Perbandingan Efektivitas Antimikroba Bawang Putih (Allium sativum) dan Cabai Merah (Capsicum annuum) Terhadap Staphylococcus aureus In Vitro.

(1)

iv

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN CABAI MERAH (Capsicum annuum)

TERHADAP Staphylococcus aureus IN VITRO

Vicka Levia S., 2011, Pembimbing I : Triswaty Winata, dr., M.Kes Pembimbing II: Joshua A. Sutjiono, dr., FIACLE Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme patogen yang berperan penting dalam infeksi nosokomial dan infeksi kulit. Secara in vitro Staphylococcus aureus dapat menyerang dan bertahan hidup di dalam sel epitel termasuk sel endotel, sehingga sulit dikenali oleh sistem pertahanan tubuh. Selain menggunakan antibiotik, bumbu dapur seperti bawang putih dan cabai merah sebagai obat tradisional juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Tujuan penelitian ini adalah mengukur dan

membandingkan diameter zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dengan cabai merah terhadap Staphylococcus aureus.

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental laboratorik. Sampel yang digunakan adalah air perasan bawang putih dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12,5%, air perasan cabai merah dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12,5%, dan Eritromisin sebagai kontrol pembanding. Metode analisis yang digunakan adalah ANAVA LSD dengan α = 0,05.

Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara zona inhibisi bawang putih dan cabai merah dengan nilai p ≤ 0,05.

Kesimpulan adalah air perasan bawang putih memiliki potensi yang lebih baik dari air perasan cabai merah pada konsentrasi yang sama dan pada semua konsentrasi.

Kata kunci: Staphylococcus aureus, infeksi nosokomial, infeksi kulit, bawang putih, cabai merah


(2)

v

ABSTRACT

COMPARISON OF ANTIMICROBIAL EFFECTIVENESS OF GARLIC (Allium sativum) AND RED CHILI PEPPER (Capsicum annuum)

AGAINST Staphylococcus aureus IN VITRO

Vicka Levia S., 2011, 1st tutor : Triswaty Winata, dr., M.Kes 2nd tutor : Joshua A. Sutjiono, dr., FIACLE

Staphylococcus aureus is a pathogenic microorganism that play an important role in nosocomial and skin infections. In vitro Staphylococcus aureus can invade and survive within epithelial cells, including endothelial cells, making it harder to be recognized by the immune system. In addition to using antibiotics, herbs such as garlic and red chili pepper as a traditional medicine can also be used to overcome a skin infection caused by Staphylococcus aureus. The purpose of this study is to measure and compare the diameter of inhibition zones formed by garlic and red pepper against Staphylococcus aureus.

This was a prospective experimental laboratory. The sample used is the juice of garlic with a concentration of 100%, 50%, 25%, and 12.5%, the juice of red chili with a concentration of 100%, 50%, 25%, and 12.5%, and erythromycin as a control. Analytical method used is ANAVA LSD with α = 0.05.

Data analysis shows that there are significant differences between the zones of inhibition of garlic and red chili with a value of p ≤ 0.05.

The conclusion is the juice of garlic has a better potential than the juice of red peppers at the same concentration and at all concentrations.

Key words: Staphylococcus aureus, nosocomial infections, skin infections, garlic, red chili pepper.


(3)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... iv

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xivv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 3

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis ... 4

1.6 Metodologi ... 4

1.7 Lokasi dan Waktu ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sistem Integumen ... 5

2.1.1 Anatomi dan Histologi Kulit ... 5

2.1.2 Fisiologi Kulit ... 9

2.2 Staphylococcus aureus ... 10

2.2.1 Morfologi dan Identifikasi ... 10


(4)

ix

2.2.3 Enzim dan Toksin ... 13

2.2.3.1 Katalase ... 13

2.2.3.2 Koagulase dan Faktor Penggumpalan ... 13

2.2.3.3 Enzim Lain ... 14

2.2.3.4 Eksotoksin ... 14

2.2.3.5 Leukosidin ... 14

2.2.3.6 Toksin Eksfoliatif ... 14

2.2.3.7 Toxic Shock Syndrome Toxin (TSST) ... 15

2.2.3.8 Enterotoksin ... 15

2.3 Obat Tradisional ... 16

2.3.1 Tanaman Bawang Putih ... 16

2.3.1.1 Botani Tanaman Bawang Putih... 17

2.3.1.2 Daun ... 17

2.3.1.3 Batang ... 18

2.3.1.4 Akar ... 18

2.3.1.5 Siung dan Umbi ... 18

2.3.1.6 Bunga ... 19

2.3.1.7 Kandungan Kimia Bawang Putih ... 20

2.3.2 Tanaman Cabai Merah ... 23

2.3.2.1 Botani Tanaman Cabai Merah ... 24

2.3.2.2 Daun ... 24

2.3.2.3 Batang ... 24

2.3.2.4 Akar ... 25

2.3.2.5 Bunga ... 25

2.3.2.6 Buah ... 26

2.3.2.7 Kandungan Kimia Cabai Merah ... 26

2.3.2.7.1 Capcaisin ... 26

2.3.2.7.2 Oleoresin (karotenoid) ... 28

2.4 Eritromisin ... 28


(5)

