Rizka Arum G0109070 JURNAL Bullying

(1)

commit to user

Hubungan antara Penerimaan Teman Sebaya dan Iklim Sekolah dengan Bullying pada

Siswa SMP Negeri 11 Surakarta

The Relation of Peer Acceptance, School Climate and Bullying on Students of SMP Negeri 11 Surakarta

Rizka Arum Putri Pertiwi, Tuti Hardjajani, Nugraha Arif Karyanta Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret ABSTRAK

Kekerasan di sekolah merupakan permasalahan serius yang terjadi dalam dunia pendidikan. Salah satu bentuk kekerasan tersebut adalah bullying, yaitu perilaku agresif yang menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. Perilaku ini paling banyak ditemukan pada masa remaja yang terwujud dalam bentuk bullying fisik, verbal, sosial maupun cyberbullying. Terjadinya bullying diduga terkait dengan penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah. Penerimaan teman sebaya yang rendah dan iklim sekolah yang negatif diduga akan menjadi akar dari timbulnya bullying pada remaja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying, (2) Hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan

bullying, dan (3) Hubungan antara iklim sekolah dengan bullying.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, dengan populasi seluruh siswa SMP N 11 Surakarta. Responden penelitian berjumlah 187 siswa yang diperoleh dengan teknik stratified cluster sampling. Instrumen dalam penelitian ini berupa skala bullying, skala penerimaan teman sebaya dan skala iklim sekolah. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisis regresi berganda, adapun uji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial.

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) dan Fhitung = 37,986 > Ftabel = 3,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying. Hasil analisis korelasi parsial menunjukkan bahwa ada hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan bullying dengan r = -0,208, dan p = 0,004 (<0,05) serta ada hubungan antara iklim sekolah dengan bullying dengan nilai r = -0,354 dan p = 0,000 (<0,05). Nilai R2 sebesar 0,292, artinya penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah secara bersama-sama memberi sumbangan efektif sebesar 29,2%.

Kata kunci: bullying, penerimaan teman sebaya, iklim sekolah, siswa SMP PENDAHULUAN

Sekolah adalah lingkungan pendidikan

sekunder dan juga merupakan salah satu tempat bagi anak untuk tumbuh dan berkembang selama perjalanan hidupnya. Sekolah sebagai

lembaga pendidikan diharapkan mampu

memberikan pengaruh positif terhadap

perkembangan jiwa anak. Sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat di samping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini banyak ditemukan permasalahan

dalam dunia pendidikan yang dapat

mempengaruhi kejiwaan anak. Salah satu isu yang cukup serius adalah masalah kekerasan di sekolah.

Salah satu bentuk kekerasan di lingkungan


(2)

commit to user

(perisakan) yaitu perilaku mengancam,

menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman. Seseorang dikatakan menjadi korban bullying apabila diperlakukan secara

negatif (sengaja membuat luka atau

ketidaknyamanan melalui kontak fisik,

perkataan atau dengan cara lain) sekali atau berkali-kali bahkan sering atau sudah menjadi pola oleh seseorang atau lebih (Coloroso, 2006). Lebih jauh Rudi (2010) menekankan

perilaku bullying pada adanya

ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan

korban. Ketidakseimbangan kekuatan ini

disalahgunakan oleh seseorang atau

sekelompok orang untuk menyakiti korban secara mental maupun fisik secara berulang kali.

Bullying diyakini dapat membawa dampak

buruk bagi korban maupun pelaku. Seseorang yang menjadi korban bullying dapat menderita karena masalah emosional dan perilaku.

Bullying dapat menimbulkan perasaan tidak

aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stres yang dapat berakhir dengan bunuh diri (Rudi, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Copeland terhadap 1.420 orang di Barat Laut Carolina. Seseorang yang pernah

mengalami bullying pada usia anak-anak,

ketika dewasa cenderung memiliki gangguan psikologis berupa kecemasan, mudah panik dan depresi, menggunakan obat-obatan terlarang, bahkan beberapa di antaranya melakukan tindakan bunuh diri. Hal yang sama juga terjadi

bagi para pelaku bullying. Para pelaku

mengalami risiko peningkatan gangguan

kepribadian yang cenderung anti sosial

(Copeland, 2013). Smokowski dan Kopasz (2005) juga menyatakan bahwa korban bullying

cenderung memiliki harga diri yang rendah serta resiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi.

Menyikapi gambaran buram kekerasan pada anak di Indonesia, KPAI mengadakan survai di 9 provinsi pada tahun 2012. Sebanyak 1026 responden anak (SD/MI, SMP/MTs dan

SMA/MA) yang berhasil ditemui dan

memberikan pengakuannya tercatat 87,6% responden anak mengaku mengalami tindak kekerasan di lingkungan sekolah. Terjadinya kekerasan di sekolah disebabkan oleh banyak hal, diantaranya sistem dan peraturan sekolah tidak memiliki perspektif perlindungan anak, selain itu siswa jarang diberikan materi tentang perlindungan anak dan pendampingan sebaya, sehingga bullying dan kekerasan terjadi di antara siswa karena rendahnya pemahaman siswa (Ihsan, 2013).

Kasus bullying tidak hanya ditemukan di kota-kota besar. Kota Surakarta yang dicanangkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) pun ternyata tidak luput dari adanya bullying di sekolah.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Hertinjung (2013) terhadap 212 siswa kelas 4 dan 5 dari 3 SD di Kecamatan Laweyan Surakarta, yaitu SDN Mangkuyudan 2, SDN

Bumi 2, dan SD Muhammadiyah 16

menunjukkan, bahwa sebesar 43% anak melakukan bullying verbal, bullying relasional sebesar 30% dan bullying fisik 27%.


