Lembaga pendidikan Islam (2) docx

Bab I
Latar belakang
Di dalam dunia pendidikan dikenal adanya tri miliu pendidikan, dapat
dimaknai sebagai tiga tempat utama atau lebih dikenal dengan lingkungan
pendidikan. Lingkungan pendidikan ini mencakup lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiganya mempunyai andil
yang cukup besar atas tercapainya tujuan di dunia pendidikan. Lingkungan
keluarga merupakan tempat pertama bagi anak mendapatkan pendidikan. Di
lingkungan ini anak mulai dikenalkan pada kehiduanya. Lingkungan sekolah pada
dasarnya merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga dan pada lingkungan
sekolah inilah sebenarnya berfungsi menjembatani individu yang semula
mendapatkan pendidikan dalam lingkungan keluarga dengan kehidupan di
masyarakatnya kelak. Yang ketiga ialah lingkungan masyarakat sebagai wadah
pendidikan yang sesungguhnya. Ini tidak lepas dari manusia sebagai makluk
sosial, makluk yang majemuk.
Oleh ki Hadjar Dewantara ketiganya tersebut di sebut juga dengan tri
pusat pendidikan. ketiga pusat pendidikan itu bekerja sama secara bertahap dan
terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya.
Berbicara mengenai lingkungan pendidikan maka tidak akan lepas dari lembaga
pendidikan, sebab lembaga merupakan wadah berlangsungnya pendidikan dan
selalu


menyangkut

lingkungan

pendidikan.1

Berkaitan

dengan

lembaga

pendidikan, di negara kita lazim dikenal lembaga pendidikan umum juga lembaga
pendidikan Islam. Lembaga pendidikan umum diwakili oleh sekolah-sekolah yang
dinaungi oleh pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, sementara lembaga
pendiddikan Islam yang merupakan salah satu model pendidikan agama diwakili
oleh sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan Kemenag. Dalam tulisan ini
penulis menitik beratkan pada pembahasan lembaga pendidikan Islam baik
berangkat dari sejarahnya, kemudian macam-macam lembaga pendidikan hingga

pada peran lembaga pendidikan dalam pembangunan masyarakat.

1 Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: raja Grafindo Persada, cet. 11, 2013), 37.

Bab II
Pembahasan
A. Memahami Lembaga Pendidikan Islam
Sebagaimana yang penulis singgung pada bagian latar belakang,
lingkungan keluarga mempunyai peran sentral dalam mempersiapkan peserta
didik. Mulai dari peserta didik lahir hingga ia mengenal lingkungannya, ia
dipersiapkan secara fisik maupun mental di dalam keluarga. Artinya selain dari
individu peserta didik, keluarga berandil sangat banyak pada kapasitasnya
mempersiapkan bekal anak untuk mengarungi tahap di

lingkungan

selanjutnya. Anak mendapatkan pendidikan pertamnya dari orang tuanya.
Keluarga mengajarkan pola-pola perilaku, norma-norma, pranata, serta
hubungan atau relasi-relasi di dalamnya. Dengan demikian keluarga menjadi
wadah pertama bagi anak dalam menerima proses pendidikan.

Selanjutnya ketika anak beranjak lebih dewasa, dan mulai mampu
untuk berinteraksi dengan keadaan sosial, keluarga mulai memberikan
kepercayaan kepada wadah lain untuk mendidik anak, yaitu wadah sekolah.
Lingkungan sekolah mendidik anak dengan menyempurnakan bekal yang telah
diperolehnya dari lingkungan keluarga. Maka tidak mengherankan ketika
kondisi keluarga yang kurang memperhatikan terhadap anak, maka akan sangat
berpengaruh terhadap proses pendidikan di sekolah.
Pendidikan di sekolah merupakan jembatan penghantar bagi anak
menuju masyarakatnya. Artinya peserta didik memiliki yang bekal bermula
dari keluarga, lalu sekolah berperan mengasah bekal itu dan barulah di
masyarakat hasil dari pendidikan itu dimunculkan.. Pendidikan ini bersifat
fungsional dan praktis yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf
hidupnya.
Diketahui bersama pendidikan Islam ialah termasuk dalam
permasalahan sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak terlepas dari
lembaga-lembaga sosial yang ada. lembaga disebut juga sebagai institusi,
pranata, sedangkan lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang

tersusun relatif atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi

yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan
sanksi hukum, guna tercapai kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.2
Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam
adalah wadah atau tempat berlangsungya proses pendidikan Islam yang
bersamaan dengan proses pembudayaan.3 Proses yang dimaksudkan itu adalah
dimulai dari lingkungan keluarga, karena disinilah basis pertama peserta didik
mendapatkan pendidikan. untuk mencapai tujuan pendidikan, tanggung jawab
pendidikan tidak hanya dibebankan kepada lembaga pendidikan formal atau
lewat jalur sekolah saja, melainkan integrasi dari ketiga lembaga tersebut.
Lembaga pendidikan merupakan subsistem dari sistem yang ada di dalam
masyarakat. Dalam operasionalisasinya selalu mengacu pada kebuthuhan
perkembangan masyarakat. Tanpa bersikap demikian lembaga pendidikan
dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural. Oleh karena itulah
pendidikan diselenggarakan haruslah sesuai dengan tuntutan dan aspirasi
masyarakat.
B. Sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia
Munculnya lembaga pendidikan Islam di Indonesia, tidak terlepas
dari latar belakang proses masuknya agama Islam di Indonesia. Lewat
pergaulan antara para muballigh muslim dengan masyarakat sekitar, terkadang
melalui proses perkawinan, maka terbentuklah komunitas msyarakat muslim.

Masyarakat muslim inilah yang merupakan cikal bakal terbentuk, tumbuh dan
berkembangnya kerajaan Islam.4 Kemudian setelah masyarakat muslim ini
terbentuk, maka yang terjadi perhaitan di antara mereka untuk mendirikan
tempat ibadah. Dimana tempat-tempat itu biasanya mereka gunakan sebagai
tempat ritual ajaran ibadah. Dengan proses terbentuknya tempat-tempat ibadah
itu, selain sebagai tempat ibadah, mereka juga memfungsikannya sebagai
tempat untuk melakukan proses pendidikan. hal ini di dasarkan kepada sejarah
2 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: rajaGrafindo Persada, 1996), 37.
3 Ibid, 37.
4 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana, cet. II, 2007), 19.

Islam dimana ketika masa awal kehadirannya, Rasulullah juga memfungsikan
tempat ibadah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan agama.5
Di awal berkembangnya Islam di Indonesia, pendidikan islam
dilaksanakan di dalam tempat tempat ibadah. Model lembaga pendidikan Islam
masih sangat sederhana, misalnya pendidikan dilakukan di langgar, di surau,
dan lain-lain. Dapat dikatakan lembaga pendidikan di masa awal kehadiran
Islam masih sangat sederhana. Kemudian berkembang dan semakin
berkembang sehinnga muncul model pesantren. Model lembaga pendidikan ini

merupakan yang paling lama hadir di lingkup lembaga pendidikan Islam.
Ditinjau dari sudut sejarah, belum ditemukan data sejarah yang mengatakan
kapan pertama kalinya muncul pesantren.6 Namun ketika ditelusuri sejarah
pendidikan di Jawa, sebelum datangnya Islam, di Jawa kuni telah berdiri
praktik pendidikan yang hampir sama dengan pesantren, lembaga pendidikan
itu bernama pawiyatan.7 Dengan menganalogikan pendidikan pawiyatan ini
dengan pesantren, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menetapkan bahwa
pesantren tumbuh dan berkembang sebagai model lembaga pendidikan sejak
kehadiran awal Islam di Indonesia, khususnya di Jawa.
C. Macam-macam lembaga pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia yang
dilatarbelakangi kehadiran Islam antara lain:
1. Masjid dan Langgar
Fungsi utama masjid ddan langgar adalah sebagai tempat ibadah.
Selain dari fungsi ibadah itu, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk
pendidikan. biasanya ditempat ini digunakan dilakukan pendidikan untuk
anak-anak maupun orang dewasa. Penyampaian ajaran Islam dilakukan
biasanya oleh ustadz atau kiai. Bidang pengajaran yang diajarkan sebatas
ilmu aqidah, ibadah, akhlak dan pengkajian Al Quran.8
5 Ibid, 20.

6 Ibid, 21.
7 Di tempat tersebut tinggal Ki Ajar dengan Cantrik. Ki Ajar adalah orang yang mengajar dan
cantrik adalah orang yang diajar. Kedua kelompok ini tinggal disatu tempat atau komplek, dan
disinilah terjadi proses belajar mengajar. Lihat:Daulay, Sejarah Pendidikan dan Pembruan., 21.
8 Ibid, 21.

2. Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari.9 Sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren
dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai “training center” yang
secara otomatis menjadi “cultural center” Islam yang disahkan atau
dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam itu
sendiri yang secara de facto tidak ddapat diabaikan oleh pemerintah.
Di pesantren ini kurikulum yang dikembangkan ialah menitik
beratkan kepada ajaran Islam baik aqidah, ibdah, akhlak, ilmu bahasa arab
melalui kajian “kitab kuning”. Sebuah lembaga pendidikan Islam dikatakan
pesantren jika di dalamnya terdapat lima unsur pokok yaitu di dalamnya
terdapat masjid, pondo, Kiyai, santri, dan pengajaran kitab-kitab klasik.

Sistem pendidikan di pesantren ialah nonklasikal, santri berbentuk halaqah
yang ditengahnya ada guru yang mengajar. Metodenya pengajarannya
adalah metode wetonan dan sorogan.
3. Rangkang, dayah, meunasah
Tiga model lembaga pendidikan Islam diatas merupaka lembaga
pendidikan Islam yang ada di daerah Aceh. Sebagai tempat strategis
hadirnya muballig Islam periode awal, di Aceh terdapat lembaga
pendidikan Islam. Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun
berdekatan dengan masjid.10 Sistem pendidikan dan metodenya hampir
sama dengan pesantren namun bentuknya lebih sederhana dari pesantren.
Selanjutnya

adalah

dayah,

merupakan

lembaga


pendidikan

yang

mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber dari bahasa Arab,
tuhid, tasafuf, fiqih, dan ilmu-ilmu agama lainya.11 Pada dasarnya dayah
dan rangkah ini dalam praktiknya sama dengan dengan pesantren.
Sementara meunasah lebih dikenal sebagai madrasah. Menurut Daulay
9 Hasbullah, Kapita Selekta., 40.
10 Daulay, Sejarah Perkembangan Dan Pembauran., 24.
11 Ibid, 26.

secara etimologi meunasah berasal dari perkataan madrasah. 12 Di dalam
munasah tidak semata-mata digunakan sebagai tempat proses pendidikan
namun juga sebagai tmpat ibadah, balai masyarakat, tempat berkumpulnya
masyarakat, pusat informasi, pada intinya disini juga difungsikan sebagai
sarana berkumpulnya masyarakat pada waktu itu.
4. Surau
Surau lebih dikenal sebagai tempat ibadah menurut orang melayu
termasuk di dalamnya Indonesia dan Malaysia. Surau sendiri mempunyai

arti tempat suatu bangunan kecil untuk tempat shalat, tempat belajar
mengaji, tempat wirid. Menurut Christine Dobbin yang dikutip oleh
Daulay, surau adalah rumah yang didiami oleh para pemuda setelah aqil
baligh, terpisah dari rumah keluarganya yang menjadi tempat tinggal
wanita dan anak-anak.13 sistem pendidikan di surau banyak kemiripanya
dengan sistem pendidikan di pesantren, inti pelajarannya adalah ilmu-ilmu
agama.
Pada perkembangan pendidikan Islam,

masuknya ide-ide

pembaruan pemikiran Islam ke Indonesia sengat besar pengaruhnya
terhadap relisasinya pembaruan pendidikan. Diawali dari pembaruan
pemikiran Islam di Mesir, Arab, Turki dan India. 14 Setidaknya di ke tiga
negara itu mulai memasukan sistem klaster dalam proses pendidikan. atau
kita kenal dengan metode klasikal. Latar belakang pembaruan pendidikan
Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, bersumber dari ide-ide
para tokoh atau ulama yang menimba ilmu di pusat pendidikan Islam dan
kembali ke tanah air. Mereka menularkan wacana pembaruan pendidikan
di kalangan umat Islam. Kedua, bersumber dari dalam negeri sendiri yang

ketika itu dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Hindia Belanda
melakukan diskriminasi terhadap pendidikan yang mambagi pendidikan ke
dalam tiga strata sosial. Hingga berpengaruh terhadap munculnya lembagalembaga pendidikan Islam seperti :
12 Ibid, 23.
13 Ibid, 26.
14 Ibid, 39.