x

3.1 Bahan, Alat,dan Subjek Penelitian ... 30

3.1.1 Bahan Penelitian ... 30

3.1.2 Alat Penelitian ... 30

3.1.3 Subjek Penelitian ... 31

3.2 Metode Penelitian ... 31

3.2.1 Desain Penelitian ... 31

3.2.2 Variabel Penelitian ... 32

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 32

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 32

3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 33

3.2.4 Prosedur Kerja ... 33

3.2.4.1 Sterilisasi Alat ... 33

3.2.4.2 Persiapan Mikroorganisme Uji ... 34

3.2.4.2.1 Identifikasi Mikroorganisme Uji ... 34

3.2.4.2.2 Pembuatan Suspensi Mikroorganisme Uji ... 35

3.2.4.3 Persiapan Bahan Uji ... 35

3.2.4.3.1 Pengumpulan Bahan Uji ... 35

3.2.4.3.2 Pembuatan Perasan Bawang Putih dan Cabai Merah ... 36

3.2.4.4 Persiapan Kontrol Pembanding ... 36

3.2.4.5 Pengujian Efektivitas Sediaan Perasan Bawang Putih dan Cabai Merah Terhadap Staphylococcus aureus ... 36

3.2.5 Cara Pemeriksaan ... 37

3.2.6 Metode Analisis ... 37

3.2.6.1 Hipotesis Statistik ... 37

3.2.6.2 Kriteria Uji ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Hasil ... 38

4.2 Pembahasan ... 41

4.3 Uji Hipotesis ... 41


(6)

xi

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 49


(7)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Zona Inhibisi Bawang Putih, Cabai Merah, dan Eritromisin Dalam mm ... 38 Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Perbandingan Zona Inhibisi Bawang Putih, Cabai


(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kulit dan Lapisan Subkutan ... 6

Gambar 2.2 Sel-sel Epidermis ... 7

Gambar 2.3 Lapisan Epidermis dan Dermis ... 9

Gambar 2.4 Koloni Staphylococcus aureus Dalam Media Trypticase Soy Agar (TSA) ... 11

Gambar 2.5 Staphylococcus aureus Dengan Pewarnaan Gram ... 12

Gambar 2.6 Dinding Sel Staphylococcus aureus ... 13

Gambar 2.7 Faktor Patogenik dari Staphylococcus aureus ... 15

Gambar 2.8 Morfologi Tanaman Bawang Putih ... 20

Gambar 2.9 Senyawa Sulfida Hasil Ekstraksi Bawang Putih ... 20

Gambar 2.10 Alliinase Mengkonversi Alliin Menjadi Allicin ... 22

Gambar 2.11 Allicin dan Turunannya ... 22

Gambar 2.12 Tanaman Cabai Merah ... 25

Gambar 2.13 Plasenta Cabai Merupakan Bagian Terpedas ... 27


(9)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Statistik ... 49 Lampiran 2 Foto-foto Hasil Penelitian... 53


(10)

49

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

TABEL STATISTIK

Tabel yang dapat dilihat pada lampiran ini terdiri dari:

Tabel L1.1, yaitu zona inhibisi bawang putih dan cabai merah pada konsentrasi tertentu.

Tabel L1.2, yaitu Zona inhibisi bawang putih dan cabai merah pada konsentrasi tertentu.

Tabel L1.3, yaitu perbandingan zona inhibisi bawang putih, cabai merah, dan eritromisin dengan metode ANAVA LSD.


(11)

50

Descriptives Zona Inhibisi

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound Cabai

Merah-12.5% 2 9.8750 2.65165 1.87500

-13.9491 33.6991 8.00 11.75

Cabai

Merah-25% 2 12.4350 1.25158 .88500 1.1900 23.6800 11.55 13.32

Cabai

Merah-50% 2 12.2100 .82024 .58000 4.8404 19.5796 11.63 12.79

Cabai

Merah-100% 2 6.9350 1.32229 .93500 -4.9453 18.8153 6.00 7.87

Bawang

Putih-12.5% 2 15.2100 .45255 .32000 11.1440 19.2760 14.89 15.53

Bawang

Putih-25% 2 15.2850 .50205 .35500 10.7743 19.7957 14.93 15.64

Bawang

Putih-50% 2 25.7450 .04950 .03500 25.3003 26.1897 25.71 25.78

Bawang

Putih-100% 2 30.4900 .19799 .14000 28.7111 32.2689 30.35 30.63

Erythromycine 2 22.2200 .22627 .16000 20.1870 24.2530 22.06 22.38

Total 18 16.7117 7.61375 1.79458 12.9254 20.4979 6.00 30.63

Tabel L1.1 Zona Inhibisi Bawang Putih dan Cabai Merah pada Konsentrasi Tertentu

Zona Inhibisi

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 973.908 8 121.738 94.708 .000

