus II menjadi 100%.
Peningkatan kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang sisi
lengkung dari sebelum penelitian sampai akhir siklus I dapat dikatakan banyak. Hal
ini bisa terjadi karena pada proses pembelajaran yang selama ini terjadi siswa lebih
banyak memperoleh informasi dari guru sementara dengan pembelajaran model PBL
siswa menemukan unsur bangun ruang sisi lengkung dengan melakukan penyelidikan
dan mencari informasi secara langsung. Seperti yang tertuang dalam materi pelatihan
implementasi kurikulum 2013 dikemukakan dalam PBL pembelajaran yang disusun
sehingga siswa mendapatkan pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir
dalam memecahkan masalah (Kemdikbud, 2014:55). Peningkatan kemampuan
menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung menjadi 100% pada akhir siklus II dan
telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan pembelajaran
dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan unsur
bangun ruang sisi lengkung.
Kemampuan siswa kelas IX.A dalam menentukan luas dan volume bangun
ruang meningkat ditunjukkan dari daya serap tes awal 37%, setelah siklus I 59,6%
dan setelah siklus II 78,7%.
Siswa dapat menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung jika dia
mengetahui prosedur mana yang akan digunakan. Peningkatan kemampuan siswa
dalam menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung dari sebelum
penelitian hingga akhir siklus I cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena dalam
menemukan rumus luas dan volume bangun ruang sisi lengkung siswa melakukan

sendiri penyelidikan dalam kelompok dan mencari informasi secara langsung
sehingga pembentukan pengetahuan terjadi. Menurut Arends (Trianto, 2009) dalam
PBL siswa dituntun untuk mengerjakan permasalahan yang autentik agar mereka
dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan penemuan dan
keterampilan berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri. Peningkatan kemampuan
menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung menjadi 78,7% pada akhir
siklus II dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan
pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung.
Kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang jika volumenya
diketahui mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari daya serap sebelum diadakan
tindakan hanya 17% menjadi 54,2% pada siklus I dan 70,7% pada siklus II.
Siswa dapat menentukan unsur bangun ruang jika volumenya diketahui akan
terjadi ketika dia mengetahui prosedur mana yang akan digunakan, algoritma yang
harus dipakai. Meskipun siswa kesulitan membolak-balik rumus tetapi peningkatan
kemampuan siswa dalam menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung
dari sebelum penelitian hingga akhir siklus I cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena
dalam menemukan unsur bangun ruang sisi lengkung jika diketahui volumenya siswa
melakukan sendiri penyelidikan dalam kelompok dan mencari informasi secara
langsung sehingga terjadi pembentukan pengetahuan. Menurut Arends (Trianto,
2009) dalam PBL siswa dituntun untuk mengerjakan permasalahan yang autentik
agar mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
penemuan dan keterampilan berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri. Peningkatan
kemampuan menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung menjadi 70,7%
pada akhir siklus II dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat
dikatakan pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung.
Siswa kelas IX.A yang mampu memecahkan masalah berkaitan dengan bangun
ruang sisi lengkung mengalami peningkatan, yaitu dari tes awal 20%, setelah siklus I
34,6% ,dan setelah siklus II meningkat menjadi 70,4%.
Kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi
lengkung dari sebelum penelitian hingga akhir siklus I cukup baik. Hal ini disebabkan
kemampuan memecahkan masalah memerlukan kemampuan mengaplikasikan konsep
yang telah dipelajari yang merupakan kemampuan tingkat yang paling sulit
dibandingkan dengan indikator lain pemahaman konsep. Peningkatan kemampuan
memecahkan masalah bangun ruang sisi lengkung pada akhir siklus II menjadi 70,4%
dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan
pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung. Sesuai dengan
apa yang tertuang dalam materi pelatihan implementasi kurikulum 2013
dikemukakan dalam PBL pembelajaran yang disusun sehingga siswa mendapatkan
pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir dalam memecahkan masalah
(Kemdikbud, 2014:55).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran PBL
dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas
IX.A SMPN 24 Bengkulu.
Selain itu melalui pengamatan aktivitas belajar siswa dari siklus I sampai siklus
II mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari lembar observasi dimana aktivitas
pada fase 1 siklus I ada 8 siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru namun
pada siklus II semua siswa sudah mendengarkan penjelasan guru walaupun masih ada
1 orang yang kurang mencermati demonstrasi/cerita. Aktivitas siswa pada fase 2
siklus II terdapat 10 siswa yang tidak terlibat dalam mengidentifikasi tugas kelompok
sedangkan pada siklus II hanya 4 siswa yang tidak terlibat dalam mengidentifikasi

