MORALITAS ANAK TAMAN KANAK .

MORALITAS ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Seiring dengan perkembangan kognitif yang terjadi pada anak usia Taman KanakKanak, antara lain terlihat dari perkembangan bahasanya, anak usia tersebut di
harapkan mulai memahami aturan dan norma yang di kenalkan oleh orang tua
melalui penjelasan-penjelasan verbal dan sederhana. Orang tua atau orang dewasa
lain di sekitarnya mulai mengenalkan, berpenampilan, cara dan kebiasaan makan,
dan cara berperilaku sesuai dengan aturan yang di tuntut dalam suatu lingkungan
atau situasi tertentu. Dalam hal ini komunikasi dan interaksi antara orang tua dan
anak menjadi sangat penting keberadaannya. Oleh sebab itu, sejak awal dikatakan
bahwa upaya penanaman dan pengembangan perilaku moral yang di lakukan orang
tua pada anak tidak dapat di pisahkan dari proses sosialisasi yang terjadi diantara
mereka (Dini ., 1996, halaman 133-143)`

Moralitas anak taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tataran kehidupan
dunia mereka di uraikan sebagai berikut.

Sikap dan Cara Berhubungan dengan Orang Lain (sosialisasi)

Minat anak untuk berhubungan dengan orang lain mulai terlihat sejalan dengan
perkembangan fisik, motorik, dan bahasanya. Setelah anak berusia 2 tahun ruang
geraknya sudah lebih luas di dukung oleh keterampilan berjalan yang semakin baik

dan sempurna. Kemampuan bahasanya semakin berkembang yang memungkinkan
untuk mulai memahami pembicaraan orang lain dan mengungkapkan keinginankeinginannya dengan Bahasa yang sederhana. Pada saat itulah kebutuhan anak
menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya mulai berkembang pula,
tidaklagi terbatas pada orang tuanya saja, tetapi juga dengan orang-orang di luar
rumah yang pernah di temuinya, dengan anak-anak seusianya maupun yang lebih
tua. Inilah saatnya orang tua mulai mengajarkana aturan , nilai dan norma yang
berlaku dimasyarakat sekitar, agar anak dapat menjalin hubungan dan dapat di
terima oleh lingkungan sosial sekitar dengan baik. Misalnya bila anak bertemu
dengan orang lain: “mengucapkan salam”. Keterbatasan dalam perkembangan
Bahasa anak menyebabkan ia masih selalu butuh contoh-contoh nyata agar ia
dapat lebih memahami maksud pembicaraan orang tua. Misalnya, sambil orang tua
mengatakan pada anak : “Nia, beri salam pada tante Lis,” sambil membantu anak
mengulurkan tangan kepada tante tersebut sambil mengatakan “selamat siang
tante,”. Bila anak tidak melakukan apa yang dikatakan oleh ibu atau melakukan

dengan cara yang di nilai ibu tidak di sampaikan dengan baik, dengan pendekatan
yang lebih bersifat persuasife (membujuk), karena perilaku tidak pantas yang
ditunjukkan anak mungkin tidak di sadarinya. Anak belum sadar bahwa hal itu tidak
pantas. Untuk itu di butuhkan kesadaran pendidik (orang tua dan guru TK) dalam
memberikan penjelasan dan contoh pada anak. Hal yang penting, pendidik harus

banyak memberikan penjelasan tentang apa yang harus di lakukan anak dan contoh
nyata tentang bagaimana cara ia melakukan perilaku tersebut. Pendidik harus
mampu menunjukkan sikap taat asa (konsisten) terhadap anak untuk memudahkan
anak mempelajari dan memahami apa yang di harapkan darinya. Bila tidak,
pendidik juga tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Misalnya, suatu saat
orang tua menuruh anak menyalami tamunya, tetapi pada saat itu orang tua
membiarkan anak bersikap acuh tak acuh ketika ada tamu ibunya, atau bahkan
membiarkan sikap dan perilaku anak yang tidak pantas dilakukan di depan tamu
ibu.

Pendidik harus selalu ingat dan sadar bahwa mereka keterbatasan kecerdasan,
pengetahuan dan pengalamannya, pada usia ini anak lebih mudah untuk meniru
perilaku orang sekitarnya. Anak usia ini belum terlalu mampu memanfaatkan
kemampuan berpikirnya untuk menentukan mana perilaku yang baik dan mana
yang buruk.

