WORK BASED LEARNING Model Pembelajaran B

WORK BASED LEARNING
(Model Pembelajaran Berbasis Kerja)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori dan Model-model Pembelajaran PKn
Yang dibimbing Oleh: Dr. Hj. Kokom Komalasari, M.Pd.

Disusun oleh:
Fauzi Abdillah (1302311)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1

Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
Tujuan ................................................................................................................. 2
Ruang Lingkup .................................................................................................... 2
Metode Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Definisi Work-based Learning ............................................................................ 3
Karakteristik Work-based Learning .................................................................... 4
Manfaat Work-based Learning ........................................................................... 5
Implementasi Work-based Learning ................................................................... 8
Model-model Pembelajaran Berbasis Kerja (WBL) ........................................... 8
1.

Role Playing .......................................................................................... 8

2.

Mendatangkan Model Pekerja ke Kelas ............................................... 9

3.


Studi Lapangan Kerja ........................................................................... 9

4.

Aktivitas Ekstrakurikuler dan Pengembangan Diri .............................. 9

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas ijin-Nya
penulis mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Work-based Learning:
Model Pembelajaran Berbasis Kerja”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Teori dan Model-model Pembelajaran PKn yang dibina oleh
Dr. Hj. Kokom Komalasari, M.Pd.
Penulis sadar makalah ini jauh dari sempurna, akan tetapi besar harapan
penulis makalah ini dapat membantu mahasiswa sebagai referensi tentang

pembelajaran Kontekstual, khususnya mengenai Model Pembelajaran berbasis
kerja (work-based learning) bagi pendidikan dunia pendidikan dan persekolahan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga amal kebaikannya
mendapatkan balasan oleh Allah swt. Amien.

Bandung, 05 Desember 2014

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai macam teori dan model pembelajaran telah diciptakan oleh para
praktisi dan para ahli dalam pendidikan. Pendidikan bukan hanya perkara transfer
pengetahuan begitu saja, tetapi ada proses dan mekanisme tersendiri agar tujuan
pembelajaran bisa tercapai sesuai target yang telah ditentukan. Aktivitas belajar itu
melibatkan penguasaan dan pengubahan pengetahuan, keterampilan, strategi,
keyakinan, sikap, dan perilaku. (Schunk, 2012). Dalam pendidikan, segala proses

di dalamnya sistematis dan terencana yang semuanya terangkum oleh model
pembelajaran.
Model pembelajaran adalah rangkaian utuh sebuah kesatuan antara
pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik
pembelajaran, dan taktik pembelajaran. (Komalasari, 2013). Jadi, model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Maka, agar para pendidik dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
para pendidik harus paham dan terampil dalam mengembangkan berbagai macam
model pembelajaran secara efektif, kreatif dan menyenangkan. Tentu haruslah
pendidik menggunakan dan mengembangkan model yang sesuai dengan kondisi
nyata di kelas dan diasumsikan dapat mencapai target-target dalam pembelajaran.
Salah satu dari model pembelajaran yang dikembangkan, adalah Workbased Learning atau Pembelajaran berbasis kerja. Depdiknas (2003:11)

mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja (work-based learning) adalah suatu
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat
kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana
materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai
aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Model ini
biasa dikembangkan di institusi vokasi, atau sekolah kejuruan yang memang

berorientasi melatih calon tenaga ahli untuk siap bekerja.

1

Akan tetapi implementasi Work-based learning (WBL) tidak hanya terbatas
pada sekolah kejuruan saja, tetapi di berbagai jenjang sekolah juga, model ini bisa
kita pergunakan untuk memaksimalkan hasil dan pencapaian target dari
pembelajaran PKn. Dalam kajian civics atau PKn, bidang ini menekankan pada
upaya memahami persoalan pekerjaan dalam kaitannya dengan kesejahteraan
secara umum serta kajian warga negara yang didasarkan pada dunia kerja warga
negara. (Wahab & Sapriya, 2011)

Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
hal diantaranya yaitu:
1. Apakah definisi dari Work-based learning (WBL) ?
2. Bagaimanakah karakteristik WBL?
3. Apakah manfaat dari WBL?
4. Bagaimana implementasi model WBL dalam pembelajaran PKn?


Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah:
1. Untuk mendefinisikan WBL
2. Ingin mengetahui karakteristik dari WBL
3. Ingin mengetahui manfaat dari WBL
4. Agar mengetahui proses implementasi model WBL dalam pembelajaran

Ruang Lingkup
Mengingat luasnya cakupan yang akan dibahas dalam makalah ini, maka
penulis akan mengacu pada konsep model work-based learning dan seputar
implementasinya dalam pembelajaran.

Metode Penulisan
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan.
Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka
mengenai Work-based Learning beserta implementasinya.

2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Definisi Work-based Learning
Banyak definisi yang dikemukakan berkaitan dengan pengertian workbased learning. Beberapa definisi menjelaskan bahwa work-based learning sebagai

semua bentuk pembelajaran melalui tempat kerja, apakah berwujud pengalaman
kerja (work experience) atau kerja dalam bimbingan (work shadowing) dalam
waktu tertentu. Definisi lain menyatakan bahwa WBL adalah semua pembelajaran
yang terjadi sebagai hasil aktivitas di tempat kerja (Little, 2006)
Pembelajaran berbasis kerja atau Work-Based Learning (WBL) sebagai
pendekatan pembelajaran memainkan peran dalam meningkatkan pengembangan
profesi dan pembelajaran. Fink, Rokkjaer & Schrey (Fink, Rokkjaer, & Schrey,
2007) mengemukakan:
Work-Based Learning is an approach with focuses upon the
practical utility of learning and is therefore directly relevant to
learners and their work environment. A WBL approach to learning
acknowledges that learning can take place in variety of situations and
settings, and is not restricted that developed through the classroom or
lecture theatre. All WBL programmes utilise a range of tools to aid
and enhance guided learning activities. This ’blended’ learning
approach enables WBL programmes to be tailored to student needs
and preferences, whilst still operating within an academic framework.

WBL is a practical and successful way of creating university-level
learning that is directly related to the workplace.
Blended learning ini menjadi tren dalam pendidikan, karena mempengaruhi

kepuasan pembelajar dan meningkatkan peran tutor dalam pembelajaran (Woltering,
Herrler, Spitzer, & Spreckelsen, 2009). “Credit for Work-based Learning may
begained in work related context within a module or programme of study offered
orrecognised by the university and its partners” (Birmingham University, 2008 : 2).

Depdiknas (2003:11) mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja (workbased learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa

3

menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis
sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau
sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa. Bern dan Erickson (2001:8) dalam Komalasari (Komalasari,
2013) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis kerja, atau seperti tempat terka
terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dalam memahami
dunia kerja terkait.


Karakteristik Work-based Learning
David Boud (Boud & Solomon, 2003) mendeskripsikan bahwa programprogram WBL secara tipikal memiliki karakteristik: (1) merupakan kemitraan
antara organisasi eksternal dengan institusi pendidikan yang ditetapkan dengan
kontrak; (2) pembelajar dilibatkan sebagai pekerja (dengan membuat perencanaan
belajar yang dinegosiasikan); (3) program pembelajaran dirumuskan dari
kebutuhan tempat kerja dan peserta, dan tidak hanya dari kurikulum akademik
yang telah disusun; (4) program pembelajaran diadaptasi secara individu
setiap

pembelajar

sesuai pengalaman pendidikan/kerja/latihan mereka

sebelumnya; (5) program pembelajaran sebagai proyek/tugas-tugas yang
terintegrasi di tempat tugas; (6) luaran pembelajaran diukur oleh institusi
pendidikan.
Menurut Work-Based Learning Guide (Morley, 2010) karakteristik kunci
dalam pelaksanaan program Work-Based Learning: (1) program dikoordinasikan
oleh


koordinator

yang “kualified” dan memiliki dedikasi; (2) pembelajar

mengikuti program berdasarkan sikap, kebutuhan, interes, dan tujuan okupasi yang
jelas; (3) tempat-tempat pelatihan di tempat kerja dikembangkan oleh koordinator
untuk menyediakan penga-laman on-the-job/di tempat kerja yang langsung
berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan karir pembelajar; (4) bimbingan karir yang
dilakukan mencakup informasi-informasi tentang okupasi-okupasi tradisional dan
non-tradisional. Karakteristik selanjutnya: (5) instruksi yang relevan direncanakan
dan langsung berkait dengan pengalaman dan kebutuhan OJT pembelajar; (6)
aturan-aturan yang dikembangkan ditentukan secara jelas dan tanggungjawab yang
tepat diukur dari pedoman/panduan program; (7) aktivitas evaluasi memungkinkan