tugas kelompok. Pada fase 3 siklus I terdapat 13 siswa yang kurang berusaha
melakukan penyelidikan dan mengumpulkan informasi serta 12 siswa yang kurang
memecahkan masalah yang diajukan. Hal ini terjadi karena kebanyakan jumlah
anggota siswa dalam kelompok sehingga ada beberapa anggota yang ngobrol tidak
berusaha memecahkan masalah. Sedangkan pada siklus II semua siswa melakukan
penyelidikan dan hanya ada 4 siswa yang kurang berusaha menyelesaikan masalah.
Pada fase 4 siklus I masih banyak siswa yang kurang aktif, yakni 11 orang belum
berusaha terlibat menyelesaikan hasil kerja dan ada 3 kelompok yang belum sempat
menyajikan hasil diskusi kelompoknya karena terbatasnya waktu sementara materi
diskusi menemukan rumus hingga aplikasi pada penyelesaian soal. Pada akhir siklus
II semua kelompok melakukan presentasi dan hanya 2 siswa yang tidak aktif
menyiapkan hasil karya. Pada akhir siklus I fase 5 masih banyak siswa yang tidak
aktif dalam memberikan tanggapan maupun menjawab pertanyaan, yaitu 20 siswa
tidak aktif menjawab pertanyaan dan 16 siswa belum berani mecoba menjawab
pertanyaan guru. Sedangkan pada akhir siklus II dapat dikatakan aktivitas siswa
cukup baik, siswa yang tidak aktif memberikan tanggapan hanya 6 orang dan masih
ada 5 siswa belum berani mencoba menjawab pertanyaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran
problem based learning (PBL) pada materi bangun ruang sisi lengkung dapat
meningkatkan keaktifan siswa siswa kelas IX.A SMPN 24 Bengkulu.

D. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dapat
meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX.A
SMP Negeri 24 Kota Bengkulu. Kemampuan pemahaman konsep siswa diamati
dari indikator : 1) Kemampuan menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi
lengkung, 2) Kemampuan menentukan luas dan volume bangun ruang sisi
lengkung, 3) Kemampuan menentukan unsur bangun runag sisi lengkung jika
volumenya diketahui, dan 4) kemampuan dalam menyelesaikan masalah
berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung.
2. Kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu
Saran
1. Kepada guru, hendaknya mengimplementasikan model PBL untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Setiap mengajar hendaknya guru memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan semangat belajar
siswa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada materi lain. Peneliti berikut dapat
melakukan penelitian serupa dengan memperbaiki rencana pembelajaran, pola
pengelompokan, bentuk lembar kerja siswa atau sistem penilaiannya.
3. Diharapkan kepada guru matematika untuk dapat melakukan pembelajaran
dengan menggunakan model problem based learning (PBL) pada materi-materi
lainnya agar kemampuan siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Afrilianto, M. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis
Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1,
No.2, September 2012
Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Astati, Sutriari dan Retnaningtyas, Kucisti Ike. 2011. Penyusunan Laporan
Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran Matematika SMP. Yogyakarta:
P4TK
Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta:Kemdikbud
Kesumawati, N. 2008. Pemahaman Konsep Matematika dalam Pembelajaran
Matematika. http://core.ac.uk/download/pdf/11064532.pdf
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk
Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.
Jurnal Pendidikan inovatif Volume 2, Nomor 2, Maret 2007
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas
Suherman, E dan Udin S.Winataputra. 1995. Strategi Belajar Mengajar matematika.
Jakarta: Depdikbud
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Innovative, Progresif. Surabaya:
Kencana Prenada.
www.sekolahdasar.net/2011/10/model-pembelajaran-problem-based.html