Kajian Yuridis terhadap Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa Pariwisata di Indonesia dalam Perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Chapter III V

BAB III
PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DI
BIDANG JASA PARIWISATA DI INDONESIA

A. Pengertian Pariwisata dan Jasa Paiwisata
Pariwisata sebagai suatu konsep dapat dipandang dari berbagai perspektif
yang berbeda.Pariwisata adalah suatu bisnis dalam penyediaan barang dan jasa
bagi wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh dan atau untuk
wisatawan/ pengunjung dalam perjalanannya. 107Dewasa ini pariwisata pun
menarik perhatian pemerintah suatu negara.Pemerintah membebankan pajak,
mengatur dan melakukan promosi.Karena pemerintah melihat potensi dari
penerimaan

pariwisata,

model-model

ekonomi

dan


penelitian-penelitian

biaya/manfaat digunakan sebagai alat untuk meramalkan dampak ekonomi dalam
masyarakat, atau di daerah-daerah. 108Dolar yang dibawa wisatawan dipantau
ketika dolar itu dibelanjakan dan dibelanjakan lagi dalam suatu daerah tujuan
wisata dan diperlakukan sebagai suatu ekspor karena dolar yang masuk ke dalam
perekonomian, pengaruhnya meningkat dan dampak penggandaan pendapatannya
(income multiplier) dihitung. 109Demikian halnya, dampak dolar wisatawan itu
terhadap penerimaan pajak dan kesempatan kerja pun di perkirakan.110

107

Donald E.Lundberg, Mink H. Stavenga,Ekonomi pariwisata, (Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Utama,1997). hlm.6
108
Ibid.
109
Ibid. hlm. 7
110
Ibid.


55

Universitas Sumatera Utara

56

Pariwisata dapat dipandang sebagai suatu lembaga dengan jutaan interaksi,
suatu kebudayaan dengan suatu sejarah, kumpulan pengetahuan, dan jutaan
jumlah orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelembagaan ini.Kalua
berbicara tentang arti dari pariwisata defenisi pariwisata sangat banyak 111.
Kamus yang ada sekarang tidak banyak merumuskan pariwisata, karena
rumusannya sama seperti kamus abad ke-19 yang mendefinisikan pariwisata
sebagai “orang yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan melancong,
karena rasa ingin tau, dan karena tak punya pekerjaan lain yang lebih baik untuk
dikerjakan, bahkan untuk kepuasan membual tentang itu setelahnya”. 112
Pariwisata adalah mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi
dari rumahnya dan perusahaan -perusahaan yang melayani mereka dengan cara
memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih
menyenangkan. Ekonomi pariwisata mengukur jumlah perjalanan ini dan

konsekuensi ekonominya yang langsung maupun tidak langsung akibat
pengaruhnya. 113
Istilah tourism atau pariwisata muncul di masyarakat sekitar abad ke- 18,
khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris 114. Istilah pariwisata berasal dari
dilaksanakannya kegiatan wisata atau tour yaitu suatu aktivitas perubahan tempat
tinggal sementara seseorang, ke luar tempat tinggalnya sehari-hari bersifat

111

Happy Marpaung, Herman Bahar, Pengantar pariwisata (Bandung, Alfabeta, 2002)

hlm. 13
112

Donald E. Lundberg, Mink H. Stavenga dkk, Ekonomi Pariwisata (Jakarta, Gramedia
Pustaka Umum,1997). Hlm.7
113
Happy Marpaung, Herman Bahar,op.cit. hlm. 4
114
A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali

Pers,2016) hlm. 7

Universitas Sumatera Utara

57

sementara dengan suatu alasan apapun kecuali melakukan kegiatan yang bias
menghasilkan upah atau gaji. 115
Kamus Webster masih memberikan batasan pariwisata pada praktek
berwisata untuk rekreasi: “Pemanduan manajemen wisatawan”, “Promosi atau
mendorong melaksanakan tur”, dan “akomodasi wisatawan”. 116
Pariwisata adalah istilah yang memberikan gambaran tentang suatu
kegiatan 117.Itu terjadi ketika turis melakukan perjalanan.Ini meliputi dari sewa
perencanaan pada trip, perjalanan ke tempat-tempat, tinggal sendiri kembali dan
kenangan tentang segalanya. Termasuk kegiatan perjalanan berbentuk sebagai
bagian dari trip, pembelian dan juga interaksi yang terjadi antara tuan rumah dan
tamunya. Ringkasnya pariwisata adalah semua aktivitas dan event yang terjadi
ketika pengunjung melakukan perjalanan. 118
Pariwisata pada dasarnya merupakan aktivitas yang berupa pelayanan atau
produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata yang mampu menciptakan

pengalaman perjalanan bagi wisatawan. Mc.Intosh, menyatakan bahwa pariwisata
adalah:
composite of activies, service, and industries that delivers a travel experience,
transportation, accommodation, eating and dringking establishment, shops,
entertainment, activity, and other hospitality service avaible for individual or
group that are away from home”.