Within Groups 11.569 9 1.285

Total 985.476 17

Tabel L1.2 Zona Inhibisi Bawang Putih dan Cabai Merah pada Konsentrasi Tertentu


(12)

51

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Zona Inhibisi LSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

Cabai Merah-12.5% Cabai Merah-25% -2.5600 1.13376 .050 -5.1247 .0047

Cabai Merah-50% -2.3350 1.13376 .070 -4.8997 .2297

Cabai Merah-100% 2.9400(*) 1.13376 .029 .3753 5.5047

Bawang

Putih-12.5% -5.3350(*) 1.13376 .001 -7.8997 -2.7703

Bawang Putih-25% -5.4100(*) 1.13376 .001 -7.9747 -2.8453

Bawang Putih-50% -15.8700(*) 1.13376 .000 -18.4347 -13.3053

Bawang

Putih-100% -20.6150(*) 1.13376 .000 -23.1797 -18.0503

Erythromycine -12.3450(*) 1.13376 .000 -14.9097 -9.7803

Cabai Merah-25% Cabai Merah-12.5% 2.5600 1.13376 .050 -.0047 5.1247

Cabai Merah-50% .2250 1.13376 .847 -2.3397 2.7897

Cabai Merah-100% 5.5000(*) 1.13376 .001 2.9353 8.0647

Bawang

Putih-12.5% -2.7750(*) 1.13376 .037 -5.3397 -.2103

Bawang Putih-25% -2.8500(*) 1.13376 .033 -5.4147 -.2853

Bawang Putih-50% -13.3100(*) 1.13376 .000 -15.8747 -10.7453

Bawang

Putih-100% -18.0550(*) 1.13376 .000 -20.6197 -15.4903

Erythromycine -9.7850(*) 1.13376 .000 -12.3497 -7.2203

Cabai Merah-50% Cabai Merah-12.5% 2.3350 1.13376 .070 -.2297 4.8997

Cabai Merah-25% -.2250 1.13376 .847 -2.7897 2.3397

Cabai Merah-100% 5.2750(*) 1.13376 .001 2.7103 7.8397

Bawang

Putih-12.5% -3.0000(*) 1.13376 .027 -5.5647 -.4353

Bawang Putih-25% -3.0750(*) 1.13376 .024 -5.6397 -.5103

Bawang Putih-50% -13.5350(*) 1.13376 .000 -16.0997 -10.9703

Bawang

Putih-100% -18.2800(*) 1.13376 .000 -20.8447 -15.7153

Erythromycine -10.0100(*) 1.13376 .000 -12.5747 -7.4453

Cabai Merah-100% Cabai Merah-12.5% -2.9400(*) 1.13376 .029 -5.5047 -.3753

Cabai Merah-25% -5.5000(*) 1.13376 .001 -8.0647 -2.9353

Cabai Merah-50% -5.2750(*) 1.13376 .001 -7.8397 -2.7103

Bawang

Putih-12.5% -8.2750(*) 1.13376 .000 -10.8397 -5.7103

Bawang Putih-25% -8.3500(*) 1.13376 .000 -10.9147 -5.7853

Bawang Putih-50% -18.8100(*) 1.13376 .000 -21.3747 -16.2453

Bawang

Putih-100% -23.5550(*) 1.13376 .000 -26.1197 -20.9903

Erythromycine -15.2850(*) 1.13376 .000 -17.8497 -12.7203

Bawang Putih-12.5%

Cabai Merah-12.5%

5.3350(*) 1.13376 .001 2.7703 7.8997

Cabai Merah-25% 2.7750(*) 1.13376 .037 .2103 5.3397

Cabai Merah-50% 3.0000(*) 1.13376 .027 .4353 5.5647

Cabai Merah-100% 8.2750(*) 1.13376 .000 5.7103 10.8397


(13)

