Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap Learning Organization dan kinerja karyawan pada PT. Kanisius - USD Repository

  

PENGARUH KEPEMIMPINAN SPIRITUAL

TERHADAP

LEARNING ORGANIZATION DAN KINERJA KARYAWAN

PADA P.T. KANISIUS

TESIS

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

.

  

Diajukan oleh

Robertus Peter Satriyo Sinubyo

  

132222209

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

  

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2016

  

PENGARUH KEPEMIMPINAN SPIRITUAL

TERHADAP LEARNING ORGANIZATION DAN KINERJA KARYAWAN

PADA P.T. KANISIUS

TESIS

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN

MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

.

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

  Diajukan oleh

  

Robertus Peter Satriyo Sinubyo

  132222209

  

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2016

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada yang kita sebut sebagai “Allah” sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Spiritual terhadap Learning Organization dan Kinerja Karyawan pada P.T. Kanisius” dapat selesai. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar derajat sarjana S-2 pada Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan tesis ini dapat selesai secara baik berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapak Dr. H. Herry Maridjo, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sanata Dharma.

  2. Bapak T. Handono Eko Prabowo, MBA, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Lukas Purwoto, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis.

  4. Manajemen PT Kanisius yang memberi kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri.

  5. Bu Susi dan Nak Boni yang merelakan mengurangi waktu bersama membangun kisah.

  6. Kawan-kawan angkatan satu MM USD. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini memberikan manfaat.

DAFTAR ISI

  Bab Halaman

  BAB I PENDAHULUAN

  1 A. Latar Belakang Masalah

  1 B. Perumusan Masalah

  9 C. Tujuan Penelitan

  10 D. Manfaat Penelitian

  11 E. Ruang Lingkup Penelitian

  12 BAB II KAJIAN PUSTAKA

  13 A. Teori-teori Kepemimpinan

  15

  1. Teori Sifat

  16

  2. Teori Perilaku

  17

  3. Teori Situasional

  17

  4. Teori Kontemporer

  18

  a. Teori Kepemimpinan Visioner

  18

  b. Teori Kepemimpinan Transaksional

  18

  c. Teori Kepemimpinan Trasformasional

  19

  5. Teori Modern

  19

  a. Adaptive Leadership

  20

  b. Dispersed Leadership

  20

  c. Authentic Leadership

  21

  d. Respectfull Leadership

  21

  e. Spiritual Leadership

  21

  f. Transcendent Leadership

  22

  g. Level Five Leadership

  22

  h. Open Leadership

  22 B. Kepemimpinan Spiritual

  23

  1. Faith/ hope

  30

  2. Vision

  31

  3. Altruistic love

  31 C. Learning Organizaation

  37 D. Kinerja Karyawan

  44 E. Kerangka Penelitian

  49 F. Hipotesis Penelitian

  50 Bab Halaman

  BAB III METODE PENELITIAN

  55 A. Desain Penelitian

  55 B. Definisi Operasional

  56 C. Populasi dan Sampel

  60 D. Instrumen Penelitian

  60 E. Metode Pengumpulan Data

  62 F. Metode Analisis Data

  64

  1. Pengembangan Model Teoritis

  65

  2. Pengembangan Diagram Alur (Path Diagram)

  66

  3. Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan Struktural dan Model Pengukuran

  68

  4. Melakukan Full Structural Equation Model Analysis

  69

  5. Memilih Matrik Input dan Estimasi Model

  69

  6. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

  69

  7. Pengujian Mediasi

  71

  8. Pengujian Hipotesis

  72 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  73 A. Identitas Responden

  73

  1. Responden Berdasarkan Umur

  73

  2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

  74

  3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

  74

  4. Responden Berdasarkan Masa Kerja

  75 B. Analisis Structural Equation Model

  76

  1. Full Structural Equation Model Analysis

  76

  2. Matrik Input dan Estimasi Model

  80

  3. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

  81

  4. Pengujian Normalitas Data

  82

  5. Pengujian Outliers

  84

  6. Pengujian Hipotesis

  87 C. Pembahasan

  93

  1. Kepemimpinan Spiritual

  93

  2. Learning Organization 101 Bab Halaman

  BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 109 A. Kesimpulan 109

  B. Saran 112

  1. Bagi Penelitiaan Selanjutnya 112

  2. Bagi Manajemen PT Kanisius 113 DAFTAR PUSTAKA

  115 LAMPIRAN

  121

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Kepemimpinan Spiritual Menurut Fry

  32 Gambar 2.2 Kerangka Beriman dalam Teologi Katolik

  37 Gambar 3.1 Diagram Alur

  67 Gambar 4.1 Full Structural Equation Model

  77 Gambar 4.2 Structural Equation Model Pengaruh Langsung (Direct Effect) Kepemimpinan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan

  91 Gambar 4.3 Kerangka Hasil Pengujian Hipotesis

  92

  

DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman

Tabel 2.1 Kepemimpinan Spiritual di Antara Gaya Kepemimpinan Lain 34Tabel 3.1 Definisi Operasi

