Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon

(1)

Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

Silvia Rahmawati

1111104000002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M / 1437 H


(2)

(3)

iii Undergraduate Thesis, January 2016

Silvia Rahmawati, NIM 1111104000002

The Correlation Between Separation Anxiety With Parents Against the Risk of Bullying Behavior of Students in Boarding Assanusi Cirebon

xvii + 87 Pages + 11 Tables + 2 Charts + 7 Attachment

ABSTRACT

Separation Anxiety is supposed to be a situation in which individuals become fearful and anxious while being away from their parents. Individuals who experience severe anxiety due to separation with parents at risk to commit acts of bullying.

The purpose of this research was to determine the correlation between separation anxiety with parents against the risk of bullying behavior of students in Boarding Assanusi Cirebon. The sample in this research as many as 123 students aged 12 -15 years. Research stratified random sampling method. This type of research is quantitative descriptive analysis design with approach cross – sectional. Collecting data using questionnaires separation anxiety and the risk of bullying behavior. The test results showed the reliability of research instrument of 0.844 for separation anxiety and 0.940 to the risk of bullying behavior. Results from the study showed that the majority of respondents experiencing high anxiety at 63.4% and has a high risk of bullying behavior amounted to 52.0%. Statistical test results using spearman rank test showed exist a weak relationship between separation anxiety with parents against the risk of bullying behavior of students in boarding assanusi cirebon (P= value = <0.001) with value r = 0.352. It means that the higher an anxiety then the higher risk of bullying

behavior. Based on the results of this research can be input for a nanny or caretaker for more attention to students who experience anxiety in order not to happen action of bullying.

Key word : Teens, Separation Anxiety, Bullying, Boarding schools


(4)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Januari 2016

Silvia Rahmawati, NIM : 1111104000002

Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon

xvii + 87 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 7 Lampiran

ABSTRAK

Kecemasan berpisah merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas saat berada jauh dari orang tuanya. Individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah dengan orang tua memiliki risiko untuk melakukan tindakan bullying.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 123 santri usia 12 – 15 tahun. Metode penelitian stratified random sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kecemasan berpisah dan risiko perilaku bullying. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,844 untuk kecemasan berpisah dan 0,940 untuk risiko perilaku

bullying. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami kecemasan tinggi sebesar 63,4 % dan memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebesar 52,0 %. Hasil uji statistik menggunakan uji spearman rank menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying

santri di pesantren assanusi cirebon (p value = <0,001) dengan nilai r = 0,352. Ini artinya bahwa semakin tinggi kecemasan maka semakin tinggi risiko perilaku bullying. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengasuh atau pengurus agar lebih memperhatikan santri yang mengalami kecemasan agar tidak terjadi tindakan bullying.

Kata kunci: Remaja, Kecemasan Berpisah, Bullying, Pesantren


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Silvia Rahmawati Tempat, Tanggal lahir : Indramayu, 31 Mei 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : JL. Raya Sliyeg No.70 RT/RW 003/001 Desa Sliyeg Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Jawa Barat No. HP : 085295636516

E-mail : silvia_rahmawati31@yahoo.co.id

Fakultas / Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Pipit Sliyeg Indramayu (1997-1999) 2. SD Negri 1 Sliyeg Indramayu (1999-2005) 3. Mts Negri Ciwaringin Cirebon (2005-2008) 4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2008-2011) 5. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011 – 2016)


(9)

ix

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena perantara beliaulah kita selaku umatnya saat ini dapat mengetahui yang mana hak dan bathil. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua

Terhadap Risiko Perilaku BullyingSantri Di Pesantren Assanusi Cirebon”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menemukan cukup banyak hambatan dan kesulitan, sehingga dalam penulisan ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr Arief Sumantri S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan pengarahan dan motivasi selama proses pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Errnawati, S.Kp,M.Kep, Sp.KMB selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing 1 saya yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat kepada penulis demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 6. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp, M.Biomed sebagai Dosen Pembimbing 2 saya yang tidak

kenal lelah memberikan waktu luang dan masukan-masukan yang berharga demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

7. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama duduk dibangku kuliah.

8. K.H Ali Munir, selaku pengasuh Pesantren Assanusi Cirebon yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan proses penelitian kepada santri-santri.

9. Santri putra dan putri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

10.Ucapan terima kasihku yang teristimewa kepada ayahanda H. Zainuddin Dimyati, S.Ag dan Ibunda tercinta Hj. Kasparih yang selalu mendoakan anaknya serta


(11)

xi

Hariyanto dan Elizia Kanza Setiawan yang selalu memberikan support dan doa. 11.Ns. Ari Nur Husaini, S.Kep, yang selalu memberikan inspirasi, menghibur, memberi

masukan, dan semangat kepada penulis.

12.Sahabatku Nur Triningtyas Putri, S.Kep, Diza Liane Sahputri, S.Kep, Rizka Nazhriyah, Inayati Salsabila, Widiany, Amanda, Azmi, Devi, Yoyoh Rokayah,Ahmad Ogi Priadi, S.Kom yang selalu menemani dan memberi dukungan. 13.Seluruh teman-teman angkatan 2011 yang telah banyak membantu selama menjadi

mahasiswa di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap hasil karya ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Ciputat, Januari 2016


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... .ii

Abstract ... .iii

Abstrak ... .iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... vii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi... xii

Daftar Bagan ... xv

Daftar Tabel ... .xvi

Daftar Lampiran ... .xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Pertanyaan Penelitian ... 8

D.Tujuan Penelitian ... 8

E.Manfaat Penelitian ... 9

F.Ruang Lingkup Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A.Remaja ... 11

1.Pengertian Remaja ... 11

2.Tahap Perkembangan Remaja ... 12

3.Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja ... 14

4. Tugas Perkembangan Remaja... 17

5.Masalah-masalah yang Terjadi pada Remaja ... 19

6.Kenakalan Remaja ... 20

B.Bullying ... 21

1.Pengertian Bullying ... 21

2.Bentuk-bentuk Bullying ... 22

3.Faktor-Faktor Penyebab Bullying ... 23

4. Dampak Bullying ... 27

5.Penanggulangan Bullying ... 28

6.Kuisioner Perilaku Bullying ... 30

C.Kecemasan Perpisahan ... 29

1.Pengertian Kecemasan ... 29

2.Tingkat Kecemasan... 30


(13)

xiii

6.1Pengertian Kecemasan Perpisahan ... 37

6.2Penyebab Kecemasan Perpisahan ... 38

6.3Tanda dan Gejala Kecemasan Perpisahan ... 39

6.4Dampak Kecemasan Perpisahan ... 39

7.Kuisioner Kecemasan Perpisahan ... 40

D.Pesantren ... 43

1.Pengertian Pesantren ... 44

2.Jenis Pesantren ... 44

3.Tujuan Pesantren... 44

E.Kerangka Teori ... 45

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN OPERASIONAL ... 48

A.Kerangka Konsep ... 48

B.Hipotesis ... 49

C.Definisi Operasional... 50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 53