(3)

commit to user SMP Negeri 11 Surakarta adalah salah satu

sekolah yang tidak terlepas dari praktek

bullying. Beberapa anak menunjukkan sikap

yang nakal, kurang bersahabat dan tidak kooperatif sehingga sering membuat keonaran dengan mengganggu siswa lain, bahkan beberapa di antaranya ada yang berkelahi. Banyak faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku bullying. Salah satunya adalah pengaruh penerimaan teman sebaya (Hurlock, 1980). Penerimaan teman sebaya merupakan tingkat dimana individu disukai atau tidak disukai oleh teman sebayanya (Rubin dkk., dalam Oberle, dkk., 2010). Menjadi individu yang disukai dan diterima dalam suatu kelompok pertemanan merupakan suatu hal yang penting pada masa remaja, karena

merupakan prasyarat untuk mendapatkan

feedback dari teman sebaya dan dapat mencoba

berbagai gaya hubungan atau kepribadian yang berbeda dari masa ke masa (Adams dalam Kartika, 2005). Oleh karena itu, pada masa remaja individu menjadi lebih memperhatikan bagaimana pandangan teman sebaya terhadap diri mereka.

Remaja yang merasa telah diterima oleh teman

sebayanya akan mudah menyukai dan

menerima diri sendiri sehingga keadaan tersebut akan membantu remaja dalam proses penyesuaian diri. Sementara itu, remaja yang memiliki pengalaman dikucilkan oleh teman sebaya akan merasa sedih, stres, dan frustrasi (Santrock, 2007). Remaja yang menarik diri, ditolak oleh sebaya atau menjadi korban dan merasa kesepian, memiliki resiko untuk

mengalami depresi. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa penolakan dan pengabaian oleh sebaya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kenakalan remaja. Oleh karena itu, remaja yang mengembangkan perilaku agresif sebagai reaksi atas penerimaan atau penolakan teman sebaya berpotensi melakukan perilaku

bullying sebagai reaksi psikologis atas

ketidakpuasan yang diterima (Priyatna, 2010).

Bullying dilakukan remaja sebagai upaya untuk

mendapatkan perhatian, penghargaan dan pengakuan dari lingkungan pergaulannya. Selain kebutuhan akan penerimaan teman sebaya, remaja juga memerlukan lingkungan yang positif untuk mendukung perkembangan

sosioemosionalnya. Meskipun lingkungan

sekolah merupakan faktor kedua setelah

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah

berperan cukup besar dalam perkembangan

tingkah laku remaja. Astuti (2008)

menyebutkan bahwa lingkungan sekolah yang

tidak harmonis dan diskriminatif dapat

menyebabkan timbulnya perilaku bullying. Hoy dan Miskel (1982) mendefinisikan situasi, suasana atau atmosfer suatu karakteristik

internal dalam suatu sekolah yang

membedakannya dengan sekolah lain dan

mempengaruhi perilaku orang-orang di

dalamnya dengan iklim sekolah.

Iklim sekolah yang positif menimbulkan adanya perasaan akan komunitas (sense of

community) yang dapat mengurangi secara

signifikan munculnya perilaku bermasalah seperti keterlibatan narkoba, kenakalan remaja dan tindak kekerasan seperti bullying (Gregory,


(4)

commit to user dkk., 2011). Sementara itu, siswa yang

mempersepsikan sekolah sebagai lingkungan

yang tidak bersahabat, penuh dengan

ketidakadilan dan tidak mendukung, akan

cenderung melanggar peraturan sekolah.

Mengganggu siswa lain dan melakukan perilaku bullying menjadi suatu hal yang umum terjadi di dalam lingkungan sekolah yang tidak positif. Studi lain juga menunjukkan bahwa siswa yang bersekolah di tempat yang penuh dengan konflik, dengan persepsi yang buruk

terhadap lingkungan sosial akan lebih

cenderung terlibat di dalam perilaku bullying

(Nansel dkk., 2001).

Berdasarkan beberapa uraian yang telah

disampaikan, timbul ketertarikan untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim

sekolah dengan bullying pada siswa SMP

Negeri 11 Surakarta.

DASAR TEORI

A. Bullying

Bullying adalah suatu tindakan agresif

yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang

dengan sengaja menyalahgunakan

ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti atau membuat korban merasa tidak nyaman baik secara fisik maupun mental.

Bentuk-bentuk bullying terbagi atas empat kategori, yaitu bullying fisik, bullying

verbal, bullying sosial/relasional, dan

cyberbullying (Priyatna, 2010).

B. Penerimaan Teman Sebaya

Penerimaan teman sebaya adalah suatu keadaan sejauh mana individu diterima, disukai atau dihargai oleh anggota lain dari kelompok sebaya.

Aspek penerimaan teman sebaya pada

penelitian ini menggunakan aspek

kombinasi dari Parker (1993) dan Kristi (1992), yaitu validation and caring, help

and guidance, intimate exchange,

companionship, kepercayaan, penghargaan

dan penghormatan.

C. Iklim Sekolah

Iklim sekolah adalah suatu kualitas atau keadaan dari lingkungan sekolah, mencakup berbagai norma, harapan, kebijakan yang dapat mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok di dalamnya serta menjadi sebuah karakteristik yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.

Aspek iklim sekolah yaitu safety,

teaching and learning, interpersonal

relationships dan institutional environment

(Nixon, 2010).