  58-59

Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Umur

  73 Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

  74 Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

  74 Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja

  75 Tabel 4.5 Goodness of Fit Index

   78 Tabel 4.6 Regression Weight

  79 Tabel 4.7 Kriteria Goodness of Fit

  81 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data

  83 Tabel 4.9 Hasil Uji Outliers 84-86

Tabel 4.10 Pengujian Hipotesis

  87 Tabel 4.11 Indirect Effect 89-90

Tabel 4.12 Hasil Pengujian Hipotesis

  92

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran Halaman Lampiran 1 Identitas Responden 121 Lampiran 2 Hasil Uji Regression Weight 122 Lampiran 3 Kriteria Goodness of Fit Index 123 Lampiran 4 Hasil Uji Indirect Effect 124 Lampiran 5 Hasil Uji Outliers Model 125 Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Data 128 Lampiran 7 Surel kepada Louis Fry 129 Lampiran 8 Transkip Wawancara 131 Lampiran 9 Surat Pengantar Kuesioner 132 Lampiran 10 Kuesioner

  133

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh kepe- mimpinan spiritual terhadap learning organization dan kinerja karyawan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah karyawan-karyawan PT Kanisius, berjumlah 125 responden. Data penelitian dianalisis menggunakan SEM

  (Structural Equation Modeling). Hasil analisis menunjukkan bahwa kepe-

  mimpinan spiritual berpengaruh terhadap learning organization dan kinerja karyawan, dan learning organization memediasi hubungan antara kepemim- pinan spiritual dan kinerja karyawan di PT Kanisius. Hasil penelitian me- nunjukkan bahwa ketiga hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini didukung. Implikasi dari penelitian ini bagi PT Kanisius adalah diterapkannya gaya kepemimpinan spiritual secara kontinu untuk menguatkan habitus learning

  organization di perusahaan. Muaranya, diharapkan PT Kanisius memiliki ke-

  unggulan kompetitif sehingga semakin siap menghadapi persaingan di pasar bebas ASEAN.

  Kata kunci: kepemimpinan, kepemimpinan spiritual, learning organization, kinerja karyawan, mediator

  

ABSTRACT

  This research aim to show the influence of spiritual leadership to learning organization dan employee performance. The type of this research is explanatory research with quantitative approach. The subject of this research is the employee of PT Kanisius, with the total of 125 respondens. The research data is analyzed using SEM (Structural Equation Modeling). The result shows that spiritual leadership influence on learning organization and performance of employees, and the learning organization mediates the relationship between spiritual leadership and employee performance in PT Kanisius. The results showed that the three hypotheses were constructed in this study are supported. The implication of this research for PT Kanisius, spiritual leadership style is applied continuously to strengthen habitus learning organization in the company. Finally PT Canisius has a competitive advantage so that more and more prepared to face the competition in the free market of ASEAN.

  Keywords: leadership, spiritual leadership, learning organization, the perfor- mance of employees, mediator

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemimpin-pemimpin Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)

  membangun kesepakatan untuk membawa ASEAN ke zaman baru yang lebih integratif dengan dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada akhir tahun 2015. Implementasi kesepakatan ini diwujudkan dalam pembangunan pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara. Ada ragam tujuan yang hendak dicapai terkait pembentukan komunitas ini, antara lain untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan meningkatkan standar hidup penduduk ASEAN, untuk meningkatkan daya saing kawasan ASEAN di pasar internasional terutama terkait menguatnya daya saing ASEAN terhadap Tiongkok dan India dalam menarik modal asing.

  Sektor tenaga kerja menjadi sektor penting yang terkena dampak dari pembentukan Komunitas ASEAN. Website resmi Kementerian Sekretaris Negara Republik Indonesia http://www.setneg.go.id menyajikan hasil riset yang dilakukan Organisasi Perburuhan Dunia atau International Labour Organization (ILO). Hasil riset menunjukkan data terkait pembukaan pasar tenaga kerja yang akan berdampak cukup signifikan pada penciptaan lapangan kerja. Pembentukan Komunitas ASEAN diprediksi mampu meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. ILO juga memprediksi bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sedangkan tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Selain itu, riset ILO juga memberikan prediksi bahwa banyak perusahaan akan memiliki pegawai yang kurang terampil atau akan salah menempatkan karyawannya karena karyawan tersebut kurang mendapatkan pelatihan dan pendidikan profesi sehingga kinerja mereka menjadi rendah.

  Dengan pembentukan Komunitas ASEAN, ada banyak peluang terbuka lebar bagi kesepuluh negara anggota (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filiphina, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja). Masing- masing negara berkesempatan untuk melakukan ekstensifikasi cakupan skala ekonomi, mereduksi garis kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Dampak positif lain yang akan dirasakan dengan terbentuknya Komunitas ASEAN adalah kemudahan dan peningkatan akses pasar antarnegara anggota, peningkatan transparansi, percepatan sosialisasi dan adaptasi regulasi serta standarisasi domestik.

