Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN
DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN
Herniwati dan Syafruddin Kadir
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
Abstrak. Potensi sumber daya iklim dan lahan perlu dioptimalkan untuk menunjang
peningkatan produktivitas komoditas pertanian. Sulawesi Selatan yang dikenal
sebagai salah satu lumbung pangan nasional, memiliki potensi sumberdaya iklim
dan lahan yang cukup mendukung berbagai komoditas pertanian. Dengan
karakteristik iklim dan lahan yang berbeda, suatu wilayah dengan wilayah yang
lainnya, merupakan kekayaan yang perlu untuk dimanfaatkan dalam menunjang
pembangunan pertanian. Berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya, Sulawesi
Selatan dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan.
Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldemen dibagi atas 13 tipe iklim yaitu A, B1,
B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4. Potensi sumberdaya lahan di
Sulawesi Selatan didominasi oleh usaha pertanian semusim yang diusahakan oleh
sebagian besar wilayah yang ada di daerah ini. Pola tanam beragam yang
diterapkan petani didasarkan pada kondisi curah hujan dan hubungannya dengan

tipologi lahan makin memperkaya keanekaragaman pemanfaatan sumberdaya alam
yang ada. Pengembangan komoditas di daerah ini yang didasarkan pada tipe
iklim, bentuk wilayah dan tanah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha
tani dan memacu perekonomian daerah.
Kata Kunci : potensi, iklim, sumber daya lahan, pola tanam

PENDAHULUAN
Produktivitas tanaman sangat ditentukan oleh faktor genetik, iklim dan tanah.
Curah hujan dan suhu udara sebagai unsur iklim merupakan faktor lingkungan yang
menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, dimana faktor ini sulit diubah
dan/atau dimodifikasi dalam skala di lapangan. Sedangkan faktor genetik dan sebagian
faktor tanah tidak bersifat, dengan manajemen dan teknologi dapat diubah dan diperbaiki
kualitasnya sesuai dengan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan (Sys et al.
1993).
Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 0o12' – 8o Lintang Selatan dan 116o48' –
o
122 36' Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara
dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas sebelah barat
dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores.
Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil tanaman pangan terbesar di

Kawasan Timur Indonesia. Predikat sebagai lumbung padi nasional mengukuhkan posisi
Sulawesi Selatan sebagai produsen tanaman pangan yang cukup potensial terutama
komoditas padi dan jagung sebagai komoditas tanaman pangan andalan. Untuk itu
pemerintah telah berusaha mengoptimalkan produksi guna mencapai target sasaran
tersebut, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Hal ini dibutikan dengan
besarnya perhatian pemerintah daerah pada sektor ini dengan mencanangkan Program
Surplus Beras Dua Juta ton dan Surplus Jagung 1,5 juta ton.
Dengan luas wilayah 45.764,53 km2 (BPS 2008), Sulawesi Selatan memiliki
sumber daya lahan dan iklim (jenis tanah, bahan induk, fisiologi dan bentuk wilayah,
ketinggian tempat, dan iklim) yang sangat bervariasi. Keragaman karakteristik sumber

218

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

daya lahan dan iklim merupakan potensi untuk memproduksi komoditas pertanian
unggulan di masing-masing wilayah sesuai dengan kondisi agroekosistemnya.
Tulisan ini menyajikan informasi tentang potensi sumber daya iklim dan lahan

serta pola tanam yang diterapkan oleh petani di Sulawesi-Selatan. Diharapkan informasi
yang disajikan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan pertanian yang
berkelanjutan khususnya di Sulawesi Selatan.
POTENSI SUMBER DAYA IKLIM
Pertanian yang menjadi segmen penting bagi pembangunan Indonesia memiliki
ketergantungan pada kondisi iklim dan cuaca. Semakin stabil kondisi atmosfernya, maka
akan stabil pula produksi pertaniannya. Jika sebaliknya, maka akan terjadi penurunan
produksi pertanian yang berujung pada terhambatnya fungsi pembangunan (Susandi
et.al. 2008)
Potensi iklim di Sulawesi Selatan untuk pembangunan pertanian cukup
mendukung. Wilayah pengembangan dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan
kesamaan relatif zona iklimnya yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan. Sektor Barat
dipengaruhi oleh angin barat, dan sektor timur dipengaruhi oleh angin timur yang sangat
erat berkaitan dengan musim hujan dan musim kemarau.
Di sektor barat meliputi beberapa wilayah yang sebagian besar berada di bagian
barat Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Pare-pare, Kota
Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto dan Selayar. Musim hujan di wilayah sektor barat
berlangsung bulan Oktober sampai dengan Maret, dimana pada saat yang bersamaan di
sektor timur berlangsung musim kemarau. Zona iklim sektor timur meliputi wilayahwilayah yang sebagian besar berada di bagian timur Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten
Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang.

Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung bulan April hingga September, dan
sementara itu di sektor barat berlangsung musim kemarau. Sektor peralihan merupakan
wilayah peralihan antara sektor barat dan timur meliputi kabupaten Tana Toraja, Toraja
Utara, Luwu, Luwu utara,Luwu timur, Enrekang dan kota Palopo.
Dua parameter cuaca yaitu curah hujan dan temperatur, menjadi ukuran bagi
kestabilan atmosfer (Susandi et,al. 2008). Jumlah curah hujan dan distribusinya sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, melalui kontribusinya
terhadap ketersedian airdalam tanah. Data curah hujan akan sangat membantu dalam
rangka meramalkan pola curah hujan ke depan, dan memberi gambaran kemungkinan
kejadian banjir dan kekeringan yang pada gilirannya akan bermanfaat bagi penentu
kebijakan menyusun program antisipatif guna menghindari peristiwa-peristiwa iklim
yang merugikan pembangunan pertanian. Dengan demikian, data iklim itu penting
diinventarisir, dan selanjutnya diproses/diolah agar berdayaguna. Berikut pola curah
hujan masing-masing zona iklim di Sulawesi Selatan :

219

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9


Sektor Barat
Curah Hujan (mm)

800
600
400
200

1951 ‐1998

0

Bulan

Curah Hujan (mm)

Grafik 1. Pola curah hujan wilayah sektor barat

400

350
300
250
200
150
100
50
0

Sektor Timur
1994‐2003

Bulan

Grafik 2. Pola curah hujan wilayah sektor timur

Sektor  Peralihan
Curah Hujan (mm)

600

500
1951‐1998
400
300
200
100
0
Bulan

Grafik 3. Pola curah hujan wilayah sektor peralihan
Berdasarkan klasifikasi iklim Oldemen, di Sulawesi Selatan terdapat 13 tipe iklim
yairu A, B1, B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4 (Tabel 1). Keragaman tipe
iklim antardaerah di Sulawesi Selatan mengindikasikan bahwa gugus pulau di wilayah ini
berpotensi besar untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian.

220

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9


Tabel 1. Tipe Iklim di Sulawesi Selatan

A
B1
B2
C123
D123

Bulan Basah
>200 mm
10-12
7-9
7-9
5-6
3-4

Bulan Basah
1.000 m dpl, antara lain di daerah
Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Sinjai, dan Luwu. Pengembangan kelapa sawit

ditujukan ke daerah-daerah relatif basah meliputi Luwu, Sinjai, dan Bulukumba. Unutk
komoditas tebu, wilayah pengembangannya diarahkan di wilayah-wilayah dengan jumlah
bulan kering tegas antara lain di daerah Takalar, Gowa dan Bone. Demikian pula dengan
kapas diarahkan ke daerah-daerah relatif kering (tegas), seperti Gowa, Takalar,
Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Soppeng, dan Wajo. Sayuran dan buah-buahan
dataran tinggi diarahkan ke daerah ketinggian seperti Enrekang, Gowa (Malino) dan
Sinjai serta beberapa wilayah dataran rendah.
Kriteria yang digunakan dalam pengelompokan pengembangan komoditas tersebut
di atas adalah fisiografi, tanah, bentuk wilayah (kelerengan), tipe iklim (curah hujan,
jumlah bulan basah dan bulan kering) dan ketinggian tempat serta arahan pengwilayahan
komoditas nasional. Diharapkan dengan penetapan komoditas unggulan pada suatu
wilayah akan meningkatkan efisiensi usahatani dan memacu perdagangan antar daerah.
Pola tanam yang diterapkan oleh petani di Sulawesi Selatan didasarkan pada
kondisi curah hujan dan hubungannya dengan tipologi lahan (Tabel 3). Pada lahan
beririgasi teknis umumnya diterapkan pola tanam IP 300 yaitu pola tanam palawija
(jagung, kacang-kacangan) sesudah menanam padi. Selain itu sebagian petani juga
menerapkan pola tanam mina padi yang dilakukan sesudah menanam palawija (jagung)
atau padi. Pola tanam lahan tadah hujan yang terkendala dengan ketersediaan air, pola
tanam yang dilakukan adalah penerapan IP 200 antara padi dan palawija atau pakan
ternak. Untuk lahan kering, pola tanam yang diterapkan umumnya hanya menanam

pertanaman monokultur palawija.
Pada tipologi lahan tadah hujan dan lahan kering diterapkan pula pola tanam
tumpang sari antara tanaman jagung dan kacang-kacangan. Pola tanam tumpangsari
dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperkecil resiko gagal panen. Selain itu
pada beberapa tempat, petani juga mempraktekkan pola tanam tumpangsari antara
tanaman kapas dan dan palawija (jagung dan kacanga-kacangan). Nappu et al. (1990)
melaporkan bahwa pola tumpangsari antara kapas dan kacang hijau dapat meningkatkan
pendapatan petani sebesar 20% – 30% dibandingkan dengan pola tanam monokultur
kapas.

