Eufemisme Dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Tingkeban Di Galang Kabupaten Deli Serdang Kajian Sosiolinguistik

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, ataupun
yang ada di luar bahasa dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami halhal tersebut (Kridalaksana, 1984:106).

2.1.1 Eufemisme
Eufemisme adalah perkataan yang baik atau halus yang memberikan kesan
baik

dan

digunakan

dalam

berbicara.

Penggunaan


dititikberatkan untuk menghindari kata tabu.

eufemisme

sendiri

Batasan tabu dalam suatu

masyarakat belumlah jelas, di dalam satu masyarakat sebuah kata tabu diucapkan
tetapi pada masyarakat lain kata itu tidak memiliki makna tabu. Namun,
kebanyakan kata-kata yang berbau seks dalam masyarakat dianggap tabu untuk
diucapkan di depan umum. Eufemisme lebih berhubungan dengan konsep budaya
(Allan dan Burridge, 1991:12).

2.1.2 Upacara Tujuh Bulanan Tingkeban dalam Adat Jawa
Bagi masyarakat Jawa sendiri upacara tujuh bulanan dikenal dengan
istilah mitoni atau tingkeban. Masyarakat Jawa menilai bahwa usia tujuh bulan
kehamilan seorang calon ibu merupakan usia kehamilan yang memiliki makna
tersendiri. Maknanya, jika Allah menghendaki, seorang bayi dapat lahir normal


Universitas Sumatera Utara

(tidak prematur) pada usia kehamilan tujuh bulan. Namun, jika bayi belum lahir
pada usia kehamilan tujuh bulan, maka orang tua akan melakukan selamatan
dengan membuat acara tingkeban (tujuh bulan), yaitu upacara selamatan atau
memohon keselamatan dan pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar
semuanya dapat berjalan lancar dan bayi yang di dalam kandungan beserta ibunya
tetap diberi kesehatan dan keselamatan.
Upacara tujuh bulanan atautingkeban memiliki berbagai simbol tindakan
dari sesaji ritual tingkeban. Dengandemikian, dapat terlihat bahwa masyarakat
Jawa memiliki harapan untuk keselamatan. Masyarakat Jawa menganggap
tingkeban sebagai ritual yang patut diperhatikan secara khusus. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa makna dan fungsi kultural selamatan upacara tersebut
adalah :
1. untuk mewariskan tradisi leluhur, agar tidak mendapatkan marabahaya,
2. untuk menjaga keseimbangan, keselarasan, kebahagiaan, dan keselamatan
hidup yaitu kondisi aman tentram tanpa gangguan makhluk lain atau alam
sekitar, dan
3. tradisi tujuh bulanan menggambarkan masyarakat Jawa yang berpikir

secara asosiasi.

2.2 Landasan Teori
Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan,
didukung oleh data dan argumentasi (Alwi, 2005:1177).

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah kajian yang objekif dan ilmiah mengenai manusia
di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada
di dalam masyarakat (Chaer 1995:3). Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa
tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik
umum melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana komunikasi di dalam
masyarakat.
Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian
nama pada bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak
akan terlepas dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu, bagaimanapun rumusan
mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak akan terlepas dari
persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Sosiolinguistik adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia
dalam masyarakat dan setiap kegiatan kemasyarakatan selalu berkaitan dengan
bahasa, baik dalam upacara kehamilan ataupun kematian. Begitu juga dalam
upacara tujuh bulanan adat Jawa. Upacara tujuh bulanan ini biasanya dilakukan
oleh seorang ibu yang mengandung anak pertama dan dibawakan oleh sesepuh
desa yang mengerti tentang tingkeban. Adapun bahasa yang digunakan dalam
upacara tujuh bulanan sedikit berbeda dari bahasa yang digunakan untuk
komunikasi sehari-hari. Bahasa yang harusnya digunakan dalam upacara ini
adalah bahasa Jawa krama inggil. Namun, masyarakat yang tinggal di Desa
Galang mencampurkan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko
dalam upacara tujuh bulanan. Percampuran bahasa ini terjadi karena sesepuh desa
tidak sepenuhnya mengerti tentang bahasa Jawa krama inggil.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Eufemisme
Eufemisme berasal dari kata Yunani euphemizein yang berarti berbicara
dengan kata-kata yang jelas dan wajar, yang diturunkan dari eu ‘baik’ dan phanai
‘berbicara’. Jadi secara singkat eufemisme berarti pandai berbicara, berbicara baik
(Tarigan, 1985).

Sebagai gaya bahasa, efemisme adalah semacam acuan berupa ungkapanungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan yang halus
untuk menggantikan acuan-acuan yang dirasa menghina, menyinggung perasaan
atau menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan (Gorys keraf, 1981:117).