  Menghadapi destinasi pembentukan Komunitas ASEAN, perusahaan- perusahaan yang selama ini bergerak, baik pada tingkat lokal, tingkat regional maupun tingkat internasional harus melakukan persiapan sebaik-baiknya dalam banyak sektor, dan salah satu yang terpenting adalah sektor tenaga kerja/ karyawan. Salah satu faktor sukses bagi perusahaan-perusahaan dalam Komunitas ASEAN adalah karyawan yang berkinerja tinggi. Menurut Kamus

  

Besar Bahasa Indonesia, kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang

  diperlihatkan. Trisnantoro dan Agastya (1996) (dikutip dalam Anwar, 2004) menyatakan bahwa kinerja menunjuk pada proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh organisasi dalam memberikan produk, baik barang maupun jasa kepada pelanggan. Motowidlo et al (1997) (dikutip dalam Jimoh, 2008) menyatakan bahwa kinerja karyawan meliputi tindakan, perilaku, dan hasil yang dapat diukur yang dilakukan karyawan yang berhubungan dengan tujuan organisasi dan berkontribusi pada tujuan organisasi. Dalam hal ini, kinerja bukan hasil konsekuensi, melainkan perbuatan atau aksi itu sendiri. Kane (1986) (dikutip dalam Anwar, 2004) menjelaskan kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu.

  Kinerja karyawan dipengaruhi oleh ragam hal, misalnya struktur, desain pekerjaan, kemampuan dan keterampilan, umur, latar belakang, pengalaman, asal usul, kepribadian, sikap, persepsi, kemauan berkembang, kepuasan kerja, dan kepemimpinan. Terkait kepemimpinan, Fry (2003) menggagas gaya kepemimpinan spiritual sebagai gaya kepemimpinan yang menyempurnakan gaya kepemimpinan sebelumnya. Gaya kepemimpinan ini berpengaruh pada habitus organisasi yang bermuara pada kinerja tinggi karyawan.

  Gaya kepemimpinan ini mengarahkan pada pembangunan refleksi yang berdampak pada kesadaran diri sebagai manusia seutuhnya, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari kelompok. Secara organisatoris, gaya kepemimpinan spiritual mengembangkan pemberdayaan individu dan tim yang pada akhirnya membangun produktivitas karyawan. Fry (2003) mengungkapkan tiga karakteristik kepemimpinan spiritual, yakni keyakinan/ harapan pencapaian tujuan (faith/ hope), pemahaman visi (vision), cinta altruistik (altruistic love). Dengan demikian, kepemimpinan, secara spesifik kepemimpinan spiritual memengaruhi organisasi dalam membangun kinerja tinggi para karyawannya yang mana Komunitas ASEAN menjadi wilayahnya.

  Kesiapan masuk dalam Komunitas ASEAN juga harus dilakukan oleh P.T. Kanisius, sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang penerbitan dan percetakan. Organisasi ini didirikan pada 26 Januari 1922 di Yogyakarta.

  Organisasi ini pada awal berdirinya diberi nama Canisius Drukkerij dan dikukuhkan sebagai sebuah karya misi. Organisasi ini membantu menyediakan buku-buku pelajaran bagi sekolah kaum pribumi serta buku-buku doa bagi Gereja Katolik di Indonesia. Pada 1928, Canisius Drukkerij mencetak beberapa majalah pergerakan, seperti Tamtama Dalem dan Swaratama yang memberi kontribusi penting dalam perjuangan kaum muda di Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Di awal kemerdekaan, Pemerintah Indonesia memercayai Kanisius untuk mencetak ORI, Oeang Repoeblik Indonesia. Itulah pertama kalinya ORI dicetak dan diedarkan sebagai alat perjuangan mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

  Setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia, Indonesia memasuki era baru: "Proses Indonesianisasi". Pada era ini, Kanisius memberikan kontribusi dalam proses Indonesianisasi dengan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Indonesia. Pada pertengahan 1990-an, Kanisius memperluas bidang layanan hingga ke jenis produk majalah dan multimedia dengan tetap berkomitmen untuk menghadirkan produk-produk yang diharapkan mampu memberikan pencerahan dan memberdayakan manusia, membangkitkan sensititivitas manusia terhadap kondisi di sekitarnya. Memasuki usia 92 tahun, Kanisius yang selama ini berdiri sebagai lembaga nonprofit milik Yayasan Kanisius, mengubah badan hukumnya untuk kemudian berdiri sebagai Perseroan Terbatas (P.T.).

  Sejak awal didirikan sebagai Canisius Drukkerij sampai pada bentuk sebagai Perseroan Terbatas (P.T.), Kanisius menjadikan spiritualitas sebagai

  

patron. Baik sejak kepemimpinan dipegang oleh para misionaris FIC, Yesuit,

  maupun awam, spiritualitas tidak dilepaskan dari diri Kanisius sebagai lembaga karya yang didirikan dalam rangka mendukung Gereja dan pendidikan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Mg. Sulistyorini, wakil direktur P.T. Kanisius. Menurut Ibu Mg. Sulistyorini sejak bekerja di Kanisius, beliau merasakan spiritualitas begitu kuat mewarnai. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari jati diri Kanisius. Dalam setiap gerak langkah dan strategi yang dietapkan, harus didasarkan pada spiritualitas Ignasian. Hal itu juga dimasukkan secara eksplisit dalam nilai-nilai yang menjadi dasar mewujudkan visi-misi perusahaan.

  Spiritualitas yang dihidupi di Kanisius memungkinkan karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Iman, staf artistik redaksi. Bapak Iman mengungkapkan bahwa kurang dua tahun lagi pensiun. Selama bekerja di Kanisius, Bapak Iman merasa nyaman, merasa dikembangkan, merasa dihargai. Gaji yang diterima memang tidak besar, tapi sudah lebih dari cukup. Bagi Bapak Iman, yang penting adalah nyaman dalam bekerja. Menurut Bapak Iman, gaji besar tapi tidak nyaman tidak ada artinya.