52

Bawang Putih-50% -10.5350(*) 1.13376 .000 -13.0997 -7.9703

Bawang

Putih-100% -15.2800(*) 1.13376 .000 -17.8447 -12.7153

Erythromycine -7.0100(*) 1.13376 .000 -9.5747 -4.4453

Bawang Putih-25% Cabai Merah-12.5% 5.4100(*) 1.13376 .001 2.8453 7.9747

Cabai Merah-25% 2.8500(*) 1.13376 .033 .2853 5.4147

Cabai Merah-50% 3.0750(*) 1.13376 .024 .5103 5.6397

Cabai Merah-100% 8.3500(*) 1.13376 .000 5.7853 10.9147

Bawang

Putih-12.5% .0750 1.13376 .949 -2.4897 2.6397

Bawang Putih-50% -10.4600(*) 1.13376 .000 -13.0247 -7.8953

Bawang

Putih-100% -15.2050(*) 1.13376 .000 -17.7697 -12.6403

Erythromycine -6.9350(*) 1.13376 .000 -9.4997 -4.3703

Bawang Putih-50% Cabai Merah-12.5% 15.8700(*) 1.13376 .000 13.3053 18.4347

Cabai Merah-25% 13.3100(*) 1.13376 .000 10.7453 15.8747

Cabai Merah-50% 13.5350(*) 1.13376 .000 10.9703 16.0997

Cabai Merah-100% 18.8100(*) 1.13376 .000 16.2453 21.3747

Bawang

Putih-12.5% 10.5350(*) 1.13376 .000 7.9703 13.0997

Bawang Putih-25% 10.4600(*) 1.13376 .000 7.8953 13.0247

Bawang

Putih-100% -4.7450(*) 1.13376 .002 -7.3097 -2.1803

Erythromycine 3.5250(*) 1.13376 .013 .9603 6.0897

Bawang Putih-100%

Cabai Merah-12.5%

20.6150(*) 1.13376 .000 18.0503 23.1797

Cabai Merah-25% 18.0550(*) 1.13376 .000 15.4903 20.6197

Cabai Merah-50% 18.2800(*) 1.13376 .000 15.7153 20.8447

Cabai Merah-100% 23.5550(*) 1.13376 .000 20.9903 26.1197

Bawang

Putih-12.5% 15.2800(*) 1.13376 .000 12.7153 17.8447

Bawang Putih-25% 15.2050(*) 1.13376 .000 12.6403 17.7697

Bawang Putih-50% 4.7450(*) 1.13376 .002 2.1803 7.3097

Erythromycine 8.2700(*) 1.13376 .000 5.7053 10.8347

Erythromycine Cabai Merah-12.5% 12.3450(*) 1.13376 .000 9.7803 14.9097

Cabai Merah-25% 9.7850(*) 1.13376 .000 7.2203 12.3497

Cabai Merah-50% 10.0100(*) 1.13376 .000 7.4453 12.5747

Cabai Merah-100% 15.2850(*) 1.13376 .000 12.7203 17.8497

Bawang

Putih-12.5% 7.0100(*) 1.13376 .000 4.4453 9.5747

Bawang Putih-25% 6.9350(*) 1.13376 .000 4.3703 9.4997

Bawang Putih-50% -3.5250(*) 1.13376 .013 -6.0897 -.9603

Bawang

Putih-100% -8.2700(*) 1.13376 .000 -10.8347 -5.7053

* The mean difference is significant at the .05 level.

Tabel L1.3 Perbandingan Zona Inhibisi Bawang Putih, Cabai Merah, dan Eritromisin dengan Metode ANAVA LSD


(14)

53

LAMPIRAN 2

FOTO-FOTO HASIL PENELITIAN

Foto-foto hasil penelitian yang dapat dilihat pada lampiran ini terdiri dari: Foto L2.1, yaitu koloni Staphylococcus aureus dalam media Lempeng Agar Darah.

Foto L2.2, yaitu koloni Staphylococcus aureus dalam media Manitol Salt Agar.

Foto L2.3, yaitu hasil tes Katalase Staphylococcus aureus. Foto L2.4, yaitu hasil tes Koagulase Staphylococcus aureus.

Foto L2.5, yaitu gambaran mikroskopis Staphylococcus aureus dengan pewarnaan Gram.

Foto L2. 6, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan bawang putih dengan konsentrasi 100%.

Foto L2. 7, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan bawang putih dengan konsentrasi 50%.

Foto L2. 8, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan bawang putih dengan konsentrasi 25%.

Foto L2. 9, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan bawang putih dengan konsentrasi 12,5%.

Foto L2. 10, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan cabai merah dengan konsentrasi 100%.

Foto L2. 11, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan cabai merah dengan konsentrasi 50%.

Foto L2. 12, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan cabai merah dengan konsentrasi 25%.

Foto L2. 13, yaitu zona inhibisi Staphylococcus aureus oleh air perasan cabai merah dengan konsentrasi 12,5%.


(15)

54

Foto L2.1 Koloni Staphylococcus aureus dalam media Lempeng Agar Darah


(16)

55

Foto L2.3 Hasil tes Katalase Staphylococcus aureus

Foto L2.4 Hasil tes Koagulase Staphylococcus aureus

Foto L2.5 Gambaran mikroskopis Staphylococcus aureus dengan pewarnaan Gram


(17)

56

Foto L2. 6 Bawang Putih Konsentrasi 100%

Foto L2.7 Bawang Putih Konsentrasi 50%


(18)

57

Foto L2.9 Bawang Putih Konsentrasi 12,5%

Foto L2.10 Cabai Merah Konsentrasi 100%


(19)

58

Foto L2.12 Cabai Merah Konsentrasi 25%


(20)

59

RIWAYAT HIDUP

Nama : Vicka Levia Simadibrata

Nomor Pokok Mahasiswa : 0810073

Tempat dan tanggal lahir : Bandung, 6 Februari 1989

Alamat : Jln. Sejahtera no 20

Riwayat Pendidikan :

1994-1996 : TK Santo Yusuf I Bandung

1996-2002 : SD Santo Yusuf I Bandung

2002-2005 : SMP Santo Aloysius Bandung

2005-2008 : SMA Santo Aloysius Bandung

2008-sekarang : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung.