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Sampel penelitian ditentukan dengan metode stratified cluster sampling.


(5)

commit to user Tabel 1. Data Sampel Uji Coba dan Penelitian

Kelas Jumlah Siswa Keterangan

VII E 33 Kelas uji coba VIII A 34 Kelas uji coba IX A 30 Kelas uji coba VII C 34 Kelas penelitian VII D 33 Kelas penelitian VIII B 30 Kelas penelitian VIII E 31 Kelas penelitian IX B 32 Kelas penelitian IX C 31 Kelas penelitian

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala bullying (jumlah aitem 23, reliabilitas 0.775), skala penerimaan teman sebaya (jumlah aitem 36, reliabilitas 0.915) dan skala iklim sekolah (jumlah aitem 39, reliabilitas 0.887) yang disusun sendiri oleh peneliti serta telah di uji-cobakan kepada sampel.

Pengumpulan data penelitian dilakukan secara klasikal dengan memanfaatkan waktu mata pelajaran bimbingan dan konseling. Waktu yang dipergunakan siswa untuk mengisi skala berkisar antara 35-40 menit.

Data yang terkumpul dianalisis dengan

menggunakan analisis regresi berganda dan analisis korelasi parsial. Pada penelitian ini disertakan pula hasil penghitungan sumbangan

relatif dan sumbangan efektif, analisis

deskriptif dan analisis tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian.

HASIL- HASIL

A. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel

3,05 dan p = 0,000<0,05. Hal ini berarti

bahwa terdapat hubungan antara

penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Nilai R-square sebesar 0,292 yang berarti bahwa penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah secara bersama-sama menyumbang 29,2% terhadap variabel

bullying. Nilai R = 0,541 menunjukkan

keeratan hubungan berada pada level sedang (0,400 – 0,599).

Uji hipotesis kedua dan ketiga dilakukan

dengan menggunakan teknik korelasi

parsial. Hasil penghitungan variabel

penerimaan teman sebaya dengan bullying

menunjukkan hasil P (0,004) < 0,05 dan

correlation = -0,208. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan dan rendah antara

penerimaan teman sebaya dengan bullying. Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin baik penerimaan teman sebaya maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan.

Uji hipotesis ketiga menunjukkan hasil P (0,000) < 0,05 dan correlation = -0,354. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara iklim sekolah

dengan bullying. Arah hubungan yang

negatif menandakan bahwa semakin baik iklim sekolahnya, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan.


(6)

commit to user

B. Sumbangan Relatif dan Sumbangan

Efektif

1. Sumbangan Relatif

a. Penerimaan teman sebaya 32,5%

b. Iklim sekolah 67,5%

2. Sumbangan Efektif

a. Penerimaan teman sebaya 9,5%

b. Iklim sekolah 19,7%

c. Total sumbangan sebesar 29,2%,

sementara 70,8% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain.

C. Analisis Deskriptif

Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif

Variabel Kategorisasi Jumlah %

Bullying

Rendah 171 91 %

Sedang 16 9 %

Tinggi 0 0 %

Penerimaan Teman Sebaya

Rendah 0 0 %

Sedang 85 45 %

Tinggi 102 55 %

Iklim Sekolah

Rendah 0 0 %

Sedang 69 37 %

Tinggi 118 63 %

D. Analisis Tambahan

1. Jenis Bullying yang Dilakukan Siswa Dengan membandingkan nilai rata-rata pada tiap-tiap jenis bullying diketahui bahwa jenis bullying yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal (28%), selanjutnya bullying sosial (25%),

bullying fisik (24%) dan terakhir

cyberbullying (23%).

2. Perbedaan Bullying oleh Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan

Analisis tambahan ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan bullying ditinjau dari jenis kelamin. Jenis analisis yang digunakan adalah uji t untuk sampel bebas (independent sample t-test). Nilai t-hitung > t-tabel (7,056 > 1,973) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan,

bahwa ada perbedaan rata-rata bullying

antara siswa laki-laki dan siswa

perempuan. Dari rata-rata dapat dilihat,

bahwa laki-laki melakukan bullying

yang lebih tinggi (33,89) daripada siswa perempuan (27,14).

Selanjutnya, diketahui pula siswa

laki-laki cenderung melakukan bullying

lebih tinggi pada seluruh aspek bullying

dibandingkan siswa perempuan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa laki-laki pada aspek

bullying fisik (1,377) lebih tinggi

daripada nilai rata-rata siswa perempuan (1,108). Pada aspek bullying verbal, siswa laki-laki juga menunjukkan

rata-rata yang lebih tinggi (1.683)

dibandingkan siswa perempuan (1,326). Hal yang sama tampak pada aspek

bullying sosial, yaitu laki-laki

menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi (1,481) dibandingkan siswa perempuan (1,173). Demikian pula pada aspek

cyberbullying siswa perempuan

menunjukkan nilai yang lebih rendah (1.081) daripada siswa laki-laki (1,301).


(7)

commit to user

3. Perbedaan Bullying berdasarkan

Tingkatan Kelas

Analisis tambahan ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan bullying ditinjau dari tingkatan kelas. Jenis analisis yang digunakan adalah uji varian satu jalan atau one way ANOVA. Hasil uji one way

ANOVA menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0,024 (<0,05), maka Ho ditolak.

Artinya ada perbedaan bullying antara siswa kelas VII, kelas VIII dan kelas

IX. Berdasarkan hasil rata-rata

diketahui pula siswa kelas VIII

menunjukkan kecenderungan

melakukan bullying lebih tinggi (32,43) dibandingkan dengan siswa kelas VII (29,29) dan kelas IX (29,34).

