Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah Pohon- pohon yang tumbuh didaerah pantai, yang
memiliki ciri yaitu tidak terpengaruh iklim, dipengaruhi oleh pasang surut, tanah
terus tergenang air laut, tanah rendah pantai, hutan tidak memiliki struktur tajuk.
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan diwilayah
pesisir dan laut. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
biota perairan. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan tanah
dan perairan laut, mangrove membantu dalam siklus nutrien seperti karbon,
nitrogen dan sulfur. Serta perairan mangrove kaya akan nurien, baik nutrien
organik maupun nutrien non organik. Dengan rata rata produksi primer yang
tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainya
(Hogarth, 2007).
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan merupakan
komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan
pantai, hutan payau atau hutan bakau. Pengertian hutan mangrove sebagai pantai
adalah pohon pohanan yang hidup didaerah pantai (pesisir). Baik daerah yang
dipengaruhi pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang
dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Pengertian hutan mangrove sebagai hutan

payau atau hutan bakau adalah pohon- pohonan yang tumbuh didaerah payau pada
tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar disekitar muara sungai. Pada
umumnya formasi tanaman didominasi oleh jenis- jenis tanaman bakau, istilah
mangrove yang digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup disepanjang pantai

Universitas Sumatera Utara

atau muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Dengan demikian pada
suatu kawasan hutan terdiri dari berbagai ragam tumbuhan atau hutan tersebut
bukan hanya jenis bakau yang ada maka istilah mangrove lebih tepat digunakan
(Onrizal, 2005).
Hutan mangrove memiliki banyak fungsi, seperti fungsi ekologis yang
antara lain dikarenakan sistem perakaran pada mangrove dan pertumbuhanya yang
dapat digunakan sebagai pelindung pantai, penahan lumpur, dan penangkap
sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan. Fungsi ekonomi adalah dapat
sebagai penghasil kebutuhan rumah tangga, keperluan industri dan tanaman itu
sendiri yang akan dijadikan sumber bibit, daun daun pada mangrove juga
memiliki fungsi sebagai bahan baku obat obatan dan lain-lain. Sedangkan fungsi
biologis hutan mangrove adalah sebagai tempat pembibitan, tempat mencari
makan bahkan dari hasil guguran daunya dapat digunakan sebagai penghasil

makanan untuk berbagai biota perairan (Sugianto, 2011).

Kondisi Mangrove Di Indonesia
Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang
tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 220 jenis yang terdiri dari 89 jenis
pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Terdapat
sekitar 47 jenis vegetasi mangrove yang spesifik. Dalam hutan mangrove, paling
tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan yang sejati yang termasuk kedalam empat
famili: Rhizophoraceae (Rizophora, Bruguiera, dan Ceriops),Sonneratiaceae
(Sonneratia, Avicennia, dan Meliaceae). Pohon mangrove sanggup beradaptasi

Universitas Sumatera Utara

terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi , serta terhadap
tanah yang tidak stabil (Kusmana, 2002).

Zonasi Mangrove
Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang
mendominasi dari arah laut kedaratan secara berturut-turut (Bengen, 2003)
sebagai berikut :

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove.
Pada zona ini tanah berlumpur lembek dan berkadar garam yang tinggi.
Jenis avicennia ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia Sp.
Karena tumbuh dibibir laut, jenis- jenis ini memiliki perakaran yang
sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini
merupakan zona perintis atau pioner, karena terjadi penimbunan sedimen
tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis- jenis ini.
2. Zona Rhizophora, terletak di zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona
ini tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona
ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang
mengalir (sungai) ke laut.

Universitas Sumatera Utara

Taksonomi Rhizhopora Apiculata

Rhizophora apicula adalah tumbuhan mangrove yang memilliki akar tegak
seperti R. mucronata. Daunnya memiliki ujung yang tajam, pohonnya mampu
mencapai tinggi 15 m, dan bunga nya membentuk kelompok dua buah. Berikut
adalah klasifikasi tumbuh R. apiculata
Kingdom

:Plantae

Divisi

:Magnoliophyta

Kelas

:Magnoliopsida

Ordo

:Myrtales


Famili

:Rhizophoraceae

Genus

:Rhizophora

Spesies

:Rhizophora apiculata

(Gunawan, 2005).