  Spiritualitas yang dihidupi di Kanisius memungkinkan karyawan merasa diterima dan didukung. Hal ini seperti dikatakan Melania Ayu, staf Sekretariat Perusahaan. Melania Ayu senang bekerja di Kanisius karena ia merasa diterima dan didukung oleh teman-teman. Berbeda dengan tempat kerjanya yang dulu yang tidak ada suasana kekeluargaan.

  Menurut Fry (2003), kepemimpinan spiritual adalah salah satu gaya kepemimpinan yang menyempurnakan gagasan-gagasan kepemimpinan sebelumnya. Selama ini, gaya kepemimpinan cenderung berorientasi pada standarisasi, formalisasi, dan sentralisasi yang nota bene relatif tidak cukup jika harus mengantisipasi perubahan. Selain itu, juga tidak mendukung manusia yang bekerja untuk mendapatkan makna hidupnya karena cenderung berjalan mengikuti rutinitas. Dampak akhirnya, manusia yang bekerja tersebut mencari atau melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan status, bukan karena mencintai pekerjaan itu sendiri dan menemukan makna hidup di dalam dan melalui pekerjaannya. Dalam konteks ini, arus kuat filsafat materialisme yang digagas Karl Marx terkait homo faber mendapatkan tempatnya.

  Palmer (2007) (dikutip dalam Dudung, 2011) menegaskan bahwa teori kepemimpinan spiritual telah menjadi bagian dalam kajian ilmu manajemen.

  Teori kepemimpinan spiritual ini meramu konsep kepemimpinan dan konsep spiritualitas. Peramuan ini tidak pernah bermaksud mengingkari atau bahkan menolak gaya-gaya kepemimpinan yang selama ini sudah lazim dipraksiskan, misalnya gaya kepemimpinan transformasional atau kepemimpinan transaksional.

  Fry (2003) menekankan bahwa gaya kepemimpinan spiritual hendak menyempurnakan gaya kepemimpinan lain dengan memasukkan komponen spiritual. Fry (2003) berpendapat bahwa kepemimpinan spiritual merupakan kepemimpinan yang mengajak orang untuk membangun motivasi dengan memahami hidupnya yang berdimensi spiritual. Menurut Fry (2003), gaya kepemimpinan yang ada selama ini cenderung memberi perhatian hanya pada aspek fisik, mental, dan interaksi antarmanusia dalam organisasi. Thompson (2000) menegaskan bahwa perhatian yang berlebih pada aspek fisik, mental, dan interaksi antarmanusia akan berimbas pada diabaikannya aspek-aspek spiritual dalam kepemimpinan.

  Fry (2003), Lok dan Crawford (2004) (dikutip dalam Yusof et al, 2011) mengungkapkan bahwa penelitian terkait dampak atau pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dan bagaimana perilaku kepemimpinan memengaruhi karyawan untuk meningkatkan hasil organisasi sudah banyak dilakukan. Namun, Chen et all (2011) (dikutip dalam Yusof et al, 2011) mengungkapkan bahwa sedikit sekali penelitian tentang dampak atau pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan.

  Gaya kepemimpinan spiritual yang dipraksiskan menurut hasil penelitian Aydin dan Ceylan (2009) mempunyai hubungan positif dengan

  

learning organization. Learning organization memegang peranan penting, vital,

  dan strategis dalam meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi secara keseluruhan. Dari pemikiran-pemikiran tersebut dapat dipahami bahwa learning

  

organization adalah faktor signifikan bagi kesuksesan organisasi. Learning

organization akan membawa organisasi pada keunggulan kompetitif. Habitus

  belajar terus-menerus yang dibangun anggota-anggota organisasi akan berdampak kuat pada perkembangan organisasi secara keseluruhan. Dalam

  

learning organization, masing-masing pribadi mengembangkan kapasitas

  mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan, yang mana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, yang mana aspirasi kolektif diakomodasi, yang mana seluruh anggota organisasi belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama. Learning organization dapat dipandang sebagai organisasi yang dapat membangun dan mengembangkan kapasitas pribadi, pola pikir, cita-cita bersama, dan belajar berkelanjutan untuk mengubah organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang memiliki daya saing tinggi.

  Dalam learning organization, potensi masing-masing anggota sungguh diperhatikan. Mereka berkesempatan untuk berkembang sehingga tujuan bersama dapat dicapai dengan pola kepemimpinan yang adaptif dan efektif. Kapasitas masing-masing pribadi yang mampu mengonstruksi sistem belajar berkelanjutan dalam rangka mengubah dan mengadaptasi organisasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang sedang berubah sungguh diperhatikan. Di Kanisius sendiri, hal ini cukup kuat dirasakan oleh karyawan-karyawannya.

  Dalam perjalanan sejarah, para pemimpin Kanisius selalu memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri, baik dalam sektor informal maupun formal.

  Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap

  learning organization dan kinerja karyawan pada P.T. Kanisius”.

B. Perumusan Masalah

  Kepemimpinan spiritual melalui visi, keyakinan/ harapan, dan cinta altruistik menjadi pijakan kuat untuk menumbuhkan motivasi internal setiap pribadi yang berdampak pada terbangunnya motivasi kelompok/ organisasi. Menurut Deci dan Ryan (2000) (dikutip dalam Yusof et al, 2011), gaya kepemimpinan ini memungkinkan perjumpaan antara pembangunan kualitas diri

  .

  dan keterhubungan antarpribadi dalam kelompok Kepemimpinan spiritual, semata-mata bukanlah tentang kecerdasan dan keterampilan dalam memimpin saja, di dalamnya melibatkan pula kemampuan untuk membantu melakukan refleksi atas hidup dengan menjunjung nilai-nilai humanisme-etis, baik per se pribadi maupun orang lain. Kekhasan kepemimpinan yang disertai dengan spiritualitas inilah yang membuat penulis ingin mengungkap lebih jauh gaya kepemimpinan spiritual di P.T. Kanisius, dan bagaimana gaya kepemimpinan itu berdampak pada learning organization serta pada akhirnya berdampak pada kinerja karyawan. Secara spesifik, penelitian ini didasarkan pada pertanyaan:

  a. Bagaimana kepemimpinan spiritual berpengaruh terhadap

  learning organization pada P.T. Kanisius?

  b. Bagaimana learning organization berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada P.T. Kanisius? c. Bagaimana learning organization berpengaruh pada hubungan kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan pada P.T.

  Kanisius?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami kepemimpinan spiritual yang dihidupi P.T. Kanisius, organisasi yang bergerak dalam misi-bisnis penerbitan dan percetakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: a. Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap learning organization pada P.T. Kanisius. b. Pengaruh learning organization terhadap kinerja karyawan pada P.T. Kanisius.

  c. Pengaruh learning organization pada hubungan kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan pada P.T. Kanisius.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian mengenai kepemimpinan spiritual pada lembaga misi-bisnis ini diharapkan sebagai bentuk penerapan dan pengembangan gaya kepemimpinan yang relevan dengan kebutuhan lembaga, baik untuk saat ini maupun masa mendatang. Hasil penelitian ini diharapkan: a. Menjadi masukan dan informasi bagi manajemen P.T. Kanisius dalam mengimplementasi gaya kepemimpinan spiritual sehingga mengembangkan learning organization yang bermuara pada kinerja tinggi karyawan. Secara spesifik, hasil penelitian ini bisa digunakan oleh manajer personalia untuk merancang program- program kerja terkait rencana pengembangan karyawan. Selain itu juga bisa diimplementasikan pada poin-poin dalam penilaian kinerja karyawan.

  b. Memperkaya wawasan penerapan teori-teori sumber daya manusia dan manajemen, khususnya kepemimpinan spiritual.

  c. Berguna sebagai bahan penelitian lanjutan dengan objek penelitian yang sama serta dapat menjadi tambahan bahan bacaan dan acuan pustaka, yang dapat memberi masukan bagi pihak- pihak yang berminat terhadap topik ini.

E. Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dengan fokus seputar kepemimpinan spiritual dalam membangun keunggulan kompetitif yang ditandai dengan kinerja tinggi karyawan. Kinerja tersebut terbangun dari pengembangan learning organization yang mempunyai dasar kuat pada gaya kepemimpinan spiritual. Untuk menegaskan pokok persoalan, dikemukakan ruang lingkup dari penelitian ini. Adapun ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pengaruh kepemimpinan spiritual yang digagas oleh Fry (2003) terhadap learning organization yang berdampak pada kinerja karyawan pada P.T. Kanisius. Terkait learning

  

organization, penulis tidak membahas variabel ini lebih dalam seturut kaidah-

  kaidah statistik. Penulis, dalam penelitian ini, sebatas menunjukkan pengaruh

  

learning organization pada hubungan kepemimpinan spiritual dan kinerja

karyawan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Tempora mutantur et nos mutamur in illis (waktu selalu berubah dan

  kita juga ikut berubah di dalamnya). Pepatah kuno ini kiranya selalu relevan melintasi waktu. Pada saat ini, zaman kita memasuki abad ke-21 dan wilayah regional ASEAN memasuki destinasi baru sebagai Komunitas ASEAN. Dalam abad yang penuh tantangan ini, organisasi-organisasi yang tidak berubah dan adaptif seturut tuntutan zaman akan habis terkikis. Nilai-nilai seperti profesionalisme, kreativitas, inovasi, dan sikap antisipatif menjadi keniscayaan yang tak terhindarkan.

  Shelly dan David (2007) dalam jurnalnya Social Capital and

  

Leadership Development Building Stronger Leadership Through Enhanced

Relational Skills menyebutkan bahwa komplekitas, perubahan internal organisasi

  serta lingkungan eksternal yang dinamis, menuntut kemampuan dalam mengaplikasikan gaya kepemimpinan yang relevan dan signifikan. Signifikansi gaya kepemimpinan ini berdampak pada kepemimpinan efektif yang membentuk dan membangun karakteristik organisasi.

  Kepemimpinan efektif semata-mata tidak menunjuk pada kemampuan dan keterampilan untuk menggulirkan organisasi, pengetahuan yang luas, tetapi terkait pula kemampuan relasional untuk berjejaring dan bermitra demi mewujudkan visi dan tujuan bersama. Pembangunan dan pemeliharaan relasi, penciptaan suasana dan iklim yang membangun kepercayaan serta saling mendukung menjadi elemen penting yang perlu dikembangkan terus-menerus untuk mencapai kesuksesan organisasi.