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme patogen yang mampu menyebabkan berbagai penyakit pada manusia. Secara in vitro Staphylococcus aureus dapat menyerang dan bertahan hidup di dalam sel epitel termasuk sel endotel, sehingga sulit dikenali oleh sistem pertahanan tubuh. Staphylococcus aureus juga mampu membentuk koloni kecil yang berbeda/small-colony variants (SCVs) yang menyebabkan infeksi Staphylococcus sulit disembuhkan dan sering berulang (Danar Dwi Anandika, 2011). Staphylococcus berperan penting dalam infeksi nosokomial dan penyakit infeksi kulit seperti folikulitis, jerawat, impetigo, dan lain-lain.

Pengobatan infeksi Staphylococcus aureus dapat menggunakan antibiotik seperti Eritromisin yang sering diberikan untuk luka pada kulit. Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid yang dapat menghambat sintesis protein bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus (Yati H. Istiantoro, Vincent H. S. Gan, 2008). Selain menggunakan antibiotik, bumbu dapur sebagai obat tradisional juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Bumbu dapur yang dapat digunakan sebagai obat tradisional antara lain bawang putih (Allium sativum) dan cabai merah (Capsicum annuum). Selain harganya relatif terjangkau, bawang putih dan cabai merah juga mudah diperoleh.

Bawang putih sejak dahulu telah digunakan untuk tujuan pengobatan, yaitu sebagai antimikroba, antifungi, ekspektoran, antiseptik, dan antihistamin. Salah satu kandungan bawang putih yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba adalah Allicin (Saravanan P. et al., 2010). Allicin dalam bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif secara luas (Boboye B. E. et al., 2008). Cabai merah juga efektif sebagai antimikroba dan


(22)

2

antifungi. Kandungan capsaicin dalam cabai merah dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Candida albicans, Escherichia coli, Sarcina lutea, dan lain-lain (S. Soetarno et al., 1997).

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bawang putih dan cabai merah sebagai antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan membandingkan efektivitas antimikrobanya.

1.2Identifikasi Masalah

Apakah air perasan bawang putih menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Apakah air perasan cabai merah menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Bagaimana potensi air perasan bawang putih dibandingkan dengan Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Bagaimana potensi air perasan cabai merah dibandingkan dengan Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Bagaimana potensi air perasan bawang putih dibandingkan dengan air perasan cabai merah dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

1.3Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah menilai efektivitas antimikroba bawang putih dan cabai merah terhadap Staphylococcus aureus.

Tujuan penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan diameter zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dengan cabai merah terhadap Staphylococcus aureus.


(23)

3

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah menambah wawasan ilmu pengetahuan kedokteran mengenai bawang putih dan cabai merah yang memiliki efek antimikroba.

Manfaat praktis adalah memperkenalkan penggunaan bawang putih dan cabai merah pada masyarakat luas sebagai salah satu pengobatan alternatif untuk infeksi kulit seperti folikulitis.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Cavallito dan Bailey dalam penelitiannya menemukan 3 senyawa sulfur yang berhasil diisolasi dari ekstrak bawang putih, yaitu: diallyl disulphide, allicin, dan alliin, yang dapat digunakan sebagai antimikroba. J. C. Harris dan kawan-kawan mengemukakan bahwa senyawa allicin dan turunannya memiliki efek antibakteri, antiprotozoa, antifungi, dan antivirus. Sebagai antibakteri, allicin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dan Gram positif. Senyawa allicin lebih mudah menguap dibandingkan dengan senyawa sulfur yang lain seperti diallyl disulphide yang lebih stabil, tetapi memiliki efek antibakteri yang lebih poten (Harris J. C. et al., 2001).

Capsaicin pada cabai merah merupakan senyawa utama sebagai antimikroba. Konsentrasi capsaicin berbanding lurus dengan kepedasan cabai (S. Soetarno et al., 1997).


(24)

4

1.5.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

Bawang putih menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

Cabai merah menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Potensi bawang putih lebih besar dari cabai merah dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.6Metodologi

Penelitian yang dilakukan bersifat prospektif eksperimental laboratorik. Metode yang digunakan adalah “disc diffusion” dengan melakukan pengamatan zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dan cabai merah pada beberapa konsentrasi tertentu terhadap Staphylococcus aureus. Zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dibandingkan dengan cabai merah dan Eritromisin. Analisis data menggunakan statistik dengan metode ANAVA LSD dengan α = 0,05 menggunakan perangkat lunak komputer. Tingkat kemaknaan dinilai berdasarkan nilai p ≤ 0,05.