115

Happy Marpaung, Herman Bahar, op.cit. hlm. 9
Ibid. hlm. 7
117
Ibid. hlm 17
118
Ibid. hlm.18
116

Universitas Sumatera Utara

58


Unsur pembentuk pengalaman wisatawan yang utama berupa daya Tarik
wisasta dari suatu tempat atau lokasi yang dikunjungi. 119
Menurut Norval, pariwisata atau tourism adalah
“the sum total of operations, mainly of economic nature, wich directly relate to
the entry, stay amd movement of foreigners inside and outside a certain country,
city or region”

(pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yamg berhubungan dengan masuk,
tinggal, dan pergerakan penduduk asing di dalam atau di luar suatu negara, kota
atau wilayah tertentu. 120

Sedangkan hunziker dan kraf memberikan pengertian pariwisata sebagai:
“the totally of relationship and phemnomena arising from the travel and stay
strangers, provided the stay does not empty the establishment permanent
residence and is not connected with a remunerated activity”,
Atau pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala gejala yang timbul dari
adanya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap
dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah. 121
Di Indonesia sendiri istilah pariwisata baru di mulai pada awal tahun

1960-an. Istilah pariwisata diperoleh dari budayawan intelektual atas permintaan
presiden Sukarno (Bung Karno) kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Bung
Sultan) sebagai ketua DTA (Dewan Tourisme Indonesia) di tahun 1960-an itu.
119

A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali
Pers,2016) hlm. 8
120
Ibid. 9
121
ibid

Universitas Sumatera Utara

59

Secara

terpisah


dua

orang budayawan

Indonesia waktu

itu

dimohon

pertimbangannnya, yaitu Mohammad Yamin dan Prijono, yang memberikan
istilah pariwisata untuk menggantikan istilah tourism atau travel, yang
konotasinya bias terkait dengan selera rasa pleasure, ex-citemen, entertainment,
adventure dan sejenisnya. 122
Istilah pariwisata terlahir dari Bahasa Sansekerta yang komponenkomponennya terdiri dari:
Pari

- penuh, lengkap, berkeliling

Wis(man)


- rumah, property, kampong, komunitas

Ata

- pergi terus-menerus, mengembara

Bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, yang
berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah(kampong) berkeliling terusmenerus. Dalam operasionalnya istilah pariwisata sebagai penggganti istilah asing
“tourism” atau “travel” diberi makna oleh Pemerintahan Indonesia: “Mereka yang
meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di
tempat yang dikunjungi sambal menikmati kunjungan mereka”. 123
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri telah diatur
mengenai pengertian dari pariwisata itu sendiri. Menurut Intruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1969 Tentang Pedoman Pembinaan
Pengembangan Kepariwisataan Nasional, pengertian kepariwisataan adalah
merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan

122


Nyoman S. Pendit, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana (Jakarta, PT. Pradnya
Paramita,2002). hlm. 1.
123
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

60

kehidupan yang khas, seperti hasil budaya, peninggalan sejarah, pemandangan
alam yang indah dan iklim yang nyaman. 124
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan, pada pasal 1 angka 4 bahwa pariwisata adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik
wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini”. 125
Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan pada Pasal 1 poin 3, memberikan pengertian bahwa
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan
pemerintah daerah. 126 Pada umumnya antara pariwisata dan kepariwisataan

dibedakan seperti pada undang-undang ini Pasal 1 poin 4 disebutkan bahwa
pengertian kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan
pengusaha 127.

124

A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali
Pers,2016) hlm.9
125
Indonesia,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan, Undang-Undang ini telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan , yang di cantumkan dalam pasal 68 .” Pada saat Undang-Undang Nomor
9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku, Lembaran Negara Republik Indonesia no 11 Tahun 2009.
126
Indonesia, Undang undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan pada pasal 1 poin 3
127
Ibid. Pasal 1 poin 4

Universitas Sumatera Utara

61

Menurut Worl Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata
sebagai berikut : 128
“ the activities of persons travelling to and staying in place outside their usual
environment for not more tah one concecutive year for lisure, business and other
purposes”
Atau berbagai aktivitas yang dilakukan orang-orang yang megnadakan perjalanan
untuk dan tinggal di luar kebiasaan lingkungannya dan tidak lebih dari satu tahun
berturut-turut untuk kesenangan, bisnis, dan keperluan lain. 129
Jika memandang pariwisata sebagai ilmu, didefenisikan sebagai kegiatan
(pikiran + perasaan) manusia mengenai berbagai hal atau sesuatu apa saja
termasuk, pariwisata. Seperti halnya seni, agama, falsafah, teknologi, pariwisata
menyangkut sejarah dan perkembangannya. . 130
Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah
satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan menyebabkan
perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa dan bisa juga tidak terikat
pada suatu produk(pengadaan barng atau jasa). 131
Penyediaan jasa pekerja/buruh adalah pengalihan suatu posisi kepada
vendor outsourching, dimana vendor menempatkan karyawan untuk mengsi posisi
tersebut.Vendor hanya bertanggung jawab kepada manajemen jeryawan tersebut

128

WTO atau dikenal juga dengan nama Organisasi Pariwisata Dunia adalah salah satu
badan dari PBB yang menangani masalah kepariwisataan.
129
A.j. Muljadi, op. cit hlm 8-10.
130
Nyoman S Pendit, op.cit. hlm. 2
131
Rocky Marbun dkk, Kamus Hukum, (Jakarta,visimedia,2012) hlm.146