2.2.3 Bentuk-bentuk Eufemisme
Menurut Dwi Sutana (2011:4), eufemisme dalam bahasa Jawa sekurangkurangnya dapat berupa kata, frasa, dan klausa. Selanjutnya, bentuk-bentuk
eufemisme tersebut dapat diuraikan sebagai berikut
1. Eufemisme berbentuk kata
Wedhawati (2006:37) kata adalah satuan terkecil di dalam tata
kalimat, keberadaan kata bersifat mendua, kata dapat berada baik di dalam
deskripsi morfologi maupun deskripsi sintaksis.
Eufemisme dalam bahasa Jawa yang berbentuk kata misalnya kata
sekeng ‘miskin’ lebih halus daipada melarat ‘miskin’ dan kata wuta ‘buta’
yang merupakan eufemisme dari kata picak ’buta’.
2. Eufemisme berbentuk frasa
Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih
dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan,2001:139). Frasa

Universitas Sumatera Utara


merupakan gabungan satu kata atau lebih yang tidak melampaui batas
fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan.
Eufemisme dalam bahasa Jawa yang berbentuk frasa misalnya
rada miring ‘gila’ untuk menggantikan kata edan ‘gila’ dan kata suda
rungu ‘kurang dengar’ untuk menggantikankata budheg ‘tuli’.
3. Eufemisme berbentuk klausa
Klausa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat atau
bentuk kalimat yang terdiri atas subjek dan predikat (Wedhawati 2006:32).
Eufemisme dalam bahasa Jawa yang berbentuk klausa misalnya nandhang
raga ‘menderita sakit’ eufemisme dari lara ‘sakit’ dan pada kata tinjo
akherat ‘meninjau akhirat’ eufemisme dari mati ‘meninggal’.

2.2.4 Fungsi Penggunaan Eufemisme
Penggunaan eufemisme oleh pemakai bahasa adalah untuk menggantikan
suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang
dipandang bernilai rasa halus. Dalam gejala pemakaian eufemisme, bentuk
terganti memiliki maksud yang sama dan referan ekstra lingual yang sama. Hanya
saja bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila dibandingkan dengan yang
belum diganti.

Fungsi eufemisme menurut Wijaya (2008:104-109), memiliki lima macam
fungsi, yaitu seperti berikut.

Universitas Sumatera Utara

1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan
Kata-kata

yang

memiliki

denotasi

tidak

senonoh,

tidak


menyenangkan atau mengerikan, berkonotasi rendah atau tidak terhormat,
harus diganti atau diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung
untuk menghindari berbagai hambatan dan konflik sosial. Contohnya, kata
pembantu memiliki konotasi yang agak rendah atau tidak terhormat, dan
orang yang memiliki profesi tersebut akan lebih senang jika disebut
pramuwisma.
2. Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu
Kata-kata yang dimaksudkan bertujuan untuk merahasiakan
sesuatu dari seseorang untuk menghindari menyakiti perasaan seseorang.
Misalnya dalam dunia kedokteran, eufemisme tidak hanya digunakan
untuk menghaluskan ucapan, tetapi juga digunakan untuk merahasiakan
sesuatu.

Seperti

penyakit-

penyakit

yang


bebahaya

dan

dapat

menimbulkan rasa khawatir pada orang yang menderitanya.
3. Sebagai alat untuk berdiplomasi
Eufemisme biasa digunakan oleh para pemimpin atau para pejabat
untuk menghargai atau memuaskan bawahan atau rakyatnya agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam pertemuan rapat
seorang pemimpin mengatakan akan menampung atau mempertimbangkan
usul-usul yang diajukan oleh peserta rapat walaupun sebenanya usul
tersebut ditolak. Hal ini dilakukan untuk menghargai para pemberi saran.

Universitas Sumatera Utara

4. Sebagai alat pendidikan
Penghalusan ucapan sebagai sarana edukatif untuk anak-anak

khususnya. Hal ini untuk menghindari penyebutan secara langsung katakata yang bernilai rasa kurang sopan. Seperti penyebutan pipis ’buang air
kecil’, guguk ‘anjing’ dan sebagainya.
5. Sebagai alat penolak bahaya
Ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan sangatlah penting
bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan sejumlah kata eufemisme
merupakan salah satu cerminan usaha manusia untuk memeroleh
ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan. Misalnya, dalam masyarakat
Jawa kata tikus diganti dengan kata denbagus. Hal ini dilakukan agar
mereka tidak mendapat gangguan dari binatang tersebut.

2.3 Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa
Pergeseran dan pemertahanan bahasa digunakan untuk melihat adakah
perbedaan bahasa yang digunakan pada saat upacara tujuh bulanan pada
masyarakat yang tinggal di luar pulau Jawa.