1.7Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


(25)

44

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Air perasan bawang putih menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Air perasan cabai merah menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Air perasan bawang putih memiliki potensi lebih baik daripada Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Potensi air perasan cabai merah lebih rendah daripada Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Air perasan bawang putih memiliki potensi yang lebih baik daripada air perasan cabai merah pada konsentrasi yang sama dan pada semua konsentrasi.

5.2Saran

Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang dapat dilanjutkan dengan beberapa penelitian lain seperti:

Uji efektivitas antimikroba bawang putih dan cabai merah dengan konsentrasi yang lebih bervariasi.

Uji efektivitas antimikroba bawang putih dan cabai merah terhadap jenis bakteri yang berbeda.

Uji efektivitas antimikroba dengan menggunakan kombinasi bawang putih dan cabai merah.


(26)

45

DAFTAR PUSTAKA

Akbar S. 2008. CCMB-OU Study: Garlic prevents cataract in diabetics.

Http://syedakbarindia.blogspot.com/2008_07_01_archive.html. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Boboye B. E., Alli A. J. 2008. Cellular Effects of Garlic (Allium sativum) Extract on Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Research Journal of Medicinal Plant, 2 (2): 79-85.

Http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/rjmp/2008/79-85.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Brooks G. F., Carroll K. C., Butel J. S., Morse S. A. 2007. The Staphylococci. In Malley J., Lebowitz H: Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical

Microbiology. 24th Ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 224-7.

Danar Dwi Anandika. 2011. Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Menurunkan Jumlah Leukosit pada Mencit Model Sepsis akibat Paparan Staphylococcus aureus. Http://www.kalbe.co.id. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Dempsey D. S. 2011. Skin. Http://www.nku.edu/~dempseyd/SKIN.htm.

Downloaded on Oct 17th, 2011.

Duraiaj S., Srinivasan S., Lakshmanaperumalsamy P. 2009. In vitro Antibacterial Activity and Stability of Garlic Extract at Different pH and Temperature. Electronic Journal on Biology, 1 (5): 5-10.

Http://www.ejbio.com/pps/2009/5.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011. Gardner C.D., Lawson L.D., Block E., Chatterjee L.M., Kiazand A. et al.2007.

Effect of raw garlic vs. commercial garlic supplements on plasma lipid concentrations in adults with moderate hypercholesterolemia: a randomized clinical trial. Arch. Intern. Med. 167: 4: 346-353.

Gordon R. J., Lowy F. D. 2008. Pathogenesis of Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus Infection. Clinical Infectious Disease, 46 (5): S531. Http://cid.oxfordjournals.org/content/46/Supplement_5/S350.full.pdf+html. Downloaded on Oct 4th, 2011.


(27)

46

Harris J. C., Cottrell S. L., Plummer S., Lloyd D. 2001. Antimicrobial properties of Allium sativum (garlic). Appl Microbiol Biotechnol, 57: 282-6.

Http://www.springerlink.com/content/n97bp0t343nb8jqa/fulltext.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Iyam Siti Syamsiah, Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih: Raja Antibiotik Alami. Edisi 1. Jakarta: AgroMediaPustaka. p. 1-14.

Kaiser G. E. 2001. Structure of a Gram-Positive Cell Wall.

Http://faculty.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit2/bacpath/u1fig9b.ht ml. Downloaded on Oct 4th, 2011.

Keskin D., Toroglu S. 2011. Studies on antimicrobial activities of solvent extracts of different spices. J. Environ. Biol, 32: 251-6.

Http://www.jeb.co.in/journal_issues/201103_mar11/paper_18.pdf . Downloaded on Oct 17th, 2011.

Kumar R., Dwivedi N., Singh R. K., Kumar S., Rai V. P. et al. 2011. A Review on Molecular Characterization of Pepper for Capsaicin and Oleoresin.

International Journal of Plant Breeding and Genetics, 5 (2): 99-110. Http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/ijpbg/2011/99-110.pdf. Downloaded on Oct 17th, 2011.

McGrath J. A., Uitto J. 2010. Anatomy and Organization of Human Skin. In Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C.: Rook’s Textbook of Dermatology. 8th Ed. UK: Wiley-Blackwell. p. 3.1.

Morrell T. 2011. Chapter 5 – The Integumentary System.

Http://www.imperial.edu/~thomas.morrell/cha_5_tortora_integument.htm. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Rianto Setiabudy. 2008. Antimikroba. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 585-7

Rukmana, R. 2001. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta. Roberts K. J., Koval N. 2011. Cultural Characteristics of Selected Bacteria:


(28)

47

Http://academic.pgcc.edu/~kroberts/web/colony/colony.htm. Downloaded on Oct 4th, 2011.