Universitas Sumatera Utara

62

serta hal-hal yang bersifat non teknis lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi
tanggung jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor. 132
Untuk mengenai pengertian jasa pariwisata itu sendiri tidak ada dimuat
secara langsung di peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Tetapi ada beberapa referensi yang dapat membukakan apa dan bagaimana jasa
pariwisata tersebut.
Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha
sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Tetapi ada di
bahas sedikit di dalam Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dimuat pada Pasal 1 angka 7 , usaha pariwisata digolongkan ke
dalam
“Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/ jasa bagi
pemenuhun

kebutuhan

penyelenggaraan

wisatawan

dan

penyelenggaraan

pariwisata”.
Usaha jasa pariwisata terdiri dari: 133
a) Jasa biro perjalan wisata adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial
yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi
seseorang, atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan
tujuan utama untuk berwisata. 134 Persyaratan utama untuk menjalankan
usaha ini adalah tersedianya tenaga professional dalam jumlah dan

132

Ibid. hlm. 234
I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar IndustriPariwisata(Yogyakarta,Deepubish,2016)

133

hlm.23.
134

Ibid. hlm. 24

Universitas Sumatera Utara

63

kualitas yang memadai serta dimilikinya kantor tetap yang memenuhi
syarat sesuai peraturan. 135
b) Jasa

agen

perjalanan

wisata

adalah

badan

usaha

yang

menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara
di

dalam

menjual

dan

mengurus

jasa

untuk

melakukan

perjalanan. 136Agen perjalanan wisata diselenggarakan dalam bentuk
badan usaha perseroan terbatas atau koperasi yang dipersyaratkan
memiliki tenaga professional dalam jumla dan kualitas yang memadai,
juga mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas
pendukung usaha. 137
c) Usaha jasa pramuwisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial yang
mengatur, mengkordini dan menyediakan tenaga pramuwisata untuk
memberikan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan perjalanan wisata. 138 Usaha ini diselenggarakan oleh badan
usaha perseroan terbatas atau koperasi. 139
d) Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pemeran dan usaha dengan
kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi satu pertemuan
sekelompok (misalnya negarawan, usahawan, dan cendikiawan) untuk
membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan
bersama. 140 Usaha jasa ini diselenggarakan oleh badan usaha perseroan

135

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm 60
I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit.
137
A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 61
138
I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit.
139
A.J. Muljadi,H.Andri Warman, loc. cit
140
I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit.
136

Universitas Sumatera Utara

64

terbatas atau koperasi. Badan usaha jasa konvensi, harus memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya memiliki tenaga professional dalam
jumlah dan kualitas yag memadai dan mempunyai kantor tetap yang
dilengkapi dengan pendukung usaha. 141
e) Jasa impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan
baik yang mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya
serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan. 142usaha ini
diselenggarakan oleh suatu badan usaha perseroan terbatas atau
koperasi. Usaha jasa impersiriat bertanggung jawab atas keutuhan
pertunjukan dan kepentingan artis, seniman dan/atau olahragawan yang
melakukan pertunjukan hiburan yang diselenggarakan. 143
f) Jasa konsultan pariwisata adalah jasa berupa saran dan nasehat yang
diberikan untuk penyelesaian masalah-masalah yang timbul mulai dan
penciptaan gagasan, pelaksanaan operasinya dan disusun secara
sistematis berdasarkan disiplin ilmu yang diakui serta disampaikan
secara lisan, tertulis maupun gambar oleh tenaga ahli professional.144
Usaha ini diselenggarakan oleh badan berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi.

Kegiatan

penyampaian

usaha

pandangan,

jasa
saran,

konsultan

pariwisata

penyusunan

studi

meliputi
kelayakan,

141

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 62
I Gusti Bagus Rai Utama, op.cit. hlm 26
143
A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm.63
144
I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit
142

Universitas Sumatera Utara

65

perencanaan, pengawasan, menejemen, dan penelitian di bidang
pariwisata. 145
g) Jasa informasi pariwisata adalah usaha penyediaan informasi,
penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan. 146

B. Penggunaan Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Perundang-Undangan di
Indonesia
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di dunia ini tidak mungkin
suatu negara dan atau bangsa tanpa mengadakan kontak dengan bangsa dan
negara lain yang ada di dunia. 147 Bahkan dapat dikatakan suatu negara tidak
mungkin dapat maju dan berkembang apabila mengisolasi diri di dalam
kehidupannya, karena untuk mencapai sesuatu kemajuan dan kehidupan
internasional, baik didalam kepentingan politik ekonomi, militer, kebudayaan
maupun kepentingan lain yang diharapkan dapat membawa kemajuan kepada
suatu bangsa. 148
Pada dasarnya kesempatan kerja yang ada diutamakan untuk warga
negaranya sendiri, tetapi hal ini tidaklah dimaksudkan untuk menutup sama sekali
kehadiran tenaga kerja asing yang akan dipekerjakan di negaranya dalam rangka
menunjang pembangunan negara nasional tersebut. 149

145

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 64
I Gusti Bagus Rai Utama,op. cit. hlm. 34
147
C. Sumarprihatiningrum, op.cit. hlm..1
148
ibid.
149
H.S Syarif,Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan PeraturanPeraturannya (Jakarta, Sinar Grafika,1996). hlm. 2
146