2.3.1 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan
bahasa oleh seorang pentutur atau sekelompok penutur yang dapat terjadi sebagai
akibat perpindahan dari suatu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kalau

seseorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang
menggunakan bahasa lain dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadi

Universitas Sumatera Utara

pergeseran bahasa. Untuk keperluan komunikasi, pendatang harus menyesuaikan
diri dengan bahasa penduduk setempat. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di
negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial
ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang imigran untuk datang
(Chaer,1995:187-190).

2.3.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah
sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa
tersebut d itengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas
secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika
sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya
dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu.
Sebagaimana yang dicontohkan Danie (dalam Chaer 1995:193) bahwa
menurunnya pemakaian beberapa bahasa di daerah Minahasa Timur adalah karena
pengaruh bahasa Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan
penggunaan bahasa Indonesia yang jangkauan pemakaiannya bersifat nasional.
Namun, ada kalanya bahasa pertama yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat
bertahan terhadap pengaruh penggunaan bahasa kedua yang lebih dominan.

2.3 Tinjauan Pustaka
Henry Guntur Tarigan (1985:143) mengatakan bahwa eufemisme berasal
dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti ‘berbicara’ dengan kata-kata yang
jelas dan wajar. Eufemisme ini merupakan turunan dari kata eu ‘baik’ dan phanai
‘berbicara’. Secara singkat eufemisme berarti ‘pandai berbicara’, ‘berbicara baik.

Universitas Sumatera Utara

Jadi eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan
yang dianggap lebih kasar, yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan.
Alia Retna Fitriani (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pemakaian
Eufemisme dalam Cekrak Majalah Jaya Baya Edisi April-Juli 2012”. Penulis
mendeskripsikan bentuk

kebahasaan, jenis referensi dan fungsi penggunaan

eufemisme dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi Apil- Juli 2012. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, dan
klausa dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi April-Juli 2012 yang merupakan
eufemisme. Teknik pengumpulan data dengan teknik baca dan teknik catat secara
teliti untuk menemukan data untuk diinterpretasi bentuk kebahasaan, jenis
referensi, dan fungsi penggunaan eufemisme. Teknik analisis data yang digunakan
oleh penulis adalah analisis data deskriptif yaitu : 1) mengidentifikasi data, 2)
mengklasifikasi data sesuai dengan bentuk kebahasaan, jenis referensi, dan fungsi
penggunaan eufemisme, dan 3) meneliti kebenaran pengklasifikasian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kebahasaan eufemisme yang
digunakan dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi April-Juli 2012 berupa kata,
frasa, dan klausa. Jika dilihat dari segi referensi eufemisme yang ditemukan yaitu
benda, bagian tubuh, orang, profesi, aktifitas, peristiwa, tempat, dan keadaan.
Kata yang bereferensi benda berfungsi untuk penghormatan. Kata yang
bereferensi bagian tubuh berfungsi untuk kekaguman. Kata bereferensi profesi
berfungsi

untuk

menghargai.

Kata

bereferensi

orang

berfungsi

untuk

penghormatan. Kata bereferensi aktifitas untuk hal yang tabu dan kriminal. Kata
bereferensi peristiwa berfungsi untuk hal kriminal. Kata bereferensi tempat
berfungsi untuk penghormatan. Kata bereferensi keadaan berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

penghormatan dan hal tabu. Frasa yang bereferensi orang untuk penghormatan.
Frasa yang bereferensi profesi berfungsi untuk menjaga nama baik. Frasa yang
bereferensi aktifitas berfungsi untuk hal yang tidak menyenangkan, yang
menakutkan, dan hal yang tabu. Frasa yang bereferensi peristiwa untuk
penghormatan dan hal yang tidak menyenangkan. Frasa yang bereferensi keadaan
berfungsi untuk hal yang tidak menyenangkan dan menghargai. Klausa yang
bereferensi aktifitas berfungsi untuk hal yang tabu, tidak menyenangkan, dan
menghargai. Klausa yang bereferensi keadaan berfungsi untuk hal yang tidak
menyenangkan dan menyedihkan. Hal ini bertujuan untuk menggantikan suatu
bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang dipandang
halus.
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk membantu peneliti dalam
menentukan bentuk-bentuk eufemisme untuk penelitian Eufemisme dalam
Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Tingkeban di Desa Galang Kabpaen Deli
Sedang yang akan dilakukan.
Dalam skripsi Ranti Oktaviani (2010) yang berjudul “Eufemisme dalam
Tuturan Asertif dan Direktif Bahasa Jepang”. Penulis meneliti melalui analisis
wacana dengan pendekatan sosiopragmatik serta dikaitkan dengan teori klasifikasi
tindak tutur ilokusi milik John Searle. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Dari hasil penelitian, peneliti
menemukan ungkapan-ungkapan eufemisme tersebut memiliki implikatur yang
berbeda berdasarkan tujuan tuturan yang hendak dicapai oleh penutur.
Berdasarkan hasil tersebut, peneliti dapat mengklasifikasikan ungkapan-ungkapan
efemisme ke dalam tuturan asertif dan direktif.