Samadi, B. 2007. Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Saravanan P., Ramya V., Sridhar H., Balamurugan V., Umamaheswari S. 2010. Antibacterial Activity of Allium sativum L. on Pathogenic Bacterial Strains. Global Veterinaria, 4 (5): 519-22. Http://idosi.org/gv/gv4(5)10/16.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Smith A. C., Hussey M. A. 2005. Gram Stain: Gram-Positive Cocci.

Http://archive.microbelibrary.org/asmonly/details.asp?id=2029. Downloaded on Oct 4th, 2011.

S. Soetarno, Sukrasno, E. Yulinah, Sylvia. 1997. Antimicrobial Activities of the Ethanol Extracts of Capsicum Fruits with Different Levels of Pungency. JMS, 2 (2): 57-63. Http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/download/34/30. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Sukandar E. Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB.

Http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Syarif M. Wasiaatmadja. 2007. Anatomi Kulit. Dalam Adhi Djuanda : Ilmu penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : Balai penerbit FK UI. p.3-6. Takano J. 2011. Chili Pepper isn't Just Hot. It's a Medicine.

Http://www.pyroenergen.com/articles10/hot-chili-pepper.htm. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Tortora G. J., Derrickson B. 2009. The Integumentary System. In Roesch B., Trost K., Wojcik L., Muriello L., Raccuia L: Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. p. 147-53.

Watanabe, Tadashi. 1998. Penyembuhan dengan Bawang Putih. Edisi 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. p. 17-22.


(29)

48

Weiner L., Shin I., Shimon L. J. W., Miron T., Wilchek M. et al. 2008. Thiol-disulfide organization in alliin lyase (alliinase) from garlic (Allium sativum). Protein Science, 46: 196.

Http://www.proteinscience.org/view/MTEwOTcyL0pBLzEwODgyMC9udW xs/journalArticlePdf.html. Downloaded on Oct 5th, 2011.

WHO. 2003. Traditional Medicine.

Http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Downloaded Oct 17th, 2011.

Yati H. Istiantoro dan Vincent H. S. Gan. Aminoglikosid. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 705, 707, 710, 714.


(1)

4

1.5.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

Bawang putih menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in

vitro.

Cabai merah menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Potensi bawang putih lebih besar dari cabai merah dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.6 Metodologi

Penelitian yang dilakukan bersifat prospektif eksperimental laboratorik. Metode yang digunakan adalah “disc diffusion” dengan melakukan pengamatan zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dan cabai merah pada beberapa konsentrasi tertentu terhadap Staphylococcus aureus. Zona inhibisi yang dibentuk oleh bawang putih dibandingkan dengan cabai merah dan Eritromisin. Analisis data menggunakan statistik dengan metode ANAVA LSD dengan α = 0,05 menggunakan perangkat lunak komputer. Tingkat kemaknaan dinilai berdasarkan nilai p ≤ 0,05.

1.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


(2)

44 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Air perasan bawang putih menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Air perasan cabai merah menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Air perasan bawang putih memiliki potensi lebih baik daripada Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Potensi air perasan cabai merah lebih rendah daripada Eritromisin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Air perasan bawang putih memiliki potensi yang lebih baik daripada air perasan cabai merah pada konsentrasi yang sama dan pada semua konsentrasi.

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang dapat dilanjutkan dengan beberapa penelitian lain seperti:

Uji efektivitas antimikroba bawang putih dan cabai merah dengan konsentrasi yang lebih bervariasi.

Uji efektivitas antimikroba bawang putih dan cabai merah terhadap jenis bakteri yang berbeda.

Uji efektivitas antimikroba dengan menggunakan kombinasi bawang putih dan cabai merah.


(3)

45

DAFTAR PUSTAKA

Akbar S. 2008. CCMB-OU Study: Garlic prevents cataract in diabetics.

Http://syedakbarindia.blogspot.com/2008_07_01_archive.html. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Boboye B. E., Alli A. J. 2008. Cellular Effects of Garlic (Allium sativum) Extract on Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Research Journal of

Medicinal Plant, 2 (2): 79-85.

Http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/rjmp/2008/79-85.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Brooks G. F., Carroll K. C., Butel J. S., Morse S. A. 2007. The Staphylococci. In Malley J., Lebowitz H: Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical

Microbiology. 24th Ed. United States of America: The McGraw-Hill

Companies, Inc. p. 224-7.

Danar Dwi Anandika. 2011. Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Menurunkan

Jumlah Leukosit pada Mencit Model Sepsis akibat Paparan Staphylococcus

aureus. Http://www.kalbe.co.id. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Dempsey D. S. 2011. Skin. Http://www.nku.edu/~dempseyd/SKIN.htm.

Downloaded on Oct 17th, 2011.

Duraiaj S., Srinivasan S., Lakshmanaperumalsamy P. 2009. In vitro Antibacterial Activity and Stability of Garlic Extract at Different pH and Temperature.

Electronic Journal on Biology, 1 (5): 5-10.

Http://www.ejbio.com/pps/2009/5.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011. Gardner C.D., Lawson L.D., Block E., Chatterjee L.M., Kiazand A. et al.2007.