Pentingnya dalam bentuk perilaku moral anak sangat sesuai dengan apa
dikemukakan oleh kholberg dalam teori perkembangan moral dan pandangan aliran
perilaku (behavioris) tentang pembentukan perilaku moral pada anak. Menurut
kholberg, pada awalnya anak berperilaku agar ia mendapat pujian dan terhindar

dari hukuman, dan ia dapat diterima oleh lingkungan sekitar dan terhindar dari
kecaman orang lain. Sementara pandangan ahli psikologi perilaku mengatakan
bahwa perilaku moral adalah hasil dari pemberian reinforcement (penguatan),
“hukuman” dan “model” dari orang tua. Pada anak yang lebih muda( usia 2 atau 3
tahun) hukuman sedapat mungkin tidak diberikan. Kalaupun orang tua perlu
melakukan koreksi terhadap perilaku anak yang tidak pantas dianjurkan dengan
cara yang lebih bersifat persuasif, mengingat anak usia itu baru mulai mengenal
aturan nilai dan norma. Pada usia itu perilaku tersebut dilakukan anak bukan
dengan sengaja, tapi lebih karena dia tidak atau belum tau cara yang
diharapkankan oleh lingkungannya. Bila pada usia ini anak dihukum karena
perilakunya tidak pantas menurut penilaian oaran tua, ia belum mengerti mengapa
orang tua menghukumnya. Namun , bila hal yang sama telah berulang kali
diajarkan pada anak, tetapi tidak juga dipatuhi oleh anak, boleh saja orang tua
memberi hukuman, dalam arti menunjukkan sikap atau reaksi yang membuat anak
mengarti bahwa perilaku-perilaku yang ditunjukkan tersebut tidak diharapkan oleh
orang tuanya. Misalnya anak menyatakan keinginannya pada ibu atau pembantu

dengan cara kasar dan sambil membentak-bentak; mengatakan “ambilin minum
cepatan!”, ibu dapat mengacungkan telunjuknya sambil berkata; “ayo, ibu tidak
suka cara kamu seperti itu, ibu tidak akan ikuti keinginanmu, kalau kamu tidak

bicara dengan sopan.” Coba bilang yang baik, “ibu mau minum”. Bila anak
mengubah sikapnya dengan cara yang tidak baik itu dengan yang lebih baik, baru
ibu penuhi keinginanannya tersebut. Hal ini akan mengajarkan anak bahwa dengan
hal yang tidak sopan, ia tidak akan mendapatka apa yang diinginkannya.

Pemahaman dan penanaman nilai moral yang semakin bertambah, akan sangat
membantu anak dalam melakukan komunikasi secara baik, yang memungkinkannya
diterima oleh lingkungan sosial sekitar dengan baik. Seiring dengan meningkatnya
perkembangan moral pada anak maka meningkat pula keterampilan sosialisasinya.

Cara Berpakaian dan Berpenampilan

Orang tua dan guru Taman Kanak-kanak juga perlu menjelaskan bahwa penampilan
dan cara berpakaian seseorang dapat memberi kesan tentang perilaku normal
seseorang. Individu yang berpenampilan, berpakaian ataupun bergaya hidup yang
tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sekitar, akan di
nilai sebagai individu yang berperilaku moral kurang baik. Penampilan dan cara
berpakaian yang bagaimana dianggap sesuai dan seperti apa pula yang dianggap
tidak sesuai perlu dipelajari oleh individu sejak dini. Pada anak Taman Kanak-kanak,
hal-hal seperti itu harus mulai dikenalkan dan diajarkan. Anak harus tau dimana dan

pada situasi apa ia boleh menggunakan baju tidur dan bila ia kesekolah, harus
memakai seragam sekolah. Selain itu, cara bersolek, bersikap dan berpenampilan
yang bagaimana, yang dianggap pantas dengan situasi dan orang yang
dihadapinya. Tentu saja dengan usia yang masih relatif sangat muda, hhal-hal
tersebut tidak semuanya harus secara sengaja diajarkan kepada anak-anak.
Kesempatan untuk mengajarkan hal-hal seperti itu seringkali tergantung dari
kejadian atau pengalaman yang terjadi kepada anak. Misalnya, seorang anak Taman
Kanak-kanak selesai mandi tanpa menggunakan handuk, ia langsung berlari
keruang tamu padahal sedang ada tamu ayahnya disana. Pada saat itu, ibu dan
ayahnya dapat menjelaskan bahwa perilakunya tersebut tidak pantas. Misalnya, ibu
dapat menjelaskan dengan cara sebagai berikut:”Dani, ayo pergi ke kamar,
keringkan badanmu, pakai baju dan sisir rambut dulu yang rapih, baru keluar”.