A.Desain Penelitian ... 53

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

C. Waktu dan Tempat ... 56

D. Instrumen Penelitian ... 56

E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 57

F. Tahap Penelitian ... 60

G. Pengolahan Data ... 61

H. Analisa Data ... 62

I. Etika Penelitian ... 63

BAB V HASIL PENELITIAN ... 65

A.Gambaran Lokasi Penelitian ... 65

B.Hasil Analisa Univariat ... 66

1.Karakteristik Responden ... 66

2.Gambaran Tingkat Kecemasan Perpisahan Santri Assanusi ... 67

3.Gambaran Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi ... 69

C. Hasil Analisa Bivariat ... 71

BAB VI PEMBAHASAN ... 74

A.Karakteristik Responden ... 74

B.Analisa Univariat ... 74

C. Analisa Bivariat ... 79

D. Keterbatasan Penelitian... 83


(14)

xiv

A. Kesimpulan ... 85 B.Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xv

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ... ... ... 49 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... ... ... 52


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... ... 54 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responde menurut Jenis Kelamin di Pesantren

assanusi ... ... 70 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responde menurut Kelas di Pesantren assanus ...71 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan

dengan Orang Tua pada Santri di Pesantren Assanusi ... ... ... 72 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan

dengan Orang Tua Setiap Kelas ... ... .. ...73 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden menurut Kecemasan Perpisahan

Antar Jenis Kelamin ... ... .. ...73 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying

Santri Assanusi cirebon ... ... .. ...74 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying

Antar Jenis Kelamin ... ... .. ...74 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying

Setiap Kelas ... ... .. ...75 Tabel 5.9 Persentase Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying...76 Tabel 5.10 Hubungan Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying ...76


(17)

xvii Lampiran 1 Dokumen Perizinan

Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 5 Hasil Uji Univariat

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Lampiran 7 Analisa Bivariat


(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, salah satu pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia adalah masa remaja. Masa remaja adalah masa transisi yang didalamnya terdapat perubahan yang terjadi pada dirinya. Masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas yaitu suatu masa peralihan dari anak – anak menuju dewasa, remaja banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis dan sosial (Pieter & Lubis, 2010). Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia atau masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10 – 20 tahun dan belum menikah.

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan berkembangnya ciri-ciri seks primer, sekunder dan bertambahnya tinggi badan (Pieter & Lubis, 2010). Wong (2008) mengatakan, perubahan fisik pada remaja yang sangat jelas adalah bertambahnya berat badan dan tinggi badan, perubahan ukuran payudara pada wanita dan perubahan suara pada laki-laki.

Selain perubahan fisik, perubahan psikososial atau pengembangan identitas diri pada remaja merupakan masa krisis atau suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensial, semakin berhasil individu mengatasi krisis maka akan semakin sehat perkembangannya. Pada masa ini remaja mulai melihat dirinya sebagai individu yang berbeda dan terpisah dari orang tua (Wong, 2008). Menurut Agustiani (2009), Pada tahap perkembangan psikososial, terdapat lima


(19)

hal yang dialami oleh remaja : pertama Identity : mengemukakan dan mengerti siapa diri sebagai individu, kedua Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman dalam ketergantungan, ketiga Intimacy : membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain, keempat Sexuality : mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain, kelima Achievement : mendapat keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat. Maka masa remaja ini sangat rawan terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.

Perubahan lain yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan kognitif, yaitu ciri berpikir konkret sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Sebagai contoh dari perkembangan kognitif adalah remaja ingin mengetahui pendapat orang lain mengenai dirinya dan remaja mampu membayangkan pikiran orang lain (Wong, 2008). Remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berpikir mengenai situasi secara hipotesis dan memikirkan sesuatu yang belum terjadi (Agustiani, 2009). Perubahan kognitif pada masa remaja membuatnya lebih mampu berfikir secara abstrak.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja akan membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru, dan hal ini menyebabkan kecemasan (Agustiani, 2009). Menurut Siregar (2013), kecemasan merupakan keadaan khawatir atau gelisah yang tidak menentu serta reaksi ketakutan yang disertai dengan keluhan fisiologis. Menurut Videbeck (2008), kecemasan dapat menyebabkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berkonsentrasi dalam belajar.


(20)

3

Kondisi yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan adalah ketika memasuki sekolah yang baru, beban tugas sekolah yang padat, dan adanya perasaan malu terhadap lingkungan sosialnya atau penampilan yang buruk (Dewi, 2008). Menurut Aminullah (2013) kecemasan yang dialami oleh remaja siswa SMP biasanya berkaitan dengan pembelajaran yang diberikan disekolah.

Selain siswa SMP yang bersekolah di sekolah konvensional, kecemasan juga bisa dialami oleh siswa SMP yang bersekolah di pondok pesantren. Selain kecemasan timbul karena tugas sekolah, kecemasa juga timbul akibat perpisahan dengan orang tuanya, terlebih santri yang bersekolah di pesantren atas permintaan orang tuanya (Aminullah, 2013). Kecemasan akan perpisahan adalah bentuk kecemasan dan ketakutan anak-anak atau remaja untuk berpisah dengan orang tuanya. Gangguan ini terjadi sekitar 4% pada anak-anak dan remaja awal, biasanya gangguan kecemasan ini terjadi saat individu pertama kali masuk sekolah karena individu tidak mau jauh dari orang tuanya (Amirullah, 2014).

Kecemasan perpisahan biasanya terjadi akibat adanya kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu, misalnya pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). Disini semakin memungkinkan pada remaja untuk terjadi kecemasan, karena selain kecemasan yang terjadi akibat perubahan yang dialami, kecemasan juga dialami karena jauh dari orang tua dan lingkungan baru pesantren.

Kecemasan di pesantren sendiri akan lebih sering terjadi pada santri yang baru masuk di tahun pertama pendidikannya di pesantren karena lingkungan barunya tersebut. Kehidupan yang baru tersebut mengakibatkan perubahan peran pada


(21)

santri yang baru masuk pesantren, yang pada awalnya sebagai anak yang selalu dekat dengan orang tuanya kini harus tinggal di pesantren sehingga dapat menimbulkan kecemasan perpisahan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014) menunjukan bahwa 43,8 % santri tingkat SMP Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebun Jeruk Jakarta mengalami kecemasan tinggi akibat perpisahan dengan orang tua nya.

Kecemasan perpisahan sendiri dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu yaitu persepsi menyempit, mudah tersinggung, dan individu mudah emosi (Astuti & Resminingsih, 2010). Terlebih santri yang baru masuk pesantren berada pada rentang usia remaja awal, maka pada masa ini perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial (Mashar, 2011). Hal ini tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan teman-teman sebayanya serta aktifitas-aktifitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Mu’tadin, 2007 dalam Fefriawati, 2010).

Menurut Semiun (2006), individu yang mengalami kecemasan perpisahan cenderung memiliki sifat mudah tersinggung dan mudah marah. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014) terkait Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak, menunjukan bahwa individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah dengan orang tua dapat menampilkan perilaku agresif dari menggigit, mengucapkan kata – kata marah, bahkan menendang – nendang. Perilaku agresif tersebut bisa dilampiaskan kepada orang lain atau benda.


(22)

5

Berperilaku agresif pada remaja umumnya merupakan bagian dari pengendalian emosi yang masih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2013), mengungkapkan bahwa emosi remaja masih labil, sehingga remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya bahkan remaja mudah terjerumus kedalam tindakan yang tidak bermoral seperti tawuran dan mengejek – ejek temannya. Bentuk - bentuk kenakalan remaja seperti tawuran dan mengejek

– ejek temannya juga termasuk perilaku bullying.

Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang usia 14 – 19 tahun yang menimbulkan masalah dalam masyarakat (Kusmiyati, 2013). Kusmiyati (2013), mengungkapkan bahwa anak yang sudah merasa tidak nyaman dalam rumah maka mudah terpengaruh lingkungan misalnya ajakan teman yang membuatnya melakukan hal – hal negatif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) tentang kekerasan bullying di kota Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta menunjukkan bahwa terjadinya tingkat kekerasan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 66,1 %. Kategori kekerasan yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tertinggi adalah kekerasan psikologis berupa pengucilan, yang kedua kekerasan verbal seperti mengejek – ejek, dan yang ketiga adalah kekerasan fisik berupa memukul.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2014 kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat sebanyak 1.480 kasus bullying di bidang pendidikan (Setyawan, 2014).


(23)

Perilaku bullying sendiri adalah salah satu kenakalan remaja yang terjadi di berbagai lingkungan termasuk sekolah, perilaku bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan niat untuk mencederai (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009). Perilaku bullying dilakukan dari orang yang merasa lebih kuat kepada orang yang lebih lemah.

Faktor-faktor terjadinya bullying antara lain perbedaan kelas, senioritas, keluarga yang tidak harmonis, situasi sekolah yang tidak harmonis, karakter individu atau kelompok, persepsi nilai yang salah atas perilaku korban (Astuti, 2008). Basyirudin (2010), menyebutkan bahwa tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren.

Bentuk perilaku bullying yang dilakukan biasanya adalah secara verbal contohnya mengejek, menghina, mengolok-olok. Kedua dalam bentuk fisik contohnya adalah menonjok, menampar, memukul, mendorong dan menendang. Ketiga secara psikologis contohnya adalah mengucilkan, menjauhkan, mendiamkan, memfitna, dan memandang dengan hina (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008).

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada November 2014 pada 10 orang santri usia remaja di pondok pesantren assanusi cirebon mengatakan bahwa di pesantrennya terjadi perilaku bullying. 4 dari 10 orang mengatakan adanya tindakan bullying seperti diolok-olok, 3 orang dari santri yang di wawancara mengatakan terjadi tindakan bullying seperti dihina atau diberi nama panggilan


(24)

7

yang bukan nama asli dan tidak jarang ada juga yang dipukul, dan 3 orang mengatakan ada juga yang dikucilkan orang lain yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya atau kelompoknya dan tidak mau menemaninya. Selain itu 7 dari 10 orang mengatakan pernah memiliki nama panggilan yang buruk yang diberikan oleh teman-temannya, seperti botak, gembul, dan karet.

Akibat bullying bagi korban akan menimbulkan perasaan tertekan karena pelaku menguasai korban, mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang menurun, malu, trauma, merasa sendiri, takut sekolah, merasa tidak ada yang menolong dirinya, bahkan cenderung ingin bunuh diri (Astuti, 2008).

Melihat fenomena bullying banyak terjadi dan dapat menimbulkan dampak negatif, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku

bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon. Pesantren di pilih karena peneliti belum menemukan penelitian serupa terkait bullying di pesantren dan pesantren cirebon dipilih karena dekat dengan tempat tinggal peneliti dan sudah dilakukan studi pendahuluan yang menunjukan adanya bullying.

B. Rumusan Masalah

Perilaku bullying merupakan salah satu kenakalan remaja yang terjadi di berbagai lingkungan termasuk sekolah (Adilla, 2009). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren (Basyirudin, 2010). Perilaku bullying lazim terjadi pada remaja menunjukan bahwa emosi pada remaja cenderung labil. Penelitian yang dilakukan oleh Utami


(25)

(2014), menunjukan bahwa peningkatan emosi pada remaja yang mengalami perpisahan dengan orang tua merupakan salah satu respon dari kecemasan. Melihat hasil penelitian terdahulu dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di pesantren assanusi cirebon, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku

bullying santri di pesantren assanusi cirebon.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat kecemasan remaja saat berpisah dengan orang tua nya?

2. Bagaimana gambaran risiko perilaku bullying pada santri di Pesantren Assanusi Cirebon?

3. Apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku

bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. 2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan remaja pada saat berpisah dengan orang tua nya.

b. Mengidentifikasi gambaran risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.


(26)

9

c. Mengidentifikasi hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman baru dan dapat menambah pengetahuan, serta menerapkan ilmu yang didapatkan seperti penulisan ilmiah, ilmu keperawatan jiwa, ilmu keperawatan anak, ilmu keperawatan keluarga. 2. Bagi Pondok Pesantren

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi para pengasuh dan pengurus pondok pesantren bahwa tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua dapat mempengaruhi risiko perilaku bullying di Pondok Pesantren. Sehingga nantinya dapat meminimalisir dampak bullying.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan dalam bidang ilmu keperawatan terutama keperawatan jiwa, keperawatan anak, maupun keperawatan keluarga.

4. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, dan bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan perpisahan dengan orang tua, dan risiko perilaku bullying.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan di pesantren assanusi cirebon yang melibatkan


(27)

santri putra dan putri usia remaja. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren assanusi cirebon. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kecemasan berpisah, dan kuesioner resiko bullying


(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Adolescence (remaja) adalah perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia 10 atau 12 tahun sampai ke usia 18 atau 20 tahun. Pada masa ini remaja mengalami perubahan fisik yang cepat, termasuk bertambahnya tinggi dan berat badan, dan perkembangan fungsi seksual (Santrock, 2007). Masa remaja adalah masa perubahan dari masa kanak-kanan menuju dewasa, disebut remaja apabila seorang anak berusia 11-20 tahun (Wong dkk, 2008). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan individu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada saat tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat baik fisik, psikologis dan sosial (Potter & Perry, 2005).

Batasan seorang remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai usia 21 tahun, dan masa remaja dibagi dalam tiga bagian yaitu remaja awal mulai usia 13-15 tahun, remaja tengah mulai usia 16-18 tahun, dan remaja akhir dimulai usia 19-21 tahun (Dariyo, 2011). Masa puber atau permulaan remaja adalah masa perkembangan fisik dan intelektual secara pesat (Djiwandono, 2006). Sedangkan menurut Valentini & Nisfiannoor (2006), usia remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 19 tahun.


(29)

Jadi dapat disimpulkan, masa remaja adalah masa perlihan dari anak-anak menuju dewasa yakni pada usia 10 – 21 tahun yang mana didalamnya terjadi perubahan-perubahan pada dirinya.

2. Tahap Perkembangan Remaja

Perkembangan adalah proses spontan dengan cakupan luas yang berakibat pada gejala pertambahan secara terus-menerus, modifikasi, dan penyusunan ulang struktur-struktur psikologis (Piaget, 1970 dalam Salkind, 2009).

Menurut Pieter & Lubis (2010), masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

2.1Remaja Awal

Masa remaja awal kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terbesar terjadi di masa ini (Santrock, 2007).