Effect of raw garlic vs. commercial garlic supplements on plasma lipid concentrations in adults with moderate hypercholesterolemia: a randomized clinical trial. Arch. Intern. Med. 167: 4: 346-353.

Gordon R. J., Lowy F. D. 2008. Pathogenesis of Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus Infection. Clinical Infectious Disease, 46 (5): S531.

Http://cid.oxfordjournals.org/content/46/Supplement_5/S350.full.pdf+html. Downloaded on Oct 4th, 2011.


(4)

46

Harris J. C., Cottrell S. L., Plummer S., Lloyd D. 2001. Antimicrobial properties of Allium sativum (garlic). Appl Microbiol Biotechnol, 57: 282-6.

Http://www.springerlink.com/content/n97bp0t343nb8jqa/fulltext.pdf. Downloaded on Oct 5th, 2011.

Iyam Siti Syamsiah, Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih: Raja

Antibiotik Alami. Edisi 1. Jakarta: AgroMediaPustaka. p. 1-14.

Kaiser G. E. 2001. Structure of a Gram-Positive Cell Wall.

Http://faculty.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit2/bacpath/u1fig9b.ht ml. Downloaded on Oct 4th, 2011.

Keskin D., Toroglu S. 2011. Studies on antimicrobial activities of solvent extracts of different spices. J. Environ. Biol, 32: 251-6.

Http://www.jeb.co.in/journal_issues/201103_mar11/paper_18.pdf . Downloaded on Oct 17th, 2011.

Kumar R., Dwivedi N., Singh R. K., Kumar S., Rai V. P. et al. 2011. A Review on Molecular Characterization of Pepper for Capsaicin and Oleoresin.

International Journal of Plant Breeding and Genetics, 5 (2): 99-110.

Http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/ijpbg/2011/99-110.pdf. Downloaded on Oct 17th, 2011.

McGrath J. A., Uitto J. 2010. Anatomy and Organization of Human Skin. In Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C.: Rook’s Textbook of

Dermatology. 8th Ed. UK: Wiley-Blackwell. p. 3.1.

Morrell T. 2011. Chapter 5 – The Integumentary System.

Http://www.imperial.edu/~thomas.morrell/cha_5_tortora_integument.htm. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Rianto Setiabudy. 2008. Antimikroba. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 585-7

Rukmana, R. 2001. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta. Roberts K. J., Koval N. 2011. Cultural Characteristics of Selected Bacteria:


(5)

47

Http://academic.pgcc.edu/~kroberts/web/colony/colony.htm. Downloaded on Oct 4th, 2011.

Samadi, B. 2007. Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Saravanan P., Ramya V., Sridhar H., Balamurugan V., Umamaheswari S. 2010. Antibacterial Activity of Allium sativum L. on Pathogenic Bacterial Strains.

Global Veterinaria, 4 (5): 519-22. Http://idosi.org/gv/gv4(5)10/16.pdf.

Downloaded on Oct 5th, 2011.

Smith A. C., Hussey M. A. 2005. Gram Stain: Gram-Positive Cocci.

Http://archive.microbelibrary.org/asmonly/details.asp?id=2029. Downloaded on Oct 4th, 2011.

S. Soetarno, Sukrasno, E. Yulinah, Sylvia. 1997. Antimicrobial Activities of the Ethanol Extracts of Capsicum Fruits with Different Levels of Pungency. JMS, 2 (2): 57-63. Http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/download/34/30. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Sukandar E. Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi

Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB.

Http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Syarif M. Wasiaatmadja. 2007. Anatomi Kulit. Dalam Adhi Djuanda : Ilmu

penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : Balai penerbit FK UI. p.3-6.

Takano J. 2011. Chili Pepper isn't Just Hot. It's a Medicine.

Http://www.pyroenergen.com/articles10/hot-chili-pepper.htm. Downloaded on Oct 17th, 2011.

Tortora G. J., Derrickson B. 2009. The Integumentary System. In Roesch B., Trost K., Wojcik L., Muriello L., Raccuia L: Principles of Anatomy and

Physiology. 12th Ed. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. p. 147-53.

Watanabe, Tadashi. 1998. Penyembuhan dengan Bawang Putih. Edisi 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. p. 17-22.


(6)

48

Weiner L., Shin I., Shimon L. J. W., Miron T., Wilchek M. et al. 2008. Thiol-disulfide organization in alliin lyase (alliinase) from garlic (Allium sativum).

Protein Science, 46: 196.

Http://www.proteinscience.org/view/MTEwOTcyL0pBLzEwODgyMC9udW xs/journalArticlePdf.html. Downloaded on Oct 5th, 2011.

WHO. 2003. Traditional Medicine.

Http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Downloaded Oct 17th, 2011.

Yati H. Istiantoro dan Vincent H. S. Gan. Aminoglikosid. Dalam: Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 705, 707, 710, 714.