1. Madrasah
Kehadiran

madarasah

dilatar

belakangi

oleh

keinginan

untuk

memberlakukan secara berimbang antara ilmu agama dan ilmu
pengetahuan umum dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat
Islam.15 Kehadiran madrasah juga sebagai upaya penyempurnaan sistem
pendidikan di Pesantren dan sebagai upaya menjembatani sistem
pendidikan tradisional di pesantren dan sistem pendidikan modern dari
hasil akulturasi. Sistem pendidikan yang dipakai madrasah adalah
memadukan pendidikan agama dan pengetahuan umum dengan metode
klasikal.
2. Perguruan Tinggi Agama Islam
a. Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) berdiri diresmikan
berdasarkan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 1950, dan baru
beroprasi pada tahun 1951 dengan jumlah mahasiswa pertama
sebanyak 67 orang.16 Tujuan berdirinya PTAIN adalah untuk
memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan
dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang agama Islam dan
untuk tujuan tersebut diletakkan asas membentuk manusia susila
dan cakap serta mempunyai keinsyafan bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat Indonesia.17
b. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Berdirinya IAIN adalah imbas dari dikeluarkanya dekrit presiden 5
Juli 1959, bahwa pada intinya kembali digunakannya UUD 1945
dan Pancasila sebagai jiwa atau ruh negara. Sehingga mendorong
semangat untuk mengamalkan sila pertama pancasila, yang
diperankan PTAIN sebagai institusi pendalaman ajaran-ajaran
Islam.
c. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
15 Hasbullah, Kapita Selekta., 66.
16 Daulay, Sejarah Pertumbuhan., 123.
17 Ibid., 122.

Semakin pesatnya perkembangan IAIN, sehinga merimbas pada
kebutuhan perguruan tinggi di kota-kota lain. STAIN muncul atas
latar belakang berkembangnya IAIN sebagai cabang dari fakultas
yang berada di IAIN yang ada di daerah-daerah.18 Kebutuhan
daerah akan pentingnya pendidikan tinggi direspon oleh pemerintah
dengan terbitnya SK. Presiden no. 11 tahun 1997. Sehingga muncul
fakultas cabang IAIN di daerah-daerah itu berdiri sendiri dan
bertransfirmasi menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN).
d. Universitas Islam Negeri (UIN)
Hakikat

pendidikan

Islam

pada

Universitas

Islam

Negeri

mengandung makna bahwa ilmu-ilmu yang dikembangkan tidak
hanya ilmu-ilmu agama, tetapi telah dikembangkan ke berbagai
disiplin ilmu-ilmu yang lain yang tergolong ilmu kealaman, ilmu
sosial, dan ilmu humaniora. 19
D. Karakteristik lembaga pendidikan Islam
Seluruh tujuan lembaga pendidikan Islam yang paling menonjol
adalah pewarisan nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini sangat beralasan
mengingat

aspek-aspek

kurikulum

yang

ada

menyajikan

seluruhnya

memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif dan terpadu
(walaupun di sekolah-sekolah umum dipelajari juga mata pelajaran agama
Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di lembaga-lembaga
pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi kosentrasi dan
titik tekan.
Di dalam pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada pada
dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata
pelajaranya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Adapun metode yang lazim
dipergukan dalam pendidikan pesantren ialah wetonan, sorogan, dan hafalan.
Metode wetonan adalah metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran
18 Ibid, 135.
19 Ibid, 138.

dengan duduk di sekeliling kiai yang menerang pelajaran. Di pesantren
terdapat hubungan yang baik antara kiai dan santri. Juga di sini kemandirian
santri sangat dipentingkan. Sementara dalam madarasah, secara umum sudah
menggunakan sistem klasikal. Madrasah merupakan representasi pendidikan
Islam modern yang sudah mensinergikan pendidikan Islam dengan ilmu-ilmu
umum.
E. Problematika lembaga pendidikan Islam
Arah pengembangan lembaga pendidikan Islam terlihat lebih
ditekankan pada usaha pemahaman, pembentukan watak dan perilaku peserta
didik agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal ini terlihat dari mata
pelajaran agama Islam yang menjadi prioritas dalam pelaksanaannya. Akan
tetapi dengan selalu tanggap terhadap perubahan-perubahan situasi dan
kondisi, maka pelajaran pelajaran agama Islam di lembaga pendidikan Islam
seharusnya dikaitkan dengan persolan-persoalan riil yang dihadapi masyarakat.
Hal ini supaya peserta didik dapat menerapkan dan mengimplementasikan
ajaran agama secara benar di dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam
agama disimbolkan dengan ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah
(pengelola alam).20
Pada mulanya memang lembaga pendidikan Islam yang lebih
dominan di kalangan masyarakat ialah pondok pesantren. Kurikulum
pembelajaran pun hanya mencakup kajian pada wilayah-wilayah agama Islam,
misalnya aqidah, akhlah, fiqh dan ilmu-ilmu bahasa arab. Padahal jika kita
menelisik lebih jauh, kebutuhan umat semakin beragam. Umat Islam tidak
mungkin mempelajari permasalahan aqidah semata, akhlaq “tasawuf”, fiqh
saja. Melainkan mereka juga harus mampu keluar untuk mengembangkan
ilmu-ilmu di luar itu. Pendidikan Islam yang dalam konteks ini diwakili oleh
Pondok Pesantren, sepertinya hanya mengajarkan ilmu-ilmu humaniora –
budaya dalam Islam. Dan kesan seolah menolak “science”, ilmu-ilmu eksak

