Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

6

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Mangrove
Mangrove didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang
khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger, dkk., 1983).
Sementara itu Noor, dkk., (2012) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan
yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara
sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon
Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,
Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypah.
Mangrove adalah tumbuhan yang habitat hidupnya berada di daerah
pesisir pantai yang masih dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove
merupakan tumbuhan yang hidup di bawah kondisi lingkungan yang
terkhususkan. Tumbuhan-tumbuhan ini membentuk hutan pasang surut (pasut)
yang terdapat di mintakat antara paras laut rata-rata dan pasut tertinggi pada saat
air pasang, hal ini menjadikan mangrove sebagai suatu ekosistem khas wilayah
pesisir (Indah, 2008).
Daun, biji, cabang, ranting, bunga dan bagian lainnya dari mangrove
sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang

didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang berupa
serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari
tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi
terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang

Universitas Sumatera Utara

7

merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos
(Thaher, 2013).
Hutan mangrove merupakan komunitas pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh dan
berkembang pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air,
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai–pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
dan daerah pantai yang terlindungi (Handayani, 2004).
Ekosistem mangrove berada di wilayah pesisir yang merupakan daerah
pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Lingkup ekosistem ini dibagi menjadi

dua, yaitu 1) ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang
terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat - sifat fisik laut seperti pasang
surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut; 2) ke arah laut mencakup
bagian perairan laut dan dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi serta aliran air tawar dari sungai termasuk yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah,
perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian. Walau demikian, hutan
mangrove merupakan ekosistem yang dinamis dan memiliki kemampuan pulih
dengan cepat jika kondisi geomorfologi dan hidrologi serta komposisi habitat
tidak diubah oleh penggunaannya (Martinuzzi, dkk., 2009).
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar,

Universitas Sumatera Utara

8

terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang
yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor - faktor

tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang (Wardhani, 2011).
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang subur, karena degradasi
serasah mangrove memasok unsur hara bagi lingkungannya. Unsur hara kemudian
dimanfaatkan oleh plankton dalam fotosintesis, sehingga perairan mempunyai
produktivitas yang tinggi. Hal ini menyebabkan kelimpahan organisme pada
tingkatan trofik dalam rantai makanan menjadi tinggi pula. Ketersediaan plankton
dan benthos di perairan tersebut merupakan makanan bagi ikan. Dengan kondisi
tersebut, ikan memanfaatkan ekosistem perairan mangrove sebagai daerah
mencari makan, memijah, dan pembesaran (Indrayanti, dkk., 2015).

Manfaat Mangrove
Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik,
mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung
dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tingginya bahan organik di perairan
hutan mangrove dimanfaatkan sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota
yang hidup pada ekosistem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari
makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang
mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon
mangrove dimana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan
pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah

pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan

Universitas Sumatera Utara

9

predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan
membesarkan anaknya (Sopana, dkk., 2010).
Keberadaan hutan mangrove sangat mempengaruhi kehidupan di perairan
karena memegang peranan penting sebagai sumber nutrien bagi berbagai
organisme laut. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan penebangan
hutan Mangrove yang dapat menimbulkan penurunan nilai kuantitatif hutan
mangrove melampaui batas normal yang tidak dapat ditoleransi oleh organisme
hidup dalam ekosistemnya (Noer, 2009).

Rhizophora apiculata
Kingdom

: Plantae


Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malpighiales

Famili

: Rhizophoraceae

Genus

: Rhizophora


Spesies

: Rhizophora apiculata (Ketaren, 2014).

Dalam bahasa lokal, pohon ini dikenal dengan nama bakau kacang, bakau
minyak, bakau kecil dan lain-lain. Pertumbuhan Rhizophora apiculata akan
semakin jelek apabila kadar garam dalam air makin rendah. Rhizophora apiculata
memiliki ciri yang sangat khas yaitu memiliki tulang daun berwarna merah
kecoklatan dan daun meruncing. Buahnya (propagul) termasuk tipe vivipari
dimana buah telah berkecambah saat di pohon (Martawijaya, dkk., 1989).

Universitas Sumatera Utara

10

R. apiculata dengan nama lokal yang terkenal yaitu bakau minyak
memiliki perawakan pohon yang tinggi mencapai 30 m, batang berkayu, silindris,
kulit luar batang berwarna abu-abu kecoklatan dengan celah vertikal, muncul akar
udara dari percabangannya. Permukaan daun R. apiculata halus mengkilap, ujung

runcing, berbentuk lonjong, permukaan bawah tulang berwarna kemerahan, dan
tangkai pendek. Bunga tanaman ini terletak di ketiak daun, umumnya tersusun
atas dua bunga, berkelopak 4, berwarna putih kekuningan, putik 1 berbelah 2,
panjang 0,5-1 mm. Buahnya berwarna hijau, hipokotil silindris berdiameter 1-2
cm, dan panjangnya mencapai 20 cm, bagian ujung sedikit berbintik-bintik dan
berwarna hijau kemerahan (Noor, dkk., 2012).
Warna daun berwarna hijau tua, bentuk elips meruncing. pucuk daun
berwarna merah. Bunga berwarna merah kecoklatan dengan formasi 2-4 bunga
per kelompok. Batang agak mengkilap. Bunga berkelompok dalam payung
tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 2-4-8-16 kuntum,
berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan atau
kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut atau gundul agak
kekuningan, bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Buah
bakau perhatikan hipokotilnya yang berwarna hijau memanjang (Ketaren, 2014).
Spesies ini umumnya tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan
tergenang pada saat pasang normal. Rhizophora apiculata tidak menyukai substrat
yang keras (dengan komposisi pasir yang tinggi). Tingkat dominasi jenis ini dapat
mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Spesies ini tumbuh
dengan baik pada perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air
tawar yang kuat secara permanen (Amin, dkk., 2015).


Universitas Sumatera Utara

11

R. apiculata merupakan jenis mangrove yang memiliki akar tunjang,
dimana terjadi pertumbuhan akar secara berulang. Akar selain berfungsi sebagai
penyerap makanan dari tanah juga tampak berfungsi sebagai penunjang. Pada
Rhizophora juga terdapat perakaran lain yang terdiri atas akar liar yang tumbuh
lateral dari hipokotil yang tumbuh dari batang tua. Pertumbuhan akar ini berurutan
dari pangkal ke arah bagian atas batang. Akar-akar tersebut mencuat dari batang,
mengarah ke tanah dan menggantung (sehingga disebut pula akar gantung) dan
kemudian masuk ke tanah dan berakar lagi. Panjang cabang akar gantung
mencapai 10 m (Sukardjo, 2002). Morfologi R. apiculata dapat dilihat pada
Gambar 2.

daun

bunga


bunga & hipokotil

Gambar 2. Morfologi R. apiculata (a) Bunga, (b) Buah, (c) Daun , (d) Pohon
(Noor, dkk., 2012)

Universitas Sumatera Utara

12

Secara ekologis Rhizophora merupakan penyusun vegetasi mangrove
muda. Pada tipe vegetasi ini dicirikan oleh satu lapis tajuk hutan yang seragam
tingginya dari jenis Rhizophora dan berperan juga sebagai jenis pioner di tempattempat yang posisinya terlindung dari hempasan ombak yang kuat, atau
berkembang setelah kolonisasi dari jenis Avicennia dan Sonneratia yang
kemudian Rhizophora tumbuh diantaranya (Sukardjo, 2002).

Serasah Daun
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
dan menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi penting
bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati dan gugur,
guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa

parameter fisika-kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu,
embun/kelembaban, dan ketersediaan nutrient. Ada beberapa jenis dari serasah
mangrove. Lebih dari setengah jumlah serasah terdiri dari daun dan biasanya daun
yang telah tua (berwarna kuning) (Sa’ban, dkk., 2013).
Serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh
juga menjadi sumber pakan berbagai hewan dan sekaligus menjadi unsur hara
yang berperan dalam produktifitas perikanan laut. Produksi serasah merupakan
bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah.
Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat
penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi
ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme
akuatik (Zamroni dan Rohyani, 2008).