222

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Tabel 3. Program pola tanam di Sulawesi Selatan


Tipologi lahan

Irigasi Teknis



Tadah Hujan



Lahan Kering

Pola tanam
Padi – Padi – Palawija (Jagung)
Mina Padi – Mina Padi
Jagung – Padi – Mina Padi
Padi – Palawija (Jagung)
Palawija (Sayuran) – Padi
Jagung – Padi – Pakan
Palawija (Jagung) – Palawija (Jagung,
kacang-kacangan)
Palawija / Palawija (kapas)

Pola pergiliran tanaman seperti pada tabel diatas umumnya dilakukan oleh
beberapa wilayah di Sulawesi Selatan. Penerapannya tergantung tipologi lahan wilayah
tersebut. Selain itu pada beberapa tempat dijumpai petani menanam tanaman kacangkacangan pada pematang sawah. Hal ini sangat menguntungkan untuk pengayaan
populasi predator dan parasit (musuh alami) terhadap hama dan penyakit (Baehaki 2006).
KESIMPULAN
Keragaman potensi sumber daya iklim dan lahan di Sulawesi Selatan, dapat
memberi manfaat yang besar untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian.
Berdasarkan zona iklimnya maka Sulawesi Selatan dikelompokkan menjadi 3 bagian
berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan.
Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldemen dibagi atas 13 tipe iklim yaitu A, B1, B2,
C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4. Pemanfaatan potensi secara optimal akan
memberikan hasil yang memuaskan dan berkelanjutan.
Untuk menjamin keberhasilan pengembangan komoditas pertanian maka perlu
dilakukan inventarisasi data iklim dan identifikasi sumber lahan yang dituangkan dalam
bentuk data spasial (peta) yang lebih detail dan operasional. Hal tersebut dimaksudkan
untuk memudahkan perencanaan pengembangan pertanian dan akan bermanfaat untuk
digunakan dalam mengevaluasi sumberdaya lahan sehingga dapat memberikan dampak
positif yang lebih nyata pada pengembangan komoditas pertanian
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2008. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik.
Baehaki, S.E. 2006. Tanaman Kedelai pada pematang sawah, sebagai metode diversifikasi dan
keanekaragaman hayati ekologi sawah. Puslitbangtan, Bogor. (tidak dipublikasikan)
Conway, G. R. 1987. Rapid Rural Appraisal and Agroecosystem Analysis : A Case Study from
Nothern Pakistan. Proceding of the 1985 Internastional Confrence on RRA. Rural System
Res. And Farming System Res. Project. Khon Kaen, Thailand
Djaenudin, D. 2008. Perkembangan Penelitian Sumber Daya Lahan dan Kontribudinya untuk
Menatasi Kebutuhan Lahan Pertanian di Indonesia. Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Vol 27 (4). Hal 132-137
Nappu, M. B., C. Lopulisa, J. Limbongan, Asmin. 1990. Pengujian Beberapa Varietas Kapas dan
Kacang hijau dalam pola tumpangsari di lahan sawah bera. Prosiding Seminar Budidaya
Kapas di Lahan Sawah. Departemen Pertanian, Kantor Wilayah Propinsi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang
Pertanian Indonesia. Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian,
Bogor.

223

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Sofyan, R., H. Sastraminardja, dan D. Djaenuddin. 2002. Potensi Sumberdaya Lahan dan
Agroklimat Pulau Sulawesi untuk Pengembangan Pertanian dan Permasalahannya.
Prosiding Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan pertanian Nasional.
Puslitbangtanak. Buku I. Hal. 36-58.
Surmaini E., Susianti, A. Pramudja, dan Irsal Las. 2000. Pemutahiran Zona Agroklimat Oldemen
dan Pemwilayahan Curah Hujan. Laporan Akhir. Puslitbangtanak, Bogor.
Susandi, A., M. Tamamadin, dan I. Nurlela. 2008. Fenomena Perubahan Iklim dan Dampaknya
terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Padi. Buku 1. Hal.
73-79.
Syafruddin, A.N. Kairupan, A. Negara, J. Limbongan. 2004. Penataan Sistem Pertanian dan
Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Selatan.
Penelitian dan pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Vol 23 (2), Hal. 54-61.
Sys, C, E van Rast, J. Debaveye, and F. F. Beernaert. 1993. Land Evaluation Part III Crop
Requirements. International Training Centre for Post Graduate. Soil Sci. Univ. Ghent.
Agric. Publ. No.7.

224