Ciri – ciri dinamika remaja awal yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.1.1 mulai menerima kondisi dirinya

2.1.2 berkembang cara berpikir

2.1.3 menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensial 2.1.4 bersikap overestimate, seperti meremehkan segala masalah,

meremehkan kemampuan orang lain dan terkesan sombong 2.1.5 akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada 2.1.6 proporsi tubuh semakin proporsional


(30)

13

2.1.8 sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris

2.1.9 banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental 2.1.10 selalu merasa kebingungan dalam status

2.1.11 periode yang sulit dan kritis

2.2Remaja Tengah

Ciri –ciri dinamika remaja tengah yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.2.1 Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa 2.2.2 Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna

2.2.3 Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status 2.2.4 Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat, dan minat 2.2.5 Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain 2.2.6 Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual 2.2.7 Belajar bertanggung jawab

2.2.8 Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya 2.2.9 Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak - kanak

2.3Remaja Akhir

Masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir di banding di masa remaja awal (Santrock, 2007).

Ciri – ciri dinamika remaja akhir yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.3.1 Disebut dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak 2.3.2 Berlatih mandiri dalam bentuk keputusan


(31)

2.3.3 Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi 2.3.4 Dapat berpikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi 2.3.5 Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku 2.3.6 Membina hubungan sosial secara heteroseksual

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan yang dapat dikatakan sebagai ciri umum yang menonjol pada masa remaja (Agustiani, 2009).

Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan, seperti perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007).

3.1Perubahan biologis

Pada perubahan biologis terjadi perubahan fisik dalam tubuh remaja. Gen-gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, tinggi badan dan berat badan, perubahan dalam keterampilan motorik, dan perubahan hormonal di masa pubertas.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik yaitu : 3.1.1 Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu :


(32)

15

3.1.1.1Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orang tuanya. Anak yang orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih cepat menjadi tinggi dari pada anak dengan orang tua bertumbuh pendek, hal ini dapat dikatakan sebagai faktor genetik.

3.1.1.2Kematangan

Faktor kematangan dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik, contohnya anak yang berumur tiga bulan walaupun makanan bergizi supaya menunjukan otot kakinya agar bisa berjalan, tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan.

3.1.2 Faktor eksternal 3.1.2.1Kesehatan

Anak yang sering sakit – sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat.

3.1.2.2Makanan

Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat dibandingkan anak yang tidak mendapat makanan yang bergizi.

3.1.2.3Stimulasi lingkungan

3.1.2.4Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan yang tidak mendapatkan latihan.


(33)

3.2Perubahan kognitif

Menurut Piaget remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis (Santrock, 2007). Ali (2010), menambahkan bahwa remaja secara aktif mengkontruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan gagasan-gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan pemahaman mereka.

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), individu berkembang melalui empat tahap kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasi konkret, dan operasi formal.

3.2.1 Pemikiran sensorimotor dan praoperasional sensorimotor berlangsung mulai dari lahir hingga usia 2 tahun. Dalam tahap ini, bayi mengonstruksi suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara mengordinasikan pengalaman – pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) melalui tindakan – tindakan fisik – motorik.

3.2.2 Tahap praoperasional, yang berlangsung antara usia 2 tahun sampai 7 tahun. Dalam tahap ini, anak-anak mulai merepresentasikan dunianya dalam bentuk kata-kata, bayangan, dan gambar.

3.2.3 Tahap pemikiran operasi konkret, berlangsung antara usia sekita 7 hingga 11 tahun, penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama penalaran dapat di terapkan ke contoh – contoh yang spesifik dan konkret.


(34)

17

3.2.4 Tahap pemikiran operasi formal, tahap ini muncul di usia antara 11 hingga 15 tahun. Karakteristik yang paling menonjol dari pemikiran operasi formal adalah sifatnya yang lebih abstrak dibandingkan pemikiran operasi konkret.

3.3Perubahan sosio – emosional

Perubahan yang terjadi adalah perubahan dalam hal emosi, kepribadian, relasi dengan orang lain, dan konteks sosial. Contoh perubahan sosio-emosional yaitu menanggapi perkataan orang lain, agresi terhadap teman sebaya, kegembiraan dalam pertemuan sosial seperti di pesta dansa senior dan orientasi peran gender (Santrock, 2007).

Dalam hal ini emosi memiliki peranan penting dalam tingkah laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran, memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan (Ali, 2010).

4. Tugas Perkembangan Remaja

Masa remaja sebagai masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa (Larson dkk, 2002 dalam Santrock, 2007).


(35)

Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas yang berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan ini disebut sebagai tugas-tugas perkembangan. Pada masa remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu, yaitu :

4.1Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal – hal yang berkaitan dengan fisiknya.

4.2Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur – figur otoritas. 4.3Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar

membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok.

4.4Menemukan model untuk identifikasi.

4.5Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber – sumber yang ada pada dirinya.

4.6Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai – nilai dan prinsip – prinsip yang ada.

4.7Meninggalkan bentuk – bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak – kanakan (Agustiani, 2009).

Sedangkan menurut Pieter & Lubis (2010), semua tugas perkembangan masa pubertas berfokus pada usaha mempersiapkan diri menuju masa dewasa dengan cara :

4.1 Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda.


(36)

19

4.2 Mencapai peran sosial feminin dan maskulin.

4.3 Menerima bentuk perubahan fisik dan menggunakannya.

4.4 Meminta, menerima, dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dan mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya.

4.5 Mempersiapkan diri dalam penyesuaian diri pada norma – norma lingkungan sosial.

5. Masalah – masalah yang Terjadi pada Remaja

Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang berat dan memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya (Santrock, 2007). Ada beberapa masalah yang terjadi pada remaja yaitu :

5.1 Penggunaan obat terlarang, alkohol, dan merokok

Remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka yakin bahwa obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah. Para remaja menganggap dengan merokok dan minum-minuman keras dapat mengurangi stress, tidak bosan, dan dalam beberapa situasi dapat membantu remaja untuk melahirkan diri dari kenyataan dunia. Remaja dapat merasakan perasaan tenang, gembira, rileks saat memakai obat. Namun penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan.


(37)

5.2Kenakalan remaja

Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, sampai tindakan kriminal. Biasanya kenakalan ini dilakukan oleh remaja yang gagal dalam menjalani tugas perkembangannya.

5.3Gangguan depresif dan bunuh diri

Pada masa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam berbagai cara, seperti menuliskan kata-kata yang mengerikan, atau senang mendengarkan lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur juga dapat muncul seperti sulit tidur di malam hari. Dengan timbulnya perasaan depresi akan membuat remaja menjadi bosan dan enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga muncul ide-ide untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri di masa remaja.

6. Kenakalan Remaja

6.1Pengertian kenakalan remaja

Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal (Santrock, 2007). Sedangkan menurut Sudarsono (2012), kenakalan remaja adalah perbuatan atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.


(38)

21

6.2Jenis – jenis kenakalan remaja

Jensen (1985) dalam Sarwono (2012), kenakalan remaja dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :

6.2.1 Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Misalnya perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain – lain. 6.2.2 Kenakalan yang menimbulkan korban materi. Misalnya : pencurian,

perusakan, pemerasan, dan lain – lain.

6.2.3 Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain. Misalnya : pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain – lain. 6.2.4 Kenakalan yang melawan status. Misalnya : mengingkari status

sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara pergi dari rumah, dan lain – lain.

B. Bullying

1. Pengertian Bullying

Bullying adalah suatu situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok (Yayasan Sejiwa, 2008). Sedangkan menurut Astuti (2008), bullying adalah suatu tindakan untuk menyakiti seseorang dan menyebabkan seseorang menderita, tindakan ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, biasanya dilakukan dengan perasaan senang.