PEMBAHASAN

Hasil uji hipotesis menunjukkan, bahwa

hipotesis pertama yang diajukan dalam

penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel

3,05 dan p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti, bahwa semakin tinggi penerimaan teman sebaya dan semakin baik iklim sekolah, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa. Hasil tersebut menunjukkan adanya kebutuhan akan penerimaan teman sebaya pada masa remaja. Penerimaan teman sebaya dan keikutsertaan remaja dalam kegiatan kelompok

dapat memperkuat citra diri dan penilaian diri yang positif sehingga remaja akan menghindari perilaku agresif seperti bullying (Hardiyanti dan Dewi, 2013). Selain itu, iklim sekolah sebagai faktor eksternal juga turut berperan dalam mengontrol bullying pada remaja. Iklim sekolah yang baik dapat menjaga remaja dari resiko pengalaman peningkatan emosi dan masalah perilaku (Loukas, dkk., 2004).

Hasil analisis data secara parsial menunjukkan, bahwa hipotesis kedua diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan teman sebaya dan bullying. Hal ini diketahui dengan melihat hasil penghitungan yang menunjukkan p-value sebesar 0,004 < p = 0,05, r = -0,208. Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin tinggi tingkat penerimaan teman sebaya, maka akan semakin rendah

bullying yang dilakukan. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soliha (2010) yang menyebutkan, bahwa

terdapat hubungan yang negatif antara

penerimaan teman sebaya dan tendensi

agresivitas relasional. Sejalan dengan penelitian tersebut Wentzel (1997) menemukan, bahwa penerimaan teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan perkembangan akademis, fungsi sosial, dan kesejahteraan psikologis pada anak dan remaja. Sebaliknya, remaja yang sering diabaikan dan tidak diterima oleh teman-temannya akan merasa tidak nyaman dan bisa melakukan tindakan yang negatif. Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan yang selanjutnya


(8)

commit to user berhubungan dengan kesehatan mental individu

dan masalah kriminal.

Hasil uji analisis secara parsial berikutnya menunjukkan, bahwa hipotesis yang ketiga

diterima, yaitu terdapat hubungan yang

signifikan antara iklim sekolah dengan bullying

pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil yang diperoleh yaitu p-value sebesar 0,000 < 0,05, r = -0,354. Arah hubungannya adalah negatif karena nilai r bertanda negatif, artinya semakin positif iklim sekolahnya, maka akan

semakin rendah bullying yang dilakukan.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2014) yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan perilaku kekerasan pada siswa SMA Negeri Karangpandan. Cross, dkk (2010) berpendapat iklim sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada siswa untuk berperilaku menyimpang. Sebaliknya, kondisi

sekolah yang baik dapat meningkatkan

pengetahuan, moral, dan pengalaman siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan relatif dan efektif dari masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat menunjukkan, bahwa iklim sekolah lebih dominan dalam mempengaruhi bullying dibandingkan dengan penerimaan teman sebaya. Lebih dominannya

pengaruh iklim sekolah terhadap bullying

kemungkinan disebabkan karena masalah

bullying adalah masalah sosial, yang terjadi

akibat sistem dan hasil interaksi di lingkungan

(Astuti, 2008). Masalah bullying melibatkan lebih banyak jaringan dan pihak, sehingga dalam hal ini iklim sekolah yang melibatkan lebih banyak elemen di dalamnya berperan lebih dominan terhadap terjadinya bullying

pada remaja dibandingkan dengan penerimaan teman sebaya.

Hasil analisis tambahan pada penelitian ini mengungkapkan, bahwa jenis bullying yang paling banyak dilakukan adalah jenis bullying

verbal, siswa laki-laki terlibat bullying lebih tinggi dibanding siswa perempuan, dan kelas VIII terlibat bullying lebih tinggi dibandingkan tingkatan kelas lainnya. Temuan ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mahardayani dan Ahyani (2008) yang

menyatakan sebanyak 94% dari 180 remaja pernah melakukan bullying dan jenis tindakan yang paling sering dilakukan adalah bullying

verbal, yaitu mengejek dan memberi julukan. Keterlibatan bullying yang tinggi pada siswa laki-laki sejalan dengan temuan dari beberapa

penelitian sebelumnya, yang menyatakan

bahwa anak laki-laki memiliki kemungkinan 4 sampai 5 kali lebih besar menjadi bullies

(pelaku) atau bully victim (korban bully) dibandingkan dengan anak perempuan.

Pada penelitian ini diketahui subjek yang

terlibat dalam bullying menunjukkan

peningkatan pada kelas VIII dan menurun pada kelas IX. Hal ini sesuai dengan penelitian Nansel, dkk (2001) yang menyebutkan bullying

paling sering muncul pada kelas VI hingga kelas VIII. Pintado (2006) juga menyatakan,


(9)

commit to user bahwa berdasarkan tingkatan kelas, siswa kelas

delapan memiliki kecenderungan melakukan

bullying verbal lebih tinggi daripada siswa

kelas tujuh.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat diambil sebuah simpulan bahwa terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta.

B. Saran

1. Untuk Siswa

Siswa diharapkan mampu

mengembangkan perilaku positif sebagai upaya agar diterima oleh lingkungan

sebayanya. Siswa juga diharapkan

memahami dan menyadari dampak dari perilaku bullying dan tidak ragu untuk menghentikan serta melapor kepada guru atau orang dewasa yang dipercaya, jika mengalami ataupun menjadi saksi dari tindakan bullying.