4

para koordinator guru untuk memonitor program; (8) komite penasehat

untuk


menyeimbangkan aspek jender/etnik/komunitas okupasi memberi sa-ran dan
penugasan

dalam

perencanaan,

kesepakatan/perjanjian

pelatihan

pengembangan
tertulis

dan

dan

implementasi;

rencana-rencana

(9)

pembelajar

perseorangan dikembangkan secara cermat dan disetujui oleh pengusaha/pemilik
perusahaan, sponsor pelatihan, pembelajar dan koordinator; (10) pengusaha
memberi kompensasi dan penghargaan kredit (sks) pada para pembelajar untuk
penyelesaian pengalaman OJT yang lengkap; (11) tempat-tempat pelatihan WBL
melekat/mengacu pada ketentuan hukum negara bagian ataupun federal dalam hal
praktik-praktik ketenagakerjaan.
Enam karakteristik berikutnya adalah: (12) waktu yang cukup (minimum
satu setengah jam per minggu per orang) disediakan untuk koordinator guru untuk
mengadakan koordinasi dan supervisi; (13) para koordinator guru menyediakan
kontrak yang diperluas untuk membantu para sponsor pelatihan, mengembangkan
rencana pelatihan, memperbaharui catatan, mensupervisi pembelajar dan
menangani/mengem-bangkan program/kegiatan; (14) para penasehat/pembimbing
dan koordinator guru bekerja sama secara erat dalam upaya pelaksanaan WBL; (15)
hasil studi tindak lanjut yang diadakan oleh koordiantor guru dan pembimbing
dimanfaatkan untuk meningkatkan program dan rencana kedepan; (16) fasilitas
yang cukup disediakan untuk para koordinator guru termasuk kantor, telepon, dan
kelas instruksional yang cukup; (17) para koordinator guru harus mengetahui
manfaat

WBL dan mempromosikan pengalaman WBL ke berbagai kalangan

termasuk ke para siswa, orangtua, pengusaha, dan komunitas mereka.

Manfaat Work-based Learning
Berikut manfaat Work-based Learning (Morley, 2010):
a. Manfaat bagi peserta
1) Meningkatkan motivasi

5

2) Mengembangkan tanggungjawab dan kematangan dengan penguatan
sumber-daya

manusia,

ketrampilan

menyelesaikan

masalah,

kepercayaan diri, dan disiplin diri.
3) Memberikan

kesempatan

untuk mengembangkan pilihan okupasi

dalam pembuatan pendidikan dan pelatihan jangka panjang atau
investasi masa depan.
4) Menawarkan perencanaan organisasi pelatihan dalam pekerjaan dalam
kondisi bisnis aktual.
5) Mengembangkan ketrampilan human relation melalui interaksi personal
dalam setting pekerjaan.
6) Menyediakan ketrampilan profesional untuk membantu pembelajar
membuat transisi dari sekolah ke bekerja.
7) Meningkatkan kepedulian tanggungjawab sosial dan kemasyarakatan.
8) Meningkatkan kemungkinan mendapatkan pekerjaan dan keahlian.
9) Menambah sumber finansial.
10) Mengurangi peluang resiko siswa tinggal kelas.
11) Memberikan pendidikan teknis yang lebih dibanding yang diberikan
sekolah.
12) Membuat instruksi akademik lebih relevan dan aplikatif dalam
pekerjaan.
b. Manfaat bagi pengusaha
1) Memperoleh calon pekerja yang lebih baik
2) Mengurangi biaya pelatihan
3) Memiliki fungsi skrening/seleksi pekerja bersama sekolah
4) Memberikan kesempatan untuk menilai pekerja sebelum diputuskan
untuk dipekerjakan sebagai tenaga kerja penuh.