Bullying adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti orang lain untuk kepentingan sendiri (Wharton, 2005). Menurut Flynt dan Marton (2006), perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara


(39)

bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara berulang-ulang.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bullying

adalah suatu tindakan untuk menyakiti dan menyebabkan seseorang menderita, biasanya tindakan ini dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan dengan perasaan senang.

2. Bentuk – bentuk Bullying

Bullying dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : 2.1Bullying fisik

Jenis bullying ini jelas terlihat oleh mata, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contohnya adalah memukul, menendang, menampar, memalak, dan melempar dengan barang.

2.2Bullying verbal

Jenis bullying ini juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran. Contohnya adalah membentak, meledek, mencela, memaki, menghina, dan memfitnah.

2.3Bullying mental atau psikologis

Jenis bullying ini paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau teling, bullying ini terjadi secara diam-diam dan diluar radar pemantauan kita. Contohnya adalah memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang yang merendahkan, dan meneror lewat pesan pendek telepon (Sejiwa, 2008).


(40)

23

Sedangkan menurut Astuti (2008), bentuk – bentuk bullying yaitu : 2.1 Fisik

Menganiaya secara fisik seperti memukul, menendang, menonjong, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan lain-lain.

2.2 Non fisik 2.2.1 Verbal

Berkata-kata yang menyakiti korban, mengancam, menghasut, berkata jorok pada korban, dan menyebarkan kejelekan korban. 2.2.2 Non verbal

2.2.2.1 Langsung

Tindakan kasar dan membahayakan, menatap dengan sinis, dan menakuti.

2.2.2.2 Tidak langsung

Memanipulasi pertemanan, mengasingkan, dan mencurigai.

3. Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Bullying

Anak-anak tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembuli, perilaku

bullying juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi anak menjadi seorang pelaku tindakan


(41)

3.1Faktor individu

Faktor utama yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu pelaku tindakan bullying dan korban bullying.

3.1.1 Pelaku tindakan bullying

Pelaku tindakan bullying cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan berada dalam bahaya. Biasanya pembuli memiliki kekuatan secara fisik, namun tidak memiliki perasaan bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan.

3.1.2 Korban bullying

Korban buli adalah seseorang yang menjadi sasaran berbagai tingkah laku agresif. Anak-anak yang sering menjadi korban buli biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal seperti bersikap pasif, sensitif, pendiam, dan tidak membalas jika diserang musuhnya.

3.2Faktor keluarga

Latar belakang keluarga memiliki peranan yang penting dalam membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar cenderung membentuk anak-anak yang berisiko untuk menjadi lebih agresif. Anak-anak yang mendapatkan kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak sempurn, berpotensi untuk menjadi pelaku tindakan bullying.

3.3Faktor teman sebaya

Teman sebaya juga memainkan peranan yang penting terhadap perkembangan tingkah laku buli, sikap anti sosial dan tingkah laku


(42)

25

dikalangan remaja. Kehadiran teman sebaya sebagai pengamat, secara tidak langsung membantu pelaku tindakan bullying memperoleh dukungan kekuasaan dan popularitas. Saksi atau teman sebaya yang melihat kejadian

bullying, cenderung mengambil sikap diam dan tidak mau ikut campur. 3.4Faktor media

Tingkah laku kekerasan yang sering ditayangkan di televisi dan media elektronik akan mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak-anak dan remaja. Misalnya acara smack down, acara tersebut dikatakan telah mempengaruhi perilaku kekerasan pada anak-anak dan remaja.

3.5Faktor self – control

Kontrol diri dapat mempengaruhi korban bullying melalui interaksi dengan jenis kelamin dan ukuran berat badan, serta kekuatan.

(Verlinden dkk, 2000 dalam Yusuf & Fahrudin, 2012)

Sedangkan menurut Hoover, et al (1998) dalam Simbolon (2012), faktor – faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor internal dan eksternal.

1.1Faktor internal, yaitu :

1.1.1 Karakteristik kepribadian

1.1.2 Kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu

1.1.3 Sikap keluarga yang memanjakan anak sehingga tidak membentuk kepribadian yang matang


(43)

1.2Faktor eksternal, yaitu : 1.2.1 Lingkungan 1.2.2 Budaya

Menurut Astuti (2008), penyebab terjadinya bullying disebabkan oleh : 3.1 Perbedaan kelas

Perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, perbedaan kelas disini termasuk perbedaan gender, agama, dan ekonomi. Sebagai contoh perbedaan kelas ekonomi yaitu individu yang ekonominya lebih rendah cenderung menjadi korban bullying.

3.2 Tradisi senioritas

Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan alasan untuk melakukan tindakan bullying.

1.3Senioritas

Penyebab senioritas muncul dari diri individu sendiri dengan alasan untuk menunjukkan kekuasaannya.

1.4Keluarga yang tidak rukun

Masalah-masalah pada keluarga seperti perceraian orang tua, kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, dan lain-lain dapat menjadi penyebab terjadinya tindakan bullying.


(44)

27

1.5Situasi sekolah yang tidak harmonis

Situasi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat juga menyebabkan terjadinya perilaku bullying.

1.6Karakter individu atau kelompok, seperti ;

Dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik, untuk meningkatkan popularitas pelaku dikalangan teman sepermainannya dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku

bullying.

1.7Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban

Korban merasa bahwa dirinya pantas di bully, sehingga korban tidak berani untuk melawan pelaku.

4. Dampak Bullying

Menurut Astuti (2008), dampak bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban. Bagi korban, kondisi ini menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang menurun, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, dan merasa takut ke sekolah. Sedangkan menurut Levianti (2008), beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bahkan dampak fisik bisa mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk.


(45)

Dampak buruk yang dapat terjadi pada korban bullying, antara lain : 4.1Kecemasan

4.2Merasa kesepian 4.3Rendah diri 4.4Depresi

4.5Penarikan sosial

4.6Keluhan pada kesehatan fisik

4.7Penggunaan alkohol dan obat – obatan (Priyatna, 2010)

5. Penanggulangan Bullying

Strategi untuk mengatasi bullying antara lain :

5.1Strategi yang menekankan pada bukti nyata (factual evidence) dan rationale untuk perubahan (empirical-rational)

5.2Strategi yang melibatkan re-edukasi dan kesepakatan pada norma-norma baru (normative-re-educative).

5.3Strategi yang menekan orang untuk berubah (power-coercive). (Astuti, 2008)

6. Kuesioner perilaku Bullying

Beberapa kuesioner yang banyak digunakan untuk perilaku bullying

antara lain The Bullying Prevalence Questionnaire (BPQ) yang dibuat oleh Ken Rigby dan Phillip Slee (1994), dengan pilihan jawaban tidak pernah, sekali, jarang, dan selalu. Terdapat 20 pernyataan dengan arah favorable dan unfavorable. The Handling Bully Quitionnaire (HBQ) dibuat oleh Bauman S, Rigby K & Hoppa K (2008), kuesioner ini terdiri dari 22 pernyataan yang


(46)

29

terdiri dari 5 pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, mungkin setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kuesioner ini dapat digunakan untuk menentukan tindakan apa yang paling tepat untuk menangani bullying karena kuesioner ini diisi langsung oleh siswa dan hasilnya dapat di diskusikan untuk menentukan penanganan bullying yang paling tepat. Kuesioner Bullying yang dibuat oleh Atfiyanah (2013), digunakan untuk mengetahui risiko remaja dalam melakukan bullying. Kuesioner ini terdiri dari 28 pernyataan dan dibuat dalam pertanyaan favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju), dan penilaian menggunakan skala Likert. Untuk pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sesuai), 3 = S (Sesuai), 2 = TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah 4 = STS (Sangat Tidak Sesuai), 3 = TS (Tidak Sesuai), 2 = S (Sesuai), 1 = SS (Sangat Sesuai).

Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih menggunakan kuesioner

bullying yang dibuat oleh Atfiyanah (2013). Kuesioner ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui risiko remaja dalam melakukan tindakan bullying, dengan hasil akhir yaitu perilaku bullying rendah atau perilaku bullying tinggi.

C. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Carpenito


(47)

(2009), ansietas merupakan perasaan tidak tenang (ketakutan) yang dialami individu/kelompok dan aktivasi sistem sarap otonom dalam merespon ancaman yang tidak spesifik dan tidak jelas. Kecemasan juga di definisikan sebagai perubahan yang berseberangan dengan ketenangan yang Allah gambarkan dalam firman-Nya dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 yaitu “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhai-Nya: Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Az-zahrani, 2005).

Sedangkan menurut Astuti & Resminingsih (2010), kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas.

2. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Astuti & Resminingsih (2010), tingkat kecemasan dibagi menjadi empat, yaitu :

2.1Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, persepsi meningkat, kesadaran tinggi, motivasi meningkat, mampu untuk belajar.


(48)

31

2.2Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung, pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah stress.

2.3Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Seseorang yang mengalami kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan perhatiannya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, insomnia, sering kencing, diare, persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri, dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi.

2.4Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan karena mengalami kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan


(49)

panik yaitu susah bernapas, pucat, pembicaraan inkoheren, tidak dapat merespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, mengalami halusinasi dan delusi.

Sedangkan menurut Videbeck (2008), tingkat kecemasan dibagi menjadi tiga, yaitu :

2.1 Kecemasan ringan

Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus, stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.

2.2 Kecemasan sedang

Perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.

2.3 Kecemasan berat

Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, dan memperlihatkan respon takut dan distres.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart, 2006) : 3.1Faktor predisposisi

3.1.1 Teori psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan


(50)

33

super ego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

3.1.2 Teori interpersonal

Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.

3.1.3 Teori behavior

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3.1.4 Teori perspektif keluarga

Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam keluarga.

3.1.5 Teori perspektif biologi

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepam. Obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA). Yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dari riwayat ansietas pada


(51)

keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Cemas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.

3.2Faktor presipitasi

Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

3.2.1 Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari – hari.

3.2.2 Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.

4. Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart & Sundeen (2006), respon individu terhadap kecemasan yaitu :

4.1Respon fisiologi 4.1.1 Kardiovaskular

Respon dari kardiovaskular berupa jantung berdebar, peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah, denyut nadi menurun.

4.1.2 Pernafasan

Respon dari pernafasan berupa nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, dan terengah-engah.


(52)

35

4.1.3 Neuromuskuler

Respon dari neuromuskular berupa refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, wajah tegang, dan gerakan yang jangkal.

4.1.4 Gastrointestinal

Respon dari gastrointestinal berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, diare, dan rasa tidak nyaman pada abdomen.

4.1.5 Traktus urinarius

Respon traktus urinarius berupa sering berkemih dan tidak dapat menahan BAK.

4.1.6 Kulit

Respon dari kulit berupa wajah kemerahan, berkeringat di telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.

4.2Respon perilaku

Respon perilaku berupa gelisah, tegang, tremor, bicara cepat, menarik diri dari hubungan interpersonal, dan menghindar dari masalah.

4.3Respon kognitif

Respon kognitif yaitu konsentrasi terganggu, pelupa, hambatan berfikir, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, takut cidera atau kematian.


(53)

4.4Respon afektif

Responnya yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, dan gugup.

5. Gejala Kecemasan

Menurut Carpenito (2009), gejala – gejala kecemasan dibagi menjadi dua, yaitu :

5.1Gejala fisiologis 5.1.1 Kegelisahan

5.1.2 Tangan atau anggota tubuh bergetar 5.1.3 Banyak berkeringat

5.1.4 Sulit berbicara atau suara bergetar 5.1.5 Jantung berdebar

5.1.6 Sakit kepala 5.1.7 Nafas pendek 5.2Gejala kognitif

5.2.1 Khawatir tentang sesuatu

5.2.2 Keyakinan – keyakinan bahwa akan terjadi sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada alasan yang jelas

5.2.3 Merasa terancam

5.2.4 Ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah 5.2.5 Sulit berkonsentrasi


(54)

37

5.3Gejala emosional

5.3.1 Kurang percaya diri 5.3.2 Marah yang berlebihan 5.3.3 Menangis

5.3.4 Mencela diri sendiri

6. Kecemasan Perpisahan

6.1Pengertian kecemasan perpisahan

Kecemasan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak realistik pada anak tentang apa yang akan terjadi bila berpisah dengan orang-orang yang berperan penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal atau tidak kembali karena suatu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik, disakiti atau dibunuh) (Semiun, 2006).

Sedangkan menurut Joseph (2012), gangguan kecemasan berpisah adalah suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas saat berada jauh dari orang yang disayang. Karena alasan tersebut, anak itu enggan untuk dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah anak tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh orang kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai oleh orang lain (Semiun, 2006).


(55)

6.2Penyebab kecemasan perpisahan

Gangguan kecemasan perpisahan seringkali terjadi setelah adanya suatu kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu, misalnya dirawat di rumah sakit, kematian orang yang disayangi, atau pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012).

6.3Tanda dan gejala kecemasan perpisahan

Gejala spesifik kecemasan perpisahan yaitu :

6.3.1 Distress berlebihan berulang – ulang saat berpisah dari orang tua 6.3.2 Khawatir yang berlebihan bahwa suatu peristiwa yang tidak

diinginkan akan terjadi

6.3.3 Penolakan untuk pergi ke sekolah atau tempat lain karena perpisahan dengan orang – orang penting

6.3.4 Takut yang berlebihan dan enggan untuk sendiri 6.3.5 Penolakan untuk tidur sendirian

6.3.6 Mimpi buruk berulang

6.3.7 Keluhan fisik yang berulang, seperti sakit kepala, sakit perut, mual dan muntah (Grohol, 2014)

Sedangkan menurut Kaneshiro & Zieve (2013), gejala kecemasan perpisahan yaitu :


(56)

39

6.3.2 Mimpi buruk

6.3.3 Keluhan fisik yang berulang – ulang 6.3.4 Khawatir kehilangan orang tua 6.3.5 Keengganan untuk tidur sendirian

6.4Dampak kecemasan perpisahan

Semiun (2006), membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, yaitu :

6.4.1 Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Individu yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.

6.4.2 Simtom kognitif

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.


(57)

6.4.3 Simtom motorik

Individu yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motorik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari tangan atau kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba.