2. Untuk Guru

Guru harus bersikap serius terhadap setiap laporan bullying yang diterima dan segera mengambil langkah untuk meresponsnya. Guru juga diharapkan mampu menjadi model prososial bagi para siswanya.

3. Untuk Sekolah

Pihak sekolah diharapkan dapat

menanamkan kesamaan persepsi tentang

bullying melalui pemberian informasi

secara menyeluruh mengenai bullying, dampak, dan penanganan yang harus dilakukan kepada siswa dan seluruh staf sekolah.

4. Untuk Peneliti Selanjutnya

Mengembangkan variabel psikologis lain di luar variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini, seperti

faktor kepribadian maupun faktor

lingkungan keluarga. Meninjau bullying

dari berbagai macam sudut pandang, baik sebagai pelaku, korban, maupun

bystanders (saksi mata).

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif

Mengatasi Kekerasan pada Anak. Jakarta:

Grasindo.

Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Tertindas, & Penonton: Konsep Memutus Mata Rantai Kekerasan Anak. Jakarta: Serambi.

Copeland, W. E., Wolke, D., Angold, D., Costello, E. J. 2013. Adult Psychiatric Outcomes of Bullying and Being Bullied by Peers in Childhood and Adolescence. Journal of JAMA Psychiatry. 2013; 70(4): 419-426.

Cross, A. B., Gottfredson, D. C., Wilson, D. M., Rorie, M., Connell, N. 2010. Implementation Quality and Positive Experiences in AfterSchool Programs.

American Journal Community Psychology (2010)

45:370–380. Department of Criminology and Criminal Justice, University of Maryland.

Fitriah, R. N. 2014. Hubungan antara Iklim Sekolah dan Harga Diri dengan Perilaku Kekerasan pada Siswa kelas XI SMA Negeri Karangpandan. Skripsi.

Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Gregory, A., Cornell, D., & Fan, X. 2011. The

Relationship of School Structure and Support to Suspension Rates for Black and White High


(10)

commit to user School Students. American Educational Research

Journal. August 2011, Vol. 48, No. 4, pp. 904– 934.

Hertinjung, W. S. 2013. Bentuk-bentuk Bullying di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hoy, W. K., dan Miskell. 1982. Educational Administration: Theory, Research and Practice.

New York: Random House.

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu

Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Ihsan, M. 2013. Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan. Laporan Monitoring dan Evaluasi KPAI. Jakarta Pusat: Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Kartika, Y. 2005. Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya pada Remaja. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Kristi, A. P. 1992. Menciptakan Kepribadian Sehat.

Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo.

Loukas, A., Suzuki, R., Horton, K.D. 2004. Examining the Moderating Role of Perceived School Climate in Early Adolescent Adjustment.

Journal of Research on Adolescence, 14, 2, 209-233.

Mahardayani, I. H. dan Ahyani, L. N. 2008. Identifikasi Perilaku Bullying pada Remaja di Kabupaten Kudus. Jurnal. Fakultas Psikologi: Universitas Maria Kudus.

Nansel, T. R., Overpeck, M., Pilla R. S., Ruan, W. J., Simons-Morton, B., dan Scheidt, P. 2001.

Bullying Behaviors Among US Youth: Prevalence

and Association with Psychosocial Adjustment.

Journal of the American Medical Association.

285(16), 2094-2100.

Nixon, Carol. 2010. Keeping Students Learning: School Climate and Student Support Systems. Center for Social and Emotional Education. Vol. 1 No. 1 January 2010.

Oberle, E., Reichl, K. A., Thomson, K. C. 2010. Understanding the Link Between Social and Emotional Well-Being and Peer Relation in Early

Adolescence: Gender Specific Predictor of Peer

Acceptance. Journal of Youth

Adolescence, 39,

1330-1342. DOI: 10.1007/s10964-009-9486-9

Parker, J. G., Asher, S. R. 1993. Friendship and Friendship Quality in Middle Childhood : Links with Peer Group Acceptance and Feelings of Loneliness and Social Dissatifaction. Journal of Developmental Psychology. America: APA Inc. Vol. 29 No. 4 (611-621).

Pintado, I. 2006. Perceptions of School Climate and

Bullying in Middle Schools. Dissertations. USA: University of South Florida.

Priyatna, A. 2010. Lets End Bullying: Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Rudi, T. 2010. Informasi Perihal Bullying. Buku digital.

Diunduh pada 15 Januari 2014 dari

http://bigloveadagio.wordpress.com/

Santrock, J. W. 2005. Adolescent: Perkembangan Masa Remaja. Jakarta: Erlangga.

Smokowski, P. R. & Kopasz, K. H. 2005. Bullying in School: an Overview of Types, Effects, Family Characteristics, and Intervention Strategies.

Children & Schools Journal, 27(2), 101-110. Soliha, U. 2010. Hubungan antara Persepsi terhadap

Penerimaan Teman Sebaya dengan Tendensi Agresivitas Relasional pada Remaja Putri di SMPN 27 Semarang. Jurnal Psikologi Undip. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Wentzel, K. R. dan Caldwell, K. 1997. Friendship, Peer Acceptance, and Group Membership: Relations to Academic Achievement in Middle School. Journal of Child Development, vol 68, number 6, pg. 1198-1209.