6

5) Mempersiapkan pekerja dengan rekam kehadiran yang lebih baik
6) Menguji pengusaha untuk memperoleh pajak kompensasi
7) Memberikan pada para pekerja memperoleh gagasan-gagasan baru,
pendekatan segar, dan antusiasme dalam bekerja
8) Menawarkan masukan langsung dalam pendidikan dan latihan yang
disedia-kan oleh pihak sekolah.
9) Meningkatkan image dan prestise dari industri dan atau bisnis di antara
sesama pembelajar dan dengan komunitas.
c. Manfaat bagi sekolah
1) Meningkatkan hubungan dan jaringan kerja dengan dunia usaha/industri
2) Mengembangkan kemitraan di antara sekolah dengan komunitas
3) Membuat kurikulum yang relevan dengan memperluas pengalaman di
kelas dengan diintegrasikan antara teori dan praktek.
4) Dosen memperoleh informasi yang lebih baik dan peduli terhadap
kecenderungan mutakhir dari dunia usaha/industri.
5) Membangun relasi publik yang positif, sehingga reputasi sekolah
meningkat dan menarik para siswa baru
6) Meningkatkan kualitas lulusan
7) Menyediakan fasilitas pelatihan dunia usaha dan industri yang
umumnya sulit untuk disediakan secara finansial oleh sekolah
8) Menciptakan fleksibilitas kebutuhan individu siswa dengan tujuan

d. Manfaat bagi komunitas
1) Meningkatkan prospek lulusan untuk tetap tinggal dalam komunitas
2) Melibatkan komunitas dalam menemukan kebutuhan pelatihan yang
cocok

7

3) Membesarkan keberanian para anggota masyarakat muda untuk tetap
peduli sekolah, hingga mengurangi problem komunitas dalam resiko
drop out.

4) Menghasilkan warga masyarakat yang lebih bertanggung jawab dalam
usia yang lebih awal
5) Mempromosikan hubungan yang lebih erat antara komunitas dengan
sekolah.

Implementasi Work-based Learning
Adapun terkait implementasi model ini, Siswanto (Siswanto, 2011)
mengutip WBL Guide menyebutkan berbagai bentuk/model WBL, antara lain :
program magang (apprenticeship opportunities), Kepenasehatan karir (career
mentorship), pengalaman kerja kooperatif (cooperative work experience), kredit

belajar yang diakui (credit for prior learning-CPL), masa pembelajaran
(internship), kerja terdampingi (job shadowing), praktik kerja (practicum),

kewirausahaan berbasis sekolah (school-based enterpreunership), belajar memberi
pelayanan (service learning), eksternship guru (teacher externship), persiapan
pendidikan vokasi (tech-prep), organisasi mahasiswa vokasi (vocational student
organizations), pelayanan sukarela (volunteer service), kunjungan lapangan
(worksite field trip). Dibawah ini kami memaparkan implementasi WBL yang

berkaitan dengan pelajaran PKn. (Komalasari, 2013)

Model-model Pembelajaran Berbasis Kerja (WBL)
1. Role Playing
Role Playing adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran

melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan.
Kelebihan metode role playing

8

Melibatkan seluruh siswa di mana siswa dapat berpartisipasi dan
mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja
sama.
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
d. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak.
Misalnya siswa memerankan tokoh-tokoh yang terlibat dalam proses
persidangan (hakim, jakwa, terdakwa, saksi, pembela, panitera, dan
sebagainya) dan memahami fungsi peran masing-masing tokoh dalam
proses persidangan serta memahami alur proses persidangan.
2. Mendatangkan Model Pekerja ke Kelas
Siswa memahami jenis pekerjaan tertentu beserta fungsi dan
perannya secara langsung dari pekerja sebagai model yang didatangkan
dalam pembelajaran di kelas. Misalnya untuk pembelajaran tentang
peraturan perundang-undangan, guru mendatangkan anggota DPRD. Untuk
pembelajaran tentang sistem hukum Indonesia, guru mendatangkan hakim
atau jaksa.
3. Studi Lapangan Kerja
Siswa memahami jenis pekerjaan tertentu beserta fungsi dan
perannya secara langsung dengan mendatangi lokasi atau instansi tempat
bekerja. Misalnya untuk mempelajari tentang pemerintahan desa, siswa
melakukan kunjungan ke kantor desa. Untuk mempelajari proses
persidangan maka siswa diajak ke pengadilan negeri.
4. Aktivitas Ekstrakurikuler dan Pengembangan Diri
Aktivitas siswa dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan
diri merupakan suatu wahana pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.,
misalnya kepemimpinan, tanggung jawab, kerja sama, toleransi,