Universitas Sumatera Utara

66

Berkaitan dengan hal tersebut tidak ada satu pun negara di dunia ini yang
tidak menggunakan tenaga kerja asing di negara nya, apalagi dalam era globalisasi
yang telah disepakati bersama seperti sekarang ini batas antar negara semakin
tidak ada dalam arti bukan batas geografis tetapi batas komunikasi dan informasi.
Tukar menukar informasi dan pengalaman dalam rangka kerja sama yang
diwujudkan dalam perjanjian bilateral baik antara pemerintah dengan pemerintah,
pemerintah dengan swasta, atau antar swasta dengan swasta bahkan sering
kesepakatan yang bersifat multilateral. 150
Kondisi seperti inilah yang tidak mungkin suatu negara dapat menolak
hadirnya orang asing atau tenaga kerja asing di negaranya.Dengan situasi yang
demikian yang menjadi masalah adalah sebatas mana kehadiran dan keberadaan
orang asing atau tenaga kerja asing di dalam susatu negara tidak menimbulkan
dampak negatif, bahkan dapat diharapkan menjadi berdampak dan berguna bagi
negara 151. Adanya perkembangan dan perubahan yang bersifat multi-dimensional
tersebut secara terperinci juga akan mencakup perubahan dibidang sosial, politik,
ekonomi dan termasuk masalah ketenagakerjaan khususnya bagi tenaga kerja
lokal yang unskill yang apabila dikaitkan dengan kebijakan penggunaan tenaga
kerja asing (TKA) di Indonesia baik yang mengatur tentang keberadaan orang
asing maupun keberadaan tenaga kerja asing yang pada prinsipnya harus mengacu
pada asas selektivitas (selective policy), dan melalui satu pintu (one gate policy),
hal tersebut dimaksud agar dalam pelaksanannya tidak menimbulkan dampak

150

C. Sumarprihatiningrum, op.cit. hlm..1
Ibid.

151

Universitas Sumatera Utara

67

negatif khususnya terhadap masalah keamaanan (security) dan berkurangnya
kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. 152
Untuk melindungi tenaga kerja lokal, maka merupakan kewajiban bagi
negara untuk membuat suatu peraturan dan atau ketentuan yang menyangkut
kehadiran dan keberadaan orang asing atau tenaga kerja asing di negaranya 153.Hal
ini telah dilakukan pemerintah dengan diterbitkannya kebijakan /ketentuan yang
mengatur bidang ketenagakerjaan dimana pada prinsipnya dalam penggunaan
tenaga kerja harus diarahkan terhadap perlindungan tenaga kerja Indonesia.154
Salah satunya melalui peningkatan daya saing yang merupakan kata kunci dalam
memenangkan persaingan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sehingga di dapatkan tenaga kerja yang berdaya saing tinggi dengan
memiliki pengetahuan, kemampuan,keterampilan, dan keahlian sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, agar tenaga kerja Indonesia
mampu bersaing baik di dalam maupun di luar negeri. 155
Adapun pengaturan mengenai Tenaga Kerja Asing di Indonesia, antara
lain: 156
1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)

152

Ibid.
Ibid. hlm. 2
154
Ibid.
155
Ibid.
156
Syahmardan ,”Tenaga Kerja Asing di Indonesia : Kebijakan dan Implementasi”,
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/1427-tenaga-kerja-asing-di-indonesiakebijakan-dan-implementasi.html (diakses pada 11 juli 2017 pada pukul 12:20)
153

Universitas Sumatera Utara

68

Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan 157 yang menggunakan
istilah tenaga kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa dengan
maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI), dalam
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan istilah tenaga warga
negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa
tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tetap untuk maksud bekerja
(melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1).
Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang tenaga kerja asing
bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan
tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan bertempat tinggal di
Indonesia karena status keimigrasian orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau
ius sanguinis).
Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang
penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan
pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan
yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau
tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja
warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal
2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu
mengadop skill tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri
tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing.Dengan demikian penggunaan tenaga
157

Undang-UndangNomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara
Nomor 39 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara 4279.

Universitas Sumatera Utara

69

kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja
Indonesia secara optimal.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing
Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tidak
lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari
kompilasi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengaturan penggunaan Tenaga
Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49.
Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan
TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang
memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban
penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban
memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.
Undang-Undang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap pengusaha
dilarang

mempekerjakan

orang-orang

asing

tanpa

izin

tertulis

dari

Menteri.Pengertian tenaga kerja asing juga dipersempit yaitu warga negara asing
pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.Di dalam ketentuan
tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan

Universitas Sumatera Utara

70

tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada Tenaga Kerja
Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan
melakukan pengawasan.Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah
perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai
pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan antara lain:
1)

Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal
42 ayat (5));

2)

Keputusan Menteri tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4));

3)

Keputusan Menteri tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44
ayat (2));

4)

Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di
Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2));

5)

Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga
Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47
ayat (3)).

6)

Peraturan Pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya
(Pasal 47 ayat 4).

Universitas Sumatera Utara

71

7)

Keputusan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal
49).
Sejak Undang-Undang Ketenagakerjaan diundangkan pada tanggal 25

Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang
tersebut, antara lain:
1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003
Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari
Kewajiban Membayar Kompensasi.
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004
tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.
3) Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Adapun untuk kebutuhan tenaga kerja yang tidak dapat dipenuhi oleh
tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia
sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
Mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun
sesuai dengan ketentuan kecuali pemberi kerja orang perseorangan.Dalam teknis
pelaksanaannya setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing
wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali
terhadap perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing

Universitas Sumatera Utara

72

sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. Ketentuan mengenai jabatan tertentu
dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri,
yaitu Keputusan Menteri Nomor: KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
Untuk setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing di
Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat
diduduki oleh tenaga kerja asing. Hal ini bertujuan agar tenaga kerja Indonesia
tetap memiliki peluang bekerja dan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia
tidak menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia, bahkan diharapkan juga
dengan kehadiran tenaga kerja asing ini memacu tenaga kerja Indonesia agar lebih
professional dan selalu menambah kemampuan dirinya untuk menghadapi tenaga
kerja asing dan tenaga kerja Indonesia itu sendiri.
Untuk pembatasan jabatan-jabatan tersebut diatur di dalam UndangUndang Ketenagakerjaan. Terhadap tenaga kerja asing dilarang menduduki
jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yang
selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang
dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi. Aturan yang berlaku harus
ditaati oleh setiap pemberi kerja baik untuk batasan jabatan maupun aturan aturan
lain seperti standar kompetensi dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

73

Adapun untuk pemakaian tenaga kerja asing itu sendiri membawa devisa
bagi negara penerima tenaga kerja asing tersebut melalui kompensasi atas tenaga
kerja asing yang dikerjakan tetapi dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja
asing merupakan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan
internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di
lembaga pendidikan. Besarnya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di
luar negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di
Indonesia sebesar US$100. Dalam rangka pelaksanaan Transfer of Knowledge
dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja
diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja
pendamping (Pasal 49 UUK).Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden
yang sampai saat ini belum ditetapkan.
3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Peraturan Menteri ini dikelurakan dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat
(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal
42 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan ini yakni : Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara
Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara
Memperoleh

Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri

Universitas Sumatera Utara

74

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

Nomor

KEP.21/MEN/III/2004

tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang
Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA);

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

Nomor

PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan
Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA);
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006
tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan
Direksi atau Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).
Peraturan-peraturan sebagai landasan hukum penggunaan TKA, antara lain
dimuat dalam: 158
1. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya
menyangkut BAB VIII tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
2. Undang-Undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP);
3. Peraturan Pemerintah No.92 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.

158

Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,(Bogor,
Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 112.

Universitas Sumatera Utara

75

4. Keputusan Presiden No. 75. Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Warga Negara Asing Pendatang;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 223/Men/2003
tentang Jabatan-Jabatan di Lembaga Pendidikan yang dikecualikan dari
Kewajiban Membayar Kompensasi;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 228/Men/2003
tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA);
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 20/ Men/III/2004
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 07/Men/III/2006
juncto No.15/Men/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Penerbitan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 21/Men/IV/2004
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagai Pemandu Nyanyi;
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.. 02/Men/XII/2004
tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga
Kerja Asing.

C. Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa Pariwisata di
Indonesia
Ditinjau dari segi ekonomi, pariwisata (dalam bahas asing tourism)
meliputi berbagai macam usaha bisnis besar maupun kecil.Masih dalam hubungan

Universitas Sumatera Utara

76

ekonomi, pariwisata adalah sebuah industri yang mencakup lapangan usaha bisnis
sangat luas dan mempunyau sifat rumit berganda.Sudah dapat diramalkan, bahwa
dengan pertumbuhan kemakmuran dewasa ini pariwisata kini mantap pada
arahnya untuk menjadi industri terbesar dunia. 159
Di tahun-tahun mendatang, pariwisata betul-betul akan mempunyai impek
sarat terhadap neraca perdagangan, lingkungan hidup, politik, sosial dan budaya
suatu negara manapun di seluruh dunia. 160
Pada umumnya, gambaran paling sederhana bagi orang awam industri
pariwisata ini terdiri dari perusahaan-perusahaan perhotelan dan pengangkutan.Di
banyak negara yang telah maju industri pariwisatanya, kedua perusahaan ini
mengerahkan beratus-ratus pekerja dengan biaya berjuta-juta dolar serta
pendapatan yang tidak sedikit jumlah nya tiap bulan dan tiap tahunnya.Ini adalah
pandangan orang awam yang tidak banyak mengenal dunia kepariwisataan. 161
Banyak segmen industri utama yang tergabung dalam perjalanan dan
pariwisata yang membuka kesempatan kerja yaitu:
a) Perusahaan-perusahaan

perjalanan

seperti

perusahaan-perusahaan

udara kapal pesiar, bus, dan perusahaan sewa bus
b) Atraksi-atraksi seperi kebunraya dan kebun/tanaman
c) Fasilitas-fasilitas seperti hotel-hotel dan perusahaan makanan dan
minuman

159

Nyoman Pendit, ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdanan, (Jakarta,Pradnya
Paramita). hlm 75
160
Ibid.
161
Ibid. hlm 80

Universitas Sumatera Utara

77

d) Pemasaran tujuan seperti pusat konvensi, kamar dagang, asosiasi
lapangan dan negara bagian
e) Pameran saluran seperti grosir pariwisata dana gen agen perjalanan
eceran
f) Yang lainnya bidang-bidang yang berafiliasi seperti kepariwisataan
dan jurnalisme perjalanan. 162
Berbicara tentang industri pariwisata di Indonesia, perlu disinggung
potensi daerah wilayah Tanah Air ditinjau dari segi dunia pariwisata sendiri,
dimana menurut Panitia Nasional Penelitian Laut, wilayah Indonesia terdiri dari
13.677 buah pulau, dan 6,004 pulau diantaranya dihuni oleh manusia.
Sesungguhnya alam Indonesia ini penuh dengan aneka ragam pemandangan indah
menakjubkan serta keadaan aneh dan ajaib menyediakan objek-objek pariwisata
luas dan menarik bagi wisatawan yang ingin menikmatinya. 163
Sektor pariwisata menyumbang 9,5% dari total Produk Domestik Bruto
(PDB) nasional pada tahun 2014. Selain itu, jumlah wisatawan asing yang masuk
ke Indonesia terus meningkat dari 8,8 juta wisatawan pada tahun 2013 menjadi
9,4 juta pada tahun 2014, sehingga tidak mengherankan jika pariwisata menjadi
sektor yang diunggulkan. 164