(1)

commit to user

Tabel 1. Data Sampel Uji Coba dan Penelitian

Kelas Jumlah Siswa Keterangan

VII E 33 Kelas uji coba VIII A 34 Kelas uji coba IX A 30 Kelas uji coba VII C 34 Kelas penelitian VII D 33 Kelas penelitian VIII B 30 Kelas penelitian VIII E 31 Kelas penelitian IX B 32 Kelas penelitian IX C 31 Kelas penelitian

Metode pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan skala bullying (jumlah aitem 23,

reliabilitas 0.775), skala penerimaan teman sebaya (jumlah aitem 36, reliabilitas 0.915) dan skala iklim sekolah (jumlah aitem 39, reliabilitas 0.887) yang disusun sendiri oleh peneliti serta telah di uji-cobakan kepada sampel.

Pengumpulan data penelitian dilakukan secara klasikal dengan memanfaatkan waktu mata pelajaran bimbingan dan konseling. Waktu yang dipergunakan siswa untuk mengisi skala berkisar antara 35-40 menit.

Data yang terkumpul dianalisis dengan

menggunakan analisis regresi berganda dan analisis korelasi parsial. Pada penelitian ini disertakan pula hasil penghitungan sumbangan

relatif dan sumbangan efektif, analisis

deskriptif dan analisis tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian.

HASIL- HASIL

A. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel

3,05 dan p = 0,000<0,05. Hal ini berarti

bahwa terdapat hubungan antara

penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Nilai R-square sebesar 0,292 yang berarti bahwa penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah secara bersama-sama menyumbang 29,2% terhadap variabel bullying. Nilai R = 0,541 menunjukkan keeratan hubungan berada pada level

sedang (0,400 – 0,599).

Uji hipotesis kedua dan ketiga dilakukan

dengan menggunakan teknik korelasi

parsial. Hasil penghitungan variabel

penerimaan teman sebaya dengan bullying

menunjukkan hasil P (0,004) < 0,05 dan

correlation = -0,208. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan dan rendah antara

penerimaan teman sebaya dengan bullying.

Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin baik penerimaan teman sebaya

maka akan semakin rendah bullying yang

dilakukan.

Uji hipotesis ketiga menunjukkan hasil P (0,000) < 0,05 dan correlation = -0,354. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara iklim sekolah

dengan bullying. Arah hubungan yang

negatif menandakan bahwa semakin baik iklim sekolahnya, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan.


(2)

commit to user

B. Sumbangan Relatif dan Sumbangan

Efektif

1. Sumbangan Relatif

a. Penerimaan teman sebaya 32,5%

b. Iklim sekolah 67,5%

2. Sumbangan Efektif

a. Penerimaan teman sebaya 9,5%

b. Iklim sekolah 19,7%

c. Total sumbangan sebesar 29,2%,

sementara 70,8% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain.

C. Analisis Deskriptif

Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif

Variabel Kategorisasi Jumlah %

Bullying

Rendah 171 91 %

Sedang 16 9 %

Tinggi 0 0 %

Penerimaan Teman Sebaya

Rendah 0 0 %

Sedang 85 45 %

Tinggi 102 55 %

Iklim Sekolah

Rendah 0 0 %

Sedang 69 37 %

Tinggi 118 63 %

D. Analisis Tambahan

1. Jenis Bullying yang Dilakukan Siswa

Dengan membandingkan nilai rata-rata

pada tiap-tiap jenis bullying diketahui

bahwa jenis bullying yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal (28%),

selanjutnya bullying sosial (25%),

bullying fisik (24%) dan terakhir cyberbullying (23%).

2. Perbedaan Bullying oleh Siswa

Laki-laki dan Siswa Perempuan

Analisis tambahan ini ditujukan untuk

mengetahui perbedaan bullying ditinjau

dari jenis kelamin. Jenis analisis yang digunakan adalah uji t untuk sampel bebas (independent sample t-test). Nilai t-hitung > t-tabel (7,056 > 1,973) maka

Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan,

bahwa ada perbedaan rata-rata bullying

antara siswa laki-laki dan siswa

perempuan. Dari rata-rata dapat dilihat,

bahwa laki-laki melakukan bullying

yang lebih tinggi (33,89) daripada siswa perempuan (27,14).

Selanjutnya, diketahui pula siswa

laki-laki cenderung melakukan bullying

lebih tinggi pada seluruh aspek bullying dibandingkan siswa perempuan. Hal ini

terlihat dari nilai rata-rata yang

diperoleh siswa laki-laki pada aspek bullying fisik (1,377) lebih tinggi daripada nilai rata-rata siswa perempuan

(1,108). Pada aspek bullying verbal,

siswa laki-laki juga menunjukkan

rata-rata yang lebih tinggi (1.683)

dibandingkan siswa perempuan (1,326). Hal yang sama tampak pada aspek

bullying sosial, yaitu laki-laki

menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi (1,481) dibandingkan siswa perempuan (1,173). Demikian pula pada aspek

cyberbullying siswa perempuan

menunjukkan nilai yang lebih rendah (1.081) daripada siswa laki-laki (1,301).


(3)

commit to user

3. Perbedaan Bullying berdasarkan

Tingkatan Kelas

Analisis tambahan ini ditujukan untuk

mengetahui perbedaan bullying ditinjau

dari tingkatan kelas. Jenis analisis yang digunakan adalah uji varian satu jalan atau one way ANOVA. Hasil uji one way

ANOVA menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0,024 (<0,05), maka Ho ditolak.

Artinya ada perbedaan bullying antara

siswa kelas VII, kelas VIII dan kelas

IX. Berdasarkan hasil rata-rata

diketahui pula siswa kelas VIII

menunjukkan kecenderungan

melakukan bullying lebih tinggi (32,43)

dibandingkan dengan siswa kelas VII (29,29) dan kelas IX (29,34).