Universitas Sumatera Utara

13

Produksi serasah daun setiap jenis mangrove berbeda, hal ini dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan. Perbedaan
jumlah serasah ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor lingkungan yang

mempengaruhi produktivitas, kesuburan tanah, kelembaban tanah, kerapatan,
musim dan tegakan. Selain itu penimbulan serasah juga dipengaruhi oleh umur
dan jenis tumbuhan mangrove. Mangrove dengan tegakan tua akan menghasilkan
jatuhan serasah lebih banyak dan tegakan Rhizophora biasanya menghasilkan
searasah

lebih

banyak

dibandingkan

dengan

tegakan

Avicennia

(Handayani, 2004).

Laju Dekomposisi
Istilah dekomposisi sering digunakan untuk menerangkan sejumlah besar
proses yang dialami oleh bahan-bahan organik, yaitu proses sejak dari
perombakan dan penghancuran bahan organik menjadi partikel-partikel kecil
sehingga menjadi unsur-unsur hara, yang tersedia dan dapat diserap oleh tanaman
kembali. Istilah dekomposisi adalah istilah yang telah digunakan secara luas untuk
menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam biokimia, wujud fisik dan
bobot bahan organik (Waring and Schlesingan, 1985).
Mangrove pada umumnya memproduksi serasah daun dalam jumlah yang
banyak untuk dimanfaatkan sebagai sumber hara bagi tanaman dan juga
merupakan sumber makanan bagi ikan dan invertebrata yang penting. Serasah
daun mangrove masih miskin unsur hara ketika serasah itu baru jatuh karna belum
terdekomposisi, serasah daun mangrove harus mengalami proses dekomposisi
yang akan dibantu oleh makrobentos sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme

Universitas Sumatera Utara

14

yang hidup di hutan mangrove tersebut, kecepatan proses dekomposisi tidak
hanya di pengaruhi oleh organisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya dan suhu di sekitar
kawasan tersebut (Panjaitan, dkk., 2015).
Ada beberapa definisi yang dikemukakan tentang dekomposisi, antara lain
dekomposisi didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara
gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika. Definisi yang lain
mengatakan bahwa dekomposisi adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan
dipengaruhi oleh keberadaan dekomposer, baik dalam jumlah maupun
diversitasnya. Sedangkan keberadaan dekomposer sendiri sangat ditentukan oleh
faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap dekomposisi antara
lain oksigen, bahan organik dan bakteri sebagai agen utama dekomposisi
(Sunarto, 2003).
Serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan
oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan
hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi
makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil,
yang

kemudian

akan

dilanjutkan

oleh

organisme

yang

kecil,

yakni

mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi
protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat
proses dekomposisi (Arief, 2003).

Universitas Sumatera Utara

15

Menurut Mason (1978) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah, yaitu
: (1) Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air. (2)
Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor
fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air. (3) aktifitas
biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik makhluk hidup yang
melakukan dekomposisi.

Faktor – faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove
Ekosistem mangrove di wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan wilayah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan
mangrove adalah sebagai berikut :
1.

Suhu
Spesies

mangrove

mempunyai

toleransi

yang

berbeda

terhadap

peningkatan suhu udara. Dalam hal ini fotosintesis dan beberapa ekosiologi
mangrove seperti produksi daun yang maksimal terjadi pada tingkat suhu optimal
tertentu, dibawah dan diatas suhu tersebut fotosintesis dan produksi daun menurun
(Hogarth, 1999).
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan
berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t
Hoffs kenaikan suhu sebesar 10ºC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar

Universitas Sumatera Utara

16

2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004).
2.

Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat zat padat terlarut dalam gram per

kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada
480ºC. Singkatnya salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut.
Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas.
Salinitas dapat juga diukur melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik
canggih menggunakan prinsip konduktivitas ini untuk menentukan salinitas
Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 1030 ppt (Hasibuan, 2011).
Adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas,
yang akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos tersebut.
Kehidupan beberapa makrobentos tergantung pada rendahnya salinitas. Aktivitas
makroorganisme yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme
membantu dalam proses pendekomposisian bahan organik dalam tanah. Kadar
salinitas jenis tegakan Rhizophora spp berkisaran antara 32 ppt-36 ppt, pada saat
keadaan air laut tidak pasang/surut (Arief, 2003).
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari

Universitas Sumatera Utara

17

media tumbuhnya, sementara bebrapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor, dkk., 2012).
3.

Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman lebih dikenal dengan pH. pH (puissance negative de H),

yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hydrogen) yang terlepas dalam suatu
cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukan aktivitas ion hydrogen dalam
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam
mol/liter) pada suhu tertentu (Kordi dan Andi, 2010).
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik
semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisme akuatik.
Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme
(Barus, 2004).
4.

Oksigen Terlarut (DO)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat
dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air
terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0ºC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.

Universitas Sumatera Utara

18

Terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari (Dewi, 2009).

Unsur Hara Dalam Serasah Daun R. apiculata
Hara merupakan faktor penting dalam memelihara keseimbangan
ekosistem mangrove, hara dalam ekosistem mangrove dibagi kedalam dua
kelompok yaitu : (a) Hara anorganik, penting untuk kelangsungan hidup
organisme mangrove. Hara ini terdiri atas N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Sumber
utama hara anorganik adalah curah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut dan
bahan organik yang terurai di mangrove: (b) Detritus organik, merupakan bahan
organik yang berasal dari bioorganik yang melalui beberapa tahap pada proses
microbial (Aksornkoe, 1993).
Serasah yang kaya nutrisi cenderung lebih cepat terdekomposisi daripada
serasah yang miskin nutrisi pada lantai hutan yang sama. Nisbah C ; N sering
digunakan sebagai petunjuk laju dekomposisi serasah. Residu tanaman yang
mempunyai kandungan dinding sel yang tinggi umumnya memiliki konsentrasi
nutrisi rendah. Pengetahuan mengenai kandungan bahan organik maupun nutrisi

Universitas Sumatera Utara

19

tanaman merupakan kombinasi baik untuk menduga laju pertumbuhan
(Waring dan Schlesinger, 1985).
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas hara
anorganik dan organik. Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton,
bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun
berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, dan
magnesium. Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun berbagai jenis mangrove
No
1
2
3
4

Jenis
Daun
Rhizophora
Ceriops
Avicennia
Sonneratia

Karbon

Nitrogen

Fosfor

Kalium

50.83
49.78
47.93
1.42

0.83
0.38
0.35
0.12

0.025
0.006
0.086
1.30

0.35
0.42
0.81
0.98

Kalsium Magnesium
0.75
0.74
0.30
0.27

0.86
1.07
0.49
0.45

Sumber : Thaher, 2013

Karbon (C)
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO 2 dan
H2O. Oksigen secara berangsur terbentuk karena rerata produksi biomassa yang
menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen,
maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan besar
dalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Gultom, 2009).
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup (Efendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

20

Nitrogen (N)
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan
mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi
horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi
biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009).
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan
atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang yang
melimpah di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan
secara langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3,
NH4 dan NO3 (Efendi, 2003).

Fosfor (P)
Fosfor merupakan bagian penting dari gula fosfat yang terlibat dalam
respirasi, fotosintesis, dan proses metabolisme lainnya, serta merupakan bagian
dari nukleotida (dalam DNA dan RNA) dan juga fosfolid pada membran sel.
Unsur fosfor juga berperan penting dalam metabolisme energi tanaman karena
unsur ini hadir dalam bentuk-bentuk ATP, ADP, AMP dan Pyrophosphate (ppi).
Dalam tanaman, fosfat mudah terdistribusi dari satu organ ke organ lainnya.

Universitas Sumatera Utara

21

Menurunnya konsentrasi pada daun tua, terakumulasi pada daun muda dan
merangsang pembentukan bunga dan biji. Oleh karena itu, tanda-tanda definisi
unsur

ini

akan

terjadi

lebih

dulu

pada

daun

yang

tua

(Salisbury dan Ross, 1995).
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks
dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap
pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang
terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah
mati (Thaher, 2013).
Hasil dari dekomposisi berupa asam organik dan humus dapat secara
efektif bereaksi dengan besi dan aluminium membentuk senyawa kompleks.
Pengikatan besi dan aluminium ini dapat mengurangi pengikatan fosfor inorganik.
Seberapa jauh pengaruh ini belum diketahui dengan pasti. Kedua bahan tersebut
sangat efektif membebaskan fosfor yang semula terikat sebagai besi fosfat. Jelas
bahwa dekomposisi bahan organik memainkan peranan penting dalam
menyediakan fosfor bagi tanaman (Handayani, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 4

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 3

Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 1 2

Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 0 35

Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

1 1 6

Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora apiculata di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 27