162

Happy marpaung, op.cit. hlm 8
Nyoman Pendit,op.cit. hlm.66.
164
Media Publikasi Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, “Membidik Peluang MEA : ASEAN adalah Kita”, edisi 7 terbit pada Maret
2017, hlm, 18.
163

Universitas Sumatera Utara

78

Dari keadaan pariwisata Indonesia tersebut telah terbukti tangguh dan
memberikan dampak positif dalam hal menghasilkan devisa, menciptakan
lapangan kerja dan pendapatan, dan merangsang konsumsi domestik.165
Adapun landasan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga
kerja asing Jasa pariwisata itu sendiri terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yaitu pasal 56 yang
mengatur:
(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga kerja ahli warga
negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja
profesional kepariwisataan.
Adapun untuk jumlah dari Tenaga Kerja Asing jasa pariwisata sendiri
tidak ada jumlah pasti berapa jumlah tenaga kerja asing yang bekerja khusus nya
di bidang jasa pariwisata di Indonesia.Dibawah ini penulis mengutip beberapa
berita tentang penggunaan tenaga kerja asing dalam bidang jasa pariwisata di
Indonesia.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) I Gede Pitana mengatakan bahwa Indonesia
membutuhkan sedikitnya 2,5 juta orang untuk bekerja di industri pariwisata dalam

165

Herlan Suherlan, “Implementasi manajemen stratejik pendidikan dalam meningkatkan
keunggulan bersaing berkelanjutan melalui aliansi strategis”, Disertasi Universitas Pendidikan
Indonesia, hlm. 75

Universitas Sumatera Utara

79

lima tahun mendatang. 166 Kemudian, Wakil Ketua DPP GIPI (Gabungan Industri
Pariwisata Indonesia) yang juga Wakil Ketua PHRI Budi Tirtawisata,
memperkirakan saat ini pekerja asing yang bekerja di sektor pariwisata (hotel dan
restaurant) kurang lebih hanya 5% dari total keseluruhan, dan yang berasal dari
Tiongkok jauh di bawah 1% saja. 167
Ancaman terkait keberadaan orang asing yang semakin banyak terhadap
eksistensi bangsa perlu diperhitungkan, khususnya yang bisa melanda sektor
pariwisata di Bali.Karena desas-desusnya saat ini sejumlah hotel berbintang baik
di daerah Nusa Dua, Kuta dan Sanur sudah mulai menerima dan mempekerjakan
tenaga kerja impor khususnya dari Tiongkok. 168

D. Aspek Pengawasan terhadap Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa
Pariwisata di Indonesia
Pengawasan merupakan suatu alat di dalam bersikap yang positif, artinya
bukan kesalahan yang dicari, melainkan maksud pengawasan yang sesungguhnya
ialah menjaga agar apa yang telah direncarakan berjalan dengan baik, tegasnya
166

Ardita Mustafa, “Industri Pariwisata Indonesia Butuh 25 juta Tenaga Kerja”,
https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170214165236-269-193499/industri-pariwisataindonesia-butuh-25-juta-tenaga-kerja/, diakses pada 3 Agustus 2017, pukul, 7.03
167

Budi Tirtawisata, “Tenaga Asing di Pariwisata Kurang dari 5% , yang Asal Tiongkok
Kurang dari 1 %”, http://indonesiatouristnews.com/waketum-gipi-tenaga-kerja-asing-dipariwisata-kurang-dari-5-yang-asal-tiongkok-kurang-dari-1/, diakses pada 3 Agustus 2017 pukul
7:15.
168

Wayan Surnantaka, “Ancaman Tenaga Asing Mulai Melandan Sektor Pariwisata di
bali”https://www.posbali.id/ancaman-tenaga-asing-mulai-melanda-sektor-pariwisata-di-bali/.
Diakses pada 3 Agustus 2017 pukul 7 :10.

Universitas Sumatera Utara

80

diusahakan jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan dan kekurangankekurangan di dalam pelaksanaan rencana tersebut. 169
Adapun yang mengawasi tenaga kerja asing jasa pariwisata adalah
dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata pasal 5 ayat 1,
yang bunyinya adalah sebagai berikut (1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi
Kompetensi Bidang Pariwisata.
Dalam hal tata acara pengawasan juga telah diatur di dalam Peraturan
Menteri Pariwisata ini, yaitu di atur di dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) yang
bunyinya demikian
(2) Pengawasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi
Kompetensi Bidang Pariwisata.
(3) Pengawasan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui evaluasi laporan pelaksanaan pemberlakuan wajib
Sertifikasi Kompetensi Bidang Pariwisata.
Untuk penggunaan tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata sendiri telah
dimuat di dalam peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Republik

169

Rocky Marbun, Deni Bram dkk,op.cit. hlm.230.