PEMBAHASAN

Hasil uji hipotesis menunjukkan, bahwa

hipotesis pertama yang diajukan dalam

penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel

3,05 dan p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti, bahwa semakin tinggi penerimaan teman sebaya dan semakin baik iklim sekolah, maka

akan semakin rendah bullying yang dilakukan

siswa. Hasil tersebut menunjukkan adanya kebutuhan akan penerimaan teman sebaya pada masa remaja. Penerimaan teman sebaya dan keikutsertaan remaja dalam kegiatan kelompok

dapat memperkuat citra diri dan penilaian diri yang positif sehingga remaja akan menghindari

perilaku agresif seperti bullying (Hardiyanti

dan Dewi, 2013). Selain itu, iklim sekolah sebagai faktor eksternal juga turut berperan

dalam mengontrol bullying pada remaja. Iklim

sekolah yang baik dapat menjaga remaja dari resiko pengalaman peningkatan emosi dan masalah perilaku (Loukas, dkk., 2004).

Hasil analisis data secara parsial menunjukkan, bahwa hipotesis kedua diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan

teman sebaya dan bullying. Hal ini diketahui

dengan melihat hasil penghitungan yang menunjukkan p-value sebesar 0,004 < p = 0,05, r = -0,208. Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin tinggi tingkat penerimaan teman sebaya, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soliha (2010) yang menyebutkan, bahwa

terdapat hubungan yang negatif antara

penerimaan teman sebaya dan tendensi

agresivitas relasional. Sejalan dengan penelitian tersebut Wentzel (1997) menemukan, bahwa penerimaan teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan perkembangan akademis, fungsi sosial, dan kesejahteraan psikologis pada anak dan remaja. Sebaliknya, remaja yang sering diabaikan dan tidak diterima oleh teman-temannya akan merasa tidak nyaman dan bisa melakukan tindakan yang negatif. Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan yang selanjutnya


(4)

commit to user

berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal.

Hasil uji analisis secara parsial berikutnya menunjukkan, bahwa hipotesis yang ketiga

diterima, yaitu terdapat hubungan yang

signifikan antara iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil yang diperoleh yaitu p-value sebesar 0,000 < 0,05, r = -0,354. Arah hubungannya adalah negatif karena nilai r bertanda negatif, artinya semakin positif iklim sekolahnya, maka akan

semakin rendah bullying yang dilakukan.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2014) yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan perilaku kekerasan pada siswa SMA Negeri Karangpandan. Cross, dkk (2010) berpendapat iklim sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada siswa untuk berperilaku menyimpang. Sebaliknya, kondisi

sekolah yang baik dapat meningkatkan

pengetahuan, moral, dan pengalaman siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan relatif dan efektif dari masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat menunjukkan, bahwa iklim sekolah lebih dominan dalam

mempengaruhi bullying dibandingkan dengan

penerimaan teman sebaya. Lebih dominannya

pengaruh iklim sekolah terhadap bullying

kemungkinan disebabkan karena masalah bullying adalah masalah sosial, yang terjadi akibat sistem dan hasil interaksi di lingkungan

(Astuti, 2008). Masalah bullying melibatkan

lebih banyak jaringan dan pihak, sehingga dalam hal ini iklim sekolah yang melibatkan lebih banyak elemen di dalamnya berperan

lebih dominan terhadap terjadinya bullying

pada remaja dibandingkan dengan penerimaan teman sebaya.

Hasil analisis tambahan pada penelitian ini

mengungkapkan, bahwa jenis bullying yang

paling banyak dilakukan adalah jenis bullying

verbal, siswa laki-laki terlibat bullying lebih

tinggi dibanding siswa perempuan, dan kelas VIII terlibat bullying lebih tinggi dibandingkan tingkatan kelas lainnya. Temuan ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mahardayani dan Ahyani (2008) yang

menyatakan sebanyak 94% dari 180 remaja

pernah melakukan bullying dan jenis tindakan

yang paling sering dilakukan adalah bullying

verbal, yaitu mengejek dan memberi julukan.

Keterlibatan bullying yang tinggi pada siswa

laki-laki sejalan dengan temuan dari beberapa

penelitian sebelumnya, yang menyatakan

bahwa anak laki-laki memiliki kemungkinan 4

sampai 5 kali lebih besar menjadi bullies

(pelaku) atau bully victim (korban bully)

dibandingkan dengan anak perempuan.

Pada penelitian ini diketahui subjek yang

terlibat dalam bullying menunjukkan

peningkatan pada kelas VIII dan menurun pada kelas IX. Hal ini sesuai dengan penelitian Nansel, dkk (2001) yang menyebutkan bullying paling sering muncul pada kelas VI hingga kelas VIII. Pintado (2006) juga menyatakan,


(5)

commit to user

bahwa berdasarkan tingkatan kelas, siswa kelas delapan memiliki kecenderungan melakukan bullying verbal lebih tinggi daripada siswa kelas tujuh.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat diambil sebuah simpulan bahwa terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya

dan iklim sekolah dengan bullying pada

siswa SMP Negeri 11 Surakarta.

B. Saran

1. Untuk Siswa

Siswa diharapkan mampu

mengembangkan perilaku positif sebagai upaya agar diterima oleh lingkungan

sebayanya. Siswa juga diharapkan

memahami dan menyadari dampak dari

perilaku bullying dan tidak ragu untuk

menghentikan serta melapor kepada guru atau orang dewasa yang dipercaya, jika mengalami ataupun menjadi saksi dari tindakan bullying.