  Gaya kepemimpinan yang efektif dan adaptif memungkinkan organisasi berkembang secara optimal, meraih peluang-peluang yang muncul, serta mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan, baik sebagai konsep maupun praksis telah banyak menjadi sumber penelitian dan mendapatkan tempat dalam pustaka manajemen. Mencapai definisi tunggal dan pasti terkait kepemimpinan menjadi keniscayaan yang tidak akan terjadi. Bukan perkara mudah mencapai kata sepakat dan konsensus dari para ahli kepemimpinan. Namun demikian, Yukl (2006) mengungkapkan bahwa ada benang merah yang menghubungkan, yakni bahwa kepemimpinan melibatkan proses pengaruh sosial yang mana pengaruh yang disengaja digunakan oleh satu orang (atau kelompok) atas orang lain (atau kelompok lain) untuk menyusun aktivitas dan hubungan dalam satu kelompok atau organisasi.

  Perubahan, baik dalam sisi internal maupun lingkungan eksternal, menuntut gaya kepemimpinan yang mampu membawa organisasi pada tujuan baru dengan strategi pencapaian yang sesuai. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam mengembangkan gagasan yang berdampak pada perubahan.

  Semakin adaptif gaya kepemimpinan terhadap kondisi organisasi, semakin efektif gaya kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan yang efektif berdampak signifikan terhadap bergulirnya proses perubahan.

A. Teori-Teori Kepemimpinan

  Kepemimpinan selalu berkait erat setidaknya dengan penentuan arah yang dilaksanakan dengan menyusun visi sampai dengan implementasi dan evaluasi strateginya, praksis pengelolaan perubahan, penyatuan segala aspek, pengomunikasian gagasan yang memengaruhi/ menginspirasi seluruh organisasi untuk secara bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Pavlop et al (2001) (dikutip dalam Yukl 2006), kepemimpinan memegang peran krusial dalam pelaksanaan perubahan. Kepemimpinan terkait dua aspek penting, yaitu perubahan dan perilaku manusianya sehingga dalam proses perubahan, peran kepemimpinan tidak bisa dilepaskan. Kepemimpinan yang efektif membantu mengintegrasikan nilai-nilai baru dan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan yang dibutuhkan.

  Dalam pustaka tentang kepemimpinan, ada banyak ragam teori kepemimpinan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Kajian teoritis tersebut menjadi landasan dan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya. Menurut Sandiasa (2013), kajian tentang teori perilaku yang dikemukakan oleh teori X dan Y, Studi Ohio State (1945) dan Universitas Michigan, Manajemen Grid dan Likert dimasukkan dalam kategori penelitian awal tentang kepemimpinan. Kemudian, dikembangkan pula teori situasi oleh Bennis (1981), kepemimpinan karismatik oleh Conger dan Kanungo (1988), teori kepemimpinan kontemporer yang terbagi menjadi teori transaksional yang dikembangkan Burn (1978), kepemimpinan transformasional yang dikembangkan Bass (1985), dan kepemimpinan visioner yang dikembangkan Pinto et al (1998). Kajian penelitian yang dilakukan Davis (1993), Hersey dan Blankart (1998) menginspirasi kemunculan teori sifat dan teori situasional.

  Kajian terbaru teori kepemimpinan diungkapkan oleh Suryadi. Dalam tulisannya, Suryadi (2010) mengklasifikasikan teori kepemimpinan menjadi empat, yaitu: 1) teori sifat, 2) teori perilaku, 3) teori situasional, 4) teori kontemporer, yang terdiri terdiri dari: kepemimpinan visioner, kepemimpinan transaksional, dan kepemimpinan transformasional.

1. Teori Sifat

  Bolden dan Wart (2003) (dikutip dalam Suryadi, 2010) mengungkapkan bahwa terdapat ragam sifat atau kualitas yang berelasi dengan kepemimpinan.

  Sifat atau kualitas ini ada dalam diri manusia. Ragam sifat ini tidak bisa per se berdiri sendiri tanpa hubungan korelasional, yang dalam konteks ini secara spesifik terkait dengan kepemimpinan. Sifat atau kualitas yang melekat ini memengaruhi gaya kepemimpinan yang dikembangkan, misalnya kesalehan, kejujuran, integritas, integralitas, kemampuan memengaruhi, keterampilan berkomunikasi.

  Terkait dengan teori sifat, Suryadi (2010) mengemukakan bahwa pendekatan sifat merupakan pendekatan paling tua dalam studi tentang kepemimpinan. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sifat atau kualitas tertentu akan menjadikan seseorang sebagai pemimpin yang baik dibandingkan dengan lainnya. Kualitas dari dalam diri itu juga berpengaruh kuat, bahkan menentukan sifat-sifat kepemimpinan. Suryadi (2010) menyebutkan bahwa kualitas pemimpin meliputi kemampuan, pengalaman kerja, motivasi, dan kepribadian, sedangkan penelitian Lord dan Alinger (1986) (dikutip dalam Suryadi 2010) mengemukakan sifat-sifat kepemimpinan, yaitu: kecerdasan, agresivitas, ketegasan, dan dominasi terhadap yang lain.