Universitas Sumatera Utara

81

Indonesia Nomor 52 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi
Usaha di Bidang Pariwisata
Pasal 12
Pengusaha Pariwisata wajib mempekerjakan Tenaga Kerja yang telah memiliki
Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, termasuk tenaga kerja asing
Sesuai dengan MRA yang disepakati maka untuk mempekerjakan tenaga
kerja asing bidang jasa pariwisata juga harus memenuhi syarat yaitu harus
memiliki sertifikasi kompetensi yang mana di atur di dalam Peraturan Menteri
yaitu Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata:
Pasal 1
Setiap tenaga kerja di bidang pariwisata yang bekerja di Negara Kesatuan
Republik Indonesia, termasuk tenaga kerja asing, wajib memiliki Sertifikat
Kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun tujuannya di lakukan pengawasan terhadap penggunaan tenaga
kerja asing jasa pariwisata adalah agar tenaga kerja asing yang ingin masuk ke
Indonesia dapat masuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia dan menambah pemasukan negara sesuai dengan ketentuan pemungutan
kompensasi dari tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Selain itu adalah
untuk menghindari tenaga kerja illegal yang menyebabkan kerugian negara dan

Universitas Sumatera Utara

82

mempersempit peluang tenaga kerja Indonesia atau pun tenaga kerja asing yang
telah memenuhi kompetensi di bidangnya.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa Indonesia telah memiliki aturan tersendiri tentang
penggunaan tenaga kerja asing dan terkhusus untuk tenaga kerja asing bidang jasa
pariwisata sendiri juga Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan
yang telah di terbitkan oleh pemerintah. Dengan adanya pengaturan tersebut
semua tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata yang telah bekerja maupun yang
akan bekerja di Indonesia harus mematuhi aturan yang telah di buat dan akan
dikenakan sanksi bagi tenaga kerja asing yang tidak mengikuti proses yang telah
ditentukan berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan yang telah di
bahas pada bab di atas.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
AKIBAT HUKUM BERLAKUNYA MEA TERHADAP
TENAGA KERJA ASING BIDANG JASA PARIWISATA

A. Kerangka Hukum Perdagangan Jasa dalam Kerangka MEA
Indonesia memasuki era MEA pada 2015 yang memungkinkan arus
barang, jasa, dan modal antar negara ASEAN tidak lagi mengalami hambatan.
Tujuannya adalah meliberalisasikan arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi dan
modal untuk meningkatkan kemakmuran dan daya saing kawasan, untuk arus
barang dilakukan dengan pengurangan dan penghapusan hambatan tarif atau bea
masuk. Sedangkan untuk arus modal dilakukan dengan deregulasi persetujuan
penanaman modal. Untuk arus liberalisasi arus tenaga kerja, secara spesifik akan
ada perjanjian arus bebas tenaga kerja terampil seperti perawat, akutansi, jasa
arsitek, dokter, dan jasa pariwisata. 170
Ketujuh sektor barang industri terdiri atas produk industri terdiri dari
produk berbasis pertanian, elekronik, perikanan, produk berbasis karet,tekstil,
otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah
transportasi udara, e-ASEAN, pelayanan kesehatan, tourism, dan jasa logistik.171

170

http://id.voi.co.id/voi-komentar/4889-kesiapan-indonesia-menghadapi-masyarakatekonomi-asean-2015, diakses pada 3 Agustus 2017, pukul 11.12.
171
Tiesnawati Wahyuningsih,prosiding Seminar Nasional,Peluang Tenaga Kerja Indonesi
a dalam Menghadapi MAE 2015,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015, diakses pada 3 Agustus 2017, pukul 11:17.

83

Universitas Sumatera Utara

84

Arus bebas jasa merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi.Liberalisasi jasa bertujuan
untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa diantara negara-negara ASEAN
yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework
Argreement on Service (AFAS). 172
AFAS merupakan persetuan diantara Negara-Negara ASEAN di bidang
jasa yang bertujuan untuk

173

:

1. Meningkatkan kerjasama diantara negar anggota di bidang jasa dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diverifikasi kapasitas
produksu dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok jasa
masing-masing Negara anggota baik di dalam ASEAN maupun di luar
ASEAN;
2. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa
diantara Negara Anggota;dan
3. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan
cakupan liberalisasi jasa dalam GATS dalam mewujudkan perdagangan
bebas di jasa.
Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, liberalisasi jasa dilakukan
melalusi negosiasi ditingkat Coordinating Committee in Services (CCS) dalam
bentuk paket-paket komitmen. AFAS akan diselesaikan melalui pemenuhan 10
paket komitmen bidang jasa. Hingga saat ini ASEAN telah menyelesaikan 9 paket
172

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op.cit. hlm. 30.
Ibid. hlm. 30

173

Universitas Sumatera Utara

85

komitmen bidang jasa, dan akan menyelesaikan komitmen paket terakhir yaitu
AFAS Paket 10 di tahun 2017. 174
Liberalisasi jasa dilakukan dengan pengurangan atau penghapusan
hambatan dalam 4 (empat) modes of supply, baik untuk Horizontal Commitment
maupun National Treatment sebagai berikut: 175
1. Mode 1(cross-boder supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar
negeri kepada pengguna jasa dalam negeri;
2. Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar
negeri kepada konsumen domestic yang sedang berada di negara penyedia
jasa;
3. Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa
luar negeri kepada konsumen di negara konsumen;
4. Mode 4 (movement of individual service providers): tenaga kerja asing
yang menyediaan keahlian tertentu dan datang ke negara konsumen.
Dalam cetak biru MEA 2015 liberalisasi sektor jasa bertujuan
menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok atau pun pendirian
perusahaan jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN.Liberalisasi tersebut
dilakukan melalui mekanisme perundingan AFAS. Dalam proses tersebut juga
diterapkan larangan untuk menarik kembali komitmen yang telah diberikan dan