2. Untuk Guru

Guru harus bersikap serius terhadap

setiap laporan bullying yang diterima

dan segera mengambil langkah untuk meresponsnya. Guru juga diharapkan mampu menjadi model prososial bagi para siswanya.

3. Untuk Sekolah

Pihak sekolah diharapkan dapat

menanamkan kesamaan persepsi tentang

bullying melalui pemberian informasi

secara menyeluruh mengenai bullying,

dampak, dan penanganan yang harus dilakukan kepada siswa dan seluruh staf sekolah.

4. Untuk Peneliti Selanjutnya

Mengembangkan variabel psikologis lain di luar variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini, seperti

faktor kepribadian maupun faktor

lingkungan keluarga. Meninjau bullying

dari berbagai macam sudut pandang, baik sebagai pelaku, korban, maupun bystanders (saksi mata).

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan pada Anak. Jakarta: Grasindo.

Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Tertindas, & Penonton: Konsep Memutus Mata Rantai Kekerasan Anak. Jakarta: Serambi.

Copeland, W. E., Wolke, D., Angold, D., Costello, E. J. 2013. Adult Psychiatric Outcomes of Bullying and Being Bullied by Peers in Childhood and

Adolescence. Journal of JAMA Psychiatry. 2013;

70(4): 419-426.

Cross, A. B., Gottfredson, D. C., Wilson, D. M., Rorie, M., Connell, N. 2010. Implementation Quality and Positive Experiences in AfterSchool Programs. American Journal Community Psychology (2010)

45:370–380. Department of Criminology and

Criminal Justice, University of Maryland.

Fitriah, R. N. 2014. Hubungan antara Iklim Sekolah dan Harga Diri dengan Perilaku Kekerasan pada Siswa

kelas XI SMA Negeri Karangpandan. Skripsi.

Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Gregory, A., Cornell, D., & Fan, X. 2011. The

Relationship of School Structure and Support to Suspension Rates for Black and White High


(6)

commit to user

School Students. American Educational Research

Journal. August 2011, Vol. 48, No. 4, pp. 904– 934.

Hertinjung, W. S. 2013. Bentuk-bentuk Bullying di

Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional

Parenting 2013. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hoy, W. K., dan Miskell. 1982. Educational

Administration: Theory, Research and Practice. New York: Random House.

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu

Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Ihsan, M. 2013. Perlindungan Anak dari Tindak

Kekerasan. Laporan Monitoring dan Evaluasi

KPAI. Jakarta Pusat: Komisi Perlindungan Anak

Indonesia.

Kartika, Y. 2005. Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya pada

Remaja. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia.

Kristi, A. P. 1992. Menciptakan Kepribadian Sehat. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo.

Loukas, A., Suzuki, R., Horton, K.D. 2004. Examining the Moderating Role of Perceived School Climate in Early Adolescent Adjustment. Journal of Research on Adolescence, 14, 2, 209-233.

Mahardayani, I. H. dan Ahyani, L. N. 2008. Identifikasi

Perilaku Bullying pada Remaja di Kabupaten

Kudus. Jurnal. Fakultas Psikologi: Universitas

Maria Kudus.

Nansel, T. R., Overpeck, M., Pilla R. S., Ruan, W. J., Simons-Morton, B., dan Scheidt, P. 2001. Bullying Behaviors Among US Youth: Prevalence and Association with Psychosocial Adjustment. Journal of the American Medical Association. 285(16), 2094-2100.

Nixon, Carol. 2010. Keeping Students Learning: School Climate and Student Support Systems. Center for Social and Emotional Education. Vol. 1 No. 1 January 2010.

Oberle, E., Reichl, K. A., Thomson, K. C. 2010. Understanding the Link Between Social and Emotional Well-Being and Peer Relation in Early

Adolescence: Gender Specific Predictor of Peer

Acceptance. Journal of Youth

Adolescence, 39,

1330-1342. DOI: 10.1007/s10964-009-9486-9

Parker, J. G., Asher, S. R. 1993. Friendship and Friendship Quality in Middle Childhood : Links with Peer Group Acceptance and Feelings of Loneliness and Social Dissatifaction. Journal of

Developmental Psychology. America: APA Inc.

Vol. 29 No. 4 (611-621).

Pintado, I. 2006. Perceptions of School Climate and Bullying in Middle Schools. Dissertations. USA: University of South Florida.

Priyatna, A. 2010. Lets End Bullying: Memahami,

Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Rudi, T. 2010. Informasi Perihal Bullying. Buku digital.

Diunduh pada 15 Januari 2014 dari

http://bigloveadagio.wordpress.com/

Santrock, J. W. 2005. Adolescent: Perkembangan Masa Remaja. Jakarta: Erlangga.

Smokowski, P. R. & Kopasz, K. H. 2005. Bullying in School: an Overview of Types, Effects, Family Characteristics, and Intervention Strategies. Children & Schools Journal, 27(2), 101-110. Soliha, U. 2010. Hubungan antara Persepsi terhadap

Penerimaan Teman Sebaya dengan Tendensi Agresivitas Relasional pada Remaja Putri di

SMPN 27 Semarang. Jurnal Psikologi Undip.

Semarang: Fakultas Psikologi Universitas

Diponegoro.

Wentzel, K. R. dan Caldwell, K. 1997. Friendship, Peer Acceptance, and Group Membership: Relations to Academic Achievement in Middle School. Journal of Child Development, vol 68, number 6, pg. 1198-1209.