  2. Teori Perilaku

  Teori ini tidak lagi merujuk pada penerapan kualitas pribadi, alih-alih pada tindakan kepemimpinan yang sungguh-sungguh dilakukan. Menurut Bolden et al (2003) (dikutip dalam Suryadi 2010), penelitian ini berangkat dari pengamatan terhadap ragam perilaku berbeda yang kemudian dikategorikan sebagai “gaya kepemimpinan”. Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi, mendeskripsi, memahami, dan mengevaluasi perilaku orang-orang yang menjalankan kepemimpinan.

  3. Teori Situasional

  Menurut Suryadi (2010), pendekatan ini melihat kepemimpinan sebagai tindakan khusus terkait dengan situasi atau keadaan lingkungan. Sebagai contoh, dalam kondisi dan situasi tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan otoriter, sementara pada tempat dan waktu yang berbeda dibutuhkan gaya kepemimpinan yang demokratis. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam satu organisasi dapat dimungkinkan penerapan gaya kepemimpinan yang berbeda. Pada departemen atau divisi tertentu, mungkin dibutuhkan gaya kepemimpinan partisipatif, namun pada departemen atau divisi lainnya dituntut pemberlakuan gaya kepemimpinan otoriter.

4. Teori Kontemporer

  “Kontemporer” memiliki akar kata dalam bahasa Latin, “con” dan “tempus”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai: dengan waktu, bergulir bersama waktu, dewasa ini, kekinian. Menurut Suryadi (2010), teori kepemimpinan kontemporer terdiri dari tiga teori, yakni: a) teori kepemimpinan visioner, b) teori kepemimpinan transaksional, dan c) teori kepemimpinan transformasional.

  a. Teori kepemimpinan visioner Dalam penelitian Thom (1994) (dikutip dalam Sandiasa 2013), ditunjukkan bahwa beberapa manusia cenderung berfokus pada masa lalu, beberapa lagi berfokus pada masa sekarang, dan yang lain, berfokus pada masa depan. Fokus ini bermanifestasi dalam persepsi tentang diri. Sebagai contoh diri yang berfokus pada masa lalu akan mengontemplasikan diri di masa lalu, menghadirkan kembali pengalaman-pengalaman baik di masa lalu. Adapun pemimpin yang berfokus pada masa depan adalah tipe pemimpin visioner.

  b. Teori kepemimpinan transaksional Teori ini menggunakan pendekatan saling menguntungkan, yang dilandaskan pada prinsip do ut des, melakukan untuk mendapatkan sesuatu. Sebagai contoh pemimpin yang memberikan penghargaan atau pengakuan sebagai imbalan atas komitmen atau kesetiaan mereka yang dipimpin. Berdasarkan penelitian Antonakis, Avolio, dan Sivasubramaniam (2003) (dikutip dalam Mahmood dan Muhammad, 2010), kepemimpinan transaksional adalah proses pertukaran yang didasarkan pada pemenuhan kewajiban kontrak, dan biasanya direpresentasikan sebagai penetapan tujuan dari hasil pemantauan dan pengendalian.

  c. Teori kepemimpinan transformasional Gagasan utama dalam teori ini, menurut Suryadi (2010), adalah perubahan dan peran kepemimpinan dalam melaksanakan transformasi organisasi. Titik timbangnya ada pada diri pemimpin yang membuat perubahan dalam struktur, proses internal, dan atau habitus perusahaan. Pemimpin memiliki visi yang menarik, wawasan teknis yang cerdas, dan atau kualitas diri yang karismatis.

5. Teori Modern

  Dari ragam teori kepemimpinan, terbangun pula paradigma baru kepemimpinan modern yang digagas Bambale (2011). Menurut Bambale (2011), paradigma kepemimpinan modern muncul dari penelusuran Organizational

  

Citizenship Behaviors (OCB), yakni perilaku yang tidak secara langsung atau

  eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara signifikan mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi. Berdasarkan penelusuran tersebut, menurut Bambale (2011), kepemimpinan modern dibedakan menjadi delapan gaya kepemimpinan, yakni: a) adaptive leadership, b) dispersed leadership, c) authentic leadership, d) respectful leadership, e)

  

spiritual leadership, f) transcendent leadership, g) level five leadership, h) open

leadership.

  a. Adaptive leadership. Gaya kepemimpinan ini melibatkan para pemimpin dalam menyusun visi dan mengilhami yang dipimpin sehingga mau menerima perubahan serta berlibat dalam perjalanan ke depan. Semua anggota dituntut untuk menjadi kompeten di bidangnya, objektif dalam menangani keputusan dan masalah, mawas diri dalam melihat sikap dan perilaku sendiri, dapat dipercaya dalam menangani kepentingan lain, inovatif dalam bekerja, berpikiran terbuka dalam mempertimbangkan informasi yang relevan (Gordon, 2002 dikutip dalam Wildan, 2015).

  b. Dispersed leadership. Gaya ini menggagas tentang pembagian kekuasaan antara pemimpin dan pengikut (Gordon, 2002 dikutip dalam Wildan, 2015). Dalam penelitian lain, digunakan istilah berbeda antara lain “kepemimpinan super” (Kirkman dan Rosen, 1999; Uhl-Bien dan Graen, 1998; Kouzes dan Posner, 1993; Bono dan Hakim, 2003 dikutip dalam Wildan, 2015), “kepemimpinan terdistribusi” (Senge, 1999 dikutip dalam Wildan, 2015),