Gambar 1. Rhizophora apiculata
Proses dan Laju Dekomposisi
Dekomposisi adalah proses penghancuran bahan organik secara bertahap
yang menyebabkan terurainya struktur organisme yang semula kompleks menjadi

Universitas Sumatera Utara


bentuk- bentuk yang sederhana. Dekomposisi serasah daun mangrove berperan
dalam menunjang fungsi ekologis yaitu dapat mempertahankan kesuburan tanah
hutan mangrove yang memberikan sumbangan bahan organik serta menjadi
sumber pakan bagi berbagai biota yang terdapat dibawah tegakan mangrove
(Bengen, 2003).
Ada beberapa definisi yang dikemukakan tentang dekomposisi antara lain
dekomposisi didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara
gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (handayani, 2004).
Sedangkan Smith dalam Handayani, (2004) menerangkan bahwa proses
dekomposisi adalah gabungan dari proses pragmentasi, perubahan struktur fisik
dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan
organik menjadi senyawa organik. Proses dekomposisi bukan saja dilakukan oleh
agen biologis seperti bakteri tetapi juga melibatkan agen fisika. Proses
dekomposisi dimulai dari proses penghancuran/pragmentasi atau pemecahan
struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger)
terhadap hewan hewan mati atau oleh hewan hewan herbivora terhadap tumbuhan
dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah,
debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan
dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang melakukan penghancuran

secara enzimatik terhadap partikel- partikel organik hasil proses pragmentasi.
Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati
oleh bakteri yang mampu menganalisis jaringan mati melalui mekanise enzimatik.
Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul- molekul

Universitas Sumatera Utara

organik kompleks seperi protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang
telah mati (Hardjowigeno, 2008).
Agen utama dalam proses dekomposisi disebut sebagai dekomposer
umumnya adalah bakteri dan fungi. Terhambatnya proses ini akan berakibat pada
terakumulasinya bahan organik yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh
produsen. Serasah yang masuk ke perairan mengalami penguraian atau proses
dekomposisi, serasah menjadi senyawa organik sederhana dan menghasilkan hara,
sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam proses
penyuburan tanah sehingga menghasilan unsur hara yang dapat diperlukan dan
pertumbuhan tanaman tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisi. Selain
itu dekomposisi serasah akan sangat menentukan dalam menciptakan substrat
yang baik bagi organisme pengurai seperti bakteri dan fungi (Steinke, 1983).
Penghancuran serasah dapat diartikan sebagai tahapan dalam proses

dekomposisi, menyebabkan terjadi kehilangan bobot materi (organik). Kecepatan
penguraian dan pengurangan serasah yang disebabkan oleh pencucian hujan atau
aliran air. Selain itu penguraian serasah juga dapat disebabkan oleh pengikisan
serasah oleh pergerakan gelombang. Kondisi substrat perairan yang lebih lembab
dibandingkan daratan juga berperan dalam menguraikan serasah, nilai pH 7-8
menunjukan lingkungan yang selalu basa dan lembab menyebabkan proses
dekomposisi serasah cepat (Mason, 2004).
Dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda- beda
dari waktu ke waktu tergantung faktor- faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dekomposer disamping faktor bahan yang akan didekomposisi.

Universitas Sumatera Utara

Proses dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila faktor- faktor
pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses dekomposisi itu
sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses
dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis bagi
dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin tidak
berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen
tersedia dalam kondisi yang terbatas (Sunarto, 2003).

Serasah

yang

jatuh

akan

mengalami

proses

dekomposisi

oleh

mikroorganisme menjadi detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam
suatu kawasan mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan.
Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai
jenis organisme perairan (khususnya detritifor) yang selanjutnya dapat

dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring –jaring makanan. Biota
yang berperan aktif dalam proses dekomposisi serasah mangrove di pantai yang
sering adalah Insekta, Crustacea, Mollusca, Nematoda- Polychaeta dan
Myriapoda (Zamroni, 2008).
Pemecahan daun- daun menjadi komponen- komponen serasah yang lebih
kecil ukurannya mempercepat terjadinya dekomposisi serasah karena peningkatan
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang menyebabkan pecahan
serasah yang kompak menyebabkan kemudahan dalam kapasitas pemegangan air
serasah. Kemudian Fragmentasi atau pemecahan serasah oleh hewan pemakan
serasah dapat meningkatkan luas permukaan oleh mikroorganisme. Hal ini
terutama penting untuk dekomposisi yang dilakukan bakteri yang tidak memiliki
hifa seperti fungi. Pertumbuhan bakteri sebagian besar terbatas pada permukaan