Mungkin pada suatu hari terjadi, seorang anak yang di ajak ayahnya pergi ketoko
untuk membeli sesuatu, tetapi tidak mau memakai baju yang pantas. Ia hanya ingin

mengenakan celana dalam dengan singlet saja dengan alasan panas. Ia boleh
hanya menggunakan pakaian seperti itu bila di dalam rumah, sedangkan jika keluar
apalagi tempat umum ia harus mengenakan pakaian lengkap. Misalnya, ayah dapat
mengatakan kepadanya demikian: “Ah, kalau begitu ayah malu mengajak Dani ke

took, pergi dengan pakaian seperti itu, kan tidak pantas. Pakai celana pendek saja
dengan baju kaos tipis tidak apa, pokoknya asal rapi dan sopan.”

Terkadan anak perempuan yang sering melihat ibunya berdandan, suatu ia ingin
berdandan seperti ibunya. Ketika akan pergi kesekolah, ia minta dipakaikan lipstick
dan kalung yang biasa diapaki ibunya. Pada saat inilah kesempatan ibu untuk
menjelaskan kepada anak bahwa cara berdandan anak berbeda dengan orang
dewasa, dengan cara berdandan untuk kesekolah juga berbeda untuk berdandan
kepesta. Orang yang tidak berdandan sesuai dengan tempat dan waktu akan dinilai
aneh atau tidak pantas. Pada kesempatan lain, ibu dapat menjelaskan dengan cara
sebagai berikut:”Salsa, seseorang memakai lipstick itu kalau sudah besar seperti
ibu, kalau masih kecil seusia kamu belum pantas untuk memakainya, apalagi kamu
mau berangkat kesekolah.”

Sikap dan Kebiasaan

Kegiatan makan memang bukan merupakan kegiatan yang langsung berhubungan
dengan orang lain tetapi itu biasa di lakukan bersama atau diantara orang lain. Ada
tata cara tertentu yang diatur oleh lingkungan sekitar dalam melakukan kegiatan
makan ini, yang berpengaruh pada penyesuaian diri individu dalam lingkungan

sosial sekitarnya. Tata cara tersebut harus sudah di kenalkan dan diajarkan kepada
anak sejak dini, agar menjadi kebiasaan yang baik dan mengarahkan pada perilaku
moral yang baik.pada usia sekitar 2 tahun, anak biasanya masih menggunakan
kedua tangannya (kanak dan kiri) secara sama berimbang, belum ada pembedaan
kapan dan untuk apa saja ia menggunakan tangan kanan dan kapan sebaiknya ia
menggunakan tangan kiri. Pada saat itulah orang tua dapat mengajarkanbahwa bila
makan harus menggunakan tangan kanan. Pembiasaan ini tidak perlu dengan
paksaan (terutama pada anak yang pada dasarnya memang kidal). Setiap kali anak
menggunakan tangan kiri untuk makan, ibu mencoba untuk mengoreksinya dengan
mengatakan:”pakai tangan kanan, ya, nak”, sambil membantu anak memasukkan
makanan tersebut ke mulutnya dengan tangan kanannya. Bila anak melakukan
dengan tangan kanan, jangan lupa ibu memberikan pujian atau ciuman sambil
mengatakan:”anak ibu sudah pintar, ya, sekarang”. Dengan cara seperti itu, lama
kelamaan anak akan terbiasa menggunakan tangan kanan untuk makan, sehingga
tanpa diberitahu, secara otomatis ia akan melakukan dengan benar. Selain itu,

secara bertahap anak juga sudah dapat diajarkan untuk makan dengancara yang
sesuai dengan aturan dan adat kebiasaan yang berlaku di sekitar.