  “kepemimpinan pemberdayaan” (Srivastava, Bartol dan Locke, 2006 dikutip dalam Wildan, 2015), dan “kepemimpinan bersama” (Pearce, Manz dan Sims, Jr., 2002 dikutip dalam Wildan, 2015). Kepemimpinan ini memiliki ciri intuitif dalam menimbang pengetahuan dan pengalaman; memiliki karakter humanis-etis; memiliki inisiatif dan bersedia untuk mengambil tindakan; serta memiliki keberanian untuk memegang prinsip.

  c. Authentic leadership. Gaya kepemimpinan ini memberikan tekanan pada autentisitas, keaslian pribadi pemimpin. Autentisitas ini terkait dengan ragam sikap, pemikiran, dan pemahaman yang seimbang antara diri sendiri dan orang lain. Gaya kepemimpinan autentik membangkitkan kepercayaan dari yang dipimpin (Avolio, Luthans, dan Walumba, 2004 dikutip dalam Sandiasa, 2013).

  d. Respectfull leadership. Menurut Quaquebeke dan Eckloff (2010) (dikutip dalam Sandiasa 2013), gaya kepemimpinan ini mengidentifikasi aspek perilaku atau sikap pemimpin yang dipersepsi oleh mereka yang dipimpin. Semakin sesuai sikap pemimpin terhadap nilai-nilai humanis-etis universal, semakin besar rasa hormat dari yang dipimpin.

  e. Spiritual leadership. Para peneliti mulai mengeksplorasi spiritualitas di tempat kerja dan kepemimpinan spiritual setelah beberapa dekade mengisolasi spiritualitas sebagai wilayah ide esoteris, tidak berwujud. Dalam hal ini, pribadi yang berada dalam posisi pemimpin mendorong setiap orang untuk menemukan makna hidup dan mengintegrasikan dimensi spiritual dalam tindakan sehari-hari (Gordon, 2002 dikutip dalam Wildan, 2015).

  f. Transcendent leadership. Menurut Waldman, Javidan, dan Varella (2004) (dikutip dalam Sandiasa 2013), seorang pemimpin transendental adalah pemimpin yang berpijak pada nilai-nilai humanis-etis universal, mampu memberdayakan mereka yang dipimpin, dan selalu membuka ruang dialog. Gaya kepemimpinan ini membangun kerangka revolusioner dalam melihat hubungan antarmanusia dalam organisasi.

  g. Level five leadership. Gaya kepemimpinan ini menjadi paradigma kepemimpinan yang didasarkan pada gagasan bahwa setiap orang harus menjauhkan diri mereka dari kepentingan pribadi dan mengalokasikan energi dan ambisinya untuk membangun perusahaan. Namun demikian, tidak berarti bahwa orang tidak boleh memiliki kepentingan dan ambisi pribadi. Ambisi mereka harus besar, namun harus diarahkan untuk perusahaan dengan kerendahan hati sebagai dasarnya (Collins, 2001 dikutip dalam Sandiasa, 2013).

  h. Open leadership. Gaya kepemimpinan ini hendak membangun hubungan terbuka dengan siapa saja yang berlibat dalam organisasi, baik pihak internal maupun eksternal. Pelibatan semakin banyak pihak dalam berkolaborasi meningkatkan efisiensi dan komunikasi serta membantu dalam pengambilan keputusan yang baik bagi organisasi (Collins, 2001 dikutip dalam Sandiasa, 2013).

B. Kepemimpinan Spiritual

  Analisis tentang kepemimpinan berawal dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an. Analisis ini berfokus pada perbedaan karakteristik antara pemimpin dan yang dipimpin. Selanjutnya, kajian kepemimpinan berfokus pada tingkah laku yang dilakukan oleh para pemimpin yang efektif. Setelah era itu, pada tahun 1970-an sampai 1980-an, ragam kajian tentang kepemimpinan kembali berfokus pada karakteristik para pemimpin yang memengaruhi efektivitas kepemimpinan dan kesuksesan organisasi.

  Dalam perjalanan ilmu manajemen, munculnya nilai-nilai dalam diri karyawan mulai disadari pada akhir abad ke-20, yakni melalui studi yang dilakukan Peters dan Waterman (1982). Jika pada tahun-tahun sebelumnya penelitian tentang nilai-nilai dan makna dalam organisasi belum ada yang menemukan, Peters dan Waterman (1982) menemukan hal baru yang membuat karyawan berkehendak untuk mencurahkan seluruh daya upayanya. Hal baru yang ditemukan adalah nilai-nilai yang bersifat abstrak. Penelitian Peters dan Waterman (1982) ini menjadi penelitian pertama yang menemukan adanya sistem nilai dalam organisasi.

  Penelitian Peters dan Waterman (1982) dilakukan ketika fenomena pencarian makna dalam hidup, sesuatu yang bermakna di balik pekerjaan, mulai berkembang karena ada kekosongan nilai dan kepercayaan dalam lingkungan kerja. Fenomena ini menjadi antitesis gagasan Marx terkait homo faber.