Universitas Sumatera Utara

serasah dan sangat bergantung terhadap luas jaringan yang terbuka. Agen utama
dalam proses dekomposisi ini disebut sebagai dekomposer umumnya adalah
bakteri dan fungi. Terhambatnya proses ini akan berakibat pada terakumulasinya
bahan organik yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh produsen. Serasah
yang masuk ke perairan mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah

menjadi senyawa organik sederhana dan menghasilkan hara, sehingga dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam proses penyuburan
tanah dan tanaman tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisi. Selain itu
dekomposisi serasah akan sangat menentukan dalam menciptakan substrat yang
baik bagi organisme pengurai seperti bakteri dan fungi (Indriani, 2008).
Serasah yang jatuh kelantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan
oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan hewan yang disebut makrobentus.
Makrobentus memiliki peran yang besar dalam penyediaan unsur hara bagi
pertumbuhan mangrove. Makrobentus berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah daun- daun menjadi bagian- bagian kecil yang
kemudian dilanjutkan oleh organisme yang kecil. Pada umumnya keberadaan
makrobentus mempercepat proses dekomposisi serasah. Kehidupan makrobentus
tergantung pada rendahnya salinitas, tetapi ada juga sebaliknya, kehidupan
makroorganisme yang tahan terhadap salinitas yang tinggi (Arief, 2003).
Tingginya laju persentase dekomposisi pada serasah yang terurai pada hari
pertama diduga karena kehilangan bahan-bahan organik serasah yang larut akibat
penguraian dekomposer biasanya terjadi diwaktu awal setelah serasah gugur.
Kemudian serasah tersebut berangsur- angsur menurun tetapi perubahan bobot
kering serasah tertinggi terjadi pada awal pendekomposisian (Choong et. al 1992).

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian Lucky (2016) tentang laju dekomposisi serasah daun
Avicennia marina dihutan mangrove Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan.
Laju dekomposisi serasah daun A.marina pada tingkat salinitas 0-10 ppt lebih
cepat terdekomposisi, dibandingkan dekomposisi pada tingkat 11-20 ppt. Hal ini
diakibatkan oleh keadaan makrobentus yang membutuhkan bahan makanan dan
berperan sebagai dekomposer yang tinggi serta faktor lingkungan yang
mempengaruhinya.semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin
banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentus dan mikroorganisme
yang terdapat didalam nya. Dimana semakin tinggi rasio C/N maka akan semakin
lama bahan organiknya terdekomposisi.
Serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai
oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna. Kandungan unsur hara karbon
cenderung menurun seiring penambahan waktu. Dekomposisi serasah adalah
perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme tanah
(bakteri, fungi dan hewan lainya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu
proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman
menjadi senyawa- senyawa anorganik sederhana (Sutedjo, 1991).
Faktor- Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove
adalah:
Suhu
Suhu berperan sangat penting dalam proses fisiologis (Fotosintetis dan
respirasi). Temperatur rata- rata yang cukup baik bagi pertumbuhan mangrove
adaalah sekitar 18-20. Dan biasanya jika suhu diatas tersebut maka pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

nya kurang baik. Jenis mangrove yang tumbuh pada temperatur tersebut adalah
jenis Avicennia dan Rhizophora. Akan tetapi ada jenis Rhizophora stylosa yang
dapat tumbuh optimal pada suhu 26-28 C (Kusmana, 2002).
Salinitas
Salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut. Salinitas
dapat diukur melalui konduktivitas air laut. Salinitas secara langsung dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan tegakan mangrove, hal ini terkait dengan
frekuensi penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca
panas dan dalam keadaan pasang. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas
air. Salinitas yang digunakan berkisar 0-10 ppt, 11-20 ppt, 21-30 ppt, >30 ppt
(Romimohtarto, 2001).
Lingkungan bergaram diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove,
salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan
hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi
mangrove. Pada umumnya mangrove dapat tumbuh pada salinitas 10-30 ppt.
Namun ada beberapa spesies yang tumbuh pada daerah yang bersalinitas yang
tinggi seperti A.marina dapat tumbuh pada salinitas tinggi karena memiliki
toleransi terhadap garam (Aksornkoae, 1993).
Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit mikroorganisme
yang mampu beradaptasi dan dapat bertahan hidup. Mikroorganisme yang
terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia seperti tekanan
hidrostatik, sinar, pH, salinitas dan suhu. Salah satu respons mikroorganisme
terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada kondisi
salinitas tinggi (Damanik, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda- beda. Setiap
salinitas memiliki substrat yang berlumpur sehingga terdapat keanekaragaman
makrobentus yang mempengaruhi proses laju dekomposisi serasah. Umumnya
makrobentus yang paling banyak dijumpai terdapat pada substrat lumpur berpasir
hingga lumpur dibandingkan dengan substrat pasir. Kehidupan makrobentus
membutuhkan habitat yang berlumpur yang dihambat oleh akar- akar pohon,
karena makrobentus harus mampu membenamkan diri dalam lumpur dibawah
tegakan pohon mangrove (Gultom, 2009).
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer yang membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintetis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari (Dewi, 2009).

Unsur- Unsur Hara yang Terkandung di Dalam Serasah Daun R. apiculata
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas anorganik dan
organik. Anorganik adalah N, P, K,Ca, Mg, Na sedangkan Organik adalah
fitoplankton, bakteri, alga. Salah satu fungsi ekosistem hutan mangrove dapat
mempertahankan kesuburan tanah hutan mangrove yang berasal dari guguran
serasah daun yang jatuh ke lantai hutan yang mengalami dekomposisi sehingga
menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah
serta menjadi pakan bagi berbagai jenis ikan (Hasibuan, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Unsur hara yang terdapat pada daun- daun mangrove adalah Karbon,
Nitrogen, Fosfat, Kalium, Kalsium, dan Magnesium. Data dapat dilihat dalam
tabel 1.
Tabel l . Kandungan unsur hara didalam daun- daun berbagai jenis mangrove
No
Jenis Daun
1
Rhizophora
2
Ceriops
3
Avicennia
4
Sonneratia
Sumber: Thaher, 2013.

C
50,83
49,78
47,93
1,43

N
0,83
0,38
0,35
0,12

F
0,025
0,006
0,086
1,30

K
0,35
0,42
0,81
0,98

Ca
0,75
0,74
0,30
0,27

Mg
0,86
1,07
0,49
0,45

Nitrogen
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman. Senyawa ini dihasilkan
dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrat nitrogen sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Besarnya nilai N yang didapat
disebabkan oleh adanya peran dan aktivitas bakteri, tinggi nya kandungan unsur N
disebabkan oleh kemampuan bakteri Nitrogen mengalami proses yang disebut
fiksasi (Effendi, 2003).
Unsur N didalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan.
Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman tergantung pada
laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2005).
Bahan organik yang terdekomposisi adalah sumber amonia yang
merupakan awal pembentukan nitrat. Fungsi Nitrogen

dalam tanah bagi

tumbuhan adalah berperan dalam pembentukan protein, selain itu juga dapat

Universitas Sumatera Utara

memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Tumbuhan dengan kandungan N yang cukup
maka daun nya akan berwarna lebih hijau (Hardjowigeno, 1992).

Karbon
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal dari pelepasan CO2
dan H2O. Oksigen secara berangsur terbentuk karena rata-rata produksi biomassa
yang menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi
oksigen, maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbon dioksida
berperan besar dalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral
(Notohadiprawiro, 1998).
Fosfor
Fosfor merupakan salah satu senyawa unsur hara yang penting karena
akan diabsobsi oleh fitoplankton dan masuk kedalam rantai makanan. Fosfor
dalam bentuk fosfat merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil
namun sangat esensial bagi organisme akuatik. Kekurangan fosfat juga dapat
menghambat pertumbuhan fitoplankton. Sumber- sumber alami fosfor diperairan
adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik (Effendi, 2003).
Fosfor tidak ditemukan bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk
senyawa organik terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan
kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga
tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut
umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati (Thaher, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 4

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 0 24

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 3

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 6

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 11

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 1 2

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 3

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 8