7. Kuesioner Kecemasan Perpisahan

Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk melihat kecemasan perpisahan yaitu Separation Anxiety Disorder Self Assessment Tool, kuesioner ini dikembangkan oleh Hartford Hospital, kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan dengan pilihan jawaban YA atau TIDAK. Kuesioner ini bertujuan untuk melihat apakah seorang anak atau seorang orang tua mengalami kecemasan ketika berpisah dengan orang tua. Jika 12 pernyataan

dijawab “Ya” maka menunjukkan kecemasan perpisahan dengan orang tua

dan harus dilakukan konseling. Adult Separation Anxiety Questionnaire yang dibuat oleh Manicavasagar V, Silove D, Wagner R, Drobny J pada tahun 2012. Kuesioner ini untuk mengukur tingkat kecemasan perpisahan untuk masa dewasa atau yang dialami diatas usia 18 tahun, kuesioner ini menggunakan pilihan dengan skala likert yaitu tidak pernah, kadang-kadang, jarang, dan sering. Kelemahan kuesioner ini tidak dapat digunakan pada usia remaja awal. Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED), kuesioner ini dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane Cully dkk. Kuesioner ini berjumlah 11 pernyataan dan dibuat dalam pernyataan favorable dan unfavorable. Masing-masing pernyataan diberi


(58)

41

penilaian 4 – 1. Kuesioner ini dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki lingkungan atau tempat baru. Setiap pernyataan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), dan TP (Tidak Pernah), dan penilaian menggunakan skala Likert. Untuk pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sering), 3 = S (Sering), 2 = J (Jarang), 1 = TP (Tidak Pernah). Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah 4 = TP (Tidak Pernah), 3 = J (Jarang), 2 = S (Sering), 1 = SS (Sangat Sering).

Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih untuk menggunakan kuesioner Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED), karena peneliti ingin mengetahui tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat remaja memasuki pesantren. Dengan hasil individu mengalami kecemasan rendah atau kecemasan tinggi.

D. Teman Sebaya

Teman sebaya adalah anak pada usia yang sama atau pada level kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dan memiliki kelompok sosial yang

sama pula, misalnya teman sekolah (Mu’tadin, 2002).

Interaksi teman sebaya memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak, salah satu fungsi yang paling penting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberika sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrock, 2007).


(59)

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dan biasanya terjadi pertukaran informasi yang dapat mempengaruhi perilaku dari anggota lainnya.

Relasi dengan teman sebaya dapat berdampak positif ataupun negatif. Sisi positifnya antara lain adalah anak-anak mengeksplorasi prinsip-prinsip kesehatan dan keadilan melalui pengalaman ketika mereka mgalami perbedaan pendapat dengan teman sebayanya (Piaget, 1932, Sullivan, 1953 dalam Santrock, 2007).

Selain itu para ahli juga mengungkapkan dampak negatif teman sebaya bagi perilaku individu. Teman sebaya memiliki pengaruh besar dalam tingkah laku individu, remaja yang memiliki perilaku buruk akan memberikan pengaruh negatif kepada teman sebayanya. Salah satu pengaruh buruknya yaitu dapat menjadikan individu sebagai pelaku tindakan bullying, karena salah satu faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor teman sebaya. Tindakan bullying dilakukan oleh remaja karena adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif), remaja menganggap bahwa perilaku bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya, untuk mendapatkan rasa aman tersebut, remaja mengikuti perilaku- perilaku yang teman sebayanya lakukan (Kupersmidt & Derosier, 2004 dalam Santrock, 2007).


(60)

43

E. Pesantren

1. Pengertian Pesantren

Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”, yang artinya tempat tinggal santri. Pesantren adalah tempat para

santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya (Efendi & Makhfudli, 2009). Pesantren adalah institusi yang memfokuskan pengajaran agama dengan menggunakan metode pengajaran tradisional dan mempunyai aturan-aturan (Khuluq, 2008). Sedangkan menurut Wahid (2001) dalam Indonesian institute for society empowerment / INSEP (2011), pesantren merupakan kehidupan yang unik yang menunjukkan ciri-ciri subkultur. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan agama islam berupa asrama yang terpisah antara santri putra dan santri putri (Siregar, 2013).

2. Jenis Pesantren

Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren-pesantren berusaha mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Berdasarkan kegiatan yang berlangsung di dalam pesantren, pesantren dapat di klasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu :

2.1Pesantren salafi atau salafiah (tradisional)

Pesantren salafi merupakan pondok pesantren yang hanya mengajarkan kitab klasik dan agama islam. Umumnya, lebih mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat


(61)

selektif terhadap segala bentuk pembaruan, termasuk kurikulum pengajarannya.

2.2Pesantren khalafi atau khalafiah (modern)

Pesantren khalafi merupakan pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan pendidikan agama juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, dan SMA) maupun sekolah berciri khas agama. (Efendi & Makhfudli, 2009).

3. Tujuan Pesantren

Pesantren berfungsi untuk membentuk manusia-manusia yang mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan lingkungan.

Pesantren mempunyai fungsi sebagai berikut : 3.1Tempat belajar ilmu – ilmu agama (keislaman) 3.2Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan

3.3Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah 3.4Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif 3.5Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa 3.6Membentuk kader – kader dakwah islam

3.7Sebagai garuda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah)

3.8Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan korban kekerasan


(62)

45

3.9Merespon persoalan – persoalan kemasyarakatan seperti masalah kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat

3.10 Sebagai aktor pengelola perdamaian (Efendi & Makhfudli, 2009)

F. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian ini berdasarkan modifikasi teori Lawrence Green (1080). Kerangka konsep ini dibagi ke dalam tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor penguat (reinforcing).


(63)

Faktor Pemungkin Remaja yang mengalami kecemasan mudah dipengaruhi oleh:

 Lingkungan

 Teman sebaya

(Simbolon, 2012)

Remaja

 Batasan usia 13 – 21 tahun

 Perubahan yang terjadi pada masa remaja : perubahan fisik, psikologis, dan sosial (Dariyo, 2011)

Faktor Penguat  Keluarga yang

tidak harmonis

 Pengaruh media

 Budaya

 Kekerasan yang dialami di masa lalu

 Persepsi yang salah tentang perilaku korban

 Perbedaan kelas

 Senioritas

 Karakter individu atau kelompok (Astuti, 2008)

Remaja masuk pesantren

Terjadi perubahan & mendapat peran-peran baru (Agustiani, 2009)

Faktor Predisposisi

 Kecemasan Perpisahan

Dampak negatif : persepsi menyempit, mudah tersinggung, mengalihkan perhatian, mudah marah (Astuti & Resminingsih, 2010)

Dampak positif :

kewaspadaan meningkat, motivasi belajar meningkat, kesadaran tinggi

(Astuti & Resminingsih, 2010)

Risiko perilaku bullying

Verbal (Yayasan SEJIWA, 2008) Fisik (Yayasan SEJIWA, 2008) Mental atau psikologis (Yayasan SEJIWA, 2008)


(64)

47

Keterangan :

Faktor – faktor yang dapat menyebabkan individu melakukan tindakan bullying yaitu kecemasan perpisahan, keluarga yang tidak harmonis, pengaruh media, teman sebaya, persepsi yang salah tentang perilaku korban, perbedaan kelas, senioritas, karakter individu atau kelompok, lingkungan, budaya, dan kekerasan yang dialami di masa lalu. Namun dalam penelitian ini hanya faktor kecemasan perpisahan yang dikendalikan, sedangkan faktor – faktor lainnya tidak di kendalikan. Maka dari itu peneliti tidak mengetahui apakah risiko perilaku bullying pada santri hanya disebabkan oleh kecemasan perpisahan atau disebabkan juga oleh faktor lain.

Sumber : modifikasi kerangka teori perilaku Lawrence Green (1989), Astuti (2008), Astuti & Resminingsih (2010), Myers (dalam Levianti, 2008), Santrock (2007), Yayasan SEJIWA (2008).


(65)

48

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu satu variabel independen dan satu variabel dependen. Kecemasan perpisahan dengan orang tua sebagai variabel independen dan risiko perilaku bullying santri sebagai variabel dependen. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kecemasan perpisahan dengan orang tua

Risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi


(66)

49

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha = Ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon.

H0 = Tidak ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon.


(67)

C. Definis Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala 1 Independen

Kecemasan perpisahan

Kekhawatiran yang tidak jelas pada individu tentang apa yang akan terjadi bila berpisah dengan orang tuanya (Semiun, 2006).

Menghitung skor dari pertanyaan

kecemasan perpisahan.

Peneliti menggunakan kuesioner kecemasan perpisahan yang berisi 11 pertanyaan.

Setiap pernyataan diberi penilaian antara :

SS : 4 S : 3 J : 2 TP : 1

1. Kecemasan berpisah tinggi jika nilai rata-rata

24

2. Kecemasan berpisah rendah jika nilai rata-rata < 24

(Azwar, 2012)

Ordinal

2 Dependen

Risiko

Risiko untuk melakukan suatu

Menghitung skor dari pertanyaan risiko

Kuesioner yang digunakan adalah

1. Risiko Bullying

tinggi jika nilai


(68)

51 perilaku bullying tindakan untuk menyakiti seseorang dan menyebabkan seseorang menderita, tindakan ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, biasanya dilakuka dengan perasaan senang (Astuti, 2008).

Bullying ada tiga bentuk, yaitu: fisik, verbal, dan non verbal

perilaku bullying. kuesioner risiko perilaku

bullying yang berisi 28 pertanyaan.

Untuk pertanyaan positif SS : 4

S : 3 TS : 2 STS : 1

Untuk pertanyaan negatif SS : 1

S : 2 TS : 3 STS : 4

rata-rata 88 2. Risiko Bullying

rendah jika nilai rata-rata < 88 (Azwar, 2012)


(69)

atau psikologis (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008).


(70)

53 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying

santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian cross-sectional

adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi hanya satu kali dan pada waktu yang sama (Dharma, 2011).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Sugiyono, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh santri yang duduk di bangku SMP pesantren assanusi cirebon yang berjumlah 187 santri.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012).

Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

random sampling yaitu stratified random sampling (pengambil sampel secara acak stratifikasi). Jika suatu populasi mempunyai unit yang mempunyai


(71)

karakteristik yang berbeda-beda, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling (Notoatmodjo, 2010).

Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2012) :

s =

d2 (N-1) + Λ2.P.Q

Λ2

dengan dk = 1, taraf kesalahan yang diinginkan 10% -> 2,706 P = Q = 0,5

d = 0,05

s = jumlah sampel

s = 2,706 x 187 x 0,5 x 0,5

0,052 (187-1) + 2,706 x 0,5 x 0,5 = 126,5055

0,0025 (186) + 0,67 = 126,5055 0,465 + 0,67 = 126,5055 1,135

= 111,45 dibulatkan menjadi 112

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki 90 %, maka besar sampel yang diperoleh dengan menggunakan rumus tersebut adalah 112 santri.

Λ2


(72)

55

Peneliti mengantisipasi apabila terdapat responden yang drop out atau berhenti di tengah jalan, maka jumlah sampel ditambah 10 %. Besar sampel setelah ditambah 10 % menjadi 112 + (10 % x 112) = 123 responden.

Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 123 santri. Jumlah populasi 187, santri kelas VII berjumlah 68 santri, kelas VIII berjumlah 53 santri, dan kelas IX 66 santri. Maka besar sampel untuk setiap kelas adalah :

Dalam penelitian keperawatan sampel yang diambil harus memiliki kriteria sampel sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2. Terdaftar sebagai santri pondok pesantren assanusi Cirebon 3. Bersedia menjadi responden


(73)

C. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015. Mulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil.

2. Tempat

Penelitian dilakukan di pondok pesantren assanusi cirebon Jl. Kebon Melati No. 02 Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane Cully dkk, kuesioner ini dalam bentuk skala likert, dimana responden harus menjawab pertanyaan yang sesuai dengan dirinya. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner kecemasan perpisahan dan kuesioner risiko perilaku bullying. Responden memilih jawaban untuk setiap pernyataan yang menunjukkan kesetujuan (favourable) atau yang ketidaksetujuan (unfavourable), dengan empat kategori jawaban yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), TP (Tidak Pernah).

Untuk pengumpulan datanya, peneliti akan menggunakan satu data demografi dan tiga kuesioner, yaitu :

1. Data demografi, yaitu : a. Jenis kelamin b. Kelas


(1)

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kecemasanberpisah * risikoperilakubullying

45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying

rendah tinggi Total

kecemasanberpisah rendah Count 13 0 13

% within

kecemasanberpisah

100.0% .0% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

52.0% .0% 28.9%

% of Total 28.9% .0% 28.9%

tinggi Count 12 20 32

% within

kecemasanberpisah

37.5% 62.5% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

48.0% 100.0% 71.1%

% of Total 26.7% 44.4% 71.1%

Total Count 25 20 45

% within

kecemasanberpisah

55.6% 44.4% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .570 .083 4.550 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .570 .083 4.550 .000c

N of Valid Cases 45

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.


(3)

N Percent N Percent N Percent kecemasanberpisah *

risikoperilakubullying

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying

rendah tinggi Total

kecemasanberpisah rendah Count 10 0 10

% within

kecemasanberpisah

100.0% .0% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

55.6% .0% 28.6%

% of Total 28.6% .0% 28.6%

tinggi Count 8 17 25

% within

kecemasanberpisah

32.0% 68.0% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

44.4% 100.0% 71.4%

% of Total 22.9% 48.6% 71.4%

Total Count 18 17 35

% within

kecemasanberpisah

51.4% 48.6% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

100.0% 100.0% 100.0%


(4)

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .615 .097 4.476 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .615 .097 4.476 .000c

N of Valid Cases 35

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.


(5)

N Percent N Percent N Percent kecemasanberpisah *

risikoperilakubullying

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying

rendah tinggi Total

kecemasanberpisah rendah Count 0 22 22

% within

kecemasanberpisah

.0% 100.0% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

.0% 88.0% 51.2%

% of Total .0% 51.2% 51.2%

tinggi Count 18 3 21

% within

kecemasanberpisah

85.7% 14.3% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

100.0% 12.0% 48.8%

% of Total 41.9% 7.0% 48.8%

Total Count 18 25 43

% within

kecemasanberpisah

41.9% 58.1% 100.0%

% within

risikoperilakubullying

100.0% 100.0% 100.0%


(6)

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R -.868 .068 -11.219 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.868 .068 -11.219 .000c

N of Valid Cases 43

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.