Universitas Sumatera Utara

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber bacaan dan referensi pengetahuan bagi pembaca juga diharapkan dapat
menjadi panduan untuk penelitian berikutnya terutama mengenai eufemisme
untuk bahasa di luar bahasa Indonesia. Diharapkan juga dapat bermanfaat bagi
pembaca yang berlatar belakang linguistik sebagai inspirasi dalam bidang ilmu
lain.
Diyan Nia Irawati (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis
Eufemisme pada Berita Utama Surat Kabar Solopos Edisi Bulan Januari 2015”.
Peneliti mengidentifikasi bentuk eufemisme yang muncul pada rubrik berita
utama surat kabar Solopos bulan Januari 2015 dan mengidentifikasi manfaat
pemakaian eufemisme pada rubik berita utama surat utama Solopos bulan Januari
2015, jenis penelitian ini kaualitatif. Hasil penelitian ini adalah : Pertama, bentuk
eufemisme

diklasifikasikan

menjadi

lima

yaitu

penggunaan

singkatan,

penggunaan kata serapan, penggunaan istilah asing, penggunaan metafora, dan
penggunaan perifrasis. Kedua, manfaat eufemisme diklasifikasikan menjadi dua
mengurangi rasa malu, dan untuk melaksanakan perintah agama.
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber bacaan dan referensi pengetahuan bagi pembaca juga diharapkan dapat
menjadi panduan untuk penelitian berikutnya. Diharapkan juga dapat bermanfaat
bagi pembaca yang berlatar belakang linguistik sebagai inspirasi dalam bidang
ilmu lain.

Sri Wahyuni (2012) dalam skripsinya “Macapat dalam Tradisi Tingkeban
pada Masyaaka Tionghoa di Desa Karangturi Kecamaan Lasem Kabupaten
Rembang” mengatakan bahwa penelitian ini didasarkan pada teori struktural

Universitas Sumatera Utara

untuk membahas struktur fisik dan batin. Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian objektif dengan metode analisis struktural. Sumber data dalam
penelitian ini adalah teks macapat dikembangkan saat tradisi tingkeban
masyarakat Tionghoa di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang
dengan menggunakan analisis struktural. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa struktur fisik terdiri dari perwajahan, pilihan kata, diwarnai dengan
perpaduan antara bahasa Jawa kuno dengan modern agar tampil lebih indah.
Struktur batin meliputi : Sense yang lebih banyak berisi sikap hidup yang teguh
dan sikap syukur kepada Tuhan serta memahami ajaran nabi. Feeling juga rasa
keteguhan yang dirasa penulisnya, toleransi serta pelaksanaan kebijaksanaan
dalam hidup. Tone mengajak pembaca segera bangun dari keterlenaan hidup.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membantu penulis dalam
metode dan pengumpulan data awal mengenai penelitian yang akan dilakukan
yaitu Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Tingkeban di Galang
Kabupaten Deli Serdang Kajian Sosiolonguistik.

Dalam skipsi “Pertuturan pada Upacara Tujuh Bulan atau Tingkeban
dalam Adat Jawa di Desa Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten
Labuhanbatu Utara” oleh Irma Sari (2009). Peneliti membahas tentang pertuturan
pada upacara tujuh bulan atau tingkeban dalam adat Jawa di Desa Sukarame
Kecamatan Kualuh Huluh Kabupaten Labuhanbatu Utara. Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode simak
dengan teknik simak bebas libat cakap yang dilanjutkan dengan teknik rekam dan
teknik catat. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode

Universitas Sumatera Utara

padan dengan teknik lanjutan teknik pilah unsur penentu. Hasil dari penelitian ini
adalah bentuk tuturan dalam upacara tujuh bulan dalam adat Jawa di Desa
Sukarame Kecamatan Labuhanbatu Utara meliputi tuturan refresentatif, direktif,
komisif, ekspresif, dan deklaratif dan fungsi yang terdapat dalam tindak tutur
dalam setiap tuturan dalam upacara tujuh bulan dalam adat Jawa di Desa
Sukarame Kecamatan Labuhanbatu Utara meliputi fungsi memohon, meminta,
memberitahukan, saran, memanjakan, doa, dan mendeklarasikan suatu acara.

Data dalam penelitian ini bermanfaat untuk membantu pengumpulan data
awal penelitian mengenai Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Tingkeban di Galang Kabupaten Deli Sedang Kajian Sosiolinguistik yang akan
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara