Perancangan Sistem Pengelolaan Persediaan Pupuk Urea Bersubsidi Oleh Vendor Berdasarkan Analisis Fluktuasi Permintaan (Bullwhip Effect) di PT. Pupuk Iskandar Muda Chapter III VII

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

Konsep Supply Chain
Supply chain adalah jaringan instansi-instansi yang secara bersama-sama

bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir (end user). Instansi-instansi tersebut biasanya termasuk supplier, instansi,
distributor, toko atau ritel, serta instansi-instansi pendukung seperti instansi jasa
logistik. (Pujawan, 2005).
Pada suatu supply chain ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama
adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan
ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun
sebaliknya. Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masingmasing divisi sering dibutuhkan oleh distributor maupun oleh instansi. Informasi
tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering
dibutuhkan oleh instansi. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering
dibutuhkan oleh instansi yang mengirim maupun yang menerima. Instansi
pengapalan


harus

membagi

informasi

seperti

ini

supaya

pihak-pihak

berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.

III-1
Universitas Sumatera Utara


III-2

Gambar 3.1 memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply chain.

Finansial : invoice, term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation

supplier

manufacturer

distributor

consumer

Ritel/toko

Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle,repair

Informasi : order, ramalan

Gambar 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang
Dikelola

Supply chain yang terdiri dari supplier, manufaktur, distributor dan retailer
secara keseluruhan seperti membentuk ‘perusahaan tunggal’ yang efisien dan
efektif yang memiliki kemampuan mengelola informasi. Supply chain memiliki
karakteristik sebagai berikut (Sinulingga, 2013):
1.

Keputusan yang diambil pada salah satu mata rantai akan mempengaruhi
mata rantai lainnya. Perubahan kebijakan pada salah satu atau beberapa
anggota di setiap level rantai pasok akan berpengaruh terhadap semua
anggota disetiap levelnya dari hulu sampai hilir.

2.

Perubahan permintaan pada konsumen/retailer akan memunculkan efek
perubahan (ketidakpastian) yang semakin besar terhadap perusahaan di

hulunya.

Hal

ini

memaksa

perusahaan

yang

berada

di

hulu

Universitas Sumatera Utara


III-3

merubah/menyesuaikan kebijakan persediaan agar lebih responsif terhadap
fluktuasi permintaan dari hilir.
3.

Waktu ancang-ancang (total replenishment time) yang pendek, efektif
meningkatkan kinerja rantai pasok.

4.

Akurasi peramalan tentang perubahan permintaan dan ketersediaan informasi
tentang permintaan aktual pada setiap level, efektif untuk mengurangi efek
negatif dari perubahan permintaan. Pengelolaan permintaan melalui kegiatan
seperti peramalan, pembukuan permintaan langsung, hingga penentuan
kebijakan order yang dilakukan secara telitiakan menurunkan deviasi antara
perencanaan dan pelaksanaan.

3.1.1. Supply Chain Management (SCM)
Istilah Supply Chain Management pertama kali dikemukakan oleh Oliver &

Weber pada tahun 1982 (cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Filosofi
Supply Chain Management menekankan perlu adanya koordinasi dan kalaborasi
yang baik antar fungsi organisasi pada suatu supply chain. Hal ini memperlihatkan
pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya pengukuran
kinerja didalam suatu organisasi tetapi juga antar pelaku sepanjang supply chain.

3.2. Bullwhip Effect
Bullwhip effect atau efek cambuk dinamai sesuai dengan tindakan cambuk
dimana setiap segmen yang lebih rendah akan berjalan lebih cepat dari pada yang
di atasnya jika dicambuk. Efek yang sama terjadi pada rantai pasok, namun dalam

Universitas Sumatera Utara

III-4

urutan terbalik (hilir ke hulu). Istilah bullwhip effect ini diciptakan oleh Procter
dan Gamble yang melihat adanya amplifikasi akibat distorsi informasi saat
informasi pesanan menyusuri rantai pasok (Buchmeister.B, 2008)
Fenomena bullwhip effect adalah terjadinya permintaan yang relatif
stabil di tingkat pelanggan akhir dan menjadi permintaan fluktuatif di bagian hulu

supply chain. Perbedaan atau variabilitas permintaan sering ditemukan pada suatu
supply chain (Pujawan, 2005). Fenomena ini diamati pada saluran distribusi
berbasis perkiraan (forecast). Efeknya mengindikasikan kurangnya sinkronisasi
antar setiap anggota rantai pasok. Karena pola pemesanan tidak sesuai dengan
pola permintaan, maka persediaan akan terakumulasi di berbagai tahap dalam
rantai pasok.
Ada empat penyebab utama terjadinya bullwhip effect, yaitu:
1. Demand Forecast Updating
Pembaharuan ramalan permintaan mempengaruhi tingkat akurasi peramalan
karena perusahaan mengetahui informasi terbaru terkait permintaan pelanggan
dan situasi pasar yang sebenarnya.
2. Order Batching
Ritel yang menjual produk dalam skala kecil akan memesan produk dalam
jumlah yang cukup besar dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini
menyebabkan distributor akan menerima order yang lebih fluktuatif
dibandingkan dengan permintaan yang dihadapi ritel.
3. Fluktuasi Harga

Universitas Sumatera Utara


III-5

Forward buying yang dilakukan ritel sebagai respon terhadap penurunan harga
mengakibatkan angka penjualan meningkat akibatnya distributor akan
memesan dalam jumlah yang besar ke pabrik. Pabrik merespon dengan
meningkatkan produksi dan memesan ke pemasok untuk mengantisipasi
terjadinya kekurangan bahan baku atau produk. Penyebab terjadinya
kekurangan ini antara lain, jumlah kebutuhan terhadap bahan baku/produk
yang tidak pasti dan pesanan bahan baku/produk tidak dapat datang tepat
waktu.
4. Rationing and Shortage Gaming
Penjual akan melakukan rationing pada saat permintaan lebih tinggi dari
persediaan. Rationing yang dimaksud adalah memenuhi seratus persen pesanan
pelanggan namun hanya sekian persen dari volume yang dipesan.
Bullwhip effect dapat dikurangi atau diatasi dengan beberapa pendekatan.
Beberapa pendekatan yang diyakini dapat mengurangi bullwhip effect adalah:
1. Information Sharing
Model

kolaborasi


CPFR

(Collaborative

Planning,

Forecasting,

and

Replenishment) merupakan solusi yang baik untuk mensinkronkan informasi di
semua pihak. Salah satu konsep CPFR yang menerapkan kolaborasi atau
koordinasi dekat antar produsen dan retailer adalah Vendor Managed
Inventory.
Pengelolaan persediaan oleh vendor atau VMI merupakan solusi terbaik untuk
mensinkronkan informasi, karena dalam metode ini distributor dan retailer
tidak lagi memutuskan apa, kapan, dan berapa produk yang akan dipesan,

Universitas Sumatera Utara


III-6

melainkan hanya memberikan informasi permintaan dari pelanggan mereka,
persediaan yang tersisa, serta informasi lain yang dapat mempengaruhi
penjualan dimasa yang akan datang. Dengan penerapan metode VMI ini
informasi yang diperoleh hanya bersifat umum, sedangkan informasi khusus
ada pada perusahaan. Oleh sebab itu, distorsi informasi dapat diminimasi
hingga dihilangkan.
Information sharing antara setiap anggota di level rantai pasok dan
pelanggan/konsumen sangat penting dalam membuat analisis antisipasi. Bagi
perusahaan, ketersediaan informasi tentang situasi operasi pelanggannya
seperti posisi persediaan setiap saat, estimasi permintaan terhadap produk dan
sebagainya sangat membantu untuk membuat antisipasi jadwal produksi,
pengiriman dan persediaan. Bagi pelanggan ketersediaan informasi tentang
perusahaan tentang status order, ketersediaan produk, dan sebagainya untuk
membuat perkiraan jumlah da jadwal pemesanan produk (Sinulingga, 2013).
2. Mengubah Struktur Supply Chain
Dengan struktur supply chain yang lebih ramping dan pendek, perusahaan
dapat langsung menerima pesanan dari pelanggan akhir sehingga perusahaan

dapat mengetahui pola permintaan yang sebenarnya.
3. Pengurangan Biaya-Biaya Tetap
Biaya-biaya tetap yang terlalu tinggi mengakibatkan produksi maupun
pengiriman tidak bisa dilakukan dengan ukuran batch yang kecil. Beberapa
cara untuk menghasilkan ukuran batch yang lebih kecil adalah mengurangi

Universitas Sumatera Utara

III-7

waktu setup produksi, mengurangi ukuran lot pemesanan, dan melakukan
inovasi pada manajemen transportasi dan distribusi.
4. Menciptakan Stabilitas Harga
Pemberian potongan harga (diskon) oleh penyalur ritel harus dikurangi atau
diarahkan ke pengurangan harga secara kontinyu. Ataupun jika kegiatan
promosi diadakan, semua pihak pada supply chain harus mengetahui situasi
tersebut.
5. Pengurangan Lead Time
Lead time dapat diperpendek dengan mengubah struktur supply chain mode
transportasi atau dengan cara-cara inovatif seperti cross docking dan perbaikan
manajemen penanganan order, penjadwalan ulang produksi maupun perbaikan
pengiriman yang lebih baik.
Ukuran bullwhip effect di suatu level supply chain merupakan
perbandingan antara koefisien variansi dari order yang diciptakan dengan
koefisien variansi dari permintaan yang diterima oleh eselon yang bersangkutan
(Disney dan Lambreet, 2008).
BullwhipEffect =

CV (order )
CV (demand )

Dimana;
CV (order ) =

S (order )
Mu (order )

CV (demand ) =

S (demand )
Mu (demand )

Sedangkan untuk parameter bullwhip effect adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

III-8

Dimana;
CV (order)

: Koefisien variabel penjualan

CV (demand) : Koefisien variabel permintaan
S

: Standar Deviasi jumlah permintaan atau penjualan

Mu

: Rata-rata jumlah permintaan atau penjualan

L

: Lead Time

P

: Periode pengamatan

3.3.

Vendor Managed Inventory
Vendor Managed Inventory adalah model pengelolaan persediaan dimana

keputusan waktu dan ukuran pengiriman ditentukan oleh pemasok dan pembeli
memberikan informasi yang up to date tentang persediaan yang tersisa dan
kebutuhan dari waktu ke waktu. Dengan mengetahui informasi-informasi tersebut,
pemasok akan menentukan sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke pembeli
dengan catatan pembeli memberikan informasi tentang kapasitas minimum dan
maksimum persediaan yang mereka harapkan (Pujawan, 2005).
Borade dan Bansod (2009) pun mendefinisikan pengelolaan persediaan
oleh vendor adalah sebuah strategi rantai pasok untuk memperoleh keuntungan
yang kompetitif melalui efektivitas dalam rantai pasok dimana pemasok
bertanggungjawab mengelola persediaan konsumen melalui aliran informasi yang
terjadi antara kedua belah pihak. Pengelolaan persediaan oleh vendor yang baik
dapat meningkatkan performansi rantai pasok dengan mengurangi tingkat

Universitas Sumatera Utara

III-9

persediaan dan meningkatkan frekuensi pengisian barang (Mahamani dan Rao
2010).
Berdasarkan Achabal et al (2000) dan Waller et al. (1999), Yao et al.
(2005) menyatakan bahwa keuntungan penerapan metode pengelolaan persediaan
oleh vendor adalah pengurangan biaya simpan baik pada pemasok, distributor
maupun retailer, peningkatan customer service level, seperti dengan pengurangan
waktu siklus pemesanan barang dan peningkatan frekuensi penggantian/pengisian
persediaan.
Penerapan pengelolaan persediaan oleh vendor membutuhkan keterbukaan
informasi (information sharing)

mengenai level persediaan dan jumlah

permintaan konsumen dari pihak retailer terhadap pemasok. Dengan cara seperti
ini pihak pemasok dapat melakukan perencanaan produksi, penjadwalan
pengiriman barang, pemenuhan persediaan retailer, perencanaan pembelian, serta
proses logistik lainnya dengan lebih baik. Yao et al (2005) membahas dua
fenomena yang terjadi dalam pengelolaan persediaan oleh vendor, yaitu
information sharing dan process integration (supply chain integration). Kedua
fenomena yang terjadi pada penerapan VMI ini memberikan keuntungan pada
pengelolaan sebuah rantai pasok.
Information sharing yang dilakukan antarpihak dalam rantai pasok ternyata
dapat mengurangi bullwhip effect. Berkurangnya bullwhip effect ini merupakan
pencapaian performansi yang baik dalam sebuah rantai pasok.
Penerapan strategi pengelolaan persediaan oleh vendor pada rantai pasok
melibatkan suatu kesepakatan antarpihak terkait. Penelitian Guneg (2010)

Universitas Sumatera Utara

III-10

membahas mengenai kondisi-kondisi yang terjadi dalam kesepakatan penerapan
strategi pengelolaan persediaan oleh vendor. Berdasarkan pembahasan tersebut
diketahui beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam suatu kesepakatan
yang akan mempengaruhi performansi penerapan strategi pengelolaan persediaan
oleh vendor, yaitu harga beli barang dari pemasok, batas-batas persediaan yang
diiingini oleh retailer, jumlah barang yang dapat dipenuhi oleh pemasok, variasi
permintaan dan sistem pembayaran. Dalam penelitian yang dilakukan Guneg
(2010), terdapat juga parameter-parameter lain yang diuji yaitu kapasitas produksi
pemasok, harga jual barang oleh retailer, proporsi ongkos pemesanan. Berbeda
dengan sistem tradisional yang membebankan seluruh ongkos/biaya pemesanan
pada retailer, pada pengelolaan persediaan oleh vendor ini terdapat pembagian
biaya pemesanan antara pemasok dan retailer dengan proporsi tertentu. Perbedaan
pengelolaan persediaan oleh vendor dengan sistem tradisional pun terdapat pada
aliran informasi antara retailer dan pemasok seperti pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2. Supply Chain dengan Vendor Managed Inventory

Pada Gambar 3.3. dapat dilihat model matematis yang diadaptasi dari sebuah studi
oleh Hohmann dan Zelewski (2011). Gambar tersebut menunjukkan bahwa
perhitungan jumlah order, dimulai dari level ritel. Jumlah pemesanan produk yang

Universitas Sumatera Utara

III-11

akan diajukan kepada pihak ritel ke distributor pusat (x3) haruslah sama dengan
jumlah permintaan yang diterima ritel dari konsumen pada periode t (N3).

Gambar 3.3. Model Umum Supply Chain Dengan Sistem VMI

Untuk level distributor, jumlah permintaan (N2) diperoleh dari jumlah pemesanan
dari ritel (x3) dan jumlah pemesanan yang akan diajukan ke pihak manufakftur
(x2) haruslah sama dengan jumlah permintaan (N2). Pada level distributor, selain
memperhitungkan jumlah order yang tidak dapat dipenuhi akibat kekurangan stok
(outstanding orders) dan persediaan aktual. Untuk level manufaktur, level ini
melakukan estimasi permintaan kembali berdasarkan permintaan konsumen akhir
dan jumlah pemesanan yang dilakukan ritel (x3). Pada level manufaktur, x1

Universitas Sumatera Utara

III-12

merupakan jumlah produk optimal yang harus disediaakan untuk memenuhi
jumlah permintaan.
Model matematis yang dapat menimbulkan distorsi informasi pada rantai
pasok, memperhitungkan jumlah persediaan aktual untuk setiap level. Pada
penerapan pengelolaan persediaan oleh vendor, terdapat dua faktor yang
diperhatikan yaitu pesanan dari hilir dan peramalan permintaan yang dilakukan
oleh level berdasarkan periode sebelumnya, yang biasanya menggunakan
exponential smoothing. Persamaan matematis ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Universitas Sumatera Utara

III-13

Gambar 3.4. Persamaan Matematis untuk Distorsi Informasi
Konsep pengelolaan persediaan oleh vendor (VMI) menghilangkan
perhitungan persediaan aktual dan menyamakan jumlah pesanan dan permintaan
pada level konsumen, ritel dan distributor. Persamaan matematis ini dapat dilihat
pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Persamaan Matematis untuk VMI dengan Distributor dan
Peramalan oleh Produsen

3.4. Peramalan
Peramalan (forecast) adalah pernyataan mengenai nilai yang akan datang
dari variabel seperti permintaan (Stevenson dan Choung, 2014). Artinya ramalan

Universitas Sumatera Utara

III-14

adalah prediksi mengenai masa depan. Sedangkan Sofjan Assauri (2016)
menyatakan bahwa prakiraan ramalan adalah kegiatan memprediksi nilai masa
depan, dengan dasar pengetahuan atau nilai masa lalu yang dipersiapkan.
Prakiraan

ramalan

mencakup

penggunaan

data

historis,

dengan

memproyeksikannya untuk masa depan yang menggunakan jenis model
matematis.
Analisa deret berkala (Time Series) pada umumnya selalu didasarkan atas
penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan
variabel waktu. Metode ini merupakan metode peramalan yang memperkirakan
permintaan konsumen/penjualan periode yang akan datang dengan menggunakan
data historis
Data deret berkala (time series) merupakan data yang dikumpulkan, dicatat
atau diobsevasi sepanjang waktu secara berurutan. Periode waktu observasi dapat
berbentuk tahun, kuartal, bulan, minggu dan dibeberapa kasus dapat juga hari atau
jam. Time series dianalisis untuk menemukan pola variasi masa lalu yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan nilai masa depan dan membantu dalam
manajemen operasi serta membuat perencanaan.
Analisis deret berkala dapat dilakukan dengan mengamati data dan melihat
apakah empat komponen data deret berkala yang mempengaruhi suatu pola data
masa lalu dan sekarang, yang cenderung berulang di masa mendatang terdapat di
data tersebut. Empat komponen pola deret waktu, antara lain:
1.

Trend, yaitu pergerakan data secara bertahap keatas atau kebawah secara
bertahun-tahun.

Universitas Sumatera Utara

III-15

2.

Musiman, yaitu pola data yang mengulang dengan sendirinya setelah satu
periode (hari, minggu, bulan, atau kuartalan) dan berfluktuasi secara
musiman

3.

Siklus, yaitu pola data yang terjadi setiap beberapa tahun. Siklus dari data
deret berkala akibat dari kondisi ekonomi atau peristiwa politi dan hal ini
sangat penting dalam analisis jangka pendek.

4.

Variasi secara acak, yaitu pola acak didalam data yang disebabkan oleh
adanya peristiwa yang tidak bisa diprediksi atau tidak beraturan

Ada 3 (tiga) teknik untuk menghitung deret berkala terdiri dari: metode rata-rata
bergerak (Moving Average), rata-rata bergerak tertimbang (Weight Average) dan
penghalusan eksponensial (Exponential Smoothing).
1.

Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average)
Rata-rata bergerak mengembangkan

suatu

model berdasarkan

hasil

perhitungan rata-rata dari sebagian besar penelitian dengan menggunakan
persamaan:
F1 = (At-1 + At-2 + … + Az) / N
Penjelasan:
F1 = Hasil peramalan untuk periode t
N = jumlah data penelitian
At = data historis penjualan/permintaan konsumen.
At-2 …. Az = data historis penjualan/ permintaan konsumen periode 2 hingga
t-n

Universitas Sumatera Utara

III-16

2.

Metode Rata-Rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average)
Metode ini sama dengan rata-rata bergerak, tetapi nilai terbaru dalam deret
berkala diberikan beban lebih besar untuk menghitung peramalan. Secara
matematis, rata-rata bergerak tertimbang ditunjukan sebagai berikut:
Rata-rata bergerak tertimbang = wnAt-n + wn-1At-(n-1) + ... + w1At-1
Penjelasan:
wn = bobot yang diberikan pada nilai terbaru
At-1 = nilai aktual pada periode t-1

3.

Metode Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing)
Peramalan Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing) merupakan
salah satu kategori metode time series yang menggunakan pembobotan data
masa lalu untuk melakukan peramalan. Besarnya bobot berubah menurun
secara eksponensial bergantung pada data histori. Berdasarkan bobot yang
digunakan, metode eksponensial terbagi menjadi tiga jenis yaitu: Metode
Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing dan Triple
Exponnetial Smoothing.
F2 = F1 + α (A1 – F1)
F2 = Hasil peramalan untuk periode t
α = koefisien penghalusan
A1 = data historis penjualan/permintaan konsumen
Beberapa

ukuran

digunakan

dalam

praktiknya

untuk menghitung

keseluruhan dalam kesalahan peramalan. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan
untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, sejalan dengan untuk

Universitas Sumatera Utara

III-17

memonitor peramalan untuk memastikan bahwa mereka berfungsi dengan baik.
Tiga ukuran yang paling terkenal adalah deviasi rata-rata yang absolut (mean
absolute deviation—MAD), kesalahan rata-rata-rata yang dikuadratkan (mean
squared error—MSE), dan kesalahan persentase rata-rata yang absolut (mean
absolute percent error—MAPE). Tetapi disini akan ditambahkan kesalahan ratarata (mean error—ME) sebagai acuan pertama mencari nilai error.

3.5. Pengendalian Persediaan dengan Pendekatan Sistem (s,S)
Model persediaan stokastik dirancang untuk menganalisis sistem persediaan
dimana terdapat ketidakpastian yang perlu dipertimbangkan mengenai permintaan
dimasa yang akan datang (Hillier & Lieberman, 2008). Pengelolaan persediaan
untuk sistem ini menerapkan tinjauan kontinu. Tinjauan kontinu berarti tingkat
persediaan diamati dengan dasar kontinu, maka pesanan dapat dipenuhi secepat
mungkin jika level persediaan mulai habis hingga pada titik pemesanan ulang.
Sistem persediaan kontinu untuk produk akan didasarkan pada dua angka
kritis, yaitu titik pemesanan ulang (s) dan kuantitas pesanan (Q). Untuk
perusahaan yang mengatur persediaan produk akhirnya, pesanan untuk
menjalankan suatu produksi akan sama dengan (Q). Untuk retailer atau
distributor, pesanan merupakan suatu pesanan pembelian dengan Q unit produk.
Sistem persediaan dasar adalah respon terhadap kesulitan masing-masing
level yang memutuskan kapan harus mengisi kembali persediaan mereka
berdasarkan permintaan dari level yang lebih rendah. Perubahan utamanya adalah
membuat informasi permintaan akhir untuk pengambilan keputusan di semua

Universitas Sumatera Utara

III-18

anggota level. Ini memerlukan penggunaan sistem komunikasi yang efektif yang
memberikan informasi tepat waktu dan akurat. Hal ini juga memerlukan tingkat
kepercayaan yang tinggi. Setiap anggota level membuat jadwal pengisian
persediaan kembali berdasarkan permintaan pelanggan aktual dan dari tingkat hilir
berikutnya.
Tipe sistem persediaan dasar yang paling umum, adalah sistem order upto-level dimana keputusan untuk persediaan hanya didasarkan pada posisi
persediaan periode sebelumnya dan permintaan langsung. Disini sistem (s,S)
lebih tepat dalam situasi multilevel/multiechelon. Untuk setiap persediaan di
anggota level diisi secara independen, sebuah pesanan ditetapkaan berdasarkan
perkiraan permintaan dengan salah satu metode peramalan. Selanjutnya, titik
pemesanan disusun, dengan menggunakan perkiraan permintaan produk
berdasarkan leadtime (Silver dkk, 1998)
Pada pengelolaan persediaan oleh vendor menggunakan kebijakan
pengendalian persediaan dengan sistem (s,S). Metode ini dikenal juga dengan
istilah order up to level. Karena review dilakukan secara kontinu maka ketika
persediaan mencapai level s (reorder point) maka akan dilakukan pemesanan
dalam jumlah tertentu sehingga persediaan mencapai level maksimum (S) (Li dan
Liu, 2006).
Perhitungan awal yang digunakan nanti berupa reorder point (s), nilai
maksimum (S), order cost, holding cost, stock awal, lead time dan data
permintaan pelanggan distributor hasil pembangkitan bilangan acak. Untuk input
awal data order cost, holding cost, stock awal dan lead time merupakan data yang

Universitas Sumatera Utara

III-19

diperoleh dari perusahaan. Sedangkan untuk input awal s dan S didapat dari
perhitungan dengan persamaan berikut:
1. Kuantitas Pesanan Optimum (Q*)
Jumlah produk optimum yang diminta dari distributor kepada manufaktur
dalam satu periode.
Q* = (2C 0 D / h)

2. Safety Stock (SS)
Batas minimum persediaan yang harus dimiliki oleh perusahaan tidak
mengalami kekurangan persediaan yang dapat mengganggu proses produksi.
SS = (Z x sd x l)
3. Reorder Point (ROP)
Batasan/titik yang digunakan untuk menentukan kapan waktu yang tepat bagi
perusahaan untuk melakukan pemesanan atau pembelian persediaannya
kembali.
ROP = (D x l ) + safety stock
4. Maximum Stock (S)
Jumlah produk maksimum yang diperbolehkan disimpan dalam persediaan.
S = ROP + Jumlah Pemesanan
Keterangan:
D
L

: Jumlah permintaan rata-rata (unit)
: Lead time, jangka waktu yang dibutuhkan dari pelepasan order sampai
produk diterima oleh distributor.

Universitas Sumatera Utara

III-20

C0

: Order Cost, biaya pesan yaitu biaya yang dikenakan kepada distributor
dalam sekali pemesanan produk.

H

: Holding Cost, biaya simpan yaitu biaya yang dikenakan kepada
distributor dan perusahaan akibat adanya modal yang tertananm dalam
persediaan.

Sd

: standar deviasi

Z

: nilai tabel Z

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Pupuk Iskandar Muda yang berlokasi di Jalan

Lintas Medan – Banda Aceh, Desa Krueng Geukuh, Kabupaten Aceh Utara,
Provinsi Aceh. Waktu penelitian adalah dari bulan April 2017 hingga Juni 2017.

4.2.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (Case Study). Studi kasus

termasuk dalam penelitian analisis deskriptif , yaitu penelitian yang dilakukan
terfokus pada suatu kasus tertentu untuk diamati dan dianalisis secara cermat
sampai tuntas. Penelitian studi kasus bertujuan untuk menjelaskan objek yang
diteliti secara menyeluruh dan

komprehensif sehingga dapat dilakukan

penyelesaian dengan tepat.

4.3.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah permintaan pupuk urea bersubsidi yang

diproduksi oleh PT. Pupuk Iskandar Muda. Penelitian ini difokuskan pada
pengukuran nilai Bullwhip Effect dan dilakukan pengurangan dari nilai Bullwhip
effect dengen metode pengelolaan persediaan oleh vendor (VMI). Selanjutnya
dilakukan pengelolaan persediaan.

Universitas Sumatera Utara

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Jumlah permintaan distributor pusat
Jumlah permintaan produk yang diterima distributor pusat yang telah
ditambahkan dengan hasil peramalan permintaan yang dilakukan distributor
pusat di setiap bulan selama 10 tahun terakhir (2007 – 2016).

2.

Jumlah permintaan retailer
Jumlah permintaan produk yang diterima oleh retailer di setiap bulan selama
6 tahun terakhir (2011 – 2016).

3.

Jumlah pemesanan distributor pusat

Jumlah produk yang dipesan oleh distributor pusat kepada perusahaan
disetiap bulan selama 10 tahun terakhir (2007 – 2016).
4.

Jumlah pemesanan retailer
Jumlah produk yang dipesan oleh retailer kepada distributor pusat disetiap
bulan selama 6 tahun terakhir (2011 – 2016).

5.

Jumlah penjualan produk oleh perusahaan
Jumlah penjualan pupuk urea bersubsidi yang dihasilkan perusahaan disetiap
bulan selama 10 tahun terakhir (2007 – 2016).

6.

Jumlah peramalan permintaan oleh perusahaan
Jumlah estimasi permintaan pupuk urea bersubsidi yang dihitung oleh
perusahaan di setiap bulan selama 10 tahun terakhir (2007 – 2016).

Universitas Sumatera Utara

4.5.

Kerangka Konseptual
Suatu penelitian dapat dilaksanakan jika perancangan kerangka konseptual

yang baik telah tersedia sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis.
Kerangka konsep inilah yang merupakan landasan awal dalam melaksanakan
penelitian.
Kerangka konseptual dari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara

Jumlah
Jumlah Permintaan
Permintaan
Distributor
Distributor Pusat
Pusat
Jumlah
Jumlah Permintaan
Permintaan Retailer
Retailer

Identifikasi
Identifikasi Level
Level Rantai
Rantai
Pasok
Pasok

Jumlah
Jumlah Penjualan
Penjualan Produk
Produk
Perusahaan
Perusahaan

Kebijakan
Kebijakan Order
Order
Nilai
Nilai Bullwhip
Bullwhip Effect
Effect
Historis
Historis

Metode
Metode Pengelolaan
Pengelolaan
Persediaan
Persediaan Oleh
Oleh
Vendor
Vendor

Jumlah
Jumlah Pemesanan
Pemesanan Produk
Produk
Distributor
Distributor Pusat
Pusat

Minimisasi
Minimisasi Nilai
Nilai
Bullwhip
Bullwhip Effect
Effect

Pengelolaan
Pengelolaan Persediaan
Persediaan

Jumlah
Jumlah Pemesanan
Pemesanan Produk
Produk
Retailer
Retailer
Jumlah
Jumlah Peramalan
Peramalan
Permintaan
Permintaan Produk
Produk

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.6.

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah yang

terdapat pada blok diagram berikut:

MULAI

Studi Pendahuluan
1. Kondisi Perusahaan
2. Mekanisme pemesanan
3. Masalah-masalah perusahaan

Studi Literatur
1. Teori Buku
2. Referensi Jurnal Penelitian

Identifikasi Masalah Awal
Terdapat quantity gap
Pengumpulan Data
1. Data primer
- Prosedur pemesanan dan pengiriman produk jadi
2. Data sekunder
- Hasil ramalan jumlah produksi perusahaan
- Jumlah penjualan produk
- Jumlah permintaan distributor
- Jumlah permintaan retailer
- Biaya pesan, biaya simpan
- Waktu pemesanan
Pengolahan Data
1. Perhitungan nilai bullwhip effect historis setiap level
rantai pasok
2. Perhitungan permintaan aktual dengan metode peramalan
3. Perhitungan kebijakan order dengan metode VMI
4. Perhitungan nilai bullwhip effect setelah implementasi
metode VMI
5. Perhitungan pengelolaan persediaan untuk setiap level
rantai pasok
Analisis Pemecahan Masalah
1. Analisis bullwhip effect
2. Analisis penyebab bullwhip effect
3. Analisis penerapan VMI
4. Analisis pengelolaan persediaan
a. Pendataan
b. Pengolahan data (penentuan ROP dan Max.Stock)
c. Pergudangan, Jumlah persediaan dan distribusi
Kesimpulan dan Saran

SELESAI

Gambar 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan berdasarkan data permintaan dan penjualan

yang dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan nilai Bullwhip Effect saat ini,
selanjutnya minimisasi nilai Bullwhip Effect dengan metode pengelolaan
persediaan oleh vendor. Output dari pengolahan data ini adalah jumlah optimal
pemesanan produk yang selanjutnya akan digunakan untuk pengelolaan
persediaan produk. Pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.

Mengidentifikasi rantai pasok perusahaan.

2.

Menghitung nilai bullwhip effect histrosi setiap level rantai pasok.

3.

Menghitung jumlah permintaan aktual konsumen dengan dua metode
peramalan.

4.

Menghitung nilai kesalahan peramalan untuk menentukan metode peramalan
yang lebih akurat.

5.

Menghitung kebijakan jumlah order dengan menerapkan metode pengelolaan
persediaan oleh vendor untuk setiap level rantai pasok

6.

Menghitung nilai bullwhip effect setelah penerapan metode pengelolaan
persediaan oleh vendor.

7.

Menghitung persediaan maksimum, titik pemesanan kembali dan persediaan
pengaman untuk setiap level rantai pasok untuk pengelolaan persediaan.

4.8.

Analisis Pemecahan Masalah
Hasil pengolahan data kemudian dianalisa untuk mendapatkan penyebab dari

masalah bullwhip effect dan mencari pemecahan dari masalah yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Analisis faktor dan pengurangan nilai bullwhip effect dilakukan dengan metode
pengelolaan persediaan oleh vendor. Solusi permasalahan tersebut akan
diselesaikan dengan menerapkan metode pengelolaan persediaan oleh vendor
dengan sistem pengelolaan persediaan oleh perusahaan yang menggunakan
kebijakan order dari pengelolaan persediaan oleh vendor.

4.9.

Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan analisis dan metode yang diberikan maka kesimpulan yang

dapat ditarik yaitu perbaikan sistem rantai pasok dalam meminimisasi fluktuasi
permintaan dan usulan perbaikan sistem rantai pasok dalam upaya mengantisipasi jika
fluktuasi permintaan tetap terjadi. Saran yang diberikan untuk penelitian

selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini dan solusi akhir penelitian
yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan dan Pengolahan Data untuk Nilai Bullwhip Effect Historis
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menghitung nilai bullwhip effect
historis terbagi tiga, yaitu pertama untuk manufaktur meliputi data penjualan
pupuk urea bersubsidi dan hasil estimasi jumlah permintaan pupuk urea bersubsidi
selama 10 tahun. Kedua untuk level distributor pusat, data pemesanan pupuk urea
yang diajukan ke pihak manufaktur dan data permintaan yang diterima distributor
dari pihak ritel selama 10 tahun. Ketiga untuk level ritel, data pemesanan pupuk
urea yang diajukan ke pihak distributor pusat dan data permintaan konsumen yang
diterima dan diestimasi pihak ritel selama 6 tahun.

5.1.1. Pengumpulan dan Pengolahan Data Nilai Bullwhip Effect Historis
untuk Level Manufaktur
Data-data yang diperlukan untuk menghitung nilai bullwhip effect historis
di PT. Pupuk Iskandar Muda selama 10 tahun adalah data penjualan pupuk urea
bersubsidi (Order) dan hasil estimasi jumlah permintaan pupuk urea bersubsidi
(Demand). Tabulasi data penjualan dan permintaan selama 10 tahun dapat dilihat
pada Tabel 5.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1. Jumlah Penjualan dan Permintaan Pupuk Urea Bersubsidi
pada Level Manufaktur
Tahun

Bulan

Order

Demand

Januari

4863

Februari

Bulan

Order Demand

3204

Januari

4998

5076

7315

3576

Februari

5652

4289

Maret

6179

3597

Maret

4910

6664

April

6775

4932

April

7568

2850

Mei

4766

6951

Mei

4464

5981

Juni

7002

5350

Juni

6978

4403

2007

Tahun

2009
Juli

6316

5401

Juli

5468

4120

Agustus

8953

5518

Agustus

3865

4603

September

3108

6073

September

3878

5009

Oktober

4061

5323

Oktober

6960

3423

November

8460

4232

November

4607

3436

Desember

6154

6250

Desember

2609

4380

Januari

4653

5701

Januari

5428

4836

Februari

3831

3663

Februari

3387

3854

Maret

6162

5081

Maret

7929

4726

April

4219

2670

April

5541

4781

Mei

2894

4754

Mei

8468

6707

Juni

2553

4304

Juni

7210

5291

2008

2010
Juli

4357

3366

Juli

7665

3742

Agustus

5978

5275

Agustus

6022

4173

September

5793

3825

September

3728

3361

Oktober

3772

4247

Oktober

3999

3976

November

6082

4158

November

4052

3802

Desember

6100

5667

Desember

5727

4990

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1. Jumlah Penjualan dan Permintaan Pupuk Urea Bersubsidi
pada Level Manufaktur (Lanjutan)
Tahun

Bulan

Order

Januari

5753

Februari

Demand Tahun

Bulan

Order Demand

4619

Januari

7455

5775

7736

5603

Februari

7542

4110

Maret

5439

7366

Maret

4646

5442

April

7112

3550

April

2541

5745

Mei

5009

3555

Mei

2414

3156

Juni

4319

5722

Juni

8783

4827

2011

2012

2013
Juli

6286

4516

Juli

5091

5527

Agustus

4136

5829

Agustus

6479

7162

September

6069

4180

September

7114

6867

Oktober

4899

3684

Oktober

5290

5208

November

6910

3942

November

9411

4241

Desember

4725

3744

Desember

10449

3827

Januari

6593

5340

Januari

7956

6361

Februari

6365

3444

Februari

9996

6804

Maret

6253

5351

Maret

5651

4894

April

7864

3653

April

5814

4617

Mei

4651

5407

Mei

4137

5149

Juni

6059

6550

Juni

12826

9083

Juli

8931

4357

Juli

7095

4716

Agustus

7303

2825

Agustus

5677

4513

September

6680

3901

September

6378

6957

Oktober

6905

4791

Oktober

3665

5300

November

4792

5240

November

2922

4029

Desember

4386

4383

Desember

4417

4508

2014

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1. Jumlah Penjualan dan Permintaan Pupuk Urea Bersubsidi
pada Level Manufaktur (Lanjutan)
Tahun

Bulan

Order

Januari

8092

Februari

Bulan

Order Demand

6076

Januari

9143

6553

4588

5174

Februari

6457

5375

Maret

8994

9213

Maret

5315

5159

April

9932

6207

April

3854

3106

Mei

7624

4013

Mei

5691

4324

Juni

3718

5350

Juni

5329

3888

Juli

3925

5150

Juli

4247

3556

Agustus

4096

4943

Agustus

6999

4917

September

8807

4286

September

4997

4504

Oktober

5663

6085

Oktober

4912

5077

November

4509

5997

November

6788

5531

Desember

5948

3621

Desember

11209

7560

2015

Demand Tahun

2016

Sumber: PT. Pupuk Iskandar Muda

Perhitungan nilai bullwhip effect untuk level manufaktur dilakukan pada setiap
tahun, untuk mengetahui fluktuasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun terakhir.
Langkah-langkah perhitungan nilai bullwhip effect pada level manufaktur untuk
tahun 2016 adalah sebagai berikut.
1.

Menghitung rata-rata penjualan dan permintaan produk selama tahun 2016
Mu (order)

=

Mu (demand)

=

= 6244,9167
= 4962,5000

Universitas Sumatera Utara

2.

Menghitung standar deviasi penjualan dan permintaan produk selama
tahun 2016
S (order)

=

=
= 2110,5030
S (demand)

=

=
= 1243,9354
3.

Menghitung koefisien variansi dari penjualan dan permintaan produk
selama tahun 2016
CV (order ) =

CV (demand ) =

4.

=

= 0,3380

=

= 0,2507

Menghitung nilai Bullwhip Effect di PT. Pupuk Iskandar Muda pada tahun
2016
Bullwhip Effect =

5.

=

= 1,3482

Menentukan apakah terjadi bullwhip effect di PT. Pupuk Iskandar Muda
pada tahun 2016

Universitas Sumatera Utara

Dimana L adalah leadtime yaitu satu bulan dan P adalah periode
pengamatan adalah 120 bulan.

1,3482 > 1, 0167
Berdasarkan perbandingan dengan parameter bullwhip effect, telah terjadi
fenomena bullwhip effect di PT. Pupuk Iskandar Muda pada tahun 2016.
Rekapitulasi nilai bullwhip effect di PT.Pupuk Iskandar Muda selama 10 tahun
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Manufaktur
Tahun

Rata-rata (Mu) S.Deviasi (s)

CV

Order

6162.6667

1728.9687

0.28056

Demand

5033.9167

1166.9163

0.23181

Order

4699.5000

1302.9375

0.27725

Demand

4392.5833

938.0333

0.21355

Order

5163.0833

1458.1283

0.28241

Demand

4519.5000

1074.5153

0.23775

Order

5763.0000

1752.2894

0.30406

Demand

4519.9167

911.1787

0.20159

Order

5699.4167

1151.1491

0.20198

Demand

4692.5000

1194.9330

0.25465

Order

6398.5000

1334.0059

0.20849

Demand

4603.5000

1044.0216

0.22679

Order

6434.5833

2538.0784

0.39444

Demand

5157.2500

1195.0498

0.23172

2007

BE
1.21028

2008

1.29830

2009

1.18786

2010

1.50829

2011

0.79316

2012

0.91930

2013

1.70222

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.2. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Manufaktur (Lanjutan)
Tahun

Rata-rata (Mu) S.Deviasi (s)

CV

Order

6377.8333

2815.2302

0.44141

Demand

5577.5833

1457.8035

0.26137

Order

6324.6667

2246.7008

0.35523

Demand

5509.5833

1445.4712

0.26236

Order

6244.9167

2110.5030

0.33796

Demand

4962.5000

1243.9354

0.25067

2014

BE
1.68884

2015

1.35399

2016

1.34822

Grafik variabilitas permintaan dan penjualan pupuk selama 10 tahun di PT.Pupuk
Iskandar Muda dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Variabilitas Permintaan dan Penjualan di Level Manufaktur
Selama 10 Tahun

Universitas Sumatera Utara

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun di PT.Pupuk Iskandar Muda
dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Manufaktur Selama 10
Tahun

Berdasarkan gambar 5.2. dapat dilihat selama 10 tahun telah terjadi fenomena
bullwhip effect di level manufaktur. Pada tahun ke 5 dan ke 6 terjadi penurunan
yang signifikan terhadap nilai BE hingga dibawah parameter, namun tahun
selanjutnya terjadi peningkatan kembali.

5.1.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data Nilai Bullwhip Effect Historis
untuk Level Distributor Pusat
Data-data yang diperlukan untuk menghitung nilai bullwhip effect historis
di level distributor pusat selama 10 tahun adalah data pemesanan pupuk urea
bersubsidi ke manufaktur (Order) dan jumlah permintaan pupuk urea bersubsidi
yang diterima dari level ritel (Demand). Tabulasi data penjualan dan permintaan

Universitas Sumatera Utara

selama 10 tahun untuk distributor Kab. Langsa, Kab. Pidie, Kab. Aceh Besar,
Kab. Naganraya dan Kab. Kutacane dapat dilihat pada Lampiran.
Langkah-langkah perhitungan nilai bullwhip effect pada level distributor
pusat di Kab.Langsa berdasarkan data jumlah permintaan dan pemesanan untuk
tahun 2016 adalah sebagai berikut.
1.

2.

Menghitung rata-rata penjualan dan permintaan produk selama tahun 2016
Mu (order)

=

Mu (demand)

=

= 1072,75
= 736,33

Menghitung standar deviasi penjualan dan permintaan produk selama
tahun 2016
S (order)

=

=
= 301,7269
S (demand)

=

=
= 128,0265

3.

Menghitung koefisien variansi dari penjualan dan permintaan produk
selama tahun 2016
CV (order ) =

=

= 0,2813

Universitas Sumatera Utara

CV (demand ) =

4.

=

= 0,1739

Menghitung nilai Bullwhip Effect untuk distributor pusat Kab.Langsa pada
tahun 2016
Bullwhip Effect =

5.

=

= 1,617

Menentukan apakah terjadi bullwhip effect di PT. Pupuk Iskandar Muda
pada tahun 2016

Dimana L adalah leadtime yaitu satu bulan dan P adalah periode
pengamatan adalah 120 bulan.

1,617 > 1, 0167

Berdasarkan perbandingan dengan parameter bullwhip effect, telah terjadi
fenomena bullwhip effect pada level distributor pusat di Kab.Langsa pada tahun
2016. Rekapitulasi nilai bullwhip effect level distributor pusat di Kab.Langsa
selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada Level
Distributor Pusat Kab.Langsa

Tahun

Rata-rata (Mu) S.Deviasi (S)

CV

Order

712.4167

138.1840

0.1940

Demand

534.6667

124.3443

0.2326

2007

BE
0.8340

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.3. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Langsa (Lanjutan)
Tahun

Rata-rata (Mu) S.Deviasi (S)

CV

Order

735.8333

119.2635

0.1621

Demand

521.5833

67.7314

0.1299

Order

714.5833

143.7741

0.2012

Demand

697.0833

124.8428

0.1791

Order

687.0833

139.5867

0.2032

Demand

571.7500

94.9460

0.1661

Order

951.5000

300.1229

0.3154

Demand

663.7500

141.6495

0.2134

Order

680.0000

124.0586

0.1824

Demand

564.4167

93.7069

0.1660

Order

749.7500

126.4409

0.1686

Demand

658.3333

70.6146

0.1073

Order

1001.1667

217.8639

0.2176

Demand

799.7500

111.5821

0.1395

Order

1022.1667

270.0131

0.2642

Demand

779.4167

113.4248

0.1455

Order

1072.7500

301.7269

0.2813

Demand

736.3333

128.0265

0.1739

2008

BE
1.2481

2009

1.1234

2010

1.2234

2011

1.4780

2012

1.0989

2013

1.5723

2014

1.5597

2015

1.8152

2016

1.6177

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun pada distributor pusat
di Kab.Langsa dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.3. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Distributor Pusat
Kab.Langsa Selama 10 Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bullwhip effect selama 10 tahun dan grafik
variasi nilai bullwhip effect, dapat dilihat bahwa nilai bullwhip effect yang
diperoleh setiap tahun meningkat dan diatas nilai parameter (1.0167). Sehingga
selama 10 tahun terakhir, fenomena bullwhip effect telah terjadi di distributor
pusat Kab.Langsa. Nilai bullwhip effect terbesar berada di tahun 2015, yaitu
mencapai 1.8152.
Analogi dengan perhitungan yang sama untuk level distributor pusat
Kab.Pidie berdasarkan data jumlah permintaan dan pemesanan Kab.Pidie yang
terdapat pada lampiran, diperoleh nilai bullwhip effect historis selama 10 tahun
seperti tabel berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.4. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Pidie
Tahun

Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

Order

1009.1667

246.2895

0.2441

Demand

797.7500

114.2415

0.1432

Order

971.2500

184.7500

0.1902

Demand

824.5000

140.2358

0.1701

Order

992.3333

202.6786

0.2042

Demand

782.6667

96.0107

0.1227

Order

1002.7500

246.2911

0.2456

Demand

839.5000

105.9472

0.1262

Order

919.2500

193.1340

0.2101

Demand

839.5833

109.8184

0.1308

Order

1010.4167

137.7339

0.1363

Demand

819.3333

73.3340

0.0895

Order

978.2500

148.8832

0.1522

Demand

776.2500

96.0758

0.1238

Order

919.5000

90.8050

0.0988

Demand

820.7500

58.8189

0.0717

Order

891.0833

139.7813

0.1569

Demand

745.2500

101.6215

0.1364

Order

1030.7500

272.4319

0.2643

Demand

827.6667

151.9709

0.1836

2007

BE
1.7042

2008

1.1184

2009

1.6650

2010

1.9462

2011

1.6063

2012

1.5230

2013

1.2297

2014

1.3780

2015

1.1504

2016

1.4395

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun pada distributor pusat di
Kab.Pidie dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.4. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Distributor Pusat
Kab.Pidie Selama 10 Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bullwhip effect selama 10 tahun dan grafik
variasi nilai bullwhip effect, dapat dilihat bahwa nilai bullwhip effect yang
diperoleh setiap tahun meningkat dan diatas nilai parameter (1.0167). Sehingga
selama 10 tahun terakhir, fenomena bullwhip effect telah terjadi di distributor
pusat Kab.Pidie. Nilai bullwhip effect terbesar berada di tahun 2010, yaitu
mencapai 1.9462.
Analogi dengan perhitungan yang sama untuk level distributor pusat
Kab.Aceh Besar berdasarkan data jumlah permintaan dan pemesanan Kab.Aceh
Besar yang terdapat pada lampiran, diperoleh nilai bullwhip effect historis selama
10 tahun seperti tabel berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.5. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada Level
Distributor Pusat Kab.Aceh Besar

Tahun

Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

Order

585.3333

78.3005

0.1338

Demand

471.5833

39.9851

0.0848

Order

570.1667

50.3566

0.0883

Demand

479.0833

38.5144

0.0804

Order

617.0000

114.2390

0.1852

Demand

475.9167

59.9431

0.1260

Order

555.9167

91.6301

0.1648

Demand

492.4167

52.1788

0.1060

Order

596.7500

70.4816

0.1181

Demand

463.2500

25.7439

0.0556

Order

582.0000

69.3620

0.1192

Demand

471.5833

33.1757

0.0703

Order

575.5000

69.0237

0.1199

Demand

480.0833

33.0824

0.0689

Order

571.5000

101.6979

0.1779

Demand

484.0000

48.0076

0.0992

Order

623.0000

102.9704

0.1653

Demand

478.6667

37.3371

0.0780

Order

528.2500

77.5337

0.1468

Demand

343.0833

36.3880

0.1061

2007

BE
1.5777

2008

1.0986

2009

1.4700

2010

1.5555

2011

2.1253

2012

1.6941

2013

1.7405

2014

1.7940

2015

2.1189

2016

1.3839

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun pada distributor pusat di
Kab.Aceh Besar dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.5. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Distributor Pusat
Kab.Aceh Besar Selama 10 Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bullwhip effect selama 10 tahun dan grafik
variasi nilai bullwhip effect, dapat dilihat bahwa nilai bullwhip effect yang
diperoleh lebih besar dari nilai parameter. Nilai bullwhip effect terbesar berada di
tahun 2011 dan 2015, yaitu mencapai 2.1253 dan 2.1189.
Analogi dengan perhitungan yang sama untuk level distributor pusat
Kab.Naganraya

berdasarkan

data

jumlah

permintaan

dan

pemesanan

Kab.Naganraya yang terdapat pada lampiran, diperoleh nilai bullwhip effect
historis selama 10 tahun seperti tabel berikut ini.
Tabel 5.6. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Naganraya
Tahun

Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

Order

927.2500

56.7805

0.0612

Demand

833.0000

47.4322

0.0569

2007

BE
1.0754

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.6. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Naganrayan(Lanjutan)
Tahun

Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

Order

930.2500

47.7667

0.0513

Demand

838.3333

41.3814

0.0494

Order

899.0000

47.0628

0.0524

Demand

861.2500

40.2811

0.0468

Order

931.5833

65.9951

0.0708

Demand

855.1667

46.2696

0.0541

Order

910.9167

55.7812

0.0612

Demand

864.4167

45.5940

0.0527

Order

915.5833

43.4060

0.0474

Demand

831.1667

31.9170

0.0384

Order

887.5833

54.1991

0.0611

Demand

840.5000

42.5024

0.0506

Order

907.8333

57.0723

0.0629

Demand

867.5833

39.6656

0.0457

Order

878.5000

63.3769

0.0721

Demand

887.6667

43.4100

0.0489

Order

896.4167

65.9662

0.0736

Demand

874.8333

44.8327

0.0512

2008

BE
1.0402

2009

1.1193

2010

1.3093

2011

1.1610

2012

1.2346

2013

1.2076

2014

1.3750

2015

1.4752

2016

1.4360

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun pada distributor pusat di
Kab.Naganraya dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.6. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Distributor Pusat
Kab.Naganraya Selama 10 Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bullwhip effect selama 10 tahun dan grafik
variasi nilai bullwhip effect, dapat dilihat bahwa nilai bullwhip effect yang
diperoleh selalu lebih besar dari nilai parameter (1.0167). Nilai bullwhip effect
terbesar berada di tahun 2015, yaitu mencapai 1.4752.
Analogi dengan perhitungan yang sama untuk level distributor pusat
Kab.Kutacane berdasarkan data jumlah permintaan dan pemesanan Kab.Kutacane
yang terdapat pada lampiran, diperoleh nilai bullwhip effect historis selama 10
tahun seperti tabel berikut ini.
Tabel 5.7. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Kutacane
Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

BE

Order

808.4167

52.7489

0.0652

1.0606

Demand

737.8333

45.3929

0.0615

Tahun
2007

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.7. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Historis pada
Level Distributor Pusat Kab.Kutacane (Lanjutan)
Tahun
2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

Rata-rata (Mu)

S.Deviasi (S)

CV

Order

788.0833

55.2259

0.0701

Demand

729.0833

35.5948

0.0488

Order

783.5000

50.7122

0.0647

Demand

732.7500

39.6212

0.0541

Order

761.5000

46.7051

0.0613

Demand

746.5833

44.6226

0.0598

Order

748.7500

42.8361

0.0572

Demand

745.3333

41.3001

0.0554

Order

789.6667

47.4999

0.0602

Demand

732.4167

42.1458

0.0575

Order

785.7500

28.7469

0.0366

Demand

739.4167

35.1192

0.0475

Order

779.3333

54.3262

0.0697

Demand

769.1667

38.1929

0.0497

Order

792.5000

39.8486

0.0503

Demand

749.8333

31.4782

0.0420

Order

777.9167

53.1421

0.0683

Demand

761.0000

38.9825

0.0512

BE
1.4354

1.1970

1.0262

1.0325

1.0453

0.7703

1.4039

1.1978

1.3336

Grafik variasi nilai bullwhip effect selama 10 tahun pada distributor pusat di
Kab.Kutacane dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.7. Variasi Nilai Bullwhip Effect Pada Level Distributor Pusat
Kab.Kutacane Selama 10 Tahun

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bullwhip effect selama 10 tahun dan grafik
variasi nilai bullwhip effect, dapat dilihat bahwa nilai bullwhip effect yang
diperoleh di distributor pusat Kab. Kutacane pada tahun 2010 – 2012 mendekati
nilai parameter bullwhip effect. Sedangkan pada tahun 2013 nilai bullwhip effect
jauh dibawah parameter yaitu sebesar 0.7703. Namun tahun 2014 terjadi
peningkatan kembali hingga nilai bullwhip effe