174

Direjen Perundingan Perdagangan Internasional, “ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS)”, http://ditjenppi.kemendag.go.id/id/asean-framework-agreement-on-servicesafas-2/, diakses pada 7 Agustus 2017 pukul 10:06.
175

Ibid. hlm. 31

Universitas Sumatera Utara

86

penerapan pre-agreedflexibility oleh semua negara anggota. Untuk memfasilitasi
aliran bebas jasa kawasan pada 2015, ASEAN juga melakukan perundingan
mengenai pengakuan kualifikasi professional dalam rangka memfasilitasi
pergerakan tenaga kerja terampil di kawasan. 176 AFAS yang mencakup 8
(delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa
Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan
dan Jasa Logistik. 177
Secara umum, tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam rangka
liberalisasi bidang jasa antara lain: 178
1. Menghilangkan secara nyata hambatan perdagangan jasa untuk 4 sektor
jasa prioritas yaitu transportasi udara, e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata
pada tahun 2010, dan pada tahun 2013 untuk prioritas sektor jasa yang
kelima yaitu jasa logistik, dan tahun 2015 untuk seluruh sektor jasa lainya;
2. Melaksanakan liberalisasi setiap putaran perundingan (1 kali dalam 2
tahun) yaitu 2008, 2010, 2012, 2014 dan 2015;
3. Menjadwalkan

jumlah

minimum

sub-sektor

baru

yang

akan

diliberalisasikan untuk setiap putaran perundingan sebagai berikut:
a. Pada tahun 2008 :10 sub-sektor baru tambahan ke subsektor lainnya
yang sudah disepakati pada tahun sebelumnya;

176

Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm.125.

177

Alek Karci Kurniawan, Mendayung Biduk di MEA,

https://www.google.co.id/amp/harianhaluan.com/amp/detail/46672/mendayung-biduk-di-mea,
diakses pada 7 Agustus 2017 pukul 11:30.
178

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op.cit. hlm. 32.

Universitas Sumatera Utara

87

b. Pada tahun 2010: 15 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya
yang sudah disepakati pada tahun 2008;
c. Pada tahun 2012: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya
yang sudah disepakati pada tahun 2010;
d. Pada tahun 2014: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya
yang sudah desepakati pada tahun 2012;
e. Pada tahun 2015: 7 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya
yang sudah disepakati pada tahun 2014.
4. Menjadwalkan

paket-paket

komitmen

dengan

parameter-parameter

sebagai berikut:
a. Untuk mode 1 dan 2 (perdagangan antara batas dan konsumsi diluar
negeri) tidak ada pembatasan, kecuali jika ada alasan-alasan yang
dapat diterima (seperti keselamatan public) seluruh negara anggota
secara kasus per kasus dan sesuai dengan perjanjian.
b. Mengijinkan partisipasi modal asing (FEP) dalam hal ini ASEAN,
dengan batasan sebagai berikut:
i.

Tidak kurang dari 51% tahun 2008 (AFAS paket 7), dan 70%
tahun 2010 (AFAS paket 8) untuk 4 sektor jasa prioritas;

ii.

Tidak kurang dari 49% tahun 2008 (AFAS paket 7) 51% tahun
2010 (AFAS paket 8) , dan 70 persen tahun 2013 untuk jasa
logistic; dan

Universitas Sumatera Utara

88

iii.

Tidak kurang 49% tahun 208 (AFAS paket 7), 51% tahun 2010
(AFAS paket 8), dan 70% tahun 2015 untuk sektor jasa
lainnya.

c. Secara progresif menghilangkan pembatasan pada akses pasar untuk
mode 3 (kehadiran komersial) pada tahun 2015;
d. Menyepakati

dan

mengimplementasikan

beberapa

nota

saling

pengakuan (Mutual Recognition Arregement) yaitu MRA untuk jasa
Arsitektur, jasa akutansi,kualifikasi Survei, Praktisi Medis pada tahun
2008, dan praktisi Gigi pada tahun 2009.
Pada setiap tahap pelaksanaan liberalisasi akan dilakukan pembukaan akses
pasar secar bertahap melalui pelinggaran ketentuan kepemilika saham, hal ini
dilakukan dengan memperbolehkan kepemilikan saham asing pada empat sektor
prioritas sampai dengan 51 persen pada 2008, kemudian ditingkatkan sampai
dengan 70 persen pada 2010. Untuk sektor jasa lainnya, kepemilikan asing
diperbolehkan sampai dengan 49 persen pada 2009, kemudian ditingkatkan
menjadi 51 persen pada 2011 dan pada 2015 diperbolehkan sampai dengan 70
persen. Untuk cross border supply (mode1), dan consumption abroad (mode 2)
dilakukan liberalisasi secara progresif dengan penghapusan hambatan pada kedua
mode tersebut antara 2008-2015, kecuali hambatan yang terkait dengan
kepentingan dan keamanan nasional. 179
Adapun untuk fasilitas liberalisasi jasa dilakukan dalam tiga langah berikut :
Pertama melakukan inventarissi hambatan perdagangan jasa pada Agustus 2008.
179

Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm.126.

Universitas Sumatera Utara

89

Kemudian sampai dengan 2009 membuat parameter liberalisasi untuk mode 4,
batasan-batasan horizontal commitments dan national treatment pada setiap
putaran

perundingan.Selanjutnya

mulai

2010

sampai

2015