20 Baharuddin, pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Menuju Profesional dan Kompetitif
(Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 26.

dan sejenisnya. Walaupun hal itu juga sah-sah saja dengan bukti bahwa hingga
hari ini eksistensinya masih terjaga.
Menurut Tafsir yang dikutip oleh Baharudin, fenomena umum
sistem pendidikan Islam menghadapi kendala diantaranya, sistem pendidikan
Islam masih enggan dan terkesan curiga dengan pembaharuan model
pendidikan barat. Dikotomi dalam pendidikan masih menjadi ciri yang
membatasi antara menjunjung nilai transendental (agama) dan pola budaya
asing yang kapitalis dan matrealistis. Juga kesan menuntut ilmu itu hanya
sebatas formalitas, artinya hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.21
Problem sumber daya manusia juga turut mewarnai dalam
perkembangan pendidikan Islam. Dalam hal ini sumberdaya manusia diwakili
oleh pendidik ataupun pengelola lembaga pendidikan. problem-problem itu
antara lain masih banyaknya tenaga-tenaga pendidik yang mempertahankan
metode yang monoton dalam menyampaikan materi pendidikan. belum adanya
pemerataan dan kesejahteraan yang dalam konteks ini disebabkan sistem
penggajian pada masing-masing lembaga pendidikan Islam. Sulitnya
menyatukan visi dan misi SDM yang ada dikarenakan perbedaan latar belakang
individu. Serta diakui kesulitan merubah budaya kerja karena disebabkan
kesulitan merubah mindset yang telah tertanam.
F. Strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam
Secara harfiah strategi artinya ilmu atau kiat di dalam memanfaatkan sumber
yang dimiliki dan dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.22 Strategi juga dimaksudkan sebagai metode untuk mencapai
sesuatu maksud tertentu. Untuk menjawab tantangan dan problematika
pendidikan di era global ini, diperlukan strategi yang mampu didaya gunakan
untuk kemajuan pendidikan Islam, diantarnya ialah
1. Membangun paradigma pendidikan Islam seutuhnya.
2. Transformasi pada sektor sistem dan metode pendidikan
3. Transformasi sumber daya manusia
21 Ibid., 29.
22 Baharuddin, Pengembangan Lembaga., 97.

4. Meningkatkan relasi dan interaksi antar lembaga pendidikan Islam
5. Membaca orientasi masyarakat modern.

Bab III
Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam merupakan wadah bagi proses dan
pengembangan pendidikan Islam. Ruang lingkunya meliputi lembaga keluarga,
lembaga sekolah dan lembaga masyarakat. Secara umum masyarakat banyak
yang memahami lembaga sebagai wadah yang utama ialah lembaga sekolah.
Di Indonesia terdapat berbagai macam lembaga pendidikan Islam. Mulai dari
model klasik hingga masuk periode modern. Diantara contoh lembaga
pendidikan klasik diantaranya ialah, masjid, pesantren, rangkang, dayah,
meunasah. Sementara ketika memasuki abad 20-an perkembangan pendidikan
Islam menunjukan kemajuan dengan masuknya ide-ide pembaruan yang
dibawa oleh para ulama yang belajar ke luar negeri. Hingga mempengaruhi
munculnya madrasah, institut agama Islam, Sekolah tinggi Agama Islam,
hingga Universitas Islam. Karakteristik masing-masing lembaga pun memiliki
perbedaan. Walaupun dari mereka sama-sama mengajarkan nilai-nilai
pendidikan Islam. Yang berbeda adalah kemasan dalam sistem, metode,
kurikulum.

Daftar Pustaka
Hasbullah. 2013. Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: raja Grafindo Persada,
cet. 11.
Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: rajaGrafindo Persada.
Daulay, Haidar Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, cet. II.
Baharuddin. 2011.

pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Menuju

Profesional dan Kompetitif. Malang: UIN-Maliki Press.