Selain hal-hal yang berkaitan langsung dengantata cara makan ini, anak juga sudah

harus diajari tentang hal hal yang harus diketahui dan melkukannya bila akan atau
sesudah makan. Misalnya berdoa sebelum makan. Sebelum makan anak muslim
diajari untuk berdoa dan mengucap “basmala” dan sesudah makan mengucapkan
“hamdalah”. Sedangkan anak yang beragam lain perlu diajari doa makan sesuai
dengan ketentuan agamanya. Melalui doa-doa tersebut pendidik menanamkan rasa
syukut kepada anak atas makanan yang dinikmatinya, membantu anak agar
mampu menghargai makanan dan rezeki yang dianugerahkan Allah.

Banyak anak yang seusia ini mengalami masalah dan kesulitan yang berhubungan
dengan makan. Bila kelompok ibu sedang berkumpulm tidak jarang kesulitan makan
anak jadi topik inti yang hangat di bicarakan. Umumnya ibu-ibu tersebut tidak tahu
harus bagaimana, atau harus melakukan usaha apalagi untuk membuat anaknya
makan seperti yang di harapkan. Rasanya, sudah berbagai usaha di lakukan, mulai
dari masak makanan kesukaannya, makanan yang bervariasi, dan coba
menyajikandengan cara yang menarik, namun anak tetap tidak berselera makan.
Mungkin kadang orang tua melupakan sesuatu hal juga yang penting untuk makan.
Mungkin, kadang orang tua melupakan suatu hal yang juga penting untuk di
perhatikan yaitu suasana makan. Banyak orang tua yang secara tidak sadar
menciptkan suasana makan yang tidak menyenangkan, misalnya memaksakan
anak menghabiskan makanan dengan porsi yang melebihi kapasitas anak,

memarahi anak selama kegiatan makan berlangsung sebab-sebab sepele, misalnya
makan dengan sikap yang kurang rapi, banyak nasi tumpah, atau tidak mau duduk
tenang, memaksa anak memakan makanan yang tidak di sukainya;atau sejak awal
sudah mengancam anak misalnya: “awas ya kalau makanannya dilepehin
(dimuntahkan), ibu jewer kamu!” ini bisa membuat suasana makan anak jadi
mencekam kurang baik. Orang tua berharap dengan cara tersebut, anak akan
merasa seperti yang diinginkan, namun justru akan mendapat hasil yang
sebaliknya.

Menghadapi anak yang mengalami masalah atau sulit makan orang tua atau guru
perlu mencari penyebabnya. Bila tepat, selain bahwa orang tua perlu memperbaiki
caranya yang salah tersebut, guru juga dapat membantu merubah anggapan anak
yang salah tentang makan. Anak Taman Kanak-kanak ini biasanya lebih percaya
pada perkataan gurunya daipada orang tuanya sendiri. Dengan sikap yang
bijaksana dan simpatik serta cara-cara yang menarik, diharapkan guru dapat
membantu orang tua dalam mengatasi masalahnya.

Sikap dan Perilaku Anak yang Memperlancar Hubungan dengan Orang
Lain


Bagian pembahasan ini masih berkaitan dengan cara berhubungan dengan cara
orang lain,tetapi lebih di khususukan pada hubungan tidak langsung,namun
membawa dampak pada kelancaran hubunganya dengan orang lain. Hal ini pada
dasarnya didasari oleh sikap egois ( hanya mementingankan diri sendiri) dan acuh
tak acuh kepada kepentingan orang lain. Contohnya, sekelompok remaja yang
membuat kebisingan di lingkungan sekitar di larut malam, menunjukan bahwa
mereka bersikap egois, egois dan banyak contoh lainya. Kasus-kasus tersebut
membuktikan pentingnya penanaman sosial sejak dini. Pengaruh era globalisasi
harus diwaspadai dan dianntisipasi, karena tidak semata memberikan dampak
positif, melainkan juga memberi peluang yang besar untuk menimbulka hsl ysng
negatif, bila tidak diimbangi dengan upaya yang kuat dalam penananan moral anak
sejak usia dini.

Ketika anak memasuki era pra sekolah, seiring dengan perkembangan berbahasa
dan berpikirnya,brbagai informasi yang dilihat dan didengarnya merupakan
pelajaran bagi perkembangan perilaku moral yang kurang baik,dapat pula dilihat
pada kehidupan sehari-hari mereka. Anak usia 4 tahun yang agresif, selalu
menimbulkan masalah di rumah, karena sering memukul, menedang dan
melempari orang-orang terutama ibu dan pembantunya, bila permintaanya tidak
dituruti. Demikian d sekolah, ia sering menjadi penyebab timbulnya perkelahian

dengan teman sekelasnya, suka merebut mainan yang sedang dipegang temanya,
dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap guru, bila ia ditegur oleh gurunya. Pada
anak seusianya walaupun perilakunya tersebut belum dikatakan bermoral, tetapi
dinilai sudah melampaui batas kewajaran, dan perlu mendapat perhatian serius dari
pendidik ( orang tuan dan guru) agar tidak berlanjut hingga besar dan berkembang
menjadi perilaku yang tidak baik.

Saat ini berbagai media masa yang sudah canggih, didukung oleh kemajuan
teknologi yang sangat pesat dapat merupakan narasumber yang jauh lebih sarat
informasi bagi anak dibandingkan infomasi yang dapat diperoleh dari orang tua
atau gurunya. Melalui acara televisi dari berbagai saluran, video, laser disc, parabla
bahkan sekarang internet dapat menghindari dampak negatif dari berbagai
informasi tersebut adalah dengan lebih terbuka dalam memberi informasi pada
anak sulit dibendung dan dibatasi,salah satu cara untuk menenmkan moral
memberi informasi dan menanggapi pertanyaan anak, dan dalam setiap

kesempatan yang tepat berusaha memasukan nilai dan norma yangf dapat
mengarahkannya pada perilaku positif. Kalau orang tua dulu merasa tabu
membahas masalah-masalah seksual kepada anaknya yang masih berusia muda,
maka kini hal tersebut justru harus dikenalkan para pendidik sejak dini, dengan cara
yang teapat untuk itu, pendidik dituntut untuk membekali dirinya dengan berbagai
informasi yang berhubungan dengan bidang ilmu agama. Sikap anak yang semskin
kritid dan brani, menyebabkan pendidikan akan kewalahan menghadapinuya,bila ia
tidak mempersiapkan dan menambah khasanauh pengetahuanya.

Pendidik harus mampu menyelami pikiran dan jiwa anak, mencoba menyamakan
persepsi mereka agra dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan dsn
daya tangkap anak. Dengan demikian, dalam banyak hal pendidik harus mampu
menempatkan dirinya setara dengan anak didiknya, dapat menjadi teman jika
dibutuhkan, tetapi dalam hal-hal tertentu juga harus menunjukan ketegasan dan
kewajibanya sebagai orang tua atau pendidik adalah orang yang harud dihormati
dan dipatuhinya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapatnya,
anak juga harus tau bagaimana menyampaikan perbedaan pendapat tersebut
dengan cara yang tepat.

Dengan demikian penanaman moral kepada anak usia pra sekolah dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang
lebih bersifat individual, persuasif dan informal ( santai dan penuh keakraban).
Pendekatan individual sama dengan anak lain, walaupun dengan usia yang sama.
Pendekatan individual artinya anak diperluakan sebagai individu yang unik, yang
tidak selalu dapat mereka selalu diperlakukan sama dengan anak lain, walaupun
dengan usia yang sama. Pendekatan yang bersifat agamis saat ini juga dirasakan
sangat perlu, buruk atau baik dan apa pula konsekuensinuya dari perilakunya
tersebut. Misalnya, anak yang beragama islam sejak dini harus sudah diajarkan
sholat dan mempelajari Al-Qur’an secara bertahap anak harus tahu arti dan
manfaat sholat dan apa pula kerugianya bila hal itu ditinggalkannya

Dengan penanaman nilai moral dan agama yang secara bertahap akan menjadi
bagian dari dirinya, diharapkan anak dapat mengarahkan dirinya pada perilaku
moral yang baik dan mneghindari perilaku moral yang buruk.

Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanakkanak

Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan
pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain.
Misalnya, mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak
hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan
kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya. Puncak yang diharapkan dari
tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak- kanak adalah adanya
keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon
orang lain dan pengalaman- pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaanperbedaan dalam kehidupan teman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial
tentang pengembangan moral anak usia Taman Kanak- kanak di antaranya adalah
pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman
Kanak-kanak harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan
agama bagi anak Taman Kanak-kanak. Juga, guru Taman Kanak-kanak perlu untuk
senantiasa mengadakan penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam
bidang pendidikan bagi anak usia prasekolah.

Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Ruang lingkup tahapan/ pola perkembangan moral anak di antaranya adalah
tahapan kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya
sendiri, mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi
yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/menentukan
pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral Menurut Piaget
anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/ tahap, yaitu cara heteronomous (usia
4-7 tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat
dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara
autonomous (usia 10 tahun keatas) dimana anak sudah menyadari bahwa aturanaturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, perkembangan
moral anak usia prasekolah berada pada level/ tingkatan yang paling dasar, yaitu
penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan
internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat
yang bersifat fisik dan hedonistik. Ada 4 area perkembanga yang perlu ditingkatkan
dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia prasekolah yaitu
perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan bahasa.

POTENSI ANAK SEBAGAI MANUSIA UTUH

Secara umum ”potensi” adalah sebuah kemampuan dasar yang dimiliki
manusia yang sangat mungkin untuk di kembangkan, sehingga pada intinya potensi
sendiri berarti suatu kemampuan yang masih bisa di kembangkan menjadi lebih
baik lagi.

Manusia utuh berarti sosok manusia yang tidak persial, fragmental. Apalagi split
personality. Utuh artinya lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia.
Manusia menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani , rohani, akal, fisik, dan
psikisnya. Berdasarkan pikiran demikian dapat di uraikan konsepsi manusia
seutuhnya ini ini secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:

Keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang. Kebutuhan
wawasan (orientasi) manusia sebagai subjek yang sadar nilai yang menghayati dan
yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya.

Sebagai anak manusia, sesungguhnya Allah telah melengkapi seorang anak dengan
seperangkat kemampuan yang telah tertanam pada diri manusia, berupa sejumlah
kemampuan, seperti kemampuan dalam perkembangan moral etika, juga
kemampuan dalam perkembangan pribadi, sosial dan kemasyarakatan. Potensi
itulah yang harus ditangkap oleh para orang tua dan guru, untuk selanjutnya
dikembangkan ke arah positif. Anak dengan sentuhan pendidikan ini akan menjadi
manusia yang bermoral, bermartabat, dan mampu menjadi manusia yang mencapai
kemuliaan dalam kehidupanya sesuai kodratnya.

Perkembangan moral dan etika pada anak pra sekolah ( Taman Kanak-Kanak) dapat
diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi dalam kaitanya dengan orang lain;
mengenal dan menghargai perbedaan dilingkungan tempat anak hidup;
mengenalkan peran jenis ( role of gendre) dan orang lain, dan mengembangkan
kesadaran hak dan tanggung jawabnya.

Berkaitan dengan perkembangan moral ini, anak juga secara simultan dapat
mengembangkan dirinya dalam hal perkembangan kepribadian, sosial, dan
kemasyarakatan. Hal itu dapat diprogramkan melalui kegiatan yang mendukung
perkembangan kepribadian, sosial dan emosional yang sejalan denga
perkembangan intelektual anak; pengalaman mengembangkan kemandirian dan
kemampuan belajar; dan pemberian kesempatan yang positif. Selain hal itu, guru
juga dapat mengembangkan imajinasi positif anak, dari buku dan gambar yang

menantang anak untuk belajar; memberikan kesempatan bagi anak untuk bekerja
sendiri, dalam kelompok kecil dan besar; menyelenggarakan kegiatan imajinatif
yang menyenangkan; mengembangkan ketrampilan mandiri dalam merawat dan
melayani diri sendiri.

Dalam hal penerapanya, guru dapat melakukan pendekatan sumber terstruktur
dalam membantu anak yang rawan dalam perkembangan sosial emosionalnya
termaksuk kesulitan perilaku anak itu sendiri.

Bentuk kegiatan lain yang masih terkait dengan pengembangan pribadi, sosial dan
kemasyarakatan adalah memberikan kesempatan bermain dan belajar tentang
keyakinan religius dan kultural; menjalin hubungan konstraktif antara anak-guru,
guru-guru, dan pihak lain; memberikan peluang pada anak untuk melakukan
pengamatan, penilaian dan perencanaan belajar untuk tahapan selanjutnya sesuai
dengan yang diinginkan anak.

KEMAMPUAN ANAK DALAM MORALITAS

Tujuan pendidikan dan pengembangan moral anak ini menurut Adler(1007) adalah
dalam rangka pembentukan kepribadian yang harus dimiliki oleh manusia seperti:

Dapat beradaptasi pada berbagai situasi dalam relasinya dengan orang lain dan
dalam hubungan dengan berbagai kultur.
Selalu memahami sesuatu yang berbeda dan menyadari bahwa dirinya memiliki
dasar pada identitas kulturnya.
Namun menjaga batas yang tidak kaku pada dirinya bertanggung jawab terhadap
bentuk batasan yang dipilihnya sesaat dan terbuka pada perubahan.

Penguasaan dari tujuan tersebut adalah adanya ketrampilan afektif anak itu
sendiri, untuk merespon orang lain dan merespon pengalaman-pengalaman baru
yang dialaminya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan
teman-teman di sekitarnya. Respon yang diberikan seyogianya menunjuk adanya
pelibatan perasaan dan ekspresi serta atensi anak pada pengalaman baru orang
disekitarnya.

Pada tahun-tahun awal kehidupanya, seorang anak dibentuk oleh nilai-nilai orang
dewasa. Bahkan sebelum seorang anak dilahirkan, orang tuanya sudah
mengungkapkan nilai-nilai mereka dengan cara yang akan mempengaruhi anakanak mereka. Demikian Robert Coles (2000) mengungkapkan betapa pentingnya
para orang tua dan guru memerhatikan potensi awal dari setiap anak kita.

SUBTANSI PENGEMBANGAN MORAL PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Berdasarkan pada Pola Pengembangan Kurikulum berbasis Kompetensi tentang
Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak jenjang diploma 2 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pendidiksn Tinggi Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi ( PPTK& KPT)
tahun 2003, seorang calon guru di Taman Kanak-Kanak harus memiliki salah satu
diantara sejumlah kompetensi, yaitu menguasai strategi pengembangan aspekaspek perkembangan anak usia Taman Kanak-Kanak. Kompetensi tersebut
diantaranya masyarakat bahwa guru dan calon guru Taman Kanak-Kanak harus
menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral, dan agama usia
Taman Kanak-Kanak. Untuk itulah berikut ini dipaparkan berberapa hal yang bersifat
substantif tentang pengembangan moral pada anak taman kanak-kanak.

Terkait dengan pengembangan moralitsanya, anak taman kanak-kanak pada
dasarnya masih sangat memerlukan bantuan dalam berberapa hal, seperti
pembentukan pengembangan karakter (formation of caracter), pembentukan
kepribadian ( shsping of personality), dan perkembangan sosial (social
development).

Pembentukan karakter pada anak akan memberikan dampak yang sangat besar
dalam pembentukan dirinya sendiri. Oleh sebeb itu, anak yang diajari dengan iklim
kerja keras dan tanggung jawab, akan cenderung menunjukan prestasi yang tinggi.
Kebiasaan semacam ini hendaknya telah berakar sebelum anak masuk sekolah.
Karakter ini aka tertata dalam pikiran dan hati anak usia dini, melalui,standar yang
tertata dari orang tuanya,harapan yang mapan dan contoh yang konsisten.

Pemebentukan kepribadian juga dengan perkembanagan sosial. Teori psikologi
modren mengatakan bahwa pengalaman usia dini ini memiki pengauh kuat

terhadap kecakapan seorang untuk mengembangkan ikatan emosional dengan
orang lain. Dalam relasi awal dengan orang tua, anak belajar memahami tentang
bagaimana orang lain memperlakukan dirinya dan bagaimana dirinya harus
mempercayai orang lain. Keadaan ini akan berlanjut terus dan akan membantu
membentuk perilaku sosial pada kehidupan masa dewasa, pengembangan dan
pendidikan tentang memiliki moral memiliki kedudukan strategis bagi kehidupan
anak Taman Kanak-Kanak hingga dewasa. Bila masih ada orang berparadigma lama
yang berpendapat bahwa mendidik anak Taman Kanak-Kanak itu enteng, gampang
dan mudah dan sangat sederhana, maka itu tentu merupakan tantangan bagi kita
sebagai praktisi pendidikan anak usia Taman Kanak-Kanak. Betapa masyrakat dan
orang tua itu perlu disadarkan bahwa perubahan jaman, perkembangan ilmu
pengetahuan memberikan pengaruh besar bagi kehiduapan manusia. Untuk itulah,
seyogianya pula para guru atau calon guru Taman Kanak-Kanak senantiasa
mengadakan penilitian, pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi
anak usia Taman Kanak-Kanak.