9

penghargaan terhadap perbedaan pendapat, dan sebagainya. Oleh karena itu,
di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan guru hendaknya
memberikan penilaian dan penghargaan terhadap siswa yang aktif dalam
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan
pembiasaan nilai, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan norma sekolah,
agama dan hukum dalam kehidupan di sekolah. Oleh karena itu, guru
hendaknya memiliki catatan harian tentang sikap dan perilaku siswa.
Kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan diri ini mendukung
pencapaian hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan terutama terkait
dengan pembentukan civic skills dan civic dispositions.

BAB III KESIMPULAN
Work-based Learning (WBL) secara ekspresif menggabungkan antara teori

dengan praktik, pengetahuan dengan dunia nyata. Secara garis besar, WBL patut
digunakan dan implementasikan di sekolah kejuruan/vokasi untuk berbagai macam
mata pelajaran termasuk PKn, karena beberapa hal, antara lain: WBL menawarkan
kesempatan yang banyak untuk belajar diluar pembelajaran tradisional. WBL
muncul karena adanya tuntutan untuk mencapai mutu lebih tinggi, efisiensi dan
keterkaitan pendidikan dengan pekerjaan. Selain itu, WBL dibutuhkan karena
perlunya pengembangan keterampilan kerja para siswa untuk masa depan
ketenagakerjaan. WBL diperlukan karena kebutuhan untuk life-long education dan
career-long education di tempat kerja. WBL diperlukan karena kebutuhan untuk

pengembagan karir dan pengembangan profesional. Pada prinsipnya WBL adalah
untuk “memposisikan kembali” kerjasama antara pendidikan tinggi dan dunia kerja.
Kerangka pembelajaran dikerjakan ditempat kerja akan tetapi tidak serupa dengan
bekerja. Melalui WBL diperkenalkan bagaimana prior learning mendapat tempat
atau dapat diakreditasi. WBL menuntut fleksibilitas yang tinggi dari perusahaan
maupun dari perguruan tinggi. Dunia kerja berubah sedemikian cepat, oleh karena
itu pembelajaran di perguruan tinggi harus sedekat dan erelevan mungkin dengan
dunia kerja.

10

DAFTAR PUSTAKA
Boud, D., & Solomon, N. (2003). Work-based Learning: A New Higher Education.
Great Britain: Marston Book Services Limited, Oxford.
Fink, K. F., Rokkjaer, O., & Schrey, K. (2007). Work based learning and facilitated
work based learning. Aalborg: TREE (Teaching and Research in

Engineering in Europe).
Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Refika Aditama.
Little, B. (2006). Employability and work-based learning. London: HEA.
Morley, R. (2010). Workplace Learning Guide 2010: Learning for Life in the 21st
Century. ED Options.

Schunk, D. H. (2012). Learning Theories: An Education Perspective. Teori-teori
Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswanto, B. T. (2011). Pendidikan Vokasi, Work-Based Learning, dan
Penyelenggaraan Program Praktik Pengalaman Lapangan. Workshop
Penyusunan Buku Panduan Penulisan Laporan KP, TA, Skripsi Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang, (hal. 1-18). Magelang.

Wahab, A. A., & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.

Woltering, V., Herrler, A., Spitzer, K., & Spreckelsen, C. (2009). Blended learning
positively affects students’ satisfaction and the role of the tutor in problem
based learning process : results of a mixed method evaluation. Adv in Health
Sci